Share

Bab 3

Penulis: Dewii Kamaya
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-06 16:26:25

MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (3) 

"Aduh, ibuk pingsan, Dek! Buruan bantuin angkat, malah bengong lagi!" kata Purnomo. 

"Iya, iya," kata Lina. Mereka menggotong Bu Romlah naik ke kasur. Purnomo terisak sambil mengolesi hidung sang ibu dengan minyak kayu putih. 

"Sudah, jangan ditangisi, ibuk cuma pingsan saja, kok," kata Lina. 

"Bukan nangisi ibuk, tapi nangisi uangku!" kata Purnomo. 

"Oalah, kirain nangisin ibuk, ternyata uangnya," lirih Lina. 

"Hilang tiga juta itu banyak, kebangetan yang ngambil!" kata Pur. 

"Haaa, tiga juta Pur?" Bu Romlah yang baru sadar, pingsan untuk yang kedua kalinya. Lina menepuk jidatnya kemudian mengambil kipas untuk digunakan mengipasi ibu mertuanya. 

"Alhamdulillah," kata Lina. Bu Romlah sudah sadar, dia langsung duduk di sisi ranjangnya. 

"Ayo kita cari dukun sakti biar kita tahu yang ambil orang apa tuyul!" kata Bu Romlah. 

"Ayo, Buk! Kita siap-siap sekarang!" kata Purnomo. Lina ketakutan, dia masuk ke dalam kamar pura-pura berganti pakaian, padahal dia mondar-mandir mencari ide agar dapat membatalkan mereka berdua ke dukun. Lina tersenyum saat mendapatkan ide yang cemerlang. 

'Ternyata benar kata orang, kalau lagi kepepet ide pasti bermunculan!' batinnya. 

"Linaaa, lama sekali kamu itu!" teriak Bu Romlah. 

"Maaf, Bu, kepalaku terasa sangat berat," kata Lina. 

"Sudah, pusingnya ditunda dulu, Dek! Kita mesti cari tahu kemana uang kita hilangnya!" kata Purnomo. Purnomo mengeluarkan mobil pick-up tua milik keluarganya. Sebelum masuk ke dalam mobil, Lina pingsan. 

"Astaga, apa-apaan Lina pakai pingsan segala," gerutu Bu Romlah. Purnomo mengangkat tubuh istrinya, mereka membaringkan Lina di kasur depan televisi, lina mengintip dari cela-cela matanya, saat sang ibu mertua dan suaminya lengah, Lina mulai mengerang seperti orang kesurupan. Lina bangkit dan mengacak-acak rambutnya sendiri. 

"Kalian mau pergi kemana, ha? Jangan pergi ke dukun atau anak ini akan kusakiti," kata Lina dengan suara dibuat-buat. Lutut Bu Romlah bergetar melihat eyeliner Lina yang sudah luntur kemana-mana ditambah rambutnya yang acak-acakan. 

"Ampun, Mbah, jangan sakiti menantu saya, walaupun makannya banyak, dia tetap menantu saya, Mbah," kata Bu Romlah dengan suara bergetar. 

"Bagus, jangan sampai kalian datangi dukun, kalau mau anak ini selamat!" kata Lina dengan mata lirik kanan-kiri. 

"Maaf, Mbah, kalau boleh tanya, kira-kira siapa yang mengambil uang saya?" 

"Tuyul, dia mengambil uangmu dan lari ke tengah hutan!" kata Lina. Dia menahan tawa hingga terkentut-kentut, dia kembali pura-pura pingsan karena sudah tidak kuat akting. Bu Romlah menepuk-nepuk pipi Lina.

"Alhamdulillah kamu selamet, Nduk! Minum dulu!" kata Bu Romlah. 

"Ya ampun, kamu kerasukan setan dimana, Lin? Mas takut kamu gak bisa kembali," kata Purnomo panik. 

