Morry pun mulai melakukan tugasnya kembali. Menghujamkan sebuah belati tepat ke jantung korbannya. Darah pun mengalir dengan derasnya. Morry langsung mengeksekusi Ferry dengan membelah dan mengambil isi dalam organ tubuh sang ajudan."Ferry, maafkan saya ...."Morry sudah sangat lama bekerja dengan Mahesa. Membunuh para musuhnya. Dan memutilasi kemudian dagingnya dibuat makanan untuk santapan satu keluarga. Tapi, kali ini hatinya bermain.Morry yang telah kehilangan kedua orang tuanya dengan cara sadis pun merasa iba. Bagaimana nasib anak Ferry? Dia harus menjadi anak yatim piatu dan itu semua karena ulahnya."Ferry, maafkan saya. Saya janji, akan menyayangi anak kamu. Saya juga akan bertanggungjawab sama dia sampai dia dewasa nanti," ucap Morry terisak ketika usai eksekusi berlangsung.Tugas Morry belum selesai. Ditangannya telah ada beberapa jenis pisau untuk kembali memotong bagian tubuh korbannya itu agar bisa lebih kecil. Hingga kini bagian dagingnya telah siapa diolah. Entah ap
Rina mulai merasakan kejanggalan. Apa yang terjadi dengan suaminya. Bahkan hingga dua Minggu berlalu, tidak ada kabar darinya. Bukan hal yang biasa dilakukan oleh Ferry.Nomor Ferry telah lama tidak aktif. Sejak sang komandan datang membawakan beberapa barang dan uang titipan Ferry. Tugas ke Papua. Tapi, mungkinkah dia tidak mendapat sinyal? Mungkinkah Ferry tinggal jauh di pelosok hingga kesulitan berkonsentrasi? Begitu banyak pertanyaan yang timbul di benak Rina. Segala cara pun akhirnya ia tempuh untuk mendapatkan informasi keberadaan sang suami. Hingga akhirnya kedatangan Lexy membuka sedikit tabir misteri itu."Assalamualaikum, Rina, Rina!" panggil Lexy. Lexy sangat lama menunggu tuan rumah membuka pintu. Tapi, kondisi rumah yang sepi akhirnya membuat Lexy berpikir jika Rina dan anaknya tidak berada di rumah. Lexy akhirnya mencoba bertanya pada tetangga sekitar rumahnya dan menurut info yang didapatkan jika Rina sedang pergi ke sawah. Membawa serta anaknya."Aku susul aja deh!
POV MAHESAPERNIKAHAN INDHIRA DAN MAHESAIndhira Kusuma Putri, seorang dokter bedah yang akhirnya memutuskan berhenti dan menikah dengan seorang abdi negara bernama Danantya Mahesa.Perbedaan usia tak menyurutkan langkah Indhira untuk menikahi sang pujaan hati. Meski di awal Ibu Indhira kurang menyetujui karena perbedaan usia dan pekerjaan Mahesa yang penuh resiko, tak menyurutkan langkahnya. Akhirnya, restu sang ibu didapat Indhira dan Mahesa.Layaknya pernikahan seorang abdi negara, Indhira harus mempersiapkan segala persyaratan administrasi juga beberapa proses yang harus dijalaninya saat memutuskan menikah dengan seorang abdi negara.Tidak biasa dan cukup merepotkan baginya, tetapi demi menyandang Nyonya Mahesa, ia pun rela berjibaku dengan segala kerepotannya.Hari itu, Mahesa pun menyelesaikan proses akhir untuk menikahi sang abdi negara. Lelah, tapi senyum bahagia itu terpancar. Saat hendak pulang, Indhira mendapatkan telepon dari Nyonya Miranda, sang ibunda.[Bu, ibu tenang
Mahesa tak marah dengan sikap istrinya itu. Ia justru tertawa dan bahagia. Ya, Indhira cemburu karena mencintainya. Pernikahan mereka pun baru, sudah harus menjalani LDR.Jadi sangat wajar, jika Indhira masih manja. Mahesa yakin, berjalannya waktu Indhira akan menjadi sosok wanita yang kuat dan tangguh.[Sayang, jangan ngambeg dong. Aku di sini nggak akan macam-macam kok, kamu tenang di sana ya. Nanti setelah keadaannya aman, aku akan jemput kamu. Kita kumpul lagi di sini]Mahesa mengirim pesan melalui aplikasi chat ke nomor Indhira.Sejam dua jam berlalu. Ia tak juga mengetahui kabar dari sang istri. Ah, pasti dia masih ngambeg. Setelah hampir 5 jam, balasan itu datang.[Ok!][Gadis mungilku ternyata masih ngambeg.]Mahesa pun akhirnya memilih beristirahat. Jika diteruskan pun percuma, ia sedang marah. Lagipula, seharian ini Mahesa pun lelah dengan serangkaian kegiatan.----Pagi hari Mahesa.pun melakukan lari pagi, cukup jauh dari mess tempatnya tinggal. Sebelum kembali ke mess, Ma
