Share

Bab 6

Author: Dewii Kamaya
last update Last Updated: 2023-04-06 16:28:39

MERTUA PELIT MENANTU CERDIK (6)

"Setuju atau tidak, aku akan tetap menitipkan uangku di tempatnya Pak Pon!" kata Purnomo. 

"Suka-suka kamu, lah, Mas! Aku ikut pokoknya!" kata Lina. 

"Mau ngapain kamu ikut?" 

"Gak boleh?" tanya Lina. 

"I-iya, boleh," jawab Purnomo. Tanpa sepengetahuan Bu Romlah keduanya menuju rumah Pak Ponijan. Lina geram bukan main dengan suaminya, ternyata, Purnomo menitipkan uang empat puluh delapan juta kepada Pak Pon, katanya uang itu hasil kerja kerasnya sebelum menikah dengan Lina. 

'Tidak akan kubiarkan, Dora!' batin Lina. 

"Hmmm," Lina berdehem sambil mengipas-ngipas wajahnya. 

"Kenapa, kamu?" tanya Purnomo. 

"Wajahku mendadak panas, Mas, sejak kesurupan tempo hari, aku menjadi orang peka kalau ada makhluk tak kasat mata di sekitarku!" jawab Lina. 

"Kamu jangan ngada-ngada, Lin! Aku merinding, nih!" kata Purnomo. Lina menggelengkan kepala kemudian menatap tajam Pak Ponijan. 

"Kembalikan uangnya! Itu milikku!" kata Lina. Pak Ponijan komat-kamit sambil menyentuh kendi. 

"Setan, demit, minggato!" Pak Ponijan kemudian meminum air dari kendi dan menyemburkannya ke wajah Lina. Terang saja Lina langsung kaget, dia murka bukan main lantaran tidak terima disembur.

'Jabang bayi, sialan nih dukun abal-abal, mana bau jigong lagi, berapa tahun dia gak gosok gigi! Awas saja!' batin Lina bergejolak. Lina langsung memukul meja kecil tempat aneka sesajen dan uang milik suaminya. 

"Kalau kamu betul-betul sakti, hadapi aku! Akan kubuat perutmu meledak dalam waktu tiga hari!" kata Lina dengan suara erangan khasnya. 

"A-ampun, Mbah," kata Pak Ponijan dengan tangan bergetar. 

"Kembalikan uangku! Jangan sampai kamu sentuh!" kata Lina lagi. Pak Ponijan langsung membaringkan Lina dibantu Purnomo. 

'Sialan aku dikerjain,' batin Lina. Lina meludahi Pak Ponijan karena Pak Ponijan meraba-raba dadanya. Pak Ponijan sontak kaget. Kali ini Lina mencekik Pak Ponijan dan mencakar-cakar wajah pria tua itu. Rambutnya sudah mirip seperti nenek lampir, Pak Ponijan terengah-engah dia tidak menyerah begitu saja, dia memencet jempol kaki Lina. Lina menendang dagu Pak Ponijan hingga dia tersungkur. 

"Aduh, istrimu dirasuki setan mana ini, kuat sekali dia, atau kamu mau menitipkannya kepadaku?" tanya Pak Ponijan. Purnomo nampak berpikir keras, Lina langsung menendang kemaluan Pak Ponijan. 

"Dukun cabul, dukun abal-abal! Berani kau pegang anak ini, habis kau!" 

Purnomo kaget mendengar penuturan Lina. 

"Maksudnya apa ini, Pak?" tanya Purnomo sambil memunguti uangnya. 

"Gak tahu, namanya setan ya, ngomongnya ngelantur." 

Melihat mereka berdebat, Lina pura-pura pingsan. Purnomo bingung mengipasi sang istri. 

"Lin, bangun, Lin!" kata Purnomo. 

"Hm ... kepalaku rasanya mau copot, Mas," lirihnya. 

"Alhamdulillah kamu sudah sadar," kata Purnomo. 

"Kamu sudah sabar, Nduk?" tanya Pak Ponijan. 