"Gak tahu, Mas, kepalaku terasa pening sekali, mulutku rasanya pahit," kata Lina. 

"Kamu mau makan, Nduk?" tanya Bu Romlah. 

Lina mengangguk ragu, "aku mau bakso, Mas, boleh, ya?" 

"Ck! Nasi banyak kok mau bakso!" kata Purnomo. 

"Yasudah, gak usah makan, lah! Nanti kalau kesurupan lagi juga bukan aku yang repot!" kata Lina. 

"Sudah, ngalah saja kali ini, belikan saja bakso tiga ribu, dapat itu dua pentol kecil sama dua buah tahu, nanti ditambah nasi biar kenyang!" kata Bu Romlah. Lina tersenyum senang dalam hati. 

"Aku ke kamar dulu, ya, Buk, tubuhku rasanya lelah," kata Lina. 

"Iya, Lin, istirahatlah kamu, nanti kapan-kapan saja ke dukunnya," kata Bu Romlah. 

Lina menuju kamarnya, dia terkejut melihat wujudnya sendiri, dia terpingkal-pingkal melihat wajahnya yang lebih mirip orang kurang waras, dari pada orang kesurupan.

Di depan, Bu Romlah menyuruh Purnomo memanggil Mbah Ponijan, orang yang terkenal sakti di kampungnya. 

"Tapi, katanya gak boleh panggil dukun, Buk?" kata Purnomo. 

"Pak Ponijan bukan dukun, ya! Dia orang pintar!"

"Beda, ya, Buk?" 

"Beda, dong!" 

Purnomo mengangguk, dia melajukan motor butut merk Suprem dengan kondisi kepala yang bergetar bak mau lepas dari tempatnya. 

Setelah membeli bakso, dia memanggil Pak Ponijan dan membonceng pria tua itu ke rumahnya. 

Begitu masuk ke dalam rumah, Lina terkejut karena Pak Pon sudah menyalakan dupa dan mengitari rumah mereka. 

"Siapa dia, Buk?" 

"Orang pintar, dia bukan dukun, kok! Kata setan yang merasuki kamu, gak boleh panggil dukun, kalau orang pintar boleh kali, ya?" 

"Oh, iya, Buk," jawab Lina terpaksa. 

"Lo, ada yamg kesurupan?" tanya Pak Pon. 

"Iya, dia kesurupan tadi," kata Purnomo. 

"Wah, gak bener ini! Coba beli bunga tujuh rupa, lima ribu saja!" perintahnya. Purnomo mengangguk, dia buru-buru membeli bunga sedangkan Bu Romlah menyiapkan permintaan Pak Ponijan yaitu, satu buah baskom untuk merendam bunga. 

Lina agak cemas, takut kesurupan bohongannya terbongkar. Tetapi kalau melihat gerak-gerik Pak Ponijan, dia juga tidak yakin bahwa dia bisa melihat sesuatu. 

"Setan, demit, nyingkriho, sopo seng wani ganggu anak putuku tak tantang metuo ketokno wujudmu!" 

Pak Ponijan terus komat-kamit membaca mantra jawa kemudian mencipratkan air rendaman bunga ke seluruh penjuru rumah. 

"Maaf, Yu Rom, ini setannya agak usil, saya diganggu terus, kalau mau yang instan biaya pembersihan agak mahal," katanya. 

"Berapa, Pak Pon?" 

"Waduh, gak enak saya kalau sebut nominal, tapi biasanya saya dikasih orang minimal seratus lima puluh," katanya lagi. 

"Tapi langsung ketemu pelakunya, ya?" tanya Bu Romlah. 

"Langsung, Yu!" 

Jantung Lina seakan hendak melompat dari tempatnya. Tangannya berkeringat, dia gugup takut ketahuan. Setelah ritual selesai, Pak Pon duduk di kursi ruang tamu sambil memegangi kepalanya. 

