Malam ini suhu udara sedang naik, angin berhembus kencang dan juga disertai mendung yang sejak sore tadi sudah terlihat jelas di langit senja.
Suasana di desa Lingsir mulai tampak gelap dan sepi. Nabila, gadis itu tengah sibuk merapikan sisi ranjangnya, tangannya bergerak lincah menyusun bantal agar ia merasakan nyaman saat akan tidur malam nanti. Srek! Srek! Srek! Suara berisik diluar sukses membuat jemari Nabila terhenti dari gerakannya ketika ia mendengar dengan sangat jelas seolah ada yang sedang menyapu halaman diluar rumah. Kening Nabila mengerut tipis, "Siapa yang nyapu malam-malam?" saat Nabila mengintip dari balik tirai gorden kamarnya. Tanpa ia sadari, kakinya terus melangkah keluar dari kamar. Suasana yang hening dan sunyi membuat Nabila terus meraih handle pintu dan membukanya perlahan. Didepan sana, dihalaman rumah terlihat seorang wanita sedang menyapu dedaunan. Wanita itu berdiri membelakangi Nabila, hingga yang terlihat hanya rambut hitamnya yang menjuntai hingga batas pinggang. "Mbak? Mbak ngapain malam-malam begini nyapu?" Nabila mendekat karna ia mengira jika wanita itu adalah kakak kandungnya, Sarah. Akan tetapi, Sarah hanya diam tak menjawab pertanyaan Nabila. Ia terus melanjutkan kegiatannya, tangannya sibuk menyapu seolah perkataan Nabila tadi tak ia dengar sama sekali. "Mbak, mbak Sarah kok diam aja sih? Masuk yuk, kayaknya mau hujan, nyapunya besok aja disambung, mbak!" ajak Nabila yang kini mendongak kearah langit melihat awan yang sepertinya akan turun hujan. Sarah hanya melirik sekilas dan kembali mengalihkan pandangannya ke depan. Udara dingin semakin menembus ke sendi-sendi tulang. Nabila menggesekkan tangannya karena tak kuasa menahan kedinginan. Belum lagi, petir mulai saling bersahutan. Dan sepertinya hujan tak lama lagi akan turun, tapi Sarah masih saja menyapu tanpa mendengarkan ucapan Nabila. "Mbak, ayok masuk! Nanti Mbak sakit. Lagian gak baik nyapu malem-malem Mbak, nanti ada yang ngikutin gimana?" Hening! Sarah terus saja menyapu. Nabila mulai terlihat kesal karena sang Kakak tidak sekalipun menjawab ucapannya. Ada apa dengan Sarah? Tak biasanya ia seperti ini. Entah mengapa, perasaan Nabila mulai tidak enak. Nabila merasa ada sesuatu yang aneh pada kakanya itu. "Mbak, Mbak dari tadi di ajak bicara diem aja, kenapa sih Mbak?" Merasa tak ada respon dari Sarah, Nabila pun langsung meraih pergelangan tangan Sarah dengan cepat, dan ... Deg! Nabila membeku ketika ia merasakan jika tangan kakaknya terasa sangat dingin seolah tak ada aliran darah mengalir disana. "Tangan Mbak dingin banget, cuaca nggak bagus Mbak!" cicit Nabila dengan bulu kuduk yang meremang dan menoleh pada Sarah yang hanya melihat kearah kedua kakinya. Jantung Nabila mulai berdetak kencang. Pikiran buruk tengah berkelana kemana-mana. "Mbak!" Ketika panggilan terakhir meluncur dari bibir Nabila, wanita itu menoleh. "Aarghhh!" Nabila berteriak dan memundurkan langkahnya hingga ia terjatuh saking terkejutnya. Sosok yang berdiri di depannya saat ini memang Sarah. Tetapi, wajahnya sangat menyeramkan tanpa bola mata dan mulut mengeluarkan cairan hitam pekat yang busuk sekali hingga menusuk ke indra