Share

MISTERI KEMATIAN CALON PENGANTIN
MISTERI KEMATIAN CALON PENGANTIN
Penulis: TiaraAlvino21

Bab 1

Malam ini suhu udara sedang naik, angin berhembus kencang dan juga disertai mendung yang sejak sore tadi sudah terlihat jelas di langit senja.

Suasana di desa Lingsir mulai tampak gelap dan sepi. Nabila, gadis itu tengah sibuk merapikan sisi ranjangnya, tangannya bergerak lincah menyusun bantal agar ia merasakan nyaman saat akan tidur malam nanti.

Srek!

Srek!

Srek!

Suara berisik diluar sukses membuat jemari Nabila terhenti dari gerakannya ketika ia mendengar dengan sangat jelas seolah ada yang sedang menyapu halaman diluar rumah.

Kening Nabila mengerut tipis, "Siapa yang nyapu malam-malam?" saat Nabila mengintip dari balik tirai gorden kamarnya.

Tanpa ia sadari, kakinya terus melangkah keluar dari kamar. Suasana yang hening dan sunyi membuat Nabila terus meraih handle pintu dan membukanya perlahan.

Didepan sana, dihalaman rumah terlihat seorang wanita sedang menyapu dedaunan. Wanita itu berdiri membelakangi Nabila, hingga yang terlihat hanya rambut hitamnya yang menjuntai hingga batas pinggang.

"Mbak? Mbak ngapain malam-malam begini nyapu?" Nabila mendekat karna ia mengira jika wanita itu adalah kakak kandungnya, Sarah.

Akan tetapi, Sarah hanya diam tak menjawab pertanyaan Nabila. Ia terus melanjutkan kegiatannya, tangannya sibuk menyapu seolah perkataan Nabila tadi tak ia dengar sama sekali.

"Mbak, mbak Sarah kok diam aja sih? Masuk yuk, kayaknya mau hujan, nyapunya besok aja disambung, mbak!" ajak Nabila yang kini mendongak kearah langit melihat awan yang sepertinya akan turun hujan.

Sarah hanya melirik sekilas dan kembali mengalihkan pandangannya ke depan. Udara dingin semakin menembus ke sendi-sendi tulang. Nabila menggesekkan tangannya karena tak kuasa menahan kedinginan.

Belum lagi, petir mulai saling bersahutan. Dan sepertinya hujan tak lama lagi akan turun, tapi Sarah masih saja menyapu tanpa mendengarkan ucapan Nabila.

"Mbak, ayok masuk! Nanti Mbak sakit. Lagian gak baik nyapu malem-malem Mbak, nanti ada yang ngikutin gimana?"

Hening! Sarah terus saja menyapu. Nabila mulai terlihat kesal karena sang Kakak tidak sekalipun menjawab ucapannya.

Ada apa dengan Sarah? Tak biasanya ia seperti ini. Entah mengapa, perasaan Nabila mulai tidak enak. Nabila merasa ada sesuatu yang aneh pada kakanya itu.

"Mbak, Mbak dari tadi di ajak bicara diem aja, kenapa sih Mbak?"

Merasa tak ada respon dari Sarah, Nabila pun langsung meraih pergelangan tangan Sarah dengan cepat, dan ...

Deg!

Nabila membeku ketika ia merasakan jika tangan kakaknya terasa sangat dingin seolah tak ada aliran darah mengalir disana.

"Tangan Mbak dingin banget, cuaca nggak bagus Mbak!" cicit Nabila dengan bulu kuduk yang meremang dan menoleh pada Sarah yang hanya melihat kearah kedua kakinya.

Jantung Nabila mulai berdetak kencang. Pikiran buruk tengah berkelana kemana-mana.

"Mbak!"

Ketika panggilan terakhir meluncur dari bibir Nabila, wanita itu menoleh.

"Aarghhh!" Nabila berteriak dan memundurkan langkahnya hingga ia terjatuh saking terkejutnya.

Sosok yang berdiri di depannya saat ini memang Sarah. Tetapi, wajahnya sangat menyeramkan tanpa bola mata dan mulut mengeluarkan cairan hitam pekat yang busuk sekali hingga menusuk ke indra penciuman.

"Mbak, Mbak Sarah, apa yang terjadi!" lirih Nabila ketakutan. Tubuhnya bergetar hebat, matanya sudah berkaca-kaca.

Sarah berjalan mendekat. Ia merentangkan kedua tangannya ke atas.

Krek! Krek!

Bunyi patahan tulang yang nyaring di iringi satu persatu anggota tubuh Sarah terjatuh, membuat Nabila semakin panik. Nabila semakin memundurkan dirinya.

"Hihi!"

"Kamu bukan kakakku! Pergi!"

"Tolong, tolong aku!" Nabila berteriak nyaring berharap ada seseorang yang mau menolongnya.

Ketakutan Nabila semakin menjadi-jadi saat tiba-tiba saja kepala tanpa tubuh itu melayang. Matanya memancarkan sinar merah, senyumnya menyeringai tajam dengan darah yang mengalir dan belatung-belatubg kecil yang berjatuhan.

"AARGHHH! PERGI, PERGI!" jerit Nabila tak tertahankan.

Kepala itu melayang mendekati Nabila. Nabila bangkit dari tanah dan berusia untuk berlari. Namun, ketika ia hendak membuka pintu rumah, kepala Sarah sudah menghadangnya di depan.

