Share

Bab 4

Author: Dewii Kamaya
last update Last Updated: 2023-04-06 16:26:55

MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (4)

Purnomo mengantar Pak Ponijan pulang, setelah sampai di depan rumahnya. Purnomo memberikan uang seratus lima puluh ribu dengan perasaan tidak ikhlas. 

"Pak Pon, gimana caranya biar uang milik saya tidak diambil tuyul lagi?" tanya Purnomo. 

"Kasih garam di sekitar rumahmu, jangan lupa, kasih kaca di tempat penyimpanan uangmu!" 

"Bagaimana kalau saya pingin tahu wujud babi ngepet itu, Pak?" 

"Jangan memakai sehelai pakaian pun saat patroli, nanti kamu akan tahu wujud babi ngepet itu seperti apa," kata Pak Ponijan.  

"Yang benar saja, Pak, malu, dong, sama ibu saya?!" 

"Ya, tunggu tengah malam, ngapain juga kamu mau patroli siang bolong, yang ada kamu akan dianggap gila," kata Pak Ponijan. Purnomo mengangguk-angguk dan pamit pulang. 

"Woy, Pur, dari mana?" tanya Teguh. 

"Dari rumah Pak Pon, lihatin orang yang ambil uangku, tiga juta, eh, Guh!" 

"Waduh, tuyul kali, soalnya uangku beberapa kali juga hilang, tapi ilangnya urut seratus ribuan tiap hari," kata Teguh. 

"Waduh, aku gak pernah kehilangan sekalinya hilang tiga juta, gimana gak langsung demam badanku?" kata Purnomo. 

Atas saran dari Teguh, Purnomo membeli banyak kelereng agar bisa dihindarkan dari tuyul. Lina hanya terkikik geli melihat suaminya menaruh kelereng di sekitar kamarnya. 

"Buat apa kelereng, Mas?" tanya Lina. 

"Buat usir tuyul, lah!" 

"Memangnya tuyul main kelereng?" 

"Iya, kata teguh dia juga sering kehilangan uangnya, malah setiap hari seratus ribu. Sudah jangan banyak tanya kamu, bikinkan aku kopi!" kata Purnomo sambil melepas topinya. Dia duduk di kursi ruang tamu, Lina tersenyum membayangkan setiap hari dia mendapatkan uang seratus ribu. 

'Ada untungnya juga ketemu Teguh, bisa fitnah tuyul lagi, seger nih, tiap hari seratus ribu,' batin Lina. 

"Heh, malah ngelamun, kesambet lagi nanti!" kata Purnomo. 

"Ibuk masih goreng kopinya, belum selesai, beli kopi sachetan dulu, mau, gak?"

"Gak, ah! Seribu cuma dapat satu, mending bikinkah teh saja!" 

"Kebangetan, mau murah bikin kopi sendiri sana! Pelit kok sampai sumsum tulang belakang sampean itu!" gerutu Lina. 

Lina menuju dapur membuatkan teh untuk sang suami. Dia melihat ibu mertuanya menyangrai biji kopi dicampur jagung. Perbandingan yang tidak sepadan karena jagungnya lebih banyak, sedangkan kopinya hanya segenggam, bukankah ini termasuk penistaan terhadap biji kopi? 

"Kok dicampur jagung, Buk?" tanya Lina. 

"Iya, biar hemat! Kalau kopi murni ya rugi aku! Suamimu minum kopi sehari tiga kali!" katanya. 

'Ini namanya bukan minum bubuk kopi, yang ada minum bubuk jagung, pantesan rasanya gak karuan kayak makan arang ternyata setelah bertahun-tahun baru tahu rahasianya, betul-betul sakti mertuaku ini,' batin Lina. 

"Lin, tadi Rania ke sini, katanya nanti ba'da Ashar, Novi disuruh ke rumahnya, Empris mau ulang tahun katanya," kata Bu Romlah. 