penciuman. "Mbak, Mbak Sarah, apa yang terjadi!" lirih Nabila ketakutan. Tubuhnya bergetar hebat, matanya sudah berkaca-kaca. Sarah berjalan mendekat. Ia merentangkan kedua tangannya ke atas. Krek! Krek! Bunyi patahan tulang yang nyaring di iringi satu persatu anggota tubuh Sarah terjatuh, membuat Nabila semakin panik. Nabila semakin memundurkan dirinya. "Hihi!" "Kamu bukan kakakku! Pergi!" "Tolong, tolong aku!" Nabila berteriak nyaring berharap ada seseorang yang mau menolongnya. Ketakutan Nabila semakin menjadi-jadi saat tiba-tiba saja kepala tanpa tubuh itu melayang. Matanya memancarkan sinar merah, senyumnya menyeringai tajam dengan darah yang mengalir dan belatung-belatubg kecil yang berjatuhan. "AARGHHH! PERGI, PERGI!" jerit Nabila tak tertahankan. Kepala itu melayang mendekati Nabila. Nabila bangkit dari tanah dan berusia untuk berlari. Namun, ketika ia hendak membuka pintu rumah, kepala Sarah sudah menghadangnya di depan. Sshhhh! Desisan suara mengerikan dari bibir Sarah membuat Nabila tak sanggup menahan diri dari rasa takut. Gelapnya malam dan sepinya suasana desa membuat tidak ada satupun yang menolongnya. Ada apa ini? Ada apa dengan Sarah? "Pergi, aku mohon jangan ganggu aku! Pergi!" Nabila kembali melangkah mundur dengan lutut yang gemetar. Kedua tangannya saling meremas dengan keringat mengucur deras di dahinya. Ia terus waspada takut jika Sarah mendekat dan mencelakainya. Oh Tuhan, apa yang terjadi ini? Tolong Nabila sangat takut! Takut sekali. Kepala itu berputar dengan cepat hingga darah yang menetes dari lehernya menyiprat kemana-mana. Nabila membeku di tempat saat darah itu mengenai wajah dan bajunya. Bau amis pun semakin menusuk hidung. "Aku mohon pergi, kamu bukan kakakku. Jangan ganggu aku, aku mohon!" Nabila kembali mundur. Rasa mual sudah mengaduk-aduk perutnya. Wajahnya berlumuran darah. Di saat kepala itu berhenti berputar, bibir Sarah menyeringai hingga memperlihatkan giginya yang hitam pekat. Matanya menatap tajam pada Nabila seolah memiliki beban berat. "KENAPA KAMU GAK BANTUIN KAKAK, DEK!" Dan kepala tanpa tubuh itu melayang cepat hingga giginya menancap langsung di leher Nabila. "AAAARGGHHH!" "Nabila, Nabila!" Napas Nabila terengah-engah dengan mata yang melotot ke atas. Keringat membasahi seluruh tubuhnya. Saat matanya terbuka, terlihat cahaya lampu dari atas dan seorang wanita yang terus saja memanggil namanya. Nabila berusaha menyadarkan pikirannya. Ia memindai sekeliling dan ternyata ia ada di kamarnya. Kejadian tadi hanyalah mimpi. Syukurlah, Nabila bisa bernapas lega. "Akhirnya kamu sadar juga, Nduk!" ucap Bude Lastri dengan matanya yang sembab dan memerah. "Sadar?" Nabila menoleh pada Bude Lastri. Dahinya berkerut tak mengerti. Nabila baru saja bangun dari mimpi buruk, kenapa Bude Lastri mengatakan jika Nadia baru sadar. Memangnya apa yang terjadi padanya? "Aku baru saja mimpi buruk, Bude!" lirih Nabila masih dengan nafas terengah-engah. "Kamu tadi pingsan setelah liat Mbakmu!" Bude Lastri menjeda ucapannya." Bude udah coba bangunin kamu, tapi kamu gak bangun-bangun. Syukurlah sekarang kamu sudah sadar!" "Pingsan Bude, tapi tadi aku ... aku pikir aku baru saja tertidur