"Sudah, Pak, tadi aku lihat, sampean mau dimakan sama naga, gede banget, terus ada dua orang yang megangi sampean, dua-duanya gendruwo, ati-ati, lho, Pak! Kali saja terjadi beneran, buruan tobat jadi dukun sebelum terlambat," kata Lina dengan senyum sinis. Pak Ponijan hanya diam tidak menanggapi ucapan Lina, tetapi dari lubuk hatinya yang terdalam dia juga takut.

"Ayo, Mas!" kata Lina. 

"Kemana?"

"Ya pulang, lah!" ketusnya. 

"Sisir dulu rambutmu!" kata Purnomo. Lina bercermin di kaca spion, matanya terbelalak melihat penampilannya yang lebih mirip orang di perempatan. Lina membetulkan rambutnya asal kemudian mengajak suaminya buru-buru pulang.

"Uangnya gak ketinggalan, kan?" tanya Lina. 

"Enggak," jawab Purnomo sambil berusaha menghidupkan motor dengan kaki. 

"Buk, masak Mas Pur mau nitipin duit ke Pak Pon, yang betul saja!" Lina mengadu kepada mertuanya. 

"Apaaa? Kamu sudah gak waras, Pur? Titipkan ke ibu saja! Jangan neko-neko kamu, ya!" teriak Bu Romlah. Purnomo mengangguk sambil garuk kepala. 

***

"Buk, Mas Pur kemana?" tanya Lina. 

"Di bengkel," jawab Bu Romlah sambil asik mengemut kulit kacang. 

"Makan apaan, Buk?" tanya Lina. 

"Ini, Novi tadi dikasih Bu Giat, kacang kulit rasa bawang, sayang, kulitnya enak gurih." 

"Ha? Ibuk makan kulit kacang?" tanya Lina. 

"Enggak, cuma disesepi aja luarnya." 

"Waduh, jangan begitu, Buk, nanti keselek kulit kacang, kan, gak lucu." 

"Gak akan, ibuk sudah terlatih." 

Lina hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan ibu mertuanya. Dia menuju bengkel las milik suaminya. 

"Mas, detergen habis." 

Purnomo menghela napas kemudian mengambil sabun colek di belakang. 

"Pakai ini! Jangan dihabiskan, ini buat aku cuci tangan kalau habis pegang oli!" katanya. 

"Mana cukup! Ini cuma seiprit gini kemasan lima ratusan, mana bisa buat nyuci dua ember?!"

"Asal berbusa aja! Lagian sudah dibilangin, ganti seminggu sekali saja, wong bajunya juga gak kotor, cuma kena keringet aja tiap hari ganti, selain hemat air dan detergen, jarang ganti baju juga bisa membuat pakaian awet," kata Purnomo. 

"Selain itu juga bisa meningkatkan resiko penyakit kulit seperti kadas, kurap, panu dan sejenisnya!" kata Lina. 

"Buktinya, aku gak pernah panuan, asal rajin  mandi saja," kata  Purnomo. 

"Sampean tak bilangin, yo, Mas, sebenarnya, kuman dan jamur itu tidak akan mendekat ke kulit sampean, apa yang mau dimakan di tubuh sampean ini, wong keringetnya saja sudah bau pahit  kebanyakan makan daun pepaya, yang ada, sebelum mendekat udah modar duluan!" ketus Lina. 

"Kamu ini dibilangi ngeyel terus!" kata Purnomo. Lina menyahut sabun colek di tangan suaminya dengan wajah ditekuk. Sebelum cuci-cuci, Lina memisahkan pakaiannya dan Novi dari pakaian sang suami. Lina tersenyum senang mendapati uang dua puluh ribu rupiah di saku celana suaminya. 

"Uhuy! Rejeki istri soleha, bisa buat beli amunisi bakso untuk menambah kecerdasanku menjadi detektif ini nanti!" gumamnya. 

***

"Lin, Linaaaa," teriak Bu Romlah. 

"Apa, Buk? Lina nyuci," teriak Lina. 

