"Nabila, ya Allah, Nduk!" teriak Bude Lastri, Kakak dari almarhum Ibu Sarah dan Nabila yang langsung menghampiri sang keponakan.
"Mbak Sarah, Mbak, siapa yang sudah melakukan ini sama Mbak. Siapa?" jerit Nabila di pelukan Bude Lastri. Tak peduli berapa banyak orang di sana. Yang jelas, hati Nabila begitu sakit kala mendapati kondisi sang Kakak yang mengenaskan. Saat di temukan, tubuh Sarah sudah membusuk dan sedikit mengembung. Wajahnya yang cantik menguap entah kemana berganti dengan wajah yang penuh luka. Tak hanya di wajah, di sekujur tubuhnya pun banyak luka. Bahkan di temukan sebuah pisau menancap di milik Sarah. Yang jelas, kejadian ini cukup menggemparkan seluruh Desa. Nabila membekap mulutnya dan bahkan air matanya terus saja mengalir deras. Bahkan beberapa kali ia memukul dadanya karena tak sanggup menahan kesedihan yang seperti hendak menarik nyawanya. "Sabar ya, Nduk, sing iklhas. Sarah pasti sedih kalau liat kamu seperti ini!" ucap Bu Lastri ikut menangis. "Tapi, kenapa harus Mbak Sarah, Bude? Hanya Mbak Sarah yang aku miliki!" lirih Nabila dengan tangis terisak. "Sudah Nduk, sudah. Masih ada Bude di sini. Ayo, jangan seperti ini. Kasian mbakmu!" Meski tak sanggup menahan rasa sakit karena ditinggal oleh keluarga satu-satunya, Nabila akhirnya menuruti ucapan budenya. Beruntung mereka memiliki Bude Lastri. Jika tidak ada Bude Lastri, entah siapa yang akan membantunya saat ini. "Sudah tenang, Nduk! Yuk, bantuin kafani jenazah Mbakmu!" ajak Bude Lastri mengelus rambut panjang Nabila. Nabila menganggukkan kepalanya. Membantu mengkafani jenazah Sarah adalah satu-satunya yang bisa ia lakukan di akhir hidup Sarah. Bentuk baktinya pada sang Kakak. Kini, Nabila, Bude Lastri dan Bu RT siap mengkafani jenazah Sarah. Hanya mereka bertiga yang bersedia, karena sebagian warga menolak untuk membantu. "Huek! Huek!" Bude Lastri dan Bu RT hampir saja memuntahkan semua isi perutnya karena tak sanggup mencium bau jenazah Sarah yang sudah sedikit mengeluarkan bau busuk. Sama halnya dengan Bu RT dan Bude Lastri, Nabila pun tak tahan. Hanya saja, rasa sayangnya pada sang Kakak mampu membuat gadis berusia 19 tahun itu menahan dirinya. Ia tidak mau memperlakukan Sarah seperti itu. Terlepas dari kondisi Sarah sekarang, Nabila akan selalu melihat kakanya yang sangat cantik seperti saat masih hidup. "Bu Lastri, biar saya yang memasang kapas itu!" ucap Bu RT berusaha menguatkan dirinya. Ia tak tega pada Nabila yang terus bersedih, begitu juga dengan Bude Lastri. Jadi biar dirinya yang melakukan itu, agar Bude Lastri dan Nabila tak terus terbayang wajah Sarah. "Terima kasih Bu RT!" ucap Bude Lastri menyerahkan kapas pada wanita yang memakai baju hitam itu. Sarah ditemukan meninggal dunia setelah dua hari di nyatakan hilang. Saat itu, ia baru saja pulang membeli kebaya pengantin bersama Andi, calon suaminya. Di perjalanan, ada beberapa orang yang menghadang mereka dan membawa paksa Sarah. Dua hari kemudian, Sarah ditemukan hanyut di sungai dalam keadaan tak bernyawa. "Mbak, kenapa nasib Mbak seperti ini!" batin Nabila