dan bermimpi!" Nabila mencoba mengingat apa yang terjadi padanya. Kepalanya mendadak pusing seperti tertimpa beban berat. Ketika kesadarannya mulai pulih, ia baru mengingat jika yang di katakan Bude Lastri itu benar. Nabila jatuh tak sadarkan diri saat beberapa orang menggotong tubuh Sarah dalam kondisi tak bernyawa, setelah di temukan di sungai tak jauh dari desanya. Kejadian itu cukup mengguncang jiwanya. "Mbak Sarah, Mbak!" Spontan Nabila langsung beranjak dari tempat tidur dan berlari kecil keluar kamar. Lutut Nabila bergetar, tangisnya pecah saat keluarga satu-satunya yang ia miliki kini terbujur kaku tak bernyawa. Tubuh Nabila luruh hingga ia terjatuh dengan bahu berguncang. "Mbak Sarah, kenapa Mbak tinggalin aku!" lirih Nabila menangis pilu. Beberapa warga yang melihat hanya mampu menahan kesedihannya. Bagaimanapun ini sudah kuasa Tuhan, dan mereka hanya bisa berdoa tanpa bisa melakukan apapun. Nabila merangkak menuju jenazah Sarah. Lututnya yang lemas tak sanggup menopang bobot tubuhnya. Tambah lagi, dada Nabila sangat sesak menerima kenyataan ini. "Mbak, Mbak janji mau jagain aku. Mbak janji kita akan sama-sama terus. Kenapa Mbak pergi. Nanti aku sama siapa?" Nabila menundukkan kepalanya di samping jenazah Sarah. Hatinya pilu mengingat jika ia dan Sarah adalah yatim piatu. Jika Sarah harus pergi untuk selamanya, lantas siapa lagi yang akan menemani Nabila? Menghibur Nabila saat sedih? Nabila berusaha menarik napasnya dalam-dalam. Sekuat tenaga ia menghapus air matanya yang terus mengalir bak arus sungai. Tangannya bergerak untuk membuka kain putih yang menutupi wajah Sarah. Meski hatinya terasa sakit melakukan itu, ia ingin melihat wajah sang Kakak untuk yang terakhir kalinya sebelum di makamkan. Namun, saat penutup kain putih itu terbuka ... "Astagfirullahalladzim, Mbak Sarah." Nabila menjerit--menangis histeris karena tak sanggup melihat kondisi jenazah Sarah yang memilukan."Nabila, ya Allah, Nduk!" teriak Bude Lastri, Kakak dari almarhum Ibu Sarah dan Nabila yang langsung menghampiri sang keponakan. "Mbak Sarah, Mbak, siapa yang sudah melakukan ini sama Mbak. Siapa?" jerit Nabila di pelukan Bude Lastri. Tak peduli berapa banyak orang di sana. Yang jelas, hati Nabila begitu sakit kala mendapati kondisi sang Kakak yang mengenaskan. Saat di temukan, tubuh Sarah sudah membusuk dan sedikit mengembung. Wajahnya yang cantik menguap entah kemana berganti dengan wajah yang penuh luka. Tak hanya di wajah, di sekujur tubuhnya pun banyak luka. Bahkan di temukan sebuah pisau menancap di milik Sarah. Yang jelas, kejadian ini cukup menggemparkan seluruh Desa. Nabila membekap mulutnya dan bahkan air matanya terus saja mengalir deras. Bahkan beberapa kali ia memukul dadanya karena tak sanggup menahan kesedihan yang seperti hendak menarik nyawanya. "Sabar ya, Nduk, sing iklhas. Sarah pasti sedih kalau liat kamu seperti ini!" ucap Bu Lastri ikut menangis. "Tapi,