"Empris siapa?" 

"Anaknya Rania yang kecil itu, lho!"

"Priska, Buk," kata Lina.

"Iya, itu, bikin nama susah sekali, kamu jangan datang, biar gak ngado! Lagian jaman sekarang dikit-dikit ulang tahun! Kalau niat mau syukuran ya syukuran aja gak usah undang-undang bikin repot saja!" 

"Ya, suka-suka dia lah, Buk, anak-anak dia. Ibu ini aneh sekali," kata Lina. 

"Iya, ya, suka-suka dia, tapi ibuk sebel kalau ada orang bikin acara ulang tahun, malah ribet gitu, lho! Kamu ingat, ya, nanti beli kado yang murah aja, kita mesti lebih hemat soalnya habis kehilangan uang tiga juta," kata Bu Romlah. 

"Iya, Buk, nanti kasih kado mainan aja," jawab Lina. 

"Buku aja kenapa, sih! Mainan mahal! Buku dua biji aja biar dia coret-coret!" 

"Ya ampun, Buk, Priska masih tiga tahun, dikasih buku buat apa?" 

"Mainan itu mahal, kamu jangan boros-boros, deh, Lin!" bentaknya. 

"Iya, Buk, maaf," kata Lina. 

Lina membuatkan teh sang suami kemudian meminjam motor milik suaminya itu. 

"Jangan lupa isikan bensinnya!" kata Purnomo. 

"Nih, kuncinya! Gak jadi pinjam!" ketus Lina. 

"Kenapa? Dari pada jalan kaki?" tanya Purnomo. 

"Cari yang gratis, lah! Gini-gini kakiku juga bisa ngebut! Sudahlah pinjam motor suami, suruh ngisi bensin, memangnya mau diisi pakai apa? Air pipis?!" ketus Lina. 

"Tadi pagi kan ada sisa belanja," kata Purnomo. 

Lina berbalik badan sambil berkacak pinggang, "sampean pikir tempe dua papan itu berapa harganya? Lima ratus perak? Wong tempe saja sudah empat ribu, yang enam ribu beli cabe sama tomat, gitu kok masih tanya sisa!" ketus Lina. 

"Aku cuma tanya, kamu kok sewot," kata Purnomo. 

Lina melangkah pergi sendirian mencari kado. Sebelumnya, dia makan mie ayam langganannya, tidak lupa dia juga membungkuskan mie ayam untuk Novi. Setelah mendapatkan kado untuk Priska, dia pulang membawa satu bungkus mie ayam itu. 

"Novi, ini mama dikasih teman mie ayam, makanlah, Nak!" kata Lina. 

Novi yang sedang asik menonton televisi berjingkrak melihat mamanya pulang membawa olrh-oleh. Bu Romlah yang sedang menghaluskan kopi menoleh, dan meliriknya sinis, sedangkan Purnomo bangkit dari tempatnya duduk. 

"Wih, enak, nih! Cuma satu?" tanya Purnomo. 

"Dikasih mau minta berapa?" ketus Lina. 

"Novi, bagi dua sama ayah, ya? Dikasih nasi biar kenyang," kata Purnomo berusaha merayu putrinya. 

"Kok tega, kok tega ...  mie ayam segini-gininya mau dibagi dua, situ punya duit beli sendiri sana!" tegur Lina. 

"Ogah, ah, mahal, nyicip dikit, ya, Nov," kata Purnomo meraih mangkok mie ayam. Lina menepuk tangan suaminya. 

"Gak! Kalau mau, beli sendiri! Modal! Kasihan anakku, udahlah gak pernah dijajanin, sekalinya jajan bapaknya ikutan!" 

"Pelit banget!" kata Purnomo. 

"Lagian, kamu itu kayak bocah! Makan mie aja nyicip segala, bayangin saja sambil cium baunya, nanti juga ngerasa enaknya. Lagian makanan enak juga cuma sampe leher, setelahnya sama-sama jadi tai!" sahut Bu Romlah. 