"Musuhnya begitu berat! Saya sampai lemas, tapi tidak apa-apa saya sudah tahu siapa pelakunya!" kata Pak Ponijan. 

"Siapa, Pak?" tanya Lina. 

"Saya gak bisa sebut nama, nanti peliharaan saya bisa marah karena membocorkan rahasia perusahaan!" 

"Lalu bagaimana kami tahu?" tanya Purnomo. 

"Yang jelas, dia yang mengambil orang terdekat kalian, dia sengaja mengirimkan babi ngepet ke sini!" 

"Waduh, jahat sekali, ya, Mas!" kata Lina. 

'Yaiyalah orang dekat yang ambil, kalau orang jauh mana bisa ambil duit, apa lagi wajah-wajah susah kayak suamiku, mana orang tahu kalau dia duitnya banyak!' batin Lina. 

"Pasti ini kerjaannya Si Rodiyah! Dia itu sirik sama ibuk karena kapan hari pinjam uang gak ibu kasih!" kata Bu Romlah. 

"Jangan fitnah, Buk, belum terbukti, kok!" kata Lina. 

"Belain terus! Kamu ini gak pernah belain mertua! Pokoknya ibu gak ikhlas! Tiga juta itu banyak bisa buat beli emas! Kalau ingat kehilangan uang ibu jadi gak doyan makan," kata Bu Romlah sambil mengusap air matanya. 

***

Bab terkait

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 4

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (4)Purnomo mengantar Pak Ponijan pulang, setelah sampai di depan rumahnya. Purnomo memberikan uang seratus lima puluh ribu dengan perasaan tidak ikhlas. "Pak Pon, gimana caranya biar uang milik saya tidak diambil tuyul lagi?" tanya Purnomo. "Kasih garam di sekitar rumahmu, jangan lupa, kasih kaca di tempat penyimpanan uangmu!" "Bagaimana kalau saya pingin tahu wujud babi ngepet itu, Pak?" "Jangan memakai sehelai pakaian pun saat patroli, nanti kamu akan tahu wujud babi ngepet itu seperti apa," kata Pak Ponijan. "Yang benar saja, Pak, malu, dong, sama ibu saya?!" "Ya, tunggu tengah malam, ngapain juga kamu mau patroli siang bolong, yang ada kamu akan dianggap gila," kata Pak Ponijan. Purnomo mengangguk-angguk dan pamit pulang. "Woy, Pur, dari mana?" tanya Teguh. "Dari rumah Pak Pon, lihatin orang yang ambil uangku, tiga juta, eh, Guh!" "Waduh, tuyul kali, soalnya uangku beberapa kali juga hilang, tapi ilangnya urut seratus ribuan tiap hari," kata

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 5

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (5)Bu Romlah mengobrak-abrik kamarnya. Baju-baju yang ada di gantungan pun tak lepas dari geledahannya. "Nyari apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Kemarin, ibu ada kembalian habis beli detergen, tapi ibu lupa naruh, kemana, ya?" "Memangnya berapa uangnya?" tanya Lina. "Lima belas ribu, Lin! Sepuluh ribu, sama dua ribuan dua dan koin lima ratusan dua biji, sampai pusing kepalaku nyari gak ketemu-ketemu." "Tuyul kali, Buk," jawab Lina sekenanya. "Mana ada tuyul ambil duit kecil, bantuin cari cepet!" perintah Bu Romlah. Lina ikutan pusing mengobrak-abrik barang mereka. Dari kejauhan, Novi datang sambil memakan es cream di tangan kanannya. "Novi, itu uang nenek, ya buat beli es?" tanya Bu Romlah. "Enggak, ini dibelikan Fiska, kok," jawab Novi. "Alah jangan bohong, kamu! Masih kecil udah pinter bohong, kalau gede mau jadi apa kamu, ha?" teriak Bu Romlah. "Ibuk apa-apaan, sih! Novi gak pernah saya ajari mencuri, ya! Jangan ngada-ngada! Ayo kita tanya Rania,