Setelah kematian Sarah, Desa Lingsir terlihat sangat sepi. Setelah menghadiri acara tahlilan, para warga akan langsung pulang ke rumah mereka masing-masing. Mereka memutuskan mengunci pintu dan jendela lebih awal, mengurung diri di dalam rumah. Tampaknya orang-orang sudah bisa merasakan suasana yang sangat berbeda di Desa malam ini. Suasana yang begitu dingin sunyi dan mencekam. "Bude, terima kasih banyak, Bude sudah mau membantu Mbak Sarah. Jika tidak ada Bude, aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa!" lirih Nabila menekuk Bude Lastri.Dirinya benar-benar sangat rapuh saat ini. Kesedihan masih menggelayut dalam hatinya. Beruntung, Bude Lastri memutuskan untuk menginap di rumah Nabila sampai acara tahlilan selesai. Jadi, Nabila tidak terlalu kesepian."Jangan sungkan, Nabila. Ini sudah menjadi kewajiban Bude sebagai keluarga kamu. Jika buka bude, siapa lagi yang akan membantu!" jawab Bude Lastri mengelus lengan Nabila lembut."Ya sudah, ini sudah malam, kamu tidur sana!" "
Kokok ayam terdengar bersahutan, pertanda subuh telah menjelang. Perlahan Bu Lastri membuka mata. Ia menguap sebentar sembari beringsut duduk.Bude Lastri terbangun dari tidurnya. Ia berjalan pelan menuju ke dapur, hendak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. "Nabila sudah bangun belum, ya?" gumam Bude Lastri mengurungkan niatnya untuk ke kamar mandi, dan dia memilih untuk melihat Nabila di kamarnya.Tok! Tok! Tok!"Nabila, Nduk!" panggil Bude Lastri mengetuk pintu kamar Nabila.Tapi tak ada sahutan di sana. Pintu juga tak kunjung terbuka. "Apa Nabila masih tidur ya?" gumamnya lagi."Yo wiss lah, aku ke pasar sendiri saja. Mungkin Nabila kelelahan!"Niatnya Bude Lastri memang ingin mengajak Nabila ke pasar untuk membeli kebutuhan tahlilan malam ini. Tetapi, tampaknya Nabila masih tertidur jadi Bu Lastri pun berbalik untuk segera ke kamar mandi. Langkah kaki Bude Lastri tiba-tiba terhenti kala mendapati sesosok tubuh yang ia kenali dari pakaian yang dikenakan, tengah berbaring
"Bude, jangan-jangan benar yang dikatakan bang Udin dan bang Asep itu kalau arwah Mbak Sarah tidak tenang!" Hati Nabila merasa sakit mendengar berita yang disampaikan Udin dan Asep tadi pagi.Meski sedikit banyaknya dia percaya karena Sarah yang meninggal secara tidak wajar. Belum lagi sosok menyeramkan yang ia temui tadi malam di depan pintu, pakaiannya mengingatkan Nabila pada Sarah."Kasian sekali Mbak Sarah!" batin Nabila pilu. Tidak menyangka jika nasib naas harus menghampiri sang Kakak yang semasa hidup sangat begitu baik dan tidak memiliki musuh. Dan yang membuat Nabila miris adalah, sampai saat ini calon suami Sarah belum menunjukkan batang hidungnya. Bolehkah Nabila curiga padanya?Mengingat jika sebelum kejadian itu, Sarah pergi bersama Andi hingga dinyatakan hilang sampai ditemukan meninggal dunia."Ya Allah Nduk jangan percaya yang seperti itu. Bude yakin jika berita itu tidak benar. Pokoknya kamu berdoa sama yang maha kuasa, agar Sarah tenang di alam sana."Bude Lastri m