"Tuh, dengerin kata ibuk! Kamu cium saja aroma mie ayamnya, atau kalau tidak tungguin Novi kentut, nanti juga kecium baunya," kata Lina sambil terkekeh. 

Purnomo menelan ludah melihat putrinya lahap sekali makan mie ayam hingga semangkok mie itu tandas seketika. 

"Dek, aku ngiler pengen mie ayam, belikan setengah porsi, dong! Nanti kita bagi dua, ibu gak doyan mie ayam soalnya," bisik Purnomo. 

"Idih, ogah! Malu, Mas, malu! Kalau kamu mau, beli saja sendiri!" kata Lina. 

"Yasudah, aku yang beli sendiri!" kata Purnomo sambil membuka lemari. Kepalanya ikut masuk ke dalam lemari sambil setengah menutupnya, agar sang istri tidak tahu letak tempat penyimpanan uangnya. Lina pura-pura tidak melihat, padahal matanya mengawasi gerakan tangan suaminya dengan cepat. 

"Sudah, siapkan nasinya, aku beli mie ayamnya dulu!" kata Purnomo. Lina mengangguk. Setelah sang suami pergi, Lina mulai bergerilya mencari selembar rupiah untuk kebutuhannya dan sang putri. 

***

Related chapters

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 5

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (5)Bu Romlah mengobrak-abrik kamarnya. Baju-baju yang ada di gantungan pun tak lepas dari geledahannya. "Nyari apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Kemarin, ibu ada kembalian habis beli detergen, tapi ibu lupa naruh, kemana, ya?" "Memangnya berapa uangnya?" tanya Lina. "Lima belas ribu, Lin! Sepuluh ribu, sama dua ribuan dua dan koin lima ratusan dua biji, sampai pusing kepalaku nyari gak ketemu-ketemu." "Tuyul kali, Buk," jawab Lina sekenanya. "Mana ada tuyul ambil duit kecil, bantuin cari cepet!" perintah Bu Romlah. Lina ikutan pusing mengobrak-abrik barang mereka. Dari kejauhan, Novi datang sambil memakan es cream di tangan kanannya. "Novi, itu uang nenek, ya buat beli es?" tanya Bu Romlah. "Enggak, ini dibelikan Fiska, kok," jawab Novi. "Alah jangan bohong, kamu! Masih kecil udah pinter bohong, kalau gede mau jadi apa kamu, ha?" teriak Bu Romlah. "Ibuk apa-apaan, sih! Novi gak pernah saya ajari mencuri, ya! Jangan ngada-ngada! Ayo kita tanya Rania,

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 6

    MERTUA PELIT MENANTU CERDIK (6)"Setuju atau tidak, aku akan tetap menitipkan uangku di tempatnya Pak Pon!" kata Purnomo. "Suka-suka kamu, lah, Mas! Aku ikut pokoknya!" kata Lina. "Mau ngapain kamu ikut?" "Gak boleh?" tanya Lina. "I-iya, boleh," jawab Purnomo. Tanpa sepengetahuan Bu Romlah keduanya menuju rumah Pak Ponijan. Lina geram bukan main dengan suaminya, ternyata, Purnomo menitipkan uang empat puluh delapan juta kepada Pak Pon, katanya uang itu hasil kerja kerasnya sebelum menikah dengan Lina. 'Tidak akan kubiarkan, Dora!' batin Lina. "Hmmm," Lina berdehem sambil mengipas-ngipas wajahnya. "Kenapa, kamu?" tanya Purnomo. "Wajahku mendadak panas, Mas, sejak kesurupan tempo hari, aku menjadi orang peka kalau ada makhluk tak kasat mata di sekitarku!" jawab Lina. "Kamu jangan ngada-ngada, Lin! Aku merinding, nih!" kata Purnomo. Lina menggelengkan kepala kemudian menatap tajam Pak Ponijan. "Kembalikan uangnya! Itu milikku!" kata Lina. Pak Ponijan komat-kamit sambil menyentu