Indhira kini berada dipersimpangan. Ia harus memilih. Tetap di Jakarta bersama ibunya atau ikut bersama suaminya, Mahesa.Indhira sempat ragu, apakah dengan ikut bersama suaminya, ia akan menjadi anak durhaka? Seperti yang ibunya selalu katakan.Tetapi ….Indhira yakin dan menguatkan hatinya. Ketaatan pada suami, jauh lebih utama. Apalagi sikap ibunya yang terus mendekatkan kembali ia dan Anton, lelaki pilihan ibunya dulu, membuatnya semakin yakin untuk pergi bersama sang suami.Hari ituMahesa dan Indhira bersiap berangkat ke Bandara. Semua koper sudah masuk ke bagasi mobil yang mereka sewa. Tiba-tiba, ibunya berteriak histeris, entah apa sebabnya. Hingga asisten rumah tangga yang dipekerjakan Indhira untuk menemani sang ibu berteriak."Mbak Indhira, tolong lihat ibu sebentar," teriaknya sambil berlari tergopoh-gopoh."Ada apa?" tanya Indhira."Ibu, Mbak , Ibu …." ujarnya panik.Mahesa dan Indhira akhirnya segera berlari masuk melihat kondisi ibunya yang ternyata ... Ah, hanya berpur
Kegelisahan Indhira kini terjawab sudah. Mahesa akhirnya membuat sebuah keputusan untuk mengatakan kejujuran ini. Meski pahit, meski harus berurai airmata."Mas, kamu kenapa?" tanya Indhira yang aneh melihat kegelisahan suaminya."Indi, kamu menunggu kabar ibu kan?" tanya Mahesa."Iya, Mas. Mas dikabari ibu?" tanya balik Indhira."Sabar ya, Sayang, ikhlasin semua yang sudah Allah taqdirkan….""Maksud kamu?" tanya Indhira. Perasaannya mulai tak tenang."Tadi aku dapat kabar dari keluarga Anton. Mereka mengalami kecelakaan saat di tol dan sekarang ibu kritis …." terang Mahesa."Nggak! Mas pasti bohong kan, Mas sedang ngerjain aku kan. Semua bohong kan, Mas?" teriak Indhira histeris."Indhira, tenang! Ibu dan Anton sedang di ICCU. Lebih baik, kita doakan mereka sekarang. Mereka sedang butuh doa kita." Mahesa memeluk istrinya yang sedang histeris."Ibu ...." Indhira menangis memanggil ibunya. Rasanya ia ingin datang, menemani sang ibu di detik-detik akhirnya.Telepon Mahesa pun berdering
Mahesa menatap tajam netra sang istri. Indhira pun menatap netra suaminya. Ia takut semua rahasianya terbongkar. Bagaimana jika Mahesa mengamuk pada Hakim? Hati dan otak Indhira semakin tak karuan."Pesan dari seluler?" tanya Mahesa.[I-iya, Mas.] Indhira terbata-bata."Kenapa muka kamu tegang gitu, Sayang?" Mahesa pun tertawa melihat kepanikan istrinya yang takut rahasianya terbongkar."Mas membuatku takut." Indhira tersenyum kecut.Mahesa hanya tertawa dan melanjutkan perjalanannya. Setelah menikmati malam berdua Mahesa, mereka pun pulang.----Sesampainya di rumah kontrakan mereka yang sederhana, Mahesa mengamati sekitar, netranya tak menemukan apa pun. Indhira bernafas lega.Malam itu, Indhira dan Hakim memang berjanji bertemu. Ia tak menyangka, jika Mahesa mendadak pulang. Tak seperti biasanya, ia pulang tanpa memberi kabar.Mahesa pun berusaha tidur, walau pikirannya melayang entah ke mana, berharap kekasih gelapnya itu tidak meneleponnya selama suaminya berada di rumah.Esok ha
Di rumah kontrakanLila menangis. Ia menjerit hebat. Hingga membuat beberapa tetangga berdatangan. Mengintai dari luar jendela kamar. Mereka keheranan, melihat bayi mungil itu hanya sendirian di dalam kamar. Ke mana mamanya?Hingga akhirnyaBeberapa warga yang semakin ramai berdatangan, mendobrak pintu depan agar bisa melihat kondisi bayi cantik itu. Seperti dugaannya, Indhira tidak ada. Meninggalkan Lila seorang diri."Coba cek Pak Mahesa ke mess atau kantornya. Cepat!" Pak RT meminta warganya mencari keberadaan Mahesa.Seorang warga bernama Rani mengambil Mahesa yang menangis. Ia mencoba memberi ketenangan pada bayi Mahesa dan Indhira itu."Ke mana sih mamanya? Kok tega benar ninggalin Lila sendirian di rumah?""Paling selingkuh lagi!" ujar Bu Tika yang terkenal julid."Sudah tenang, sekarang lebih baik kita tunggu sampai Pak Mahesa dan Ibu Indhira datang. Kasihan anak ini kalau dibiarkan sendirian." ujar Pak RT. Beberapa warga akhirnya pulang ke rumah masing-masing.Setelah menungg