"Ibuk mau kondangan ke tempatnya Bu Wati, kamu ikut tidak?" 

"Enggak, Buk, kan sudah wakil ibuk," jawab Lina. 

"Novi mana? Gantikan dia baju biar ikut kondangan, supaya nanti dapat berkat!" 

"Malu dong, Buk! Sudah besar masak ikut kondangan, gak usah, deh, ibuk pergi sendiri saja!" kata Lina. 

"Isss, sudah, gak papa, buruan gantikan baju dia."

"Memangnya ibuk mau kondangan berapa?" tanya Lina. 

"Ibuk dulu waktu nikahan kamu diamplopi sepuluh ribu." 

Mata Lina mendelik dengan sempurna. 

"Jangan bilang, ibuk nanti mau kondangan sepuluh ribu?" 

"Memangnya kenapa? Toh dia dulu juga segitu!" 

"Buk, itu belasan tahun lalu! Sekarang ikut pasaran aja! Tiga puluh gitu, lah, Buk!" 

"Gak usah boros-boros! Asal datang saja paling Bu Wati juga seneng!" 

"Astaga nagaaaa, betul-betul dzolimi mertuaku," gumam Lina.

Bu Romlah melenggang pergi meninggalkan menantunya yang terbengong-bengong. 

"Amit-amit jabang bayi," gumamnya lagi. 

"Woy, kenapa?" tanya Rania. 

"Punya mertua sakti bener, masak mau kondangan sepuluh ribu ngajakin Novi, untunglah Novi main, bisa malu sampai ke tulang-tulang kalau yang punya hajat tahu," kata Lina. 

"Kaget mertuamu begitu?" 

"Enggak, sih, heran aja, punya mertua dan suami bisa keren gitu, ya, pelitnya turunan, tanjakan, tikungan," kata Lina sambil bergidig.

***

Related chapters

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 7

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (7)"Lin, Lina ....""Ya, Bu?" "Kepalaku pusing sekali, pingin makan yang pedes-pedes.""Lalu?" tanya Lina. "Belikan aku rujak uleg di warungnya Bu Badriyah.""Oh, rujak cingur itu, ya, Bu?" tanya Lina. Dia bingung, tumben sekali ibu mertuanya itu mau jajan, biasanya boro-boro. "Iya, bilang saja rujak uleg, biar gak dikasih cingur!" "Iya, Bu, beli satu?" tanya Lina. Padahal Lina sudah pasti tahu jawabannya. "Beli lima ribu saja," jawab Bu Romlah sambil mengulurkan uang lima ribu rupiah.'Alamak lima ribu, mana boleh,' batinnya. "Li-lima ribu, Buk?" "Iya, bilang saja tak suruh!" Lina mengangguk pasrah, dia mengajak Novi membeli rujak. Mau bilang beli lima ribu malu, padahal di situ tertulis harga rujak cingur dua belas ribu, rujak biasa delapan ribu. "Bu, saya beli rujak biasa satu, dimakan sini, sama satu lagi lima ribu titipan Bu Romlah." "Iya, Nduk, kamu menantunya?" "Iya, Bu," jawab Lina. "Kok betah hidup sama Romlah, kalau ada lomba orang p

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 8

    MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (8)Lina merendam baju-baju kotor miliknya sekeluarga. Bu Romlah lebih suka mencuci bajunya sendiri, katanya takut rusak kalau Lina yang mencuci. Tentu saja Lina bahagia bukan main karena meringankan pekerjaannya. Lina sendiri juga takut kalau baju-baju mertuanya rusak, bukan karena baju-baju itu mahal, melainkan karena baju-bajunya terlalu tipis. Bisa koyak kalau sampai baju itu berada di tangan Lina yang setiap mencuci menggunakan kekuatan sepuluh tangan."Lin, kamu ini menantu macam apa, masak ibu mertuamu jemur baju sendiri, kamu malah bengong," tegur Rania."Sssst! Diam kamu, itu baju sejarah! Umurnya sudah ratusan tahun, saksi sejarah dunia, ada kali turunan dari neneknya nenek moyang. Jadi kalau orang lain yang cuci atau jemurkan auto buka mulut dia nanti!" jawab Lina. Rania terkikik geli. "Eh, kamu, Ran, pagi-pagi sudah ke sini saja, kayak kembar kalian ini kemana-mana barengan, tak terpisahkan, sudah selesai kerjaan rumahmu kok sudah main?" tanya