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 7

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (7)"Lin, Lina ....""Ya, Bu?" "Kepalaku pusing sekali, pingin makan yang pedes-pedes.""Lalu?" tanya Lina. "Belikan aku rujak uleg di warungnya Bu Badriyah.""Oh, rujak cingur itu, ya, Bu?" tanya Lina. Dia bingung, tumben sekali ibu mertuanya itu mau jajan, biasanya boro-boro. "Iya, bilang saja rujak uleg, biar gak dikasih cingur!" "Iya, Bu, beli satu?" tanya Lina. Padahal Lina sudah pasti tahu jawabannya. "Beli lima ribu saja," jawab Bu Romlah sambil mengulurkan uang lima ribu rupiah.'Alamak lima ribu, mana boleh,' batinnya. "Li-lima ribu, Buk?" "Iya, bilang saja tak suruh!" Lina mengangguk pasrah, dia mengajak Novi membeli rujak. Mau bilang beli lima ribu malu, padahal di situ tertulis harga rujak cingur dua belas ribu, rujak biasa delapan ribu. "Bu, saya beli rujak biasa satu, dimakan sini, sama satu lagi lima ribu titipan Bu Romlah." "Iya, Nduk, kamu menantunya?" "Iya, Bu," jawab Lina. "Kok betah hidup sama Romlah, kalau ada lomba orang p

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 8

    MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (8)Lina merendam baju-baju kotor miliknya sekeluarga. Bu Romlah lebih suka mencuci bajunya sendiri, katanya takut rusak kalau Lina yang mencuci. Tentu saja Lina bahagia bukan main karena meringankan pekerjaannya. Lina sendiri juga takut kalau baju-baju mertuanya rusak, bukan karena baju-baju itu mahal, melainkan karena baju-bajunya terlalu tipis. Bisa koyak kalau sampai baju itu berada di tangan Lina yang setiap mencuci menggunakan kekuatan sepuluh tangan."Lin, kamu ini menantu macam apa, masak ibu mertuamu jemur baju sendiri, kamu malah bengong," tegur Rania."Sssst! Diam kamu, itu baju sejarah! Umurnya sudah ratusan tahun, saksi sejarah dunia, ada kali turunan dari neneknya nenek moyang. Jadi kalau orang lain yang cuci atau jemurkan auto buka mulut dia nanti!" jawab Lina. Rania terkikik geli. "Eh, kamu, Ran, pagi-pagi sudah ke sini saja, kayak kembar kalian ini kemana-mana barengan, tak terpisahkan, sudah selesai kerjaan rumahmu kok sudah main?" tanya

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 9

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (9)Lina memandang berbagai macam perhiasan emas beserta kwitansinya. Lina geleng kepala dibuatnya. Di dalam kantong kain yang ditemukan terdapat berbagai macam perhiasan, yang kebanyakan adalah cincin. Mungkin ibu mertuanya jaman dulu suka sekali mengkoleksi cincin. "Tahun berapa ini harga emas masih belasan ribu dan puluhan ribu," gumamnya sambil berusaha membaca kwitansi yang mulai pudar tulisannya termakan usia. Lina segera menyimpan kantong itu, untuk jaga-jaga jika suatu saat dibutuhkan. Lina kemudian melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia mulai menanak nasi, kemudian menyapu halaman. Bagian dalam rumah memang biasanya sudah disapu oleh ibu mertuanya itu. Bu Romlah menyusul ke dapur, dia membawa satu sisir pisang, kemudian mengukusnya. "Lin, mau pisang kukus?" tawarnya. "Gak, ah, Buk," jawab Lina. "Ibuk gak makan nasi, Lin, heran sekali, masa beras semakin menipis, aku ingat betul kalau kemarin mengisi gentong lima belas kilo, biasanya tiga b