masih tak menyangka jika kakanya yang ia sayangi itu harus pergi untuk selamanya. "Bila, tolong kamu ikat bagian kepala Mbak mu itu. Biar Bude ikat bagian kaki dan Bu RT bagian tengahnya!" Nabila yang sedang melamun itu terlonjak kaget. Ia menganggukkan kepalanya. "Baik, Bude!" Nabila duduk tepat di dekat kepala Sarah. Bibirnya berkedut menahan rasa sakit dan sedih saat melihat wajah sang Kakak yang sudah tertutup kapas. "Semoga Mbak Sarah pergi dengan tenang. Aku izin ya Mbak, mau ikat kain kafan Mbak!" bisik Nabila kembali menangis. "Bismillahirrahmanirrahim!" Ketika tangan Nabila mulai mengambil tali dan mulai mengikat ke arah kain kafan yang ada di atas kepala Sarah, tiba-tiba mata Sarah terbuka. "SAKIT, DEK, TOLONGG!" "AAAARGGHHH!" Nabila menjerit sambil memundurkan dirinya. Ia bahkan telah melemparkan tali kafan yang ia pegang. Napasnya tersengal bibirnya bergeta. "Mbak, Bu, Mbak, tadi Mbak Sarah bicara!" ucap Nabila yakin jika tadi ia melihat kakanya berbicara dan matanya terbuka. Bude Lastri langsung buru-buru memeluk keponakannya. Ia mengusap punggung Nabila dengan lembut. "Astagfirullahalladzim, istighfar Nduk, istighfar. Kamu pasti kelelahan." Nabila melepaskan pelukan dari budenya, ia mencoba kembali menjelaskan. "Tidak Bude, kau benar-benar melihat mata Mbak terbuka dan Mbak Sarag bicara!" Nabila bersikukuh jika yang dia lihat tadi benar-benar kenyataan bahwa.. "Kamu pasti salah lihat, Bila. Sudah tak apa-apa, biar Bude dan Bu RT yang melanjutkan. Kamu istirahat saja di kamar, kamu pasti kelelahan!" Bude Lastri mengambil alih tali kafan itu dan menyuruh Nabila beristirahat di kamarnya. Nabila beranjak dari duduknya. Ia masih menyangkal ucapan budenya, tapi tak urung ia pun bangkit dan memilih menyerahkan semuanya pada Bude Lastri sja Bu RT. Akan tetapi, Nabila sangat yakin jika tadi Sarah mengatakan sesuatu padanya. Sungguh Nabila yakin, dia tak mungkin salah lihat dan salah mendengar. "Ya Allah apa yang sebenarnya terjadi? Mbak Sarah pasti kesakitan!" lirih Nabila berjalan gontai menuju kamarnya. Meski polisi sudah mengatakan jika Sarah adalah korban pembunuhan, tapi sampai saat ini tak ada tanda-tanda siapa pembunuhnya. Mungkin itu yang membuat Sarah tidak tenang. ***** Proses pemakaman Sarah sore itu pun berjalan dengan lancar. Bude. Lastri dan Nabila hanya bisa saling memeluk dengan mata yang sudah meluncurkan cairan bening. Mereka tak sanggup menahan kesedihan, ketika tubuh tak bernyawa Sarah itu, ditimbun oleh tanah. Itu artinya mereka tidak akan pernah bisa kembali bertemu dengan Sarah. Mereka akan merindukan Sarah. "Ikhlasin ya, Nabila, Bude Lastri, semoga Sarah tenang di alam sana! Sarah itu gadis yang baik!" ucap Bu RT mengelus pundak Bude Lastri yang tampak menitikkan air mata. Bude Lastri menganggukkan kepalanya, "Terima kasih banyak Bu RT, terima kasih sudah mau membantu keluarga saya." Bu RT tersenyum, ia terus menguatkan keluarga yang di tinggalkan. Termasuk Nabila yang saat ini hanya bisa mantap kosong pada gundukan tanah merah bertabur bunga di depannya. "Bude, tapi