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 9

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (9)Lina memandang berbagai macam perhiasan emas beserta kwitansinya. Lina geleng kepala dibuatnya. Di dalam kantong kain yang ditemukan terdapat berbagai macam perhiasan, yang kebanyakan adalah cincin. Mungkin ibu mertuanya jaman dulu suka sekali mengkoleksi cincin. "Tahun berapa ini harga emas masih belasan ribu dan puluhan ribu," gumamnya sambil berusaha membaca kwitansi yang mulai pudar tulisannya termakan usia. Lina segera menyimpan kantong itu, untuk jaga-jaga jika suatu saat dibutuhkan. Lina kemudian melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia mulai menanak nasi, kemudian menyapu halaman. Bagian dalam rumah memang biasanya sudah disapu oleh ibu mertuanya itu. Bu Romlah menyusul ke dapur, dia membawa satu sisir pisang, kemudian mengukusnya. "Lin, mau pisang kukus?" tawarnya. "Gak, ah, Buk," jawab Lina. "Ibuk gak makan nasi, Lin, heran sekali, masa beras semakin menipis, aku ingat betul kalau kemarin mengisi gentong lima belas kilo, biasanya tiga b

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 10

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (10)Lina melirik jam dinding, sudah jam enam pagi, dia buru-buru membangunkan suaminya untuk membantunya mengurus Novi. Dia bergegas menuju dapur. Aroma nasi yang baru saja matang menguar ke penjuru dapur. "Maaf, Buk, aku kesiangan," kata Lina. "Iya, ibuk sudah rajang daun singkongnya, kamu tinggal masak, kelapanya juga sudah ibu parut!" "Makasih, ya, Buk," kata Lina. Dia mengulek bumbu untuk bobor daun singkong, kemudian dia melirik nampan di atas meja. "Buk, kok ada tempe?" "Iya, tadi Sulaiman bakul tempe, minta daun pandan di depan, kirain sebiji dua biji tahunya banyak, ibu sindir, eh, dikasih tempe," kata Bu Romlah sambil terkikik. "Ya Allah, Buk, timbang daun pandan saja minta imbalan?" "Biar saja, habisnya maksa minta banyak, ibu bilang saja kalau jaman sekarang gak ada yang gratis." "Wow, impresif!" kata Lina sambil geleng kepala. "Apa sih, dari kemaren anak-anak itu bilang impresif-impresif, makanan apa itu?" "Gatau, Buk, aku kan gak p

    Last Updated : 2023-04-06
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 11

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (11)Novi pulang sekolah sambil menangis tersedu-sedu, Fiska membawakan tas Novi mengekor di belakangnya. "Kenapa, kok pulang sekolah nangis?" tanya Lina. "Novi dikatain sama Dela, katanya Novi dekil, pas Novi mau ngejar Dela, rok Novi tersangkut, jadinya jatuh roknya sobek, terus diketawain teman-teman," kata Fiska. Novi terus menangis tersedu-sedu, Lina memeluk putri semata wayangnya itu agar putrinya tenang. "Yaudah, gak papa, makasih, ya, Fiska ... kamu pulang dulu ganti baju terus makan, nanti mama nyariim," kata Lina. Fiska mengangguk kemudian memberikan tas Novi dan pulang. "Kenapa rokmu kok bisa sobek begini, Nov?" tanya Bu Romlah. Lina menceritakan apa yang diceritakan Fiska. "Dela cucunya Rodiyah itu, ya? Memang anak buandel kayak bapake! Dulu jaman Purnomo masih kecil, Anam, bapaknya Dela itu juga sama seneng ngata-ngatain Purnomo katanya cungkring, lah, ikan asin, lah, apa, lah, sampai Purnomo mogok sekolah, lihat saja nanti kalau lewat, n

