Share

Bab 5

Author: Dewii Kamaya
last update Last Updated: 2023-04-06 16:27:30

MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (5)

Bu Romlah mengobrak-abrik kamarnya. Baju-baju yang ada di gantungan pun tak lepas dari geledahannya. 

"Nyari apa, sih, Buk?" tanya Lina. 

"Kemarin, ibu ada kembalian habis beli detergen, tapi ibu lupa naruh, kemana, ya?" 

"Memangnya berapa uangnya?" tanya Lina. 

"Lima belas ribu, Lin! Sepuluh ribu, sama dua ribuan dua dan koin lima ratusan dua biji, sampai pusing kepalaku nyari gak ketemu-ketemu." 

"Tuyul kali, Buk," jawab Lina sekenanya. 

"Mana ada tuyul ambil duit kecil, bantuin cari cepet!" perintah Bu Romlah. 

Lina ikutan pusing mengobrak-abrik barang mereka. Dari kejauhan, Novi datang sambil memakan es cream di tangan kanannya. 

"Novi, itu uang nenek, ya buat beli es?" tanya Bu Romlah. 

"Enggak, ini dibelikan Fiska, kok," jawab Novi. 

"Alah jangan bohong, kamu! Masih kecil udah pinter bohong, kalau gede mau jadi apa kamu, ha?" teriak Bu Romlah. 

"Ibuk apa-apaan, sih! Novi gak pernah saya ajari mencuri, ya! Jangan ngada-ngada! Ayo kita tanya Rania, betul tidak dia belikan es cream untuk Novi dan Fiska!" tantang Lina. 

Bu Romlah duduk di atas kursi dengan dada berdebar, dan mata memerah. Rupanya dia kadung emosi berat dengan cucunya. Siapa lagi yang berani mengambil uang kalau bukan anak kecil. 

Lina menuju rumah Rania menanyakan perihal es cream yang kata Novi dibelikan Fiska, anak pertama Rania. 

"Iya, betul, kok, tuh kembaliannya masih dua ribu," kata Rania. 

"Tuh, kan! Ayo ikut aku ke rumah! Neneknya nuduh Novi mencuri uangnya, enak aja, aku gak terima!" kata Lina. 

Bu Romlah tetap bersikeras uangnya hilang, tanpa memperdulikan penjelasan dari Rania. Bu Romlah masuk ke dalam kamar karena kepalanya pusing akibat kehilangan uang. 

"Gitu, tuh! Pekara uang lima belas ribu nuduh cucunya, greget aku lama-lama," kata Lina. 

"Sabar aja, Lin, namanya juga orang tua," kata Rania. 

"Kurang sabar gimana, badanku saja kurus kering ada kali turun berat badan delapan kilo, coba bayangin, delapan kilo daging itu sudah berapa ratus ribu?!" gerutu Lina. Rania hanya terkekeh geli mendengar ocehan tetangganya itu. 

***

Lina memasak tumis bunga pepaya, dia diam sepanjang hari karena marah dengan mertuanya. Saat sedang asik-asik merajang bumbu, dia melihat gulungan uang di celah tempat penyimpanan garam. Matanya mendelik melihat uang lima belas ribu yang sedari pagi dicari ibu mertuanya. 

'kemarin sudah nuduh anakku, lihat saja sampean, Bu, tak balas pokoknya!' batin Lina. 

"Buk, Ibuk," teriak Lina. 

"Apa?" 

"Ini uang yang ibu cari, kan?" 

"Ketemu dimana?" tanya Bu Romlah sambil duduk di sisi ranjang. Wajahnya yang tadi memucat menjadi cerah seketika. Saking cerahnya Lina sampai silau. 

"Di sela-sela garam sama gula, gitu nuduh cucunya, lain kali jangan asal nuduh!" kata Lina. 

"Iya, maaf, habisnya ibuk kesel nyari gak ketemu-ketemu," kata Bu Romlah. Lina meninggalkan ibu mertuanya yang mesam-mesem sambil memeluk uangnya. 