Pagi-pagi sekali, Nabila sudah pamit pada Bude Lastri untuk pergi ke kantor polisi. Ia harus menanyakan kabar tentang proses pencarian pelaku kematian kakaknya, apakah sudah menemukan titik terang. Nabila terus melangkahkan kakinya menyusuri jalanan Desa. Udara pagi ini masih terasa sejuk sehingga membuat nafas begitu tenang.Karena jarak menuju jalan utama cukup jauh, Nabila terpaksa harus berjalan kaki terlebih dahulu."Semoga polisi sudah menemukan siapa pelaku pembunuhan Mbak Sarah. Ia harus mendapatkan ganjaran yang setimpal!" batin Nabila menahan rasa sakit karena harus kehilangan Kakak semata wayangnya. Nabila tidak tahu siapa yang sudah tega menghancurkan dan merenggut nyawa Sarah. Yang jelas orang itu atau lebih tepatnya Nabila anggap sebagai iblis harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.Nabila sengaja pagi-pagi sekali Nabila sudah berangkat karena tidak ingin ada beberapa orang yang bertanya tentang dirinya yang hendak ke mana. Namun, saat langkah kaki Nabila melewati p
Nabila baru saja pulang dari kantor polisi. Ternyata benar, semuanya belum menemukan titik terang, sampai saat ini. Tambah lagi, Nabila pergi ke rumah Andi, ternyata Andi sekeluarga sudah pindah entah kemana.Semuanya mendadak, mendadak membuat Nabila curiga. Kenapa Andi dan keluarganya pindah di saat Sarah meninggal dunia? Nabila yakin menghilangnya Andi, ada hubungannya dengan kematian sang Kakak."Kasihan sekali Mbak Sarah, meninggal dengan cara tragis, dan kini calon suaminya pergi tak peduli sama sekali pada dirinya."Nabila mulai meneteskan air matanya. Ia melangkahkan kakinya di jalanan. Hatinya terasa kosong dan sakit. Semuanya sangat mengguncangkan jiwa Nabila. Langkah kaki Nabila tiba-tiba terhenti saat berada di pemakaman. Tak terasa ia berjalan masuk kesana melewati makam-makam lainnya hingga berhenti di makam Sarah yang tampak masih basah."AssalamualaikumMbak Sarah!" salam Nabila berjongkok sambil mengusap nisan Sarah."Bagaimana kabar Mbak di sana? Apa Mbak bahagia?"
"AARGHHH!"Marlon, Bagas dan Dodi lari terbirit-birit saat sosok yang mereka goda ternyata adalah arwah Sarah."Sialan, bagaimana ini. Itu benar setan si Sarah!" umpat Bagas terus berlari.Sialnya saat ini, mereka sudah berpisah. Lari dengan arah yang berbeda. "Bagaimana kalau si Sarah mau bunuh aku. Ah, tapi tidak mungkin setan bisa bunuh manusia."Bagas yang berlari ketakutan itu seketika menghentikan larinya saat merasa tak ada yang mengejarnya. Ia kini berada di dalam kebun milik warga, seorang diri."Sial, untung tidak di kejar!"Napasnya tampak ngos-ngosan. Ia masih mencoba mengatur napas itu guna menetralkan degup jantungnya."Hah, kalau sampai hantu itu mengejar, aku pastikan dia akan mati untuk yang kedua kalinya!"Dengan amarah yang menggebu-gebu, Bagas menjawab. Ia benar-benar kesal dan marah. Ternyata apa yang di gosip kan di desa mereka benar adanya, jika Sarah tengah menjadi arwah gentayangan. "Si Dodi sama si Marlon kemana sih? Kenapa ninggalin aku. Awas saja mereka k
Bagas berlari sekuat tenaga menahan rasa perih dan sakit di pipinya akibat goresan kuku tajam milik arwah Sarah. "Brengsek, kenapa si Sarah itu pakai jadi hantu segala. Bagaimana kalau dia membunuhku!"Bagas terus berlari, menyusuri perkebunan yang tampak sepi tersebut. Ia merutuki dirinya yang tampak bodoh karena bisa berpisah dengan kedua temannya. Bagaimana kalau saat ini akhir dari kehidupannya?"HIHIHI."Suara itu, suara tawa cekikikan yang terdengar nyaring tiba-tiba menggema di dalam perkebunan tersebut. Bagas menghentikan larinya dan memindai area sekeliling, takut-takut jika arwah Sarah saja berada di dekatnya."Pergi kamu, Sarah. Aku hanya disuruh. Kalau kamu mau balas dendam, balaslah pada orang yang membunuhmu. Aku hanya disuruh saja!"Bagas percaya diri jika dirinya akan selamat karena dia tidak ikut andil dalam pembunuhan Sarah. Tetapi, Bagas lupa kalau dia menikmati tubuh Sarah sebelum wanita itu meninggal dunia. "Hihi, Bagas! Bagas!"Ketakutan semakin merayap di dal