    Last Updated : 2023-04-20
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 12

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (12)"Heh, turun kalian! Waduh anaknya Jatmiko kebangetan buandelnya! Turun, gak?! Kalau gak turun juga, tak sogok dari bawah, ya!" kata Bu Romlah sambil menenteng sapu. Wildan beringsut turun kemudian berlari dengan membawa jambu biji di bajunya."Nek Romlah medit, Nek Romlah koret, Nek Romlah pahit!" teriak Wildan sambil bernyanyi. Bu Romlah mengacungkan sapunya, bocah berusia sepuluh tahun itu berlari menjauh. "Apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Anaknya Jatmiko itu siapa namanya? Heran aku, setiap hari nangkring di pohon jambu kita, gak dikasih makan apa bagaimana dia itu? Bikin kotor halaman saja!" gerutu Bu Romlah."Itu Wildan, Buk, biar saja, namanya juga anak-anak, toh jambunya juga kalau jatuh pada busuk, mending dimakan mereka, kan, gak mubadzir." "Jambu itu bisa dibikin jus atau rujak! Wong kamu juga suka rujak! Dari pada dikasih orang mending dimakan sendiri! Biar kita sekeluarga bisa hemat!" kata Bu Romlah. "Lah, Ibu mau bikin jus pakai apa? Ulek

    Last Updated : 2023-05-03
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 13

    MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (13)Purnomo membopong tubuh sang ibu dan memasukkannya ke dalam mobil pick-up. Mereka membawa Bu Romlah ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Lina menepuk-nepuk pipi sang ibu mertua. "Ke Puskesmas saja, ya, Dek? Ke rumah sakit kejauhan!" kata Purnomo. "Terserah, yang penting ibuk sadar dulu!" kata Lina. Mereka sampai di Puskesmas yang jaraknya hanya tiga kilometer dari kediaman mereka. Purnomo membopong ibunya masuk ke ruangan UGD. "Aku dimana ini?" tanya Bu Romlah ketika sadar. "Alhamdulillah, akhirnya ibuk sadar juga," kata Lina lega."Aku dimana, Nduk?" ulangnya. "Di Puskesmas, Buk, tadi ibuk pingsan," kata Lina. "Harusnya gak usah dibawa ke sini, Nduk, mahal!" Bu Romlah memegang kepalanya yang mendadak nyut-nyutan seperti dijambak tuyul kemudian semuanya gelap. "Buk, astaghfirullah ... sadar, dong, Buk!" kata Purnomo. "Loh, ibunya pingsan lagi, Mbak?" tanya perawat. "Iya, Mbak, gimana ini?" tanya Lina panik. "Habisnya kamu juga ngapain bil

    Last Updated : 2023-05-09
  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 1

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK"Linaaaa, itu kenapa televisi nyala malah ditinggal?!" "Ambil minum sebentar, kok, Bu, mumpung iklan." "Sebentar, sebentar! Listrik mahal jangan boros!" Iya, Buk, maaf, jawab Lina. Lina melanjutkan menonton televisi sambil mengantongi cilok yang dibelinya dari tukang cilok depan geng. Kalau sampai ketahuan kanjeng ratu bisa buyar dimaki-maki. Baru saja melahap satu buah cilok, Lina sudah mendengar derap langkah Purnomo suaminya, buru-buru ditelan ciloknya bulat-bulat. "Assalamu'alaikum," kata Pur. "Waalaikumsalam, kok udah pulang? Katanya tadi mau mancing?" "Celanaku tersangkut carang bambu, sobek nih! Kamu jahit dululah!" kata Purnomo sambil memperlihatkan pantatnya. "Ya ampun, kan aku sudah bilang, beli celana baru, celana kamu ini sudah tambalan ada kali sepuluh tambalan, sudah saatnya pensiun!" kata Lina. "Boros! Selama masih bisa dipakai, pakai saja yang ada, jangan niru orang-orang boros! Kapan kayanya kita kalau ikut-ikutan orang!" kata Pur.