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 6

    MERTUA PELIT MENANTU CERDIK (6)"Setuju atau tidak, aku akan tetap menitipkan uangku di tempatnya Pak Pon!" kata Purnomo. "Suka-suka kamu, lah, Mas! Aku ikut pokoknya!" kata Lina. "Mau ngapain kamu ikut?" "Gak boleh?" tanya Lina. "I-iya, boleh," jawab Purnomo. Tanpa sepengetahuan Bu Romlah keduanya menuju rumah Pak Ponijan. Lina geram bukan main dengan suaminya, ternyata, Purnomo menitipkan uang empat puluh delapan juta kepada Pak Pon, katanya uang itu hasil kerja kerasnya sebelum menikah dengan Lina. 'Tidak akan kubiarkan, Dora!' batin Lina. "Hmmm," Lina berdehem sambil mengipas-ngipas wajahnya. "Kenapa, kamu?" tanya Purnomo. "Wajahku mendadak panas, Mas, sejak kesurupan tempo hari, aku menjadi orang peka kalau ada makhluk tak kasat mata di sekitarku!" jawab Lina. "Kamu jangan ngada-ngada, Lin! Aku merinding, nih!" kata Purnomo. Lina menggelengkan kepala kemudian menatap tajam Pak Ponijan. "Kembalikan uangnya! Itu milikku!" kata Lina. Pak Ponijan komat-kamit sambil menyentu

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 7

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (7)"Lin, Lina ....""Ya, Bu?" "Kepalaku pusing sekali, pingin makan yang pedes-pedes.""Lalu?" tanya Lina. "Belikan aku rujak uleg di warungnya Bu Badriyah.""Oh, rujak cingur itu, ya, Bu?" tanya Lina. Dia bingung, tumben sekali ibu mertuanya itu mau jajan, biasanya boro-boro. "Iya, bilang saja rujak uleg, biar gak dikasih cingur!" "Iya, Bu, beli satu?" tanya Lina. Padahal Lina sudah pasti tahu jawabannya. "Beli lima ribu saja," jawab Bu Romlah sambil mengulurkan uang lima ribu rupiah.'Alamak lima ribu, mana boleh,' batinnya. "Li-lima ribu, Buk?" "Iya, bilang saja tak suruh!" Lina mengangguk pasrah, dia mengajak Novi membeli rujak. Mau bilang beli lima ribu malu, padahal di situ tertulis harga rujak cingur dua belas ribu, rujak biasa delapan ribu. "Bu, saya beli rujak biasa satu, dimakan sini, sama satu lagi lima ribu titipan Bu Romlah." "Iya, Nduk, kamu menantunya?" "Iya, Bu," jawab Lina. "Kok betah hidup sama Romlah, kalau ada lomba orang p

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 8

    MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (8)Lina merendam baju-baju kotor miliknya sekeluarga. Bu Romlah lebih suka mencuci bajunya sendiri, katanya takut rusak kalau Lina yang mencuci. Tentu saja Lina bahagia bukan main karena meringankan pekerjaannya. Lina sendiri juga takut kalau baju-baju mertuanya rusak, bukan karena baju-baju itu mahal, melainkan karena baju-bajunya terlalu tipis. Bisa koyak kalau sampai baju itu berada di tangan Lina yang setiap mencuci menggunakan kekuatan sepuluh tangan."Lin, kamu ini menantu macam apa, masak ibu mertuamu jemur baju sendiri, kamu malah bengong," tegur Rania."Sssst! Diam kamu, itu baju sejarah! Umurnya sudah ratusan tahun, saksi sejarah dunia, ada kali turunan dari neneknya nenek moyang. Jadi kalau orang lain yang cuci atau jemurkan auto buka mulut dia nanti!" jawab Lina. Rania terkikik geli. "Eh, kamu, Ran, pagi-pagi sudah ke sini saja, kayak kembar kalian ini kemana-mana barengan, tak terpisahkan, sudah selesai kerjaan rumahmu kok sudah main?" tanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 9