"Edan," gumamnya. 

Lina menakar kurang lebih dua kilogram beras dan menyelipkannya di kolong meja dapur. Dia meneruskan acara masak memasaknya kemudian berlari ke rumah Rania. 

"Rab, butuh beras lagi?" tanya Lina. 

"Boleh! Berapa?" 

"Dua kilo lagi," kata Lina. 

"Yaudah, bawa sini!" kata Rania. 

Lina buru-buru menyembunyikan berasnya, sayangnya sang suami tiba-tiba masuk dapur memergoki Lina membawa kresek hitam itu. 

"Apa itu, Dek?" tanya Purnomo. 

"Oh, sampah," jawab Lina sekenanya. Dia memasukkan kreseknya ke dalam tempat sampah kemudian membawanya keluar lewat pintu belakang. 

"Tumben kamu buang sampah?" tanya Purnomo. 

"Gak tahan bauk!" kata Lina. Purnomo mengangguk, dia meminum air putih kemudian keluar lagi. Lina mengelus dadanya kemudian buru-buru meletakkan beras itu di dapur Rania. 

"Eeeh, uangnya?!" kata Rania. 

"Nanti saja!" jawab Lina. 

Lina buru-buru membereskan bekas masakannya. Sang ibu mertua dengan wajah riang gembira menghampiri sang menantu. 

"Masak apa, Lin?" tanyanya. 

"Tumis daun pepaya," jawab Lina. 

"Enak, nih, nasinya sudah matang?" 

"Masih ditanak," jawab Lina. 

"Apinya kecilkan, dong! Boros sekali!" 

"Iyaaa," jawab Lina sambil mengecilkan nyala api. 

Sembari menunggu nasi matang, Lina memandang ke luar, dia menggelengkan kepala melihat kebun milik mertuanya. Ada beberapa pohon pepaya, pisang, singkong dan aneka sayuran, hampir semuanya gundul karena tidak sembat tumbuh apa lagi berkembang. 

"Woy, ngelamunin apa?" tanya Rania. Dia mengukurkan uang dua puluh ribu rupiah. 

"Makasih, ya! Lihat itu, lho, kasihan sama taneman, sudahlah botak, kurus kering, kok ya masih bertahan saja, kenapa gak mati sekalian biar gak didzolimin sama ibu mertuaku," kata Lina. 

"Halah, malah ngasihanin taneman, kasihan sama diri sendiri, kamu itu lho sama persis sama taneman, bedanya kamu gak gundul aja, soal ngenesnya ya, sama." 

"Kok omonganmu bener, aku merasa tertampar, tertusuk, terjlungup, ini, Ran!" 

Rania hanya terkekeh sambil mencicipi tumis bunga pepaya. 

"Pait!" katanya sambil melepeh kembali. 

"Sengaja, biar saja darah ibuk dan Mas Pur makin pahit, kebanyakan makan bunga pepaya," jawab Lina sambil terkekeh. 

"Kita makan di luar, yuk! Aku traktir!" kata Rania. 

"Oke, ayo!" 

Lina menunggu hingga nasinya matang kemudian pamitan hendak menyusul Novi yang kini sedang mengaji. 

"Inget, Lin, jangan biasakan Novi jajan sembarangan!" teriak Bu Romlah. 

"Enggak, kok, Buk, Novi sudah Lina biasakan puasa sedari dini," kata Lina sambil berlalu. Lina bersama Rania, dan anak-anak mereka menuju Indomerit membeli jajanan kesukaan anak-anak. Novi senang bukan main.

"Uangmu banyak Lin?" 

"Ssst! Hasil nuyul setiap hari, lumayan seratus ribu," kata Lina sambil terkekeh. 

"Lah, kok pinter, ini nanti suamimu kamu bagi?" 