Sssshh!"Mas Andi!"Sosok tubuh dengan wajah pucat yang memakai kebaya putih kini berdiri di depan Andi sambil mencengkram tangannya dengan kuat.Mata Andi terbelalak kaget. Bibirnya bergerak antara menahan takut dan tak percaya."S-sarah. Tidak, Tidak mungkin! Lepas..."Ia berusaha menarik tangannya yang masih di cengkeram oleh tangan Sarah. Sarah tersenyum menyeringai, lehernya lunglai ke samping dan mulutnya mengeluarkan darah hitam pekat yang bau busuk."Hihi, kamu tega sekali Mas ninggalin aku. Hihi!"Sarah tertawa cekikikan. Andi memejamkan matanya menahan rasa takut. Ia terus berusaha melepaskan diri, namun usahanya sia-sia saja."Lepas, lepaskan aku! Kamu buka Sarah, pergi!""Aaargh, tolong ...."Krek!Andi menjerit kesakitan saat kuku-kuku Sarah menancap sempurna di kulit lengannya. Sarah tersenyum puas menatap pria yang merupakan calon suaminya itu."Mas, kamu tega Mas!""Sarah, l-lepaskan aku, aku mohon! Aaarghh!"Bruk!Tiba-tiba saja tubuh Andi terdorong ke belakang hingg
Berita kematian Bagas sudah menyebar ke segala penjuru desa. Berbagai asumsi pun mulai muncul dari beberapa mulut masyarakat setempat. Ada yang menghubung-hubungkan jika kematian Bagas mungkin dikaitkan dengan kematian Sarah yang tak wajar. Tetapi, sebagian lagi mengira jika Bagas menjadi korban pembunuhan. Sementara itu, Marlon dan Dodi baru saja selesai mengantar Bagas ke tempat peristirahatan terakhirnya. Hati keduanya sungguh sangat tidak tenang, selalu diliputi rasa ketakutan. "Apa jangan-jangan si Bagas dibunuh oleh hantu Sarah?" tanya Marlon dengan mimik khawatir pada Dodi yang duduk di sebelahnya.Mereka berbincang dengan nada sedikit berbisik-bisik takut jika ada orang lain yang mendengarnya. "Tidak mungkin hantu bisa bunuh manusia. Tapi, kalau bukan Sarah, terus siapa ya?"Meski sempat mengelak, tetapi dia sadar jika terakhir kali mereka memang bertemu dengan hantu Sarah dan saat itu mereka tidak bertemu lagi dengan Bagas, hingga pagi hari ditemukan dalam keadaan tidak b
Sarah menatap puas pada Bagas yang setengah tubuhnya masuk ke dalam tanah. Kini, orang yang sudah ikut andil dalam penderitaannya sudah mulai mendapatkan balasan. Tinggal yang lainnya."Pada akhirnya kalian semua akan mati. MATI!" lirih Sarah dengan sorot mata penuh kesakitan dan menghilang di balik kegelapan.Di tempat lain, Marlon dan Dodi terus berlari ketakutan. Mereka langsung masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu rapat-rapat. Sungguh aura malam ini sangat mengerikan sekali."Lon, si Bagas mana?" tanya Dodi yang baru menyadari jika salah salah satu teman mereka tidak ada."Aku pikir, tadi dia ngikuti kita.""Bagaimana kalau si Bagas di tangkap setan Sarah?""Ah, tidak mungkin. Kamu jangan ngomong sembarangan, nanti kalau dia muncul bagaimana. Mendingan kita tidur."Karena hari yang sudah semakin larut malam, dan rasa takut dalam diri mereka masih terasa, akhirnya Marlon dan Dodi pun memilih untuk tidur dan bersemb