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (9)Lina memandang berbagai macam perhiasan emas beserta kwitansinya. Lina geleng kepala dibuatnya. Di dalam kantong kain yang ditemukan terdapat berbagai macam perhiasan, yang kebanyakan adalah cincin. Mungkin ibu mertuanya jaman dulu suka sekali mengkoleksi cincin. "Tahun berapa ini harga emas masih belasan ribu dan puluhan ribu," gumamnya sambil berusaha membaca kwitansi yang mulai pudar tulisannya termakan usia. Lina segera menyimpan kantong itu, untuk jaga-jaga jika suatu saat dibutuhkan. Lina kemudian melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia mulai menanak nasi, kemudian menyapu halaman. Bagian dalam rumah memang biasanya sudah disapu oleh ibu mertuanya itu. Bu Romlah menyusul ke dapur, dia membawa satu sisir pisang, kemudian mengukusnya. "Lin, mau pisang kukus?" tawarnya. "Gak, ah, Buk," jawab Lina. "Ibuk gak makan nasi, Lin, heran sekali, masa beras semakin menipis, aku ingat betul kalau kemarin mengisi gentong lima belas kilo, biasanya tiga b

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 10

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (10)Lina melirik jam dinding, sudah jam enam pagi, dia buru-buru membangunkan suaminya untuk membantunya mengurus Novi. Dia bergegas menuju dapur. Aroma nasi yang baru saja matang menguar ke penjuru dapur. "Maaf, Buk, aku kesiangan," kata Lina. "Iya, ibuk sudah rajang daun singkongnya, kamu tinggal masak, kelapanya juga sudah ibu parut!" "Makasih, ya, Buk," kata Lina. Dia mengulek bumbu untuk bobor daun singkong, kemudian dia melirik nampan di atas meja. "Buk, kok ada tempe?" "Iya, tadi Sulaiman bakul tempe, minta daun pandan di depan, kirain sebiji dua biji tahunya banyak, ibu sindir, eh, dikasih tempe," kata Bu Romlah sambil terkikik. "Ya Allah, Buk, timbang daun pandan saja minta imbalan?" "Biar saja, habisnya maksa minta banyak, ibu bilang saja kalau jaman sekarang gak ada yang gratis." "Wow, impresif!" kata Lina sambil geleng kepala. "Apa sih, dari kemaren anak-anak itu bilang impresif-impresif, makanan apa itu?" "Gatau, Buk, aku kan gak p

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 11

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (11)Novi pulang sekolah sambil menangis tersedu-sedu, Fiska membawakan tas Novi mengekor di belakangnya. "Kenapa, kok pulang sekolah nangis?" tanya Lina. "Novi dikatain sama Dela, katanya Novi dekil, pas Novi mau ngejar Dela, rok Novi tersangkut, jadinya jatuh roknya sobek, terus diketawain teman-teman," kata Fiska. Novi terus menangis tersedu-sedu, Lina memeluk putri semata wayangnya itu agar putrinya tenang. "Yaudah, gak papa, makasih, ya, Fiska ... kamu pulang dulu ganti baju terus makan, nanti mama nyariim," kata Lina. Fiska mengangguk kemudian memberikan tas Novi dan pulang. "Kenapa rokmu kok bisa sobek begini, Nov?" tanya Bu Romlah. Lina menceritakan apa yang diceritakan Fiska. "Dela cucunya Rodiyah itu, ya? Memang anak buandel kayak bapake! Dulu jaman Purnomo masih kecil, Anam, bapaknya Dela itu juga sama seneng ngata-ngatain Purnomo katanya cungkring, lah, ikan asin, lah, apa, lah, sampai Purnomo mogok sekolah, lihat saja nanti kalau lewat, n