"Gak, lah! Aku makan sendiri sama Novi, biar saja dia dan ibuk makan sama tumis daun pepaya yang paitnya sefrekwensi sama mereka," kata Lina sambil terkikik. 

Setelah puas jajan, mereka pulang ke rumah. Novi menenteng satu kresek besar berisi aneka snack. 

"Banyak amat jajannya, dapat uang dari mana kamu?" tanya Purnomo. 

"Lah, aku ditraktir Rania, kok," kata Lina. 

"Rania dapat uang dari mana, dia kan nganggur, mana bisa traktir kamu terus, dimarahi suaminya, dong!" 

"Rania itu, sekarang kerja jadi penulis online jadi duitnya banyak! Gak kelihatan kerja tapi uang mengalir deras." 

"Masa?"

"Tanya aja sendiri, nanti malah kamu tuduh pelihara babi ngepret lagi," kata Lina. 

"Oh, Dek, aku mau nitipin uang di Mbah Pon, lho! Nanti uangnya bisa berbunga, kayak Bank gitu." 

"Kenapa gak dititipin ke aku aja?" 

"Habis yang ada!" 

"Memangnya aku seboros itu?" tanya Lina dengan wajah sebal. 

"Bukan begitu ... mencegah lebih baik dari pada mengobati," jawab Purnomo. Lina masuk ke dalam kamar kemudian membanting pintunya. 

"Aku harus berpikir keras!" gumam Lina. 

***

Related chapters

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 6

    MERTUA PELIT MENANTU CERDIK (6)"Setuju atau tidak, aku akan tetap menitipkan uangku di tempatnya Pak Pon!" kata Purnomo. "Suka-suka kamu, lah, Mas! Aku ikut pokoknya!" kata Lina. "Mau ngapain kamu ikut?" "Gak boleh?" tanya Lina. "I-iya, boleh," jawab Purnomo. Tanpa sepengetahuan Bu Romlah keduanya menuju rumah Pak Ponijan. Lina geram bukan main dengan suaminya, ternyata, Purnomo menitipkan uang empat puluh delapan juta kepada Pak Pon, katanya uang itu hasil kerja kerasnya sebelum menikah dengan Lina. 'Tidak akan kubiarkan, Dora!' batin Lina. "Hmmm," Lina berdehem sambil mengipas-ngipas wajahnya. "Kenapa, kamu?" tanya Purnomo. "Wajahku mendadak panas, Mas, sejak kesurupan tempo hari, aku menjadi orang peka kalau ada makhluk tak kasat mata di sekitarku!" jawab Lina. "Kamu jangan ngada-ngada, Lin! Aku merinding, nih!" kata Purnomo. Lina menggelengkan kepala kemudian menatap tajam Pak Ponijan. "Kembalikan uangnya! Itu milikku!" kata Lina. Pak Ponijan komat-kamit sambil menyentu

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 7

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (7)"Lin, Lina ....""Ya, Bu?" "Kepalaku pusing sekali, pingin makan yang pedes-pedes.""Lalu?" tanya Lina. "Belikan aku rujak uleg di warungnya Bu Badriyah.""Oh, rujak cingur itu, ya, Bu?" tanya Lina. Dia bingung, tumben sekali ibu mertuanya itu mau jajan, biasanya boro-boro. "Iya, bilang saja rujak uleg, biar gak dikasih cingur!" "Iya, Bu, beli satu?" tanya Lina. Padahal Lina sudah pasti tahu jawabannya. "Beli lima ribu saja," jawab Bu Romlah sambil mengulurkan uang lima ribu rupiah.'Alamak lima ribu, mana boleh,' batinnya. "Li-lima ribu, Buk?" "Iya, bilang saja tak suruh!" Lina mengangguk pasrah, dia mengajak Novi membeli rujak. Mau bilang beli lima ribu malu, padahal di situ tertulis harga rujak cingur dua belas ribu, rujak biasa delapan ribu. "Bu, saya beli rujak biasa satu, dimakan sini, sama satu lagi lima ribu titipan Bu Romlah." "Iya, Nduk, kamu menantunya?" "Iya, Bu," jawab Lina. "Kok betah hidup sama Romlah, kalau ada lomba orang p

