MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (8)Lina merendam baju-baju kotor miliknya sekeluarga. Bu Romlah lebih suka mencuci bajunya sendiri, katanya takut rusak kalau Lina yang mencuci. Tentu saja Lina bahagia bukan main karena meringankan pekerjaannya. Lina sendiri juga takut kalau baju-baju mertuanya rusak, bukan karena baju-baju itu mahal, melainkan karena baju-bajunya terlalu tipis. Bisa koyak kalau sampai baju itu berada di tangan Lina yang setiap mencuci menggunakan kekuatan sepuluh tangan."Lin, kamu ini menantu macam apa, masak ibu mertuamu jemur baju sendiri, kamu malah bengong," tegur Rania."Sssst! Diam kamu, itu baju sejarah! Umurnya sudah ratusan tahun, saksi sejarah dunia, ada kali turunan dari neneknya nenek moyang. Jadi kalau orang lain yang cuci atau jemurkan auto buka mulut dia nanti!" jawab Lina. Rania terkikik geli. "Eh, kamu, Ran, pagi-pagi sudah ke sini saja, kayak kembar kalian ini kemana-mana barengan, tak terpisahkan, sudah selesai kerjaan rumahmu kok sudah main?" tanya
MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (9)Lina memandang berbagai macam perhiasan emas beserta kwitansinya. Lina geleng kepala dibuatnya. Di dalam kantong kain yang ditemukan terdapat berbagai macam perhiasan, yang kebanyakan adalah cincin. Mungkin ibu mertuanya jaman dulu suka sekali mengkoleksi cincin. "Tahun berapa ini harga emas masih belasan ribu dan puluhan ribu," gumamnya sambil berusaha membaca kwitansi yang mulai pudar tulisannya termakan usia. Lina segera menyimpan kantong itu, untuk jaga-jaga jika suatu saat dibutuhkan. Lina kemudian melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia mulai menanak nasi, kemudian menyapu halaman. Bagian dalam rumah memang biasanya sudah disapu oleh ibu mertuanya itu. Bu Romlah menyusul ke dapur, dia membawa satu sisir pisang, kemudian mengukusnya. "Lin, mau pisang kukus?" tawarnya. "Gak, ah, Buk," jawab Lina. "Ibuk gak makan nasi, Lin, heran sekali, masa beras semakin menipis, aku ingat betul kalau kemarin mengisi gentong lima belas kilo, biasanya tiga b
MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (10)Lina melirik jam dinding, sudah jam enam pagi, dia buru-buru membangunkan suaminya untuk membantunya mengurus Novi. Dia bergegas menuju dapur. Aroma nasi yang baru saja matang menguar ke penjuru dapur. "Maaf, Buk, aku kesiangan," kata Lina. "Iya, ibuk sudah rajang daun singkongnya, kamu tinggal masak, kelapanya juga sudah ibu parut!" "Makasih, ya, Buk," kata Lina. Dia mengulek bumbu untuk bobor daun singkong, kemudian dia melirik nampan di atas meja. "Buk, kok ada tempe?" "Iya, tadi Sulaiman bakul tempe, minta daun pandan di depan, kirain sebiji dua biji tahunya banyak, ibu sindir, eh, dikasih tempe," kata Bu Romlah sambil terkikik. "Ya Allah, Buk, timbang daun pandan saja minta imbalan?" "Biar saja, habisnya maksa minta banyak, ibu bilang saja kalau jaman sekarang gak ada yang gratis." "Wow, impresif!" kata Lina sambil geleng kepala. "Apa sih, dari kemaren anak-anak itu bilang impresif-impresif, makanan apa itu?" "Gatau, Buk, aku kan gak p
MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (11)Novi pulang sekolah sambil menangis tersedu-sedu, Fiska membawakan tas Novi mengekor di belakangnya. "Kenapa, kok pulang sekolah nangis?" tanya Lina. "Novi dikatain sama Dela, katanya Novi dekil, pas Novi mau ngejar Dela, rok Novi tersangkut, jadinya jatuh roknya sobek, terus diketawain teman-teman," kata Fiska. Novi terus menangis tersedu-sedu, Lina memeluk putri semata wayangnya itu agar putrinya tenang. "Yaudah, gak papa, makasih, ya, Fiska ... kamu pulang dulu ganti baju terus makan, nanti mama nyariim," kata Lina. Fiska mengangguk kemudian memberikan tas Novi dan pulang. "Kenapa rokmu kok bisa sobek begini, Nov?" tanya Bu Romlah. Lina menceritakan apa yang diceritakan Fiska. "Dela cucunya Rodiyah itu, ya? Memang anak buandel kayak bapake! Dulu jaman Purnomo masih kecil, Anam, bapaknya Dela itu juga sama seneng ngata-ngatain Purnomo katanya cungkring, lah, ikan asin, lah, apa, lah, sampai Purnomo mogok sekolah, lihat saja nanti kalau lewat, n
MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (12)"Heh, turun kalian! Waduh anaknya Jatmiko kebangetan buandelnya! Turun, gak?! Kalau gak turun juga, tak sogok dari bawah, ya!" kata Bu Romlah sambil menenteng sapu. Wildan beringsut turun kemudian berlari dengan membawa jambu biji di bajunya."Nek Romlah medit, Nek Romlah koret, Nek Romlah pahit!" teriak Wildan sambil bernyanyi. Bu Romlah mengacungkan sapunya, bocah berusia sepuluh tahun itu berlari menjauh. "Apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Anaknya Jatmiko itu siapa namanya? Heran aku, setiap hari nangkring di pohon jambu kita, gak dikasih makan apa bagaimana dia itu? Bikin kotor halaman saja!" gerutu Bu Romlah."Itu Wildan, Buk, biar saja, namanya juga anak-anak, toh jambunya juga kalau jatuh pada busuk, mending dimakan mereka, kan, gak mubadzir." "Jambu itu bisa dibikin jus atau rujak! Wong kamu juga suka rujak! Dari pada dikasih orang mending dimakan sendiri! Biar kita sekeluarga bisa hemat!" kata Bu Romlah. "Lah, Ibu mau bikin jus pakai apa? Ulek
MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (13)Purnomo membopong tubuh sang ibu dan memasukkannya ke dalam mobil pick-up. Mereka membawa Bu Romlah ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Lina menepuk-nepuk pipi sang ibu mertua. "Ke Puskesmas saja, ya, Dek? Ke rumah sakit kejauhan!" kata Purnomo. "Terserah, yang penting ibuk sadar dulu!" kata Lina. Mereka sampai di Puskesmas yang jaraknya hanya tiga kilometer dari kediaman mereka. Purnomo membopong ibunya masuk ke ruangan UGD. "Aku dimana ini?" tanya Bu Romlah ketika sadar. "Alhamdulillah, akhirnya ibuk sadar juga," kata Lina lega."Aku dimana, Nduk?" ulangnya. "Di Puskesmas, Buk, tadi ibuk pingsan," kata Lina. "Harusnya gak usah dibawa ke sini, Nduk, mahal!" Bu Romlah memegang kepalanya yang mendadak nyut-nyutan seperti dijambak tuyul kemudian semuanya gelap. "Buk, astaghfirullah ... sadar, dong, Buk!" kata Purnomo. "Loh, ibunya pingsan lagi, Mbak?" tanya perawat. "Iya, Mbak, gimana ini?" tanya Lina panik. "Habisnya kamu juga ngapain bil
MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK"Linaaaa, itu kenapa televisi nyala malah ditinggal?!" "Ambil minum sebentar, kok, Bu, mumpung iklan." "Sebentar, sebentar! Listrik mahal jangan boros!" Iya, Buk, maaf, jawab Lina. Lina melanjutkan menonton televisi sambil mengantongi cilok yang dibelinya dari tukang cilok depan geng. Kalau sampai ketahuan kanjeng ratu bisa buyar dimaki-maki. Baru saja melahap satu buah cilok, Lina sudah mendengar derap langkah Purnomo suaminya, buru-buru ditelan ciloknya bulat-bulat. "Assalamu'alaikum," kata Pur. "Waalaikumsalam, kok udah pulang? Katanya tadi mau mancing?" "Celanaku tersangkut carang bambu, sobek nih! Kamu jahit dululah!" kata Purnomo sambil memperlihatkan pantatnya. "Ya ampun, kan aku sudah bilang, beli celana baru, celana kamu ini sudah tambalan ada kali sepuluh tambalan, sudah saatnya pensiun!" kata Lina. "Boros! Selama masih bisa dipakai, pakai saja yang ada, jangan niru orang-orang boros! Kapan kayanya kita kalau ikut-ikutan orang!" kata Pur.