Sshhhh!

Desisan suara mengerikan dari bibir Sarah membuat Nabila tak sanggup menahan diri dari rasa takut.

Gelapnya malam dan sepinya suasana desa membuat tidak ada satupun yang menolongnya. Ada apa ini? Ada apa dengan Sarah?

"Pergi, aku mohon jangan ganggu aku! Pergi!"

Nabila kembali melangkah mundur dengan lutut yang gemetar. Kedua tangannya saling meremas dengan keringat mengucur deras di dahinya.

Ia terus waspada takut jika Sarah mendekat dan mencelakainya. Oh Tuhan, apa yang terjadi ini? Tolong Nabila sangat takut! Takut sekali.

Kepala itu berputar dengan cepat hingga darah yang menetes dari lehernya menyiprat kemana-mana. Nabila membeku di tempat saat darah itu mengenai wajah dan bajunya. Bau amis pun semakin menusuk hidung.

"Aku mohon pergi, kamu bukan kakakku. Jangan ganggu aku, aku mohon!"

Nabila kembali mundur. Rasa mual sudah mengaduk-aduk perutnya. Wajahnya berlumuran darah.

Di saat kepala itu berhenti berputar, bibir Sarah menyeringai hingga memperlihatkan giginya yang hitam pekat. Matanya menatap tajam pada Nabila seolah memiliki beban berat.

"KENAPA KAMU GAK BANTUIN KAKAK, DEK!"

Dan kepala tanpa tubuh itu melayang cepat hingga giginya menancap langsung di leher Nabila.

"AAAARGGHHH!"

"Nabila, Nabila!"

Napas Nabila terengah-engah dengan mata yang melotot ke atas. Keringat membasahi seluruh tubuhnya.

Saat matanya terbuka, terlihat cahaya lampu dari atas dan seorang wanita yang terus saja memanggil namanya.

Nabila berusaha menyadarkan pikirannya. Ia memindai sekeliling dan ternyata ia ada di kamarnya. Kejadian tadi hanyalah mimpi. Syukurlah, Nabila bisa bernapas lega.

"Akhirnya kamu sadar juga, Nduk!" ucap Bude Lastri dengan matanya yang sembab dan memerah.

"Sadar?"

Nabila menoleh pada Bude Lastri. Dahinya berkerut tak mengerti. Nabila baru saja bangun dari mimpi buruk, kenapa Bude Lastri mengatakan jika Nadia baru sadar. Memangnya apa yang terjadi padanya?

"Aku baru saja mimpi buruk, Bude!" lirih Nabila masih dengan nafas terengah-engah.

"Kamu tadi pingsan setelah liat Mbakmu!" Bude Lastri menjeda ucapannya." Bude udah coba bangunin kamu, tapi kamu gak bangun-bangun. Syukurlah sekarang kamu sudah sadar!"

"Pingsan Bude, tapi tadi aku ... aku pikir aku baru saja tertidur dan bermimpi!" Nabila mencoba mengingat apa yang terjadi padanya.

Kepalanya mendadak pusing seperti tertimpa beban berat. Ketika kesadarannya mulai pulih, ia baru mengingat jika yang di katakan Bude Lastri itu benar.

Nabila jatuh tak sadarkan diri saat beberapa orang menggotong tubuh Sarah dalam kondisi tak bernyawa, setelah di temukan di sungai tak jauh dari desanya. Kejadian itu cukup mengguncang jiwanya.

"Mbak Sarah, Mbak!" Spontan Nabila langsung beranjak dari tempat tidur dan berlari kecil keluar kamar.

Lutut Nabila bergetar, tangisnya pecah saat keluarga satu-satunya yang ia miliki kini terbujur kaku tak bernyawa. Tubuh Nabila luruh hingga ia terjatuh dengan bahu berguncang.

"Mbak Sarah, kenapa Mbak tinggalin aku!" lirih Nabila menangis pilu.

Beberapa warga yang melihat hanya mampu menahan kesedihannya. Bagaimanapun ini sudah kuasa Tuhan, dan mereka hanya bisa berdoa tanpa bisa melakukan apapun.

Nabila merangkak menuju jenazah Sarah. Lututnya yang lemas tak sanggup menopang bobot tubuhnya. Tambah lagi, dada Nabila sangat sesak menerima kenyataan ini.

"Mbak, Mbak janji mau jagain aku. Mbak janji kita akan sama-sama terus. Kenapa Mbak pergi. Nanti aku sama siapa?"

Nabila menundukkan kepalanya di samping jenazah Sarah. Hatinya pilu mengingat jika ia dan Sarah adalah yatim piatu.

Jika Sarah harus pergi untuk selamanya, lantas siapa lagi yang akan menemani Nabila? Menghibur Nabila saat sedih?

Nabila berusaha menarik napasnya dalam-dalam. Sekuat tenaga ia menghapus air matanya yang terus mengalir bak arus sungai. Tangannya bergerak untuk membuka kain putih yang menutupi wajah Sarah.

Meski hatinya terasa sakit melakukan itu, ia ingin melihat wajah sang Kakak untuk yang terakhir kalinya sebelum di makamkan.

Namun, saat penutup kain putih itu terbuka ...

"Astagfirullahalladzim, Mbak Sarah." Nabila menjerit--menangis histeris karena tak sanggup melihat kondisi jenazah Sarah yang memilukan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status