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 8

    MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (8)Lina merendam baju-baju kotor miliknya sekeluarga. Bu Romlah lebih suka mencuci bajunya sendiri, katanya takut rusak kalau Lina yang mencuci. Tentu saja Lina bahagia bukan main karena meringankan pekerjaannya. Lina sendiri juga takut kalau baju-baju mertuanya rusak, bukan karena baju-baju itu mahal, melainkan karena baju-bajunya terlalu tipis. Bisa koyak kalau sampai baju itu berada di tangan Lina yang setiap mencuci menggunakan kekuatan sepuluh tangan."Lin, kamu ini menantu macam apa, masak ibu mertuamu jemur baju sendiri, kamu malah bengong," tegur Rania."Sssst! Diam kamu, itu baju sejarah! Umurnya sudah ratusan tahun, saksi sejarah dunia, ada kali turunan dari neneknya nenek moyang. Jadi kalau orang lain yang cuci atau jemurkan auto buka mulut dia nanti!" jawab Lina. Rania terkikik geli. "Eh, kamu, Ran, pagi-pagi sudah ke sini saja, kayak kembar kalian ini kemana-mana barengan, tak terpisahkan, sudah selesai kerjaan rumahmu kok sudah main?" tanya

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 9

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (9)Lina memandang berbagai macam perhiasan emas beserta kwitansinya. Lina geleng kepala dibuatnya. Di dalam kantong kain yang ditemukan terdapat berbagai macam perhiasan, yang kebanyakan adalah cincin. Mungkin ibu mertuanya jaman dulu suka sekali mengkoleksi cincin. "Tahun berapa ini harga emas masih belasan ribu dan puluhan ribu," gumamnya sambil berusaha membaca kwitansi yang mulai pudar tulisannya termakan usia. Lina segera menyimpan kantong itu, untuk jaga-jaga jika suatu saat dibutuhkan. Lina kemudian melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia mulai menanak nasi, kemudian menyapu halaman. Bagian dalam rumah memang biasanya sudah disapu oleh ibu mertuanya itu. Bu Romlah menyusul ke dapur, dia membawa satu sisir pisang, kemudian mengukusnya. "Lin, mau pisang kukus?" tawarnya. "Gak, ah, Buk," jawab Lina. "Ibuk gak makan nasi, Lin, heran sekali, masa beras semakin menipis, aku ingat betul kalau kemarin mengisi gentong lima belas kilo, biasanya tiga b

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 10

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (10)Lina melirik jam dinding, sudah jam enam pagi, dia buru-buru membangunkan suaminya untuk membantunya mengurus Novi. Dia bergegas menuju dapur. Aroma nasi yang baru saja matang menguar ke penjuru dapur. "Maaf, Buk, aku kesiangan," kata Lina. "Iya, ibuk sudah rajang daun singkongnya, kamu tinggal masak, kelapanya juga sudah ibu parut!" "Makasih, ya, Buk," kata Lina. Dia mengulek bumbu untuk bobor daun singkong, kemudian dia melirik nampan di atas meja. "Buk, kok ada tempe?" "Iya, tadi Sulaiman bakul tempe, minta daun pandan di depan, kirain sebiji dua biji tahunya banyak, ibu sindir, eh, dikasih tempe," kata Bu Romlah sambil terkikik. "Ya Allah, Buk, timbang daun pandan saja minta imbalan?" "Biar saja, habisnya maksa minta banyak, ibu bilang saja kalau jaman sekarang gak ada yang gratis." "Wow, impresif!" kata Lina sambil geleng kepala. "Apa sih, dari kemaren anak-anak itu bilang impresif-impresif, makanan apa itu?" "Gatau, Buk, aku kan gak p