ngomong-ngomong kemana Andi, calon suami Sarah? Apa mereka sudah diberitahu jika Sarah sudah ditemukan dalam keadaan tak bernyawa?" Bu RT merasa heran karena sampai Sarah dikebumikan, Andi belum menunjukkan batang hidungnya. Bahkan keluarganya pun tidak ada yang datang, tentu saja membuat Bu RT curiga. "Mereka sudah di beritahu, Bu RT. Tapi, saya tidak tahu kenapa mereka tidak datang ke pemakaman Sarah!" Bude Lastri sendiri merasa heran kenapa Andi dan keluarganya tidak datang, padahal ia sudah menyuruh warga untuk memberitahu jika Sarah meninggal dunia. "Sudah Bude, tidak apa-apa. Mungkin mereka belum sempat kesini, semoga secepatnya mereka datang Nabila sekeluarga diberi ketabahan!" Bude Lastri mengangguk, kemudian berterima kasih kembali kepada Bu RT yang sangat begitu baik membantu dari awal proses pemakaman Sarah. "Nduk, istirahatlah dengan tenang, tidurlah dengan nyenyak. Bude dan Nabila pulang dulu," lirih Bude Lastri dengan air mata yang kembali luruh. "Ayo kita pulang, Nduk, hari sudah mulai gelap!" ajak Bude Lastri pada Nabila yang masih memeluk nisan sang Kakak. Air mata Nabila luruh mengenai pusara Sarah. Rasanya tak ikhlas ia meninggalkan Sarah sendirian di sana, di dalam tanah yang dingin dan sunyi. Namun, Nabila sadar jika Sarah sudah tidak ada dan mereka tak bisa bersama-sama lagi. "Iya, Bude!" Dengan hati yang berat, Nabila beranjak. Satu persatu orang yang mengiringi pemakaman Sarah mulai melangkah pergi. Begitu juga dengan Bu RT. Kini, Bude lastri dan Nabila pun ikut pergi meninggalkan Sarah di dalam sana sendirian. Tiba-tiba angin berhembus kencang menerbangkan kelopak-kelopak bunga kamboja yang berserak di bawah pohon besar, yang tumbuh subur di tengah-tengah area pemakaman tak jauh dari makam Sarah. Asap putih mengepul--memadat dan membentuk seorang perempuan berkebaya putih dengan rambut panjang yang nampak berkibar-kibar terkena angin. Sorot matanya tajam menghunus mengisyaratkan dendam yang tampak berkobar seperti api. "AKU TIDAK AKAN PERNAH PERGI DENGAN TENANG SEBELUM MEMBALAS SEMUA PERBUATAN KEJAM MEREKA PADAKU! AKU AKAN MEMBUAT MEREKA MERASAKAN SETIAP RASA SAKIT YANG KUBAWA MATI!"Setelah kematian Sarah, Desa Lingsir terlihat sangat sepi. Setelah menghadiri acara tahlilan, para warga akan langsung pulang ke rumah mereka masing-masing. Mereka memutuskan mengunci pintu dan jendela lebih awal, mengurung diri di dalam rumah. Tampaknya orang-orang sudah bisa merasakan suasana yang sangat berbeda di Desa malam ini. Suasana yang begitu dingin sunyi dan mencekam. "Bude, terima kasih banyak, Bude sudah mau membantu Mbak Sarah. Jika tidak ada Bude, aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa!" lirih Nabila menekuk Bude Lastri.Dirinya benar-benar sangat rapuh saat ini. Kesedihan masih menggelayut dalam hatinya. Beruntung, Bude Lastri memutuskan untuk menginap di rumah Nabila sampai acara tahlilan selesai. Jadi, Nabila tidak terlalu kesepian."Jangan sungkan, Nabila. Ini sudah menjadi kewajiban Bude sebagai keluarga kamu. Jika buka bude, siapa lagi yang akan membantu!" jawab Bude Lastri mengelus lengan Nabila lembut."Ya sudah, ini sudah malam, kamu tidur sana!" "