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 10

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (10)Lina melirik jam dinding, sudah jam enam pagi, dia buru-buru membangunkan suaminya untuk membantunya mengurus Novi. Dia bergegas menuju dapur. Aroma nasi yang baru saja matang menguar ke penjuru dapur. "Maaf, Buk, aku kesiangan," kata Lina. "Iya, ibuk sudah rajang daun singkongnya, kamu tinggal masak, kelapanya juga sudah ibu parut!" "Makasih, ya, Buk," kata Lina. Dia mengulek bumbu untuk bobor daun singkong, kemudian dia melirik nampan di atas meja. "Buk, kok ada tempe?" "Iya, tadi Sulaiman bakul tempe, minta daun pandan di depan, kirain sebiji dua biji tahunya banyak, ibu sindir, eh, dikasih tempe," kata Bu Romlah sambil terkikik. "Ya Allah, Buk, timbang daun pandan saja minta imbalan?" "Biar saja, habisnya maksa minta banyak, ibu bilang saja kalau jaman sekarang gak ada yang gratis." "Wow, impresif!" kata Lina sambil geleng kepala. "Apa sih, dari kemaren anak-anak itu bilang impresif-impresif, makanan apa itu?" "Gatau, Buk, aku kan gak p

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 11

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (11)Novi pulang sekolah sambil menangis tersedu-sedu, Fiska membawakan tas Novi mengekor di belakangnya. "Kenapa, kok pulang sekolah nangis?" tanya Lina. "Novi dikatain sama Dela, katanya Novi dekil, pas Novi mau ngejar Dela, rok Novi tersangkut, jadinya jatuh roknya sobek, terus diketawain teman-teman," kata Fiska. Novi terus menangis tersedu-sedu, Lina memeluk putri semata wayangnya itu agar putrinya tenang. "Yaudah, gak papa, makasih, ya, Fiska ... kamu pulang dulu ganti baju terus makan, nanti mama nyariim," kata Lina. Fiska mengangguk kemudian memberikan tas Novi dan pulang. "Kenapa rokmu kok bisa sobek begini, Nov?" tanya Bu Romlah. Lina menceritakan apa yang diceritakan Fiska. "Dela cucunya Rodiyah itu, ya? Memang anak buandel kayak bapake! Dulu jaman Purnomo masih kecil, Anam, bapaknya Dela itu juga sama seneng ngata-ngatain Purnomo katanya cungkring, lah, ikan asin, lah, apa, lah, sampai Purnomo mogok sekolah, lihat saja nanti kalau lewat, n

    Last Updated : 2023-04-20
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 12

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (12)"Heh, turun kalian! Waduh anaknya Jatmiko kebangetan buandelnya! Turun, gak?! Kalau gak turun juga, tak sogok dari bawah, ya!" kata Bu Romlah sambil menenteng sapu. Wildan beringsut turun kemudian berlari dengan membawa jambu biji di bajunya."Nek Romlah medit, Nek Romlah koret, Nek Romlah pahit!" teriak Wildan sambil bernyanyi. Bu Romlah mengacungkan sapunya, bocah berusia sepuluh tahun itu berlari menjauh. "Apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Anaknya Jatmiko itu siapa namanya? Heran aku, setiap hari nangkring di pohon jambu kita, gak dikasih makan apa bagaimana dia itu? Bikin kotor halaman saja!" gerutu Bu Romlah."Itu Wildan, Buk, biar saja, namanya juga anak-anak, toh jambunya juga kalau jatuh pada busuk, mending dimakan mereka, kan, gak mubadzir." "Jambu itu bisa dibikin jus atau rujak! Wong kamu juga suka rujak! Dari pada dikasih orang mending dimakan sendiri! Biar kita sekeluarga bisa hemat!" kata Bu Romlah. "Lah, Ibu mau bikin jus pakai apa? Ulek