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 11

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (11)Novi pulang sekolah sambil menangis tersedu-sedu, Fiska membawakan tas Novi mengekor di belakangnya. "Kenapa, kok pulang sekolah nangis?" tanya Lina. "Novi dikatain sama Dela, katanya Novi dekil, pas Novi mau ngejar Dela, rok Novi tersangkut, jadinya jatuh roknya sobek, terus diketawain teman-teman," kata Fiska. Novi terus menangis tersedu-sedu, Lina memeluk putri semata wayangnya itu agar putrinya tenang. "Yaudah, gak papa, makasih, ya, Fiska ... kamu pulang dulu ganti baju terus makan, nanti mama nyariim," kata Lina. Fiska mengangguk kemudian memberikan tas Novi dan pulang. "Kenapa rokmu kok bisa sobek begini, Nov?" tanya Bu Romlah. Lina menceritakan apa yang diceritakan Fiska. "Dela cucunya Rodiyah itu, ya? Memang anak buandel kayak bapake! Dulu jaman Purnomo masih kecil, Anam, bapaknya Dela itu juga sama seneng ngata-ngatain Purnomo katanya cungkring, lah, ikan asin, lah, apa, lah, sampai Purnomo mogok sekolah, lihat saja nanti kalau lewat, n

    Last Updated : 2023-04-20
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 12

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (12)"Heh, turun kalian! Waduh anaknya Jatmiko kebangetan buandelnya! Turun, gak?! Kalau gak turun juga, tak sogok dari bawah, ya!" kata Bu Romlah sambil menenteng sapu. Wildan beringsut turun kemudian berlari dengan membawa jambu biji di bajunya."Nek Romlah medit, Nek Romlah koret, Nek Romlah pahit!" teriak Wildan sambil bernyanyi. Bu Romlah mengacungkan sapunya, bocah berusia sepuluh tahun itu berlari menjauh. "Apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Anaknya Jatmiko itu siapa namanya? Heran aku, setiap hari nangkring di pohon jambu kita, gak dikasih makan apa bagaimana dia itu? Bikin kotor halaman saja!" gerutu Bu Romlah."Itu Wildan, Buk, biar saja, namanya juga anak-anak, toh jambunya juga kalau jatuh pada busuk, mending dimakan mereka, kan, gak mubadzir." "Jambu itu bisa dibikin jus atau rujak! Wong kamu juga suka rujak! Dari pada dikasih orang mending dimakan sendiri! Biar kita sekeluarga bisa hemat!" kata Bu Romlah. "Lah, Ibu mau bikin jus pakai apa? Ulek

    Last Updated : 2023-05-03
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 13

    MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (13)Purnomo membopong tubuh sang ibu dan memasukkannya ke dalam mobil pick-up. Mereka membawa Bu Romlah ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Lina menepuk-nepuk pipi sang ibu mertua. "Ke Puskesmas saja, ya, Dek? Ke rumah sakit kejauhan!" kata Purnomo. "Terserah, yang penting ibuk sadar dulu!" kata Lina. Mereka sampai di Puskesmas yang jaraknya hanya tiga kilometer dari kediaman mereka. Purnomo membopong ibunya masuk ke ruangan UGD. "Aku dimana ini?" tanya Bu Romlah ketika sadar. "Alhamdulillah, akhirnya ibuk sadar juga," kata Lina lega."Aku dimana, Nduk?" ulangnya. "Di Puskesmas, Buk, tadi ibuk pingsan," kata Lina. "Harusnya gak usah dibawa ke sini, Nduk, mahal!" Bu Romlah memegang kepalanya yang mendadak nyut-nyutan seperti dijambak tuyul kemudian semuanya gelap. "Buk, astaghfirullah ... sadar, dong, Buk!" kata Purnomo. "Loh, ibunya pingsan lagi, Mbak?" tanya perawat. "Iya, Mbak, gimana ini?" tanya Lina panik. "Habisnya kamu juga ngapain bil