Bagas berlari sekuat tenaga menahan rasa perih dan sakit di pipinya akibat goresan kuku tajam milik arwah Sarah. "Brengsek, kenapa si Sarah itu pakai jadi hantu segala. Bagaimana kalau dia membunuhku!"Bagas terus berlari, menyusuri perkebunan yang tampak sepi tersebut. Ia merutuki dirinya yang tampak bodoh karena bisa berpisah dengan kedua temannya. Bagaimana kalau saat ini akhir dari kehidupannya?"HIHIHI."Suara itu, suara tawa cekikikan yang terdengar nyaring tiba-tiba menggema di dalam perkebunan tersebut. Bagas menghentikan larinya dan memindai area sekeliling, takut-takut jika arwah Sarah saja berada di dekatnya."Pergi kamu, Sarah. Aku hanya disuruh. Kalau kamu mau balas dendam, balaslah pada orang yang membunuhmu. Aku hanya disuruh saja!"Bagas percaya diri jika dirinya akan selamat karena dia tidak ikut andil dalam pembunuhan Sarah. Tetapi, Bagas lupa kalau dia menikmati tubuh Sarah sebelum wanita itu meninggal dunia. "Hihi, Bagas! Bagas!"Ketakutan semakin merayap di dal
"AARGHHH!"Marlon, Bagas dan Dodi lari terbirit-birit saat sosok yang mereka goda ternyata adalah arwah Sarah."Sialan, bagaimana ini. Itu benar setan si Sarah!" umpat Bagas terus berlari.Sialnya saat ini, mereka sudah berpisah. Lari dengan arah yang berbeda. "Bagaimana kalau si Sarah mau bunuh aku. Ah, tapi tidak mungkin setan bisa bunuh manusia."Bagas yang berlari ketakutan itu seketika menghentikan larinya saat merasa tak ada yang mengejarnya. Ia kini berada di dalam kebun milik warga, seorang diri."Sial, untung tidak di kejar!"Napasnya tampak ngos-ngosan. Ia masih mencoba mengatur napas itu guna menetralkan degup jantungnya."Hah, kalau sampai hantu itu mengejar, aku pastikan dia akan mati untuk yang kedua kalinya!"Dengan amarah yang menggebu-gebu, Bagas menjawab. Ia benar-benar kesal dan marah. Ternyata apa yang di gosip kan di desa mereka benar adanya, jika Sarah tengah menjadi arwah gentayangan. "Si Dodi sama si Marlon kemana sih? Kenapa ninggalin aku. Awas saja mereka k
Nabila baru saja pulang dari kantor polisi. Ternyata benar, semuanya belum menemukan titik terang, sampai saat ini. Tambah lagi, Nabila pergi ke rumah Andi, ternyata Andi sekeluarga sudah pindah entah kemana.Semuanya mendadak, mendadak membuat Nabila curiga. Kenapa Andi dan keluarganya pindah di saat Sarah meninggal dunia? Nabila yakin menghilangnya Andi, ada hubungannya dengan kematian sang Kakak."Kasihan sekali Mbak Sarah, meninggal dengan cara tragis, dan kini calon suaminya pergi tak peduli sama sekali pada dirinya."Nabila mulai meneteskan air matanya. Ia melangkahkan kakinya di jalanan. Hatinya terasa kosong dan sakit. Semuanya sangat mengguncangkan jiwa Nabila. Langkah kaki Nabila tiba-tiba terhenti saat berada di pemakaman. Tak terasa ia berjalan masuk kesana melewati makam-makam lainnya hingga berhenti di makam Sarah yang tampak masih basah."AssalamualaikumMbak Sarah!" salam Nabila berjongkok sambil mengusap nisan Sarah."Bagaimana kabar Mbak di sana? Apa Mbak bahagia?"