    Last Updated : 2023-05-03

Latest chapter

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 13

    MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (13)Purnomo membopong tubuh sang ibu dan memasukkannya ke dalam mobil pick-up. Mereka membawa Bu Romlah ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Lina menepuk-nepuk pipi sang ibu mertua. "Ke Puskesmas saja, ya, Dek? Ke rumah sakit kejauhan!" kata Purnomo. "Terserah, yang penting ibuk sadar dulu!" kata Lina. Mereka sampai di Puskesmas yang jaraknya hanya tiga kilometer dari kediaman mereka. Purnomo membopong ibunya masuk ke ruangan UGD. "Aku dimana ini?" tanya Bu Romlah ketika sadar. "Alhamdulillah, akhirnya ibuk sadar juga," kata Lina lega."Aku dimana, Nduk?" ulangnya. "Di Puskesmas, Buk, tadi ibuk pingsan," kata Lina. "Harusnya gak usah dibawa ke sini, Nduk, mahal!" Bu Romlah memegang kepalanya yang mendadak nyut-nyutan seperti dijambak tuyul kemudian semuanya gelap. "Buk, astaghfirullah ... sadar, dong, Buk!" kata Purnomo. "Loh, ibunya pingsan lagi, Mbak?" tanya perawat. "Iya, Mbak, gimana ini?" tanya Lina panik. "Habisnya kamu juga ngapain bil

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 12

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (12)"Heh, turun kalian! Waduh anaknya Jatmiko kebangetan buandelnya! Turun, gak?! Kalau gak turun juga, tak sogok dari bawah, ya!" kata Bu Romlah sambil menenteng sapu. Wildan beringsut turun kemudian berlari dengan membawa jambu biji di bajunya."Nek Romlah medit, Nek Romlah koret, Nek Romlah pahit!" teriak Wildan sambil bernyanyi. Bu Romlah mengacungkan sapunya, bocah berusia sepuluh tahun itu berlari menjauh. "Apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Anaknya Jatmiko itu siapa namanya? Heran aku, setiap hari nangkring di pohon jambu kita, gak dikasih makan apa bagaimana dia itu? Bikin kotor halaman saja!" gerutu Bu Romlah."Itu Wildan, Buk, biar saja, namanya juga anak-anak, toh jambunya juga kalau jatuh pada busuk, mending dimakan mereka, kan, gak mubadzir." "Jambu itu bisa dibikin jus atau rujak! Wong kamu juga suka rujak! Dari pada dikasih orang mending dimakan sendiri! Biar kita sekeluarga bisa hemat!" kata Bu Romlah. "Lah, Ibu mau bikin jus pakai apa? Ulek

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 11

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (11)Novi pulang sekolah sambil menangis tersedu-sedu, Fiska membawakan tas Novi mengekor di belakangnya. "Kenapa, kok pulang sekolah nangis?" tanya Lina. "Novi dikatain sama Dela, katanya Novi dekil, pas Novi mau ngejar Dela, rok Novi tersangkut, jadinya jatuh roknya sobek, terus diketawain teman-teman," kata Fiska. Novi terus menangis tersedu-sedu, Lina memeluk putri semata wayangnya itu agar putrinya tenang. "Yaudah, gak papa, makasih, ya, Fiska ... kamu pulang dulu ganti baju terus makan, nanti mama nyariim," kata Lina. Fiska mengangguk kemudian memberikan tas Novi dan pulang. "Kenapa rokmu kok bisa sobek begini, Nov?" tanya Bu Romlah. Lina menceritakan apa yang diceritakan Fiska. "Dela cucunya Rodiyah itu, ya? Memang anak buandel kayak bapake! Dulu jaman Purnomo masih kecil, Anam, bapaknya Dela itu juga sama seneng ngata-ngatain Purnomo katanya cungkring, lah, ikan asin, lah, apa, lah, sampai Purnomo mogok sekolah, lihat saja nanti kalau lewat, n