    Last Updated : 2023-05-09

Latest chapter

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 13

    MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (13)Purnomo membopong tubuh sang ibu dan memasukkannya ke dalam mobil pick-up. Mereka membawa Bu Romlah ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Lina menepuk-nepuk pipi sang ibu mertua. "Ke Puskesmas saja, ya, Dek? Ke rumah sakit kejauhan!" kata Purnomo. "Terserah, yang penting ibuk sadar dulu!" kata Lina. Mereka sampai di Puskesmas yang jaraknya hanya tiga kilometer dari kediaman mereka. Purnomo membopong ibunya masuk ke ruangan UGD. "Aku dimana ini?" tanya Bu Romlah ketika sadar. "Alhamdulillah, akhirnya ibuk sadar juga," kata Lina lega."Aku dimana, Nduk?" ulangnya. "Di Puskesmas, Buk, tadi ibuk pingsan," kata Lina. "Harusnya gak usah dibawa ke sini, Nduk, mahal!" Bu Romlah memegang kepalanya yang mendadak nyut-nyutan seperti dijambak tuyul kemudian semuanya gelap. "Buk, astaghfirullah ... sadar, dong, Buk!" kata Purnomo. "Loh, ibunya pingsan lagi, Mbak?" tanya perawat. "Iya, Mbak, gimana ini?" tanya Lina panik. "Habisnya kamu juga ngapain bil

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 12

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (12)"Heh, turun kalian! Waduh anaknya Jatmiko kebangetan buandelnya! Turun, gak?! Kalau gak turun juga, tak sogok dari bawah, ya!" kata Bu Romlah sambil menenteng sapu. Wildan beringsut turun kemudian berlari dengan membawa jambu biji di bajunya."Nek Romlah medit, Nek Romlah koret, Nek Romlah pahit!" teriak Wildan sambil bernyanyi. Bu Romlah mengacungkan sapunya, bocah berusia sepuluh tahun itu berlari menjauh. "Apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Anaknya Jatmiko itu siapa namanya? Heran aku, setiap hari nangkring di pohon jambu kita, gak dikasih makan apa bagaimana dia itu? Bikin kotor halaman saja!" gerutu Bu Romlah."Itu Wildan, Buk, biar saja, namanya juga anak-anak, toh jambunya juga kalau jatuh pada busuk, mending dimakan mereka, kan, gak mubadzir." "Jambu itu bisa dibikin jus atau rujak! Wong kamu juga suka rujak! Dari pada dikasih orang mending dimakan sendiri! Biar kita sekeluarga bisa hemat!" kata Bu Romlah. "Lah, Ibu mau bikin jus pakai apa? Ulek

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 11

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (11)Novi pulang sekolah sambil menangis tersedu-sedu, Fiska membawakan tas Novi mengekor di belakangnya. "Kenapa, kok pulang sekolah nangis?" tanya Lina. "Novi dikatain sama Dela, katanya Novi dekil, pas Novi mau ngejar Dela, rok Novi tersangkut, jadinya jatuh roknya sobek, terus diketawain teman-teman," kata Fiska. Novi terus menangis tersedu-sedu, Lina memeluk putri semata wayangnya itu agar putrinya tenang. "Yaudah, gak papa, makasih, ya, Fiska ... kamu pulang dulu ganti baju terus makan, nanti mama nyariim," kata Lina. Fiska mengangguk kemudian memberikan tas Novi dan pulang. "Kenapa rokmu kok bisa sobek begini, Nov?" tanya Bu Romlah. Lina menceritakan apa yang diceritakan Fiska. "Dela cucunya Rodiyah itu, ya? Memang anak buandel kayak bapake! Dulu jaman Purnomo masih kecil, Anam, bapaknya Dela itu juga sama seneng ngata-ngatain Purnomo katanya cungkring, lah, ikan asin, lah, apa, lah, sampai Purnomo mogok sekolah, lihat saja nanti kalau lewat, n