Kokok ayam terdengar bersahutan, pertanda subuh telah menjelang. Perlahan Bu Lastri membuka mata. Ia menguap sebentar sembari beringsut duduk.Bude Lastri terbangun dari tidurnya. Ia berjalan pelan menuju ke dapur, hendak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. "Nabila sudah bangun belum, ya?" gumam Bude Lastri mengurungkan niatnya untuk ke kamar mandi, dan dia memilih untuk melihat Nabila di kamarnya.Tok! Tok! Tok!"Nabila, Nduk!" panggil Bude Lastri mengetuk pintu kamar Nabila.Tapi tak ada sahutan di sana. Pintu juga tak kunjung terbuka. "Apa Nabila masih tidur ya?" gumamnya lagi."Yo wiss lah, aku ke pasar sendiri saja. Mungkin Nabila kelelahan!"Niatnya Bude Lastri memang ingin mengajak Nabila ke pasar untuk membeli kebutuhan tahlilan malam ini. Tetapi, tampaknya Nabila masih tertidur jadi Bu Lastri pun berbalik untuk segera ke kamar mandi. Langkah kaki Bude Lastri tiba-tiba terhenti kala mendapati sesosok tubuh yang ia kenali dari pakaian yang dikenakan, tengah berbaring
"Bude, jangan-jangan benar yang dikatakan bang Udin dan bang Asep itu kalau arwah Mbak Sarah tidak tenang!" Hati Nabila merasa sakit mendengar berita yang disampaikan Udin dan Asep tadi pagi.Meski sedikit banyaknya dia percaya karena Sarah yang meninggal secara tidak wajar. Belum lagi sosok menyeramkan yang ia temui tadi malam di depan pintu, pakaiannya mengingatkan Nabila pada Sarah."Kasian sekali Mbak Sarah!" batin Nabila pilu. Tidak menyangka jika nasib naas harus menghampiri sang Kakak yang semasa hidup sangat begitu baik dan tidak memiliki musuh. Dan yang membuat Nabila miris adalah, sampai saat ini calon suami Sarah belum menunjukkan batang hidungnya. Bolehkah Nabila curiga padanya?Mengingat jika sebelum kejadian itu, Sarah pergi bersama Andi hingga dinyatakan hilang sampai ditemukan meninggal dunia."Ya Allah Nduk jangan percaya yang seperti itu. Bude yakin jika berita itu tidak benar. Pokoknya kamu berdoa sama yang maha kuasa, agar Sarah tenang di alam sana."Bude Lastri m
Malam ini suhu udara sedang naik, angin berhembus kencang dan juga disertai mendung yang sejak sore tadi sudah terlihat jelas di langit senja. Suasana di desa Lingsir mulai tampak gelap dan sepi. Nabila, gadis itu tengah sibuk merapikan sisi ranjangnya, tangannya bergerak lincah menyusun bantal agar ia merasakan nyaman saat akan tidur malam nanti. Srek! Srek! Srek! Suara berisik diluar sukses membuat jemari Nabila terhenti dari gerakannya ketika ia mendengar dengan sangat jelas seolah ada yang sedang menyapu halaman diluar rumah. Kening Nabila mengerut tipis, "Siapa yang nyapu malam-malam?" saat Nabila mengintip dari balik tirai gorden kamarnya. Tanpa ia sadari, kakinya terus melangkah keluar dari kamar. Suasana yang hening dan sunyi membuat Nabila terus meraih handle pintu dan membukanya perlahan. Didepan sana, dihalaman rumah terlihat seorang wanita sedang menyapu dedaunan. Wanita itu berdiri membelakangi Nabila, hingga yang terlihat hanya rambut hitamnya yang me