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-20

Bab terbaru

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 13

    MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (13)Purnomo membopong tubuh sang ibu dan memasukkannya ke dalam mobil pick-up. Mereka membawa Bu Romlah ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Lina menepuk-nepuk pipi sang ibu mertua. "Ke Puskesmas saja, ya, Dek? Ke rumah sakit kejauhan!" kata Purnomo. "Terserah, yang penting ibuk sadar dulu!" kata Lina. Mereka sampai di Puskesmas yang jaraknya hanya tiga kilometer dari kediaman mereka. Purnomo membopong ibunya masuk ke ruangan UGD. "Aku dimana ini?" tanya Bu Romlah ketika sadar. "Alhamdulillah, akhirnya ibuk sadar juga," kata Lina lega."Aku dimana, Nduk?" ulangnya. "Di Puskesmas, Buk, tadi ibuk pingsan," kata Lina. "Harusnya gak usah dibawa ke sini, Nduk, mahal!" Bu Romlah memegang kepalanya yang mendadak nyut-nyutan seperti dijambak tuyul kemudian semuanya gelap. "Buk, astaghfirullah ... sadar, dong, Buk!" kata Purnomo. "Loh, ibunya pingsan lagi, Mbak?" tanya perawat. "Iya, Mbak, gimana ini?" tanya Lina panik. "Habisnya kamu juga ngapain bil

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 12

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (12)"Heh, turun kalian! Waduh anaknya Jatmiko kebangetan buandelnya! Turun, gak?! Kalau gak turun juga, tak sogok dari bawah, ya!" kata Bu Romlah sambil menenteng sapu. Wildan beringsut turun kemudian berlari dengan membawa jambu biji di bajunya."Nek Romlah medit, Nek Romlah koret, Nek Romlah pahit!" teriak Wildan sambil bernyanyi. Bu Romlah mengacungkan sapunya, bocah berusia sepuluh tahun itu berlari menjauh. "Apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Anaknya Jatmiko itu siapa namanya? Heran aku, setiap hari nangkring di pohon jambu kita, gak dikasih makan apa bagaimana dia itu? Bikin kotor halaman saja!" gerutu Bu Romlah."Itu Wildan, Buk, biar saja, namanya juga anak-anak, toh jambunya juga kalau jatuh pada busuk, mending dimakan mereka, kan, gak mubadzir." "Jambu itu bisa dibikin jus atau rujak! Wong kamu juga suka rujak! Dari pada dikasih orang mending dimakan sendiri! Biar kita sekeluarga bisa hemat!" kata Bu Romlah. "Lah, Ibu mau bikin jus pakai apa? Ulek

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 11

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (11)Novi pulang sekolah sambil menangis tersedu-sedu, Fiska membawakan tas Novi mengekor di belakangnya. "Kenapa, kok pulang sekolah nangis?" tanya Lina. "Novi dikatain sama Dela, katanya Novi dekil, pas Novi mau ngejar Dela, rok Novi tersangkut, jadinya jatuh roknya sobek, terus diketawain teman-teman," kata Fiska. Novi terus menangis tersedu-sedu, Lina memeluk putri semata wayangnya itu agar putrinya tenang. "Yaudah, gak papa, makasih, ya, Fiska ... kamu pulang dulu ganti baju terus makan, nanti mama nyariim," kata Lina. Fiska mengangguk kemudian memberikan tas Novi dan pulang. "Kenapa rokmu kok bisa sobek begini, Nov?" tanya Bu Romlah. Lina menceritakan apa yang diceritakan Fiska. "Dela cucunya Rodiyah itu, ya? Memang anak buandel kayak bapake! Dulu jaman Purnomo masih kecil, Anam, bapaknya Dela itu juga sama seneng ngata-ngatain Purnomo katanya cungkring, lah, ikan asin, lah, apa, lah, sampai Purnomo mogok sekolah, lihat saja nanti kalau lewat, n