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 10

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (10)Lina melirik jam dinding, sudah jam enam pagi, dia buru-buru membangunkan suaminya untuk membantunya mengurus Novi. Dia bergegas menuju dapur. Aroma nasi yang baru saja matang menguar ke penjuru dapur. "Maaf, Buk, aku kesiangan," kata Lina. "Iya, ibuk sudah rajang daun singkongnya, kamu tinggal masak, kelapanya juga sudah ibu parut!" "Makasih, ya, Buk," kata Lina. Dia mengulek bumbu untuk bobor daun singkong, kemudian dia melirik nampan di atas meja. "Buk, kok ada tempe?" "Iya, tadi Sulaiman bakul tempe, minta daun pandan di depan, kirain sebiji dua biji tahunya banyak, ibu sindir, eh, dikasih tempe," kata Bu Romlah sambil terkikik. "Ya Allah, Buk, timbang daun pandan saja minta imbalan?" "Biar saja, habisnya maksa minta banyak, ibu bilang saja kalau jaman sekarang gak ada yang gratis." "Wow, impresif!" kata Lina sambil geleng kepala. "Apa sih, dari kemaren anak-anak itu bilang impresif-impresif, makanan apa itu?" "Gatau, Buk, aku kan gak p

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 9

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (9)Lina memandang berbagai macam perhiasan emas beserta kwitansinya. Lina geleng kepala dibuatnya. Di dalam kantong kain yang ditemukan terdapat berbagai macam perhiasan, yang kebanyakan adalah cincin. Mungkin ibu mertuanya jaman dulu suka sekali mengkoleksi cincin. "Tahun berapa ini harga emas masih belasan ribu dan puluhan ribu," gumamnya sambil berusaha membaca kwitansi yang mulai pudar tulisannya termakan usia. Lina segera menyimpan kantong itu, untuk jaga-jaga jika suatu saat dibutuhkan. Lina kemudian melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia mulai menanak nasi, kemudian menyapu halaman. Bagian dalam rumah memang biasanya sudah disapu oleh ibu mertuanya itu. Bu Romlah menyusul ke dapur, dia membawa satu sisir pisang, kemudian mengukusnya. "Lin, mau pisang kukus?" tawarnya. "Gak, ah, Buk," jawab Lina. "Ibuk gak makan nasi, Lin, heran sekali, masa beras semakin menipis, aku ingat betul kalau kemarin mengisi gentong lima belas kilo, biasanya tiga b

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 8

    MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (8)Lina merendam baju-baju kotor miliknya sekeluarga. Bu Romlah lebih suka mencuci bajunya sendiri, katanya takut rusak kalau Lina yang mencuci. Tentu saja Lina bahagia bukan main karena meringankan pekerjaannya. Lina sendiri juga takut kalau baju-baju mertuanya rusak, bukan karena baju-baju itu mahal, melainkan karena baju-bajunya terlalu tipis. Bisa koyak kalau sampai baju itu berada di tangan Lina yang setiap mencuci menggunakan kekuatan sepuluh tangan."Lin, kamu ini menantu macam apa, masak ibu mertuamu jemur baju sendiri, kamu malah bengong," tegur Rania."Sssst! Diam kamu, itu baju sejarah! Umurnya sudah ratusan tahun, saksi sejarah dunia, ada kali turunan dari neneknya nenek moyang. Jadi kalau orang lain yang cuci atau jemurkan auto buka mulut dia nanti!" jawab Lina. Rania terkikik geli. "Eh, kamu, Ran, pagi-pagi sudah ke sini saja, kayak kembar kalian ini kemana-mana barengan, tak terpisahkan, sudah selesai kerjaan rumahmu kok sudah main?" tanya