Pagi-pagi sekali, Nabila sudah pamit pada Bude Lastri untuk pergi ke kantor polisi. Ia harus menanyakan kabar tentang proses pencarian pelaku kematian kakaknya, apakah sudah menemukan titik terang. Nabila terus melangkahkan kakinya menyusuri jalanan Desa. Udara pagi ini masih terasa sejuk sehingga membuat nafas begitu tenang.Karena jarak menuju jalan utama cukup jauh, Nabila terpaksa harus berjalan kaki terlebih dahulu."Semoga polisi sudah menemukan siapa pelaku pembunuhan Mbak Sarah. Ia harus mendapatkan ganjaran yang setimpal!" batin Nabila menahan rasa sakit karena harus kehilangan Kakak semata wayangnya. Nabila tidak tahu siapa yang sudah tega menghancurkan dan merenggut nyawa Sarah. Yang jelas orang itu atau lebih tepatnya Nabila anggap sebagai iblis harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.Nabila sengaja pagi-pagi sekali Nabila sudah berangkat karena tidak ingin ada beberapa orang yang bertanya tentang dirinya yang hendak ke mana. Namun, saat langkah kaki Nabila melewati p
"Bude, jangan-jangan benar yang dikatakan bang Udin dan bang Asep itu kalau arwah Mbak Sarah tidak tenang!" Hati Nabila merasa sakit mendengar berita yang disampaikan Udin dan Asep tadi pagi.Meski sedikit banyaknya dia percaya karena Sarah yang meninggal secara tidak wajar. Belum lagi sosok menyeramkan yang ia temui tadi malam di depan pintu, pakaiannya mengingatkan Nabila pada Sarah."Kasian sekali Mbak Sarah!" batin Nabila pilu. Tidak menyangka jika nasib naas harus menghampiri sang Kakak yang semasa hidup sangat begitu baik dan tidak memiliki musuh. Dan yang membuat Nabila miris adalah, sampai saat ini calon suami Sarah belum menunjukkan batang hidungnya. Bolehkah Nabila curiga padanya?Mengingat jika sebelum kejadian itu, Sarah pergi bersama Andi hingga dinyatakan hilang sampai ditemukan meninggal dunia."Ya Allah Nduk jangan percaya yang seperti itu. Bude yakin jika berita itu tidak benar. Pokoknya kamu berdoa sama yang maha kuasa, agar Sarah tenang di alam sana."Bude Lastri m
Kokok ayam terdengar bersahutan, pertanda subuh telah menjelang. Perlahan Bu Lastri membuka mata. Ia menguap sebentar sembari beringsut duduk.Bude Lastri terbangun dari tidurnya. Ia berjalan pelan menuju ke dapur, hendak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. "Nabila sudah bangun belum, ya?" gumam Bude Lastri mengurungkan niatnya untuk ke kamar mandi, dan dia memilih untuk melihat Nabila di kamarnya.Tok! Tok! Tok!"Nabila, Nduk!" panggil Bude Lastri mengetuk pintu kamar Nabila.Tapi tak ada sahutan di sana. Pintu juga tak kunjung terbuka. "Apa Nabila masih tidur ya?" gumamnya lagi."Yo wiss lah, aku ke pasar sendiri saja. Mungkin Nabila kelelahan!"Niatnya Bude Lastri memang ingin mengajak Nabila ke pasar untuk membeli kebutuhan tahlilan malam ini. Tetapi, tampaknya Nabila masih tertidur jadi Bu Lastri pun berbalik untuk segera ke kamar mandi. Langkah kaki Bude Lastri tiba-tiba terhenti kala mendapati sesosok tubuh yang ia kenali dari pakaian yang dikenakan, tengah berbaring