    Last Updated : 2023-04-06

Latest chapter

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 13

    MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (13)Purnomo membopong tubuh sang ibu dan memasukkannya ke dalam mobil pick-up. Mereka membawa Bu Romlah ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Lina menepuk-nepuk pipi sang ibu mertua. "Ke Puskesmas saja, ya, Dek? Ke rumah sakit kejauhan!" kata Purnomo. "Terserah, yang penting ibuk sadar dulu!" kata Lina. Mereka sampai di Puskesmas yang jaraknya hanya tiga kilometer dari kediaman mereka. Purnomo membopong ibunya masuk ke ruangan UGD. "Aku dimana ini?" tanya Bu Romlah ketika sadar. "Alhamdulillah, akhirnya ibuk sadar juga," kata Lina lega."Aku dimana, Nduk?" ulangnya. "Di Puskesmas, Buk, tadi ibuk pingsan," kata Lina. "Harusnya gak usah dibawa ke sini, Nduk, mahal!" Bu Romlah memegang kepalanya yang mendadak nyut-nyutan seperti dijambak tuyul kemudian semuanya gelap. "Buk, astaghfirullah ... sadar, dong, Buk!" kata Purnomo. "Loh, ibunya pingsan lagi, Mbak?" tanya perawat. "Iya, Mbak, gimana ini?" tanya Lina panik. "Habisnya kamu juga ngapain bil

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 12

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (12)"Heh, turun kalian! Waduh anaknya Jatmiko kebangetan buandelnya! Turun, gak?! Kalau gak turun juga, tak sogok dari bawah, ya!" kata Bu Romlah sambil menenteng sapu. Wildan beringsut turun kemudian berlari dengan membawa jambu biji di bajunya."Nek Romlah medit, Nek Romlah koret, Nek Romlah pahit!" teriak Wildan sambil bernyanyi. Bu Romlah mengacungkan sapunya, bocah berusia sepuluh tahun itu berlari menjauh. "Apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Anaknya Jatmiko itu siapa namanya? Heran aku, setiap hari nangkring di pohon jambu kita, gak dikasih makan apa bagaimana dia itu? Bikin kotor halaman saja!" gerutu Bu Romlah."Itu Wildan, Buk, biar saja, namanya juga anak-anak, toh jambunya juga kalau jatuh pada busuk, mending dimakan mereka, kan, gak mubadzir." "Jambu itu bisa dibikin jus atau rujak! Wong kamu juga suka rujak! Dari pada dikasih orang mending dimakan sendiri! Biar kita sekeluarga bisa hemat!" kata Bu Romlah. "Lah, Ibu mau bikin jus pakai apa? Ulek

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 11

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (11)Novi pulang sekolah sambil menangis tersedu-sedu, Fiska membawakan tas Novi mengekor di belakangnya. "Kenapa, kok pulang sekolah nangis?" tanya Lina. "Novi dikatain sama Dela, katanya Novi dekil, pas Novi mau ngejar Dela, rok Novi tersangkut, jadinya jatuh roknya sobek, terus diketawain teman-teman," kata Fiska. Novi terus menangis tersedu-sedu, Lina memeluk putri semata wayangnya itu agar putrinya tenang. "Yaudah, gak papa, makasih, ya, Fiska ... kamu pulang dulu ganti baju terus makan, nanti mama nyariim," kata Lina. Fiska mengangguk kemudian memberikan tas Novi dan pulang. "Kenapa rokmu kok bisa sobek begini, Nov?" tanya Bu Romlah. Lina menceritakan apa yang diceritakan Fiska. "Dela cucunya Rodiyah itu, ya? Memang anak buandel kayak bapake! Dulu jaman Purnomo masih kecil, Anam, bapaknya Dela itu juga sama seneng ngata-ngatain Purnomo katanya cungkring, lah, ikan asin, lah, apa, lah, sampai Purnomo mogok sekolah, lihat saja nanti kalau lewat, n