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 7

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (7)"Lin, Lina ....""Ya, Bu?" "Kepalaku pusing sekali, pingin makan yang pedes-pedes.""Lalu?" tanya Lina. "Belikan aku rujak uleg di warungnya Bu Badriyah.""Oh, rujak cingur itu, ya, Bu?" tanya Lina. Dia bingung, tumben sekali ibu mertuanya itu mau jajan, biasanya boro-boro. "Iya, bilang saja rujak uleg, biar gak dikasih cingur!" "Iya, Bu, beli satu?" tanya Lina. Padahal Lina sudah pasti tahu jawabannya. "Beli lima ribu saja," jawab Bu Romlah sambil mengulurkan uang lima ribu rupiah.'Alamak lima ribu, mana boleh,' batinnya. "Li-lima ribu, Buk?" "Iya, bilang saja tak suruh!" Lina mengangguk pasrah, dia mengajak Novi membeli rujak. Mau bilang beli lima ribu malu, padahal di situ tertulis harga rujak cingur dua belas ribu, rujak biasa delapan ribu. "Bu, saya beli rujak biasa satu, dimakan sini, sama satu lagi lima ribu titipan Bu Romlah." "Iya, Nduk, kamu menantunya?" "Iya, Bu," jawab Lina. "Kok betah hidup sama Romlah, kalau ada lomba orang p

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 6

    MERTUA PELIT MENANTU CERDIK (6)"Setuju atau tidak, aku akan tetap menitipkan uangku di tempatnya Pak Pon!" kata Purnomo. "Suka-suka kamu, lah, Mas! Aku ikut pokoknya!" kata Lina. "Mau ngapain kamu ikut?" "Gak boleh?" tanya Lina. "I-iya, boleh," jawab Purnomo. Tanpa sepengetahuan Bu Romlah keduanya menuju rumah Pak Ponijan. Lina geram bukan main dengan suaminya, ternyata, Purnomo menitipkan uang empat puluh delapan juta kepada Pak Pon, katanya uang itu hasil kerja kerasnya sebelum menikah dengan Lina. 'Tidak akan kubiarkan, Dora!' batin Lina. "Hmmm," Lina berdehem sambil mengipas-ngipas wajahnya. "Kenapa, kamu?" tanya Purnomo. "Wajahku mendadak panas, Mas, sejak kesurupan tempo hari, aku menjadi orang peka kalau ada makhluk tak kasat mata di sekitarku!" jawab Lina. "Kamu jangan ngada-ngada, Lin! Aku merinding, nih!" kata Purnomo. Lina menggelengkan kepala kemudian menatap tajam Pak Ponijan. "Kembalikan uangnya! Itu milikku!" kata Lina. Pak Ponijan komat-kamit sambil menyentu

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 5

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (5)Bu Romlah mengobrak-abrik kamarnya. Baju-baju yang ada di gantungan pun tak lepas dari geledahannya. "Nyari apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Kemarin, ibu ada kembalian habis beli detergen, tapi ibu lupa naruh, kemana, ya?" "Memangnya berapa uangnya?" tanya Lina. "Lima belas ribu, Lin! Sepuluh ribu, sama dua ribuan dua dan koin lima ratusan dua biji, sampai pusing kepalaku nyari gak ketemu-ketemu." "Tuyul kali, Buk," jawab Lina sekenanya. "Mana ada tuyul ambil duit kecil, bantuin cari cepet!" perintah Bu Romlah. Lina ikutan pusing mengobrak-abrik barang mereka. Dari kejauhan, Novi datang sambil memakan es cream di tangan kanannya. "Novi, itu uang nenek, ya buat beli es?" tanya Bu Romlah. "Enggak, ini dibelikan Fiska, kok," jawab Novi. "Alah jangan bohong, kamu! Masih kecil udah pinter bohong, kalau gede mau jadi apa kamu, ha?" teriak Bu Romlah. "Ibuk apa-apaan, sih! Novi gak pernah saya ajari mencuri, ya! Jangan ngada-ngada! Ayo kita tanya Rania,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status