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 10

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (10)Lina melirik jam dinding, sudah jam enam pagi, dia buru-buru membangunkan suaminya untuk membantunya mengurus Novi. Dia bergegas menuju dapur. Aroma nasi yang baru saja matang menguar ke penjuru dapur. "Maaf, Buk, aku kesiangan," kata Lina. "Iya, ibuk sudah rajang daun singkongnya, kamu tinggal masak, kelapanya juga sudah ibu parut!" "Makasih, ya, Buk," kata Lina. Dia mengulek bumbu untuk bobor daun singkong, kemudian dia melirik nampan di atas meja. "Buk, kok ada tempe?" "Iya, tadi Sulaiman bakul tempe, minta daun pandan di depan, kirain sebiji dua biji tahunya banyak, ibu sindir, eh, dikasih tempe," kata Bu Romlah sambil terkikik. "Ya Allah, Buk, timbang daun pandan saja minta imbalan?" "Biar saja, habisnya maksa minta banyak, ibu bilang saja kalau jaman sekarang gak ada yang gratis." "Wow, impresif!" kata Lina sambil geleng kepala. "Apa sih, dari kemaren anak-anak itu bilang impresif-impresif, makanan apa itu?" "Gatau, Buk, aku kan gak p

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 9

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (9)Lina memandang berbagai macam perhiasan emas beserta kwitansinya. Lina geleng kepala dibuatnya. Di dalam kantong kain yang ditemukan terdapat berbagai macam perhiasan, yang kebanyakan adalah cincin. Mungkin ibu mertuanya jaman dulu suka sekali mengkoleksi cincin. "Tahun berapa ini harga emas masih belasan ribu dan puluhan ribu," gumamnya sambil berusaha membaca kwitansi yang mulai pudar tulisannya termakan usia. Lina segera menyimpan kantong itu, untuk jaga-jaga jika suatu saat dibutuhkan. Lina kemudian melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia mulai menanak nasi, kemudian menyapu halaman. Bagian dalam rumah memang biasanya sudah disapu oleh ibu mertuanya itu. Bu Romlah menyusul ke dapur, dia membawa satu sisir pisang, kemudian mengukusnya. "Lin, mau pisang kukus?" tawarnya. "Gak, ah, Buk," jawab Lina. "Ibuk gak makan nasi, Lin, heran sekali, masa beras semakin menipis, aku ingat betul kalau kemarin mengisi gentong lima belas kilo, biasanya tiga b

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 8

    MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (8)Lina merendam baju-baju kotor miliknya sekeluarga. Bu Romlah lebih suka mencuci bajunya sendiri, katanya takut rusak kalau Lina yang mencuci. Tentu saja Lina bahagia bukan main karena meringankan pekerjaannya. Lina sendiri juga takut kalau baju-baju mertuanya rusak, bukan karena baju-baju itu mahal, melainkan karena baju-bajunya terlalu tipis. Bisa koyak kalau sampai baju itu berada di tangan Lina yang setiap mencuci menggunakan kekuatan sepuluh tangan."Lin, kamu ini menantu macam apa, masak ibu mertuamu jemur baju sendiri, kamu malah bengong," tegur Rania."Sssst! Diam kamu, itu baju sejarah! Umurnya sudah ratusan tahun, saksi sejarah dunia, ada kali turunan dari neneknya nenek moyang. Jadi kalau orang lain yang cuci atau jemurkan auto buka mulut dia nanti!" jawab Lina. Rania terkikik geli. "Eh, kamu, Ran, pagi-pagi sudah ke sini saja, kayak kembar kalian ini kemana-mana barengan, tak terpisahkan, sudah selesai kerjaan rumahmu kok sudah main?" tanya