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 10

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (10)Lina melirik jam dinding, sudah jam enam pagi, dia buru-buru membangunkan suaminya untuk membantunya mengurus Novi. Dia bergegas menuju dapur. Aroma nasi yang baru saja matang menguar ke penjuru dapur. "Maaf, Buk, aku kesiangan," kata Lina. "Iya, ibuk sudah rajang daun singkongnya, kamu tinggal masak, kelapanya juga sudah ibu parut!" "Makasih, ya, Buk," kata Lina. Dia mengulek bumbu untuk bobor daun singkong, kemudian dia melirik nampan di atas meja. "Buk, kok ada tempe?" "Iya, tadi Sulaiman bakul tempe, minta daun pandan di depan, kirain sebiji dua biji tahunya banyak, ibu sindir, eh, dikasih tempe," kata Bu Romlah sambil terkikik. "Ya Allah, Buk, timbang daun pandan saja minta imbalan?" "Biar saja, habisnya maksa minta banyak, ibu bilang saja kalau jaman sekarang gak ada yang gratis." "Wow, impresif!" kata Lina sambil geleng kepala. "Apa sih, dari kemaren anak-anak itu bilang impresif-impresif, makanan apa itu?" "Gatau, Buk, aku kan gak p

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 9

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (9)Lina memandang berbagai macam perhiasan emas beserta kwitansinya. Lina geleng kepala dibuatnya. Di dalam kantong kain yang ditemukan terdapat berbagai macam perhiasan, yang kebanyakan adalah cincin. Mungkin ibu mertuanya jaman dulu suka sekali mengkoleksi cincin. "Tahun berapa ini harga emas masih belasan ribu dan puluhan ribu," gumamnya sambil berusaha membaca kwitansi yang mulai pudar tulisannya termakan usia. Lina segera menyimpan kantong itu, untuk jaga-jaga jika suatu saat dibutuhkan. Lina kemudian melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia mulai menanak nasi, kemudian menyapu halaman. Bagian dalam rumah memang biasanya sudah disapu oleh ibu mertuanya itu. Bu Romlah menyusul ke dapur, dia membawa satu sisir pisang, kemudian mengukusnya. "Lin, mau pisang kukus?" tawarnya. "Gak, ah, Buk," jawab Lina. "Ibuk gak makan nasi, Lin, heran sekali, masa beras semakin menipis, aku ingat betul kalau kemarin mengisi gentong lima belas kilo, biasanya tiga b

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 8

    MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (8)Lina merendam baju-baju kotor miliknya sekeluarga. Bu Romlah lebih suka mencuci bajunya sendiri, katanya takut rusak kalau Lina yang mencuci. Tentu saja Lina bahagia bukan main karena meringankan pekerjaannya. Lina sendiri juga takut kalau baju-baju mertuanya rusak, bukan karena baju-baju itu mahal, melainkan karena baju-bajunya terlalu tipis. Bisa koyak kalau sampai baju itu berada di tangan Lina yang setiap mencuci menggunakan kekuatan sepuluh tangan."Lin, kamu ini menantu macam apa, masak ibu mertuamu jemur baju sendiri, kamu malah bengong," tegur Rania."Sssst! Diam kamu, itu baju sejarah! Umurnya sudah ratusan tahun, saksi sejarah dunia, ada kali turunan dari neneknya nenek moyang. Jadi kalau orang lain yang cuci atau jemurkan auto buka mulut dia nanti!" jawab Lina. Rania terkikik geli. "Eh, kamu, Ran, pagi-pagi sudah ke sini saja, kayak kembar kalian ini kemana-mana barengan, tak terpisahkan, sudah selesai kerjaan rumahmu kok sudah main?" tanya

