Malam ini suhu udara sedang naik, angin berhembus kencang dan juga disertai mendung yang sejak sore tadi sudah terlihat jelas di langit senja. Suasana di desa Lingsir mulai tampak gelap dan sepi. Nabila, gadis itu tengah sibuk merapikan sisi ranjangnya, tangannya bergerak lincah menyusun bantal agar ia merasakan nyaman saat akan tidur malam nanti. Srek! Srek! Srek! Suara berisik diluar sukses membuat jemari Nabila terhenti dari gerakannya ketika ia mendengar dengan sangat jelas seolah ada yang sedang menyapu halaman diluar rumah. Kening Nabila mengerut tipis, "Siapa yang nyapu malam-malam?" saat Nabila mengintip dari balik tirai gorden kamarnya. Tanpa ia sadari, kakinya terus melangkah keluar dari kamar. Suasana yang hening dan sunyi membuat Nabila terus meraih handle pintu dan membukanya perlahan. Didepan sana, dihalaman rumah terlihat seorang wanita sedang menyapu dedaunan. Wanita itu berdiri membelakangi Nabila, hingga yang terlihat hanya rambut hitamnya yang me
"Nabila, ya Allah, Nduk!" teriak Bude Lastri, Kakak dari almarhum Ibu Sarah dan Nabila yang langsung menghampiri sang keponakan. "Mbak Sarah, Mbak, siapa yang sudah melakukan ini sama Mbak. Siapa?" jerit Nabila di pelukan Bude Lastri. Tak peduli berapa banyak orang di sana. Yang jelas, hati Nabila begitu sakit kala mendapati kondisi sang Kakak yang mengenaskan. Saat di temukan, tubuh Sarah sudah membusuk dan sedikit mengembung. Wajahnya yang cantik menguap entah kemana berganti dengan wajah yang penuh luka. Tak hanya di wajah, di sekujur tubuhnya pun banyak luka. Bahkan di temukan sebuah pisau menancap di milik Sarah. Yang jelas, kejadian ini cukup menggemparkan seluruh Desa. Nabila membekap mulutnya dan bahkan air matanya terus saja mengalir deras. Bahkan beberapa kali ia memukul dadanya karena tak sanggup menahan kesedihan yang seperti hendak menarik nyawanya. "Sabar ya, Nduk, sing iklhas. Sarah pasti sedih kalau liat kamu seperti ini!" ucap Bu Lastri ikut menangis. "Tapi,
Setelah kematian Sarah, Desa Lingsir terlihat sangat sepi. Setelah menghadiri acara tahlilan, para warga akan langsung pulang ke rumah mereka masing-masing. Mereka memutuskan mengunci pintu dan jendela lebih awal, mengurung diri di dalam rumah. Tampaknya orang-orang sudah bisa merasakan suasana yang sangat berbeda di Desa malam ini. Suasana yang begitu dingin sunyi dan mencekam. "Bude, terima kasih banyak, Bude sudah mau membantu Mbak Sarah. Jika tidak ada Bude, aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa!" lirih Nabila menekuk Bude Lastri.Dirinya benar-benar sangat rapuh saat ini. Kesedihan masih menggelayut dalam hatinya. Beruntung, Bude Lastri memutuskan untuk menginap di rumah Nabila sampai acara tahlilan selesai. Jadi, Nabila tidak terlalu kesepian."Jangan sungkan, Nabila. Ini sudah menjadi kewajiban Bude sebagai keluarga kamu. Jika buka bude, siapa lagi yang akan membantu!" jawab Bude Lastri mengelus lengan Nabila lembut."Ya sudah, ini sudah malam, kamu tidur sana!" "
Kokok ayam terdengar bersahutan, pertanda subuh telah menjelang. Perlahan Bu Lastri membuka mata. Ia menguap sebentar sembari beringsut duduk.Bude Lastri terbangun dari tidurnya. Ia berjalan pelan menuju ke dapur, hendak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. "Nabila sudah bangun belum, ya?" gumam Bude Lastri mengurungkan niatnya untuk ke kamar mandi, dan dia memilih untuk melihat Nabila di kamarnya.Tok! Tok! Tok!"Nabila, Nduk!" panggil Bude Lastri mengetuk pintu kamar Nabila.Tapi tak ada sahutan di sana. Pintu juga tak kunjung terbuka. "Apa Nabila masih tidur ya?" gumamnya lagi."Yo wiss lah, aku ke pasar sendiri saja. Mungkin Nabila kelelahan!"Niatnya Bude Lastri memang ingin mengajak Nabila ke pasar untuk membeli kebutuhan tahlilan malam ini. Tetapi, tampaknya Nabila masih tertidur jadi Bu Lastri pun berbalik untuk segera ke kamar mandi. Langkah kaki Bude Lastri tiba-tiba terhenti kala mendapati sesosok tubuh yang ia kenali dari pakaian yang dikenakan, tengah berbaring