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 7

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (7)"Lin, Lina ....""Ya, Bu?" "Kepalaku pusing sekali, pingin makan yang pedes-pedes.""Lalu?" tanya Lina. "Belikan aku rujak uleg di warungnya Bu Badriyah.""Oh, rujak cingur itu, ya, Bu?" tanya Lina. Dia bingung, tumben sekali ibu mertuanya itu mau jajan, biasanya boro-boro. "Iya, bilang saja rujak uleg, biar gak dikasih cingur!" "Iya, Bu, beli satu?" tanya Lina. Padahal Lina sudah pasti tahu jawabannya. "Beli lima ribu saja," jawab Bu Romlah sambil mengulurkan uang lima ribu rupiah.'Alamak lima ribu, mana boleh,' batinnya. "Li-lima ribu, Buk?" "Iya, bilang saja tak suruh!" Lina mengangguk pasrah, dia mengajak Novi membeli rujak. Mau bilang beli lima ribu malu, padahal di situ tertulis harga rujak cingur dua belas ribu, rujak biasa delapan ribu. "Bu, saya beli rujak biasa satu, dimakan sini, sama satu lagi lima ribu titipan Bu Romlah." "Iya, Nduk, kamu menantunya?" "Iya, Bu," jawab Lina. "Kok betah hidup sama Romlah, kalau ada lomba orang p

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 6

    MERTUA PELIT MENANTU CERDIK (6)"Setuju atau tidak, aku akan tetap menitipkan uangku di tempatnya Pak Pon!" kata Purnomo. "Suka-suka kamu, lah, Mas! Aku ikut pokoknya!" kata Lina. "Mau ngapain kamu ikut?" "Gak boleh?" tanya Lina. "I-iya, boleh," jawab Purnomo. Tanpa sepengetahuan Bu Romlah keduanya menuju rumah Pak Ponijan. Lina geram bukan main dengan suaminya, ternyata, Purnomo menitipkan uang empat puluh delapan juta kepada Pak Pon, katanya uang itu hasil kerja kerasnya sebelum menikah dengan Lina. 'Tidak akan kubiarkan, Dora!' batin Lina. "Hmmm," Lina berdehem sambil mengipas-ngipas wajahnya. "Kenapa, kamu?" tanya Purnomo. "Wajahku mendadak panas, Mas, sejak kesurupan tempo hari, aku menjadi orang peka kalau ada makhluk tak kasat mata di sekitarku!" jawab Lina. "Kamu jangan ngada-ngada, Lin! Aku merinding, nih!" kata Purnomo. Lina menggelengkan kepala kemudian menatap tajam Pak Ponijan. "Kembalikan uangnya! Itu milikku!" kata Lina. Pak Ponijan komat-kamit sambil menyentu

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 5

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (5)Bu Romlah mengobrak-abrik kamarnya. Baju-baju yang ada di gantungan pun tak lepas dari geledahannya. "Nyari apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Kemarin, ibu ada kembalian habis beli detergen, tapi ibu lupa naruh, kemana, ya?" "Memangnya berapa uangnya?" tanya Lina. "Lima belas ribu, Lin! Sepuluh ribu, sama dua ribuan dua dan koin lima ratusan dua biji, sampai pusing kepalaku nyari gak ketemu-ketemu." "Tuyul kali, Buk," jawab Lina sekenanya. "Mana ada tuyul ambil duit kecil, bantuin cari cepet!" perintah Bu Romlah. Lina ikutan pusing mengobrak-abrik barang mereka. Dari kejauhan, Novi datang sambil memakan es cream di tangan kanannya. "Novi, itu uang nenek, ya buat beli es?" tanya Bu Romlah. "Enggak, ini dibelikan Fiska, kok," jawab Novi. "Alah jangan bohong, kamu! Masih kecil udah pinter bohong, kalau gede mau jadi apa kamu, ha?" teriak Bu Romlah. "Ibuk apa-apaan, sih! Novi gak pernah saya ajari mencuri, ya! Jangan ngada-ngada! Ayo kita tanya Rania,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status