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 10

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (10)Lina melirik jam dinding, sudah jam enam pagi, dia buru-buru membangunkan suaminya untuk membantunya mengurus Novi. Dia bergegas menuju dapur. Aroma nasi yang baru saja matang menguar ke penjuru dapur. "Maaf, Buk, aku kesiangan," kata Lina. "Iya, ibuk sudah rajang daun singkongnya, kamu tinggal masak, kelapanya juga sudah ibu parut!" "Makasih, ya, Buk," kata Lina. Dia mengulek bumbu untuk bobor daun singkong, kemudian dia melirik nampan di atas meja. "Buk, kok ada tempe?" "Iya, tadi Sulaiman bakul tempe, minta daun pandan di depan, kirain sebiji dua biji tahunya banyak, ibu sindir, eh, dikasih tempe," kata Bu Romlah sambil terkikik. "Ya Allah, Buk, timbang daun pandan saja minta imbalan?" "Biar saja, habisnya maksa minta banyak, ibu bilang saja kalau jaman sekarang gak ada yang gratis." "Wow, impresif!" kata Lina sambil geleng kepala. "Apa sih, dari kemaren anak-anak itu bilang impresif-impresif, makanan apa itu?" "Gatau, Buk, aku kan gak p

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 9

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (9)Lina memandang berbagai macam perhiasan emas beserta kwitansinya. Lina geleng kepala dibuatnya. Di dalam kantong kain yang ditemukan terdapat berbagai macam perhiasan, yang kebanyakan adalah cincin. Mungkin ibu mertuanya jaman dulu suka sekali mengkoleksi cincin. "Tahun berapa ini harga emas masih belasan ribu dan puluhan ribu," gumamnya sambil berusaha membaca kwitansi yang mulai pudar tulisannya termakan usia. Lina segera menyimpan kantong itu, untuk jaga-jaga jika suatu saat dibutuhkan. Lina kemudian melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia mulai menanak nasi, kemudian menyapu halaman. Bagian dalam rumah memang biasanya sudah disapu oleh ibu mertuanya itu. Bu Romlah menyusul ke dapur, dia membawa satu sisir pisang, kemudian mengukusnya. "Lin, mau pisang kukus?" tawarnya. "Gak, ah, Buk," jawab Lina. "Ibuk gak makan nasi, Lin, heran sekali, masa beras semakin menipis, aku ingat betul kalau kemarin mengisi gentong lima belas kilo, biasanya tiga b

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 8

    MERTUA PRLIT, MENANTU CERDIK (8)Lina merendam baju-baju kotor miliknya sekeluarga. Bu Romlah lebih suka mencuci bajunya sendiri, katanya takut rusak kalau Lina yang mencuci. Tentu saja Lina bahagia bukan main karena meringankan pekerjaannya. Lina sendiri juga takut kalau baju-baju mertuanya rusak, bukan karena baju-baju itu mahal, melainkan karena baju-bajunya terlalu tipis. Bisa koyak kalau sampai baju itu berada di tangan Lina yang setiap mencuci menggunakan kekuatan sepuluh tangan."Lin, kamu ini menantu macam apa, masak ibu mertuamu jemur baju sendiri, kamu malah bengong," tegur Rania."Sssst! Diam kamu, itu baju sejarah! Umurnya sudah ratusan tahun, saksi sejarah dunia, ada kali turunan dari neneknya nenek moyang. Jadi kalau orang lain yang cuci atau jemurkan auto buka mulut dia nanti!" jawab Lina. Rania terkikik geli. "Eh, kamu, Ran, pagi-pagi sudah ke sini saja, kayak kembar kalian ini kemana-mana barengan, tak terpisahkan, sudah selesai kerjaan rumahmu kok sudah main?" tanya