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 7

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (7)"Lin, Lina ....""Ya, Bu?" "Kepalaku pusing sekali, pingin makan yang pedes-pedes.""Lalu?" tanya Lina. "Belikan aku rujak uleg di warungnya Bu Badriyah.""Oh, rujak cingur itu, ya, Bu?" tanya Lina. Dia bingung, tumben sekali ibu mertuanya itu mau jajan, biasanya boro-boro. "Iya, bilang saja rujak uleg, biar gak dikasih cingur!" "Iya, Bu, beli satu?" tanya Lina. Padahal Lina sudah pasti tahu jawabannya. "Beli lima ribu saja," jawab Bu Romlah sambil mengulurkan uang lima ribu rupiah.'Alamak lima ribu, mana boleh,' batinnya. "Li-lima ribu, Buk?" "Iya, bilang saja tak suruh!" Lina mengangguk pasrah, dia mengajak Novi membeli rujak. Mau bilang beli lima ribu malu, padahal di situ tertulis harga rujak cingur dua belas ribu, rujak biasa delapan ribu. "Bu, saya beli rujak biasa satu, dimakan sini, sama satu lagi lima ribu titipan Bu Romlah." "Iya, Nduk, kamu menantunya?" "Iya, Bu," jawab Lina. "Kok betah hidup sama Romlah, kalau ada lomba orang p

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 6

    MERTUA PELIT MENANTU CERDIK (6)"Setuju atau tidak, aku akan tetap menitipkan uangku di tempatnya Pak Pon!" kata Purnomo. "Suka-suka kamu, lah, Mas! Aku ikut pokoknya!" kata Lina. "Mau ngapain kamu ikut?" "Gak boleh?" tanya Lina. "I-iya, boleh," jawab Purnomo. Tanpa sepengetahuan Bu Romlah keduanya menuju rumah Pak Ponijan. Lina geram bukan main dengan suaminya, ternyata, Purnomo menitipkan uang empat puluh delapan juta kepada Pak Pon, katanya uang itu hasil kerja kerasnya sebelum menikah dengan Lina. 'Tidak akan kubiarkan, Dora!' batin Lina. "Hmmm," Lina berdehem sambil mengipas-ngipas wajahnya. "Kenapa, kamu?" tanya Purnomo. "Wajahku mendadak panas, Mas, sejak kesurupan tempo hari, aku menjadi orang peka kalau ada makhluk tak kasat mata di sekitarku!" jawab Lina. "Kamu jangan ngada-ngada, Lin! Aku merinding, nih!" kata Purnomo. Lina menggelengkan kepala kemudian menatap tajam Pak Ponijan. "Kembalikan uangnya! Itu milikku!" kata Lina. Pak Ponijan komat-kamit sambil menyentu

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 5

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (5)Bu Romlah mengobrak-abrik kamarnya. Baju-baju yang ada di gantungan pun tak lepas dari geledahannya. "Nyari apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Kemarin, ibu ada kembalian habis beli detergen, tapi ibu lupa naruh, kemana, ya?" "Memangnya berapa uangnya?" tanya Lina. "Lima belas ribu, Lin! Sepuluh ribu, sama dua ribuan dua dan koin lima ratusan dua biji, sampai pusing kepalaku nyari gak ketemu-ketemu." "Tuyul kali, Buk," jawab Lina sekenanya. "Mana ada tuyul ambil duit kecil, bantuin cari cepet!" perintah Bu Romlah. Lina ikutan pusing mengobrak-abrik barang mereka. Dari kejauhan, Novi datang sambil memakan es cream di tangan kanannya. "Novi, itu uang nenek, ya buat beli es?" tanya Bu Romlah. "Enggak, ini dibelikan Fiska, kok," jawab Novi. "Alah jangan bohong, kamu! Masih kecil udah pinter bohong, kalau gede mau jadi apa kamu, ha?" teriak Bu Romlah. "Ibuk apa-apaan, sih! Novi gak pernah saya ajari mencuri, ya! Jangan ngada-ngada! Ayo kita tanya Rania,

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status