MERTUA PELIT MENANTU CERDIK (2)Purnomo buru-buru menyembunyikan uangnya karena dirasa tidak aman. Dia mengajak Bu Romlah sang ibu untuk membeli perhiasan tanpa sepengetahun Lina. "Ayo, Buk! Mumpung Bude Siti belum datang! Kita beli emas dulu!" "Nanti saja! Sini biar ibu yang simpankan!" kata Bu Romlah. Lina menguping pembicaraan mereka, dia segera masuk ke dalam kamar. Lina cemberut, hatinya teramat dongkol. Dari awal pernikahan, suaminya memang bekerja hanya sebagai buruh las harian yang gajinya hanya cukup digunakan untuk makan sehari-hari, karena itu Lina tidak keberatan hidup super hemat, untuk membantu ekonomi keluarga, Lina sengaja berjualan online dengan sistem dropship, karena Lina takut ketahuan suaminya. Suaminya sangat menentang jika istrinya itu bekerja, maka dari itu Lina bekerja diam-diam. "Ma, ini apa?" tanya Novi."Oh, itu rayap, Nak!" jawab Lina. "Oooh, rumahnya bisa tinggi gini, ya, Ma?" "Iya, nanti habis dimakan rayap itu celana ayahmu, tolong ambilkan sapu, y
MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (13)Purnomo membopong tubuh sang ibu dan memasukkannya ke dalam mobil pick-up. Mereka membawa Bu Romlah ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Lina menepuk-nepuk pipi sang ibu mertua. "Ke Puskesmas saja, ya, Dek? Ke rumah sakit kejauhan!" kata Purnomo. "Terserah, yang penting ibuk sadar dulu!" kata Lina. Mereka sampai di Puskesmas yang jaraknya hanya tiga kilometer dari kediaman mereka. Purnomo membopong ibunya masuk ke ruangan UGD. "Aku dimana ini?" tanya Bu Romlah ketika sadar. "Alhamdulillah, akhirnya ibuk sadar juga," kata Lina lega."Aku dimana, Nduk?" ulangnya. "Di Puskesmas, Buk, tadi ibuk pingsan," kata Lina. "Harusnya gak usah dibawa ke sini, Nduk, mahal!" Bu Romlah memegang kepalanya yang mendadak nyut-nyutan seperti dijambak tuyul kemudian semuanya gelap. "Buk, astaghfirullah ... sadar, dong, Buk!" kata Purnomo. "Loh, ibunya pingsan lagi, Mbak?" tanya perawat. "Iya, Mbak, gimana ini?" tanya Lina panik. "Habisnya kamu juga ngapain bil
MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (12)"Heh, turun kalian! Waduh anaknya Jatmiko kebangetan buandelnya! Turun, gak?! Kalau gak turun juga, tak sogok dari bawah, ya!" kata Bu Romlah sambil menenteng sapu. Wildan beringsut turun kemudian berlari dengan membawa jambu biji di bajunya."Nek Romlah medit, Nek Romlah koret, Nek Romlah pahit!" teriak Wildan sambil bernyanyi. Bu Romlah mengacungkan sapunya, bocah berusia sepuluh tahun itu berlari menjauh. "Apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Anaknya Jatmiko itu siapa namanya? Heran aku, setiap hari nangkring di pohon jambu kita, gak dikasih makan apa bagaimana dia itu? Bikin kotor halaman saja!" gerutu Bu Romlah."Itu Wildan, Buk, biar saja, namanya juga anak-anak, toh jambunya juga kalau jatuh pada busuk, mending dimakan mereka, kan, gak mubadzir." "Jambu itu bisa dibikin jus atau rujak! Wong kamu juga suka rujak! Dari pada dikasih orang mending dimakan sendiri! Biar kita sekeluarga bisa hemat!" kata Bu Romlah. "Lah, Ibu mau bikin jus pakai apa? Ulek
MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (11)Novi pulang sekolah sambil menangis tersedu-sedu, Fiska membawakan tas Novi mengekor di belakangnya. "Kenapa, kok pulang sekolah nangis?" tanya Lina. "Novi dikatain sama Dela, katanya Novi dekil, pas Novi mau ngejar Dela, rok Novi tersangkut, jadinya jatuh roknya sobek, terus diketawain teman-teman," kata Fiska. Novi terus menangis tersedu-sedu, Lina memeluk putri semata wayangnya itu agar putrinya tenang. "Yaudah, gak papa, makasih, ya, Fiska ... kamu pulang dulu ganti baju terus makan, nanti mama nyariim," kata Lina. Fiska mengangguk kemudian memberikan tas Novi dan pulang. "Kenapa rokmu kok bisa sobek begini, Nov?" tanya Bu Romlah. Lina menceritakan apa yang diceritakan Fiska. "Dela cucunya Rodiyah itu, ya? Memang anak buandel kayak bapake! Dulu jaman Purnomo masih kecil, Anam, bapaknya Dela itu juga sama seneng ngata-ngatain Purnomo katanya cungkring, lah, ikan asin, lah, apa, lah, sampai Purnomo mogok sekolah, lihat saja nanti kalau lewat, n
MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (10)Lina melirik jam dinding, sudah jam enam pagi, dia buru-buru membangunkan suaminya untuk membantunya mengurus Novi. Dia bergegas menuju dapur. Aroma nasi yang baru saja matang menguar ke penjuru dapur. "Maaf, Buk, aku kesiangan," kata Lina. "Iya, ibuk sudah rajang daun singkongnya, kamu tinggal masak, kelapanya juga sudah ibu parut!" "Makasih, ya, Buk," kata Lina. Dia mengulek bumbu untuk bobor daun singkong, kemudian dia melirik nampan di atas meja. "Buk, kok ada tempe?" "Iya, tadi Sulaiman bakul tempe, minta daun pandan di depan, kirain sebiji dua biji tahunya banyak, ibu sindir, eh, dikasih tempe," kata Bu Romlah sambil terkikik. "Ya Allah, Buk, timbang daun pandan saja minta imbalan?" "Biar saja, habisnya maksa minta banyak, ibu bilang saja kalau jaman sekarang gak ada yang gratis." "Wow, impresif!" kata Lina sambil geleng kepala. "Apa sih, dari kemaren anak-anak itu bilang impresif-impresif, makanan apa itu?" "Gatau, Buk, aku kan gak p
MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (9)Lina memandang berbagai macam perhiasan emas beserta kwitansinya. Lina geleng kepala dibuatnya. Di dalam kantong kain yang ditemukan terdapat berbagai macam perhiasan, yang kebanyakan adalah cincin. Mungkin ibu mertuanya jaman dulu suka sekali mengkoleksi cincin. "Tahun berapa ini harga emas masih belasan ribu dan puluhan ribu," gumamnya sambil berusaha membaca kwitansi yang mulai pudar tulisannya termakan usia. Lina segera menyimpan kantong itu, untuk jaga-jaga jika suatu saat dibutuhkan. Lina kemudian melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia mulai menanak nasi, kemudian menyapu halaman. Bagian dalam rumah memang biasanya sudah disapu oleh ibu mertuanya itu. Bu Romlah menyusul ke dapur, dia membawa satu sisir pisang, kemudian mengukusnya. "Lin, mau pisang kukus?" tawarnya. "Gak, ah, Buk," jawab Lina. "Ibuk gak makan nasi, Lin, heran sekali, masa beras semakin menipis, aku ingat betul kalau kemarin mengisi gentong lima belas kilo, biasanya tiga b
MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (8)Lina merendam baju-baju kotor miliknya sekeluarga. Bu Romlah lebih suka mencuci bajunya sendiri, katanya takut rusak kalau Lina yang mencuci. Tentu saja Lina bahagia bukan main karena meringankan pekerjaannya. Lina sendiri juga takut kalau baju-baju mertuanya rusak, bukan karena baju-baju itu mahal, melainkan karena baju-bajunya terlalu tipis. Bisa koyak kalau sampai baju itu berada di tangan Lina yang setiap mencuci menggunakan kekuatan sepuluh tangan."Lin, kamu ini menantu macam apa, masak ibu mertuamu jemur baju sendiri, kamu malah bengong," tegur Rania."Sssst! Diam kamu, itu baju sejarah! Umurnya sudah ratusan tahun, saksi sejarah dunia, ada kali turunan dari neneknya nenek moyang. Jadi kalau orang lain yang cuci atau jemurkan auto buka mulut dia nanti!" jawab Lina. Rania terkikik geli. "Eh, kamu, Ran, pagi-pagi sudah ke sini saja, kayak kembar kalian ini kemana-mana barengan, tak terpisahkan, sudah selesai kerjaan rumahmu kok sudah main?" tanya
MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (7)"Lin, Lina ....""Ya, Bu?" "Kepalaku pusing sekali, pingin makan yang pedes-pedes.""Lalu?" tanya Lina. "Belikan aku rujak uleg di warungnya Bu Badriyah.""Oh, rujak cingur itu, ya, Bu?" tanya Lina. Dia bingung, tumben sekali ibu mertuanya itu mau jajan, biasanya boro-boro. "Iya, bilang saja rujak uleg, biar gak dikasih cingur!" "Iya, Bu, beli satu?" tanya Lina. Padahal Lina sudah pasti tahu jawabannya. "Beli lima ribu saja," jawab Bu Romlah sambil mengulurkan uang lima ribu rupiah.'Alamak lima ribu, mana boleh,' batinnya. "Li-lima ribu, Buk?" "Iya, bilang saja tak suruh!" Lina mengangguk pasrah, dia mengajak Novi membeli rujak. Mau bilang beli lima ribu malu, padahal di situ tertulis harga rujak cingur dua belas ribu, rujak biasa delapan ribu. "Bu, saya beli rujak biasa satu, dimakan sini, sama satu lagi lima ribu titipan Bu Romlah." "Iya, Nduk, kamu menantunya?" "Iya, Bu," jawab Lina. "Kok betah hidup sama Romlah, kalau ada lomba orang p
MERTUA PELIT MENANTU CERDIK (6)"Setuju atau tidak, aku akan tetap menitipkan uangku di tempatnya Pak Pon!" kata Purnomo. "Suka-suka kamu, lah, Mas! Aku ikut pokoknya!" kata Lina. "Mau ngapain kamu ikut?" "Gak boleh?" tanya Lina. "I-iya, boleh," jawab Purnomo. Tanpa sepengetahuan Bu Romlah keduanya menuju rumah Pak Ponijan. Lina geram bukan main dengan suaminya, ternyata, Purnomo menitipkan uang empat puluh delapan juta kepada Pak Pon, katanya uang itu hasil kerja kerasnya sebelum menikah dengan Lina. 'Tidak akan kubiarkan, Dora!' batin Lina. "Hmmm," Lina berdehem sambil mengipas-ngipas wajahnya. "Kenapa, kamu?" tanya Purnomo. "Wajahku mendadak panas, Mas, sejak kesurupan tempo hari, aku menjadi orang peka kalau ada makhluk tak kasat mata di sekitarku!" jawab Lina. "Kamu jangan ngada-ngada, Lin! Aku merinding, nih!" kata Purnomo. Lina menggelengkan kepala kemudian menatap tajam Pak Ponijan. "Kembalikan uangnya! Itu milikku!" kata Lina. Pak Ponijan komat-kamit sambil menyentu
MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (5)Bu Romlah mengobrak-abrik kamarnya. Baju-baju yang ada di gantungan pun tak lepas dari geledahannya. "Nyari apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Kemarin, ibu ada kembalian habis beli detergen, tapi ibu lupa naruh, kemana, ya?" "Memangnya berapa uangnya?" tanya Lina. "Lima belas ribu, Lin! Sepuluh ribu, sama dua ribuan dua dan koin lima ratusan dua biji, sampai pusing kepalaku nyari gak ketemu-ketemu." "Tuyul kali, Buk," jawab Lina sekenanya. "Mana ada tuyul ambil duit kecil, bantuin cari cepet!" perintah Bu Romlah. Lina ikutan pusing mengobrak-abrik barang mereka. Dari kejauhan, Novi datang sambil memakan es cream di tangan kanannya. "Novi, itu uang nenek, ya buat beli es?" tanya Bu Romlah. "Enggak, ini dibelikan Fiska, kok," jawab Novi. "Alah jangan bohong, kamu! Masih kecil udah pinter bohong, kalau gede mau jadi apa kamu, ha?" teriak Bu Romlah. "Ibuk apa-apaan, sih! Novi gak pernah saya ajari mencuri, ya! Jangan ngada-ngada! Ayo kita tanya Rania,