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 7

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (7)"Lin, Lina ....""Ya, Bu?" "Kepalaku pusing sekali, pingin makan yang pedes-pedes.""Lalu?" tanya Lina. "Belikan aku rujak uleg di warungnya Bu Badriyah.""Oh, rujak cingur itu, ya, Bu?" tanya Lina. Dia bingung, tumben sekali ibu mertuanya itu mau jajan, biasanya boro-boro. "Iya, bilang saja rujak uleg, biar gak dikasih cingur!" "Iya, Bu, beli satu?" tanya Lina. Padahal Lina sudah pasti tahu jawabannya. "Beli lima ribu saja," jawab Bu Romlah sambil mengulurkan uang lima ribu rupiah.'Alamak lima ribu, mana boleh,' batinnya. "Li-lima ribu, Buk?" "Iya, bilang saja tak suruh!" Lina mengangguk pasrah, dia mengajak Novi membeli rujak. Mau bilang beli lima ribu malu, padahal di situ tertulis harga rujak cingur dua belas ribu, rujak biasa delapan ribu. "Bu, saya beli rujak biasa satu, dimakan sini, sama satu lagi lima ribu titipan Bu Romlah." "Iya, Nduk, kamu menantunya?" "Iya, Bu," jawab Lina. "Kok betah hidup sama Romlah, kalau ada lomba orang p

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 6

    MERTUA PELIT MENANTU CERDIK (6)"Setuju atau tidak, aku akan tetap menitipkan uangku di tempatnya Pak Pon!" kata Purnomo. "Suka-suka kamu, lah, Mas! Aku ikut pokoknya!" kata Lina. "Mau ngapain kamu ikut?" "Gak boleh?" tanya Lina. "I-iya, boleh," jawab Purnomo. Tanpa sepengetahuan Bu Romlah keduanya menuju rumah Pak Ponijan. Lina geram bukan main dengan suaminya, ternyata, Purnomo menitipkan uang empat puluh delapan juta kepada Pak Pon, katanya uang itu hasil kerja kerasnya sebelum menikah dengan Lina. 'Tidak akan kubiarkan, Dora!' batin Lina. "Hmmm," Lina berdehem sambil mengipas-ngipas wajahnya. "Kenapa, kamu?" tanya Purnomo. "Wajahku mendadak panas, Mas, sejak kesurupan tempo hari, aku menjadi orang peka kalau ada makhluk tak kasat mata di sekitarku!" jawab Lina. "Kamu jangan ngada-ngada, Lin! Aku merinding, nih!" kata Purnomo. Lina menggelengkan kepala kemudian menatap tajam Pak Ponijan. "Kembalikan uangnya! Itu milikku!" kata Lina. Pak Ponijan komat-kamit sambil menyentu

  • MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK    Bab 5

    MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (5)Bu Romlah mengobrak-abrik kamarnya. Baju-baju yang ada di gantungan pun tak lepas dari geledahannya. "Nyari apa, sih, Buk?" tanya Lina. "Kemarin, ibu ada kembalian habis beli detergen, tapi ibu lupa naruh, kemana, ya?" "Memangnya berapa uangnya?" tanya Lina. "Lima belas ribu, Lin! Sepuluh ribu, sama dua ribuan dua dan koin lima ratusan dua biji, sampai pusing kepalaku nyari gak ketemu-ketemu." "Tuyul kali, Buk," jawab Lina sekenanya. "Mana ada tuyul ambil duit kecil, bantuin cari cepet!" perintah Bu Romlah. Lina ikutan pusing mengobrak-abrik barang mereka. Dari kejauhan, Novi datang sambil memakan es cream di tangan kanannya. "Novi, itu uang nenek, ya buat beli es?" tanya Bu Romlah. "Enggak, ini dibelikan Fiska, kok," jawab Novi. "Alah jangan bohong, kamu! Masih kecil udah pinter bohong, kalau gede mau jadi apa kamu, ha?" teriak Bu Romlah. "Ibuk apa-apaan, sih! Novi gak pernah saya ajari mencuri, ya! Jangan ngada-ngada! Ayo kita tanya Rania,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status