Hah.. Hah.. Hah..
Suara napas Kakak Rosie terdengar terengah engah, setelah berteriak begitu keras, mengeluarkan semua unek unek yang selama ini sudah coba ditahannya.Sementara itu, karena saking kerasnya suara teriakan Kakak Rosie, orang orang disekitar Basecamp pun terhentek, menghenhentikan aktivitas yang sedang mereka lakukan. Menatap ke arah Basecamp. Bertanya tanya 'suara apa itu tadi?'"Maaf! Saya sudah tidak sanggup menahannya. Tolong katakan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Kakak Rosie lemah, sambil menatap ke arah Kolonel Sagara."Minumlah dulu, tenangkan diri dulu!" kata Kepala Pengelola Basecamp sambil memberikan segelas air kepada Kakak Rosie."Tidak, Pak! Saya tidak ingin minum. Bagaimana saya bisa minum jika saya tidak tahu nasib adik saya sendiri sekarang seperti apa? Tolong langsung ceritakan saja semuanya sekarang juga, Pak! Tolong!" tolak Kakak Rosie dengan sopan.Kepala Pengelola Basecamp pun menyerah, meSementara itu, di area yang dikelilingi batuan batuan besar, jauh di dalam kawasan Hutan Terlarang. Di dalam pondok, Rosie tampak sedang melamun."Lihat saja terus, awas lompat itu mata!" gurau Cantigi menggoda Rosie yang melamun."Eh?" Rosie pun menjawa gelagapan ketika menyadari bahwa dirinya tanpa sadar melamun sambil melihat ke arah Awan yang sepertinya tertidur."Melamun terus! Katakan, selama aku tidak ada terjadi apa di antara kalian berdua, hah?" sekali lagi Cantigi menggoda Rosie."Apa sih, jangan aneh aneh Gi! Aku, entah kenapa tiba tiba kepikiran Kakak!" Mendengarnya, Cantigi pun terdiam, menghentikan ledekannya. Sementara Awan seperti biasa tertidur, Jhagad kali ini juga, mereka sepertinya kelelahan. "Harusnya malam ini aku sudah di rumah, menelpon Kakak, menceritakan perjalanan kita di sini. Tapi sekarang justru aku masih terjebak di sini! Kakakku pasti marah besar karena belum juga kuberi kabar," Rosie mencoba bergurau sediki
Setelah Jogoboyo itu pergi, Cantigi, Rosie dan Jhagad masuk kembali ke dalam pondok mereka. Saat itu Awan tampak masih terbaring telentang, menutup matanya.“Eh, Gi! Menurutmu kenapa kita tidak boleh keluar dari pondok jam satu hingga tiga dini hari nanti?” tanya Rosie penasaran.“Entahlah, mungkin di jam jam itu sedang ada kegiatan penduduk sini yang tidak boleh diketahui orang asing seperti kita. Atau..” jawab Cantigi sambil memberikan ekspresi menebak nebak tengil.“Atau apa?” tanya Rosie, seperti biasa mudah sekali dipancing rasa penasarannya.“Atau mungkin ada hal lain yang sebaiknya kita tidak tahu!” jawab Cantigi sambil nyengir.“Misalnya?”“Hantu!” celetuk Jhagad, mencoba bergurau.“Ih, serius…!” Rosie merajuk.“Ak
Ketika Rosie sudah mulai menyibak sedikit daun rumbianya. Tiba tiba saja ada yang menghentikan pergerakan tangannya dari arah belakang. BUK Rosie pun menoleh ke belakang. Ternyata Awan sudah berdiri di belakangnya, menghentikan pergerakan tangannya. Rosie mengehembuskan napas. “Hah., kau ternyata, Wan!” “Bukankah Jogoboyo bilang jangan keluar pondok sampai pukul tiga dini hari berlalu?” ucap Awan sambil menunjukkan jam yang masih menunjukkan pukul 02: 57. “Ada Jazlan di luar memanggil manggil dari tadi,” kata Rosie. “Kalau benar itu Jazlan, dia akan langsung masuk tanpa perlu memanggil manggil dari luar seperti itu.” “Tapi, suaranya mirip sekali!” “Satu lagi, Jazlan tidak memanggil Cantigi dengan sebutan ‘Gi!’, tapi ‘Gils’ bukankah begitu?” “Eh, iya sih! Tunggu dulu, kalau bukan Jazlan, la.lalu si..siapa?” “Entahlah, lebih baik kita tidak perlu tahu!” “Ehem…” tiba tiba Cantigi mengeluarkan suara berdehem cukup keras, sambil melihat ke
Jhagad tidak menjawab, tapi justru langsung melangkah ke sebelah kanan jalan, mendekati salah satu ruko kecil. Cantigi, Rosie dan Awan pun mengikutinya.Rosie pun sumringah ketika melihat ke arah meja dagangan pedagang itu. ‘Taplak meja hijau!’ gumamnya dalam hati.Seperti yang dikatakan Jogoboyo, Jhagad sekarang sudah berdiri tepat di depan meja dagangan pedagang itu. Tanpa berkata apa apa. Menunggu pedagang itu meresponnya. Tidak terlalu lama, terdengar suara perempuan.“Sepertinya kalian bukan orang sini,” kata pedagang itu sambil meletakkan sebuah koin perak di meja tepat di depan Jhagad berdiri.TEKK..GLUP!Setelah mendengar perkataan pedagang itu, Rosie menelan ludah. ‘Bagaimana pedagang ini tahu mereka bukan orang sini?’ gumamnya dalam hati.Sementara itu, Awan dan Cantigi masih melihat ke arah meja. Tampak tangan pedagang itu kukunya rapi, kulitnya putih bersih, namun cenderung pucat. Berbeda dengan Awan dan Can
Melihat salah satu tangan manusia berkepala serigala hampir menyentuh kepala Rosie, tangan Cantigi pun reflek bergerak hendak menampik tangan tersebut. Tapi, sebelum itu terjadi, kaki Awan terlebih dahulu menerjang tubuh manusia berkepala serigala itu.BLAM…!!!Tubuh manusia berkepala serigala itu pun terpental, terjatuh ke tanah. Tampak kesakitan.BRUKK..!!!Melihatnya, para manusia berkepala serigala lainnya pun reflek, memundurkan kakinya beberapa langkah, menjauh. Kaget melihat rekannya terpental. Terdiam sejenak.Rosie dan Cantigi masih tidak percaya melihatnya. Jhagad apa lagi, panik sambil berkata, "Astaga Wan! Kau benar benar melakukannya?"Belum sempat Awan menjawab, tiba tiba Awan juga jatuh ke tanah, berteriak kesakitan, sambil meringkuk, memegangi kakinya."Aaaarrghhh!"Cantigi, Rosie da
Melihat para manusia berkepala serigala sudah hampir menerkam mereka, Cantigi dan Rosie pun reflek menutup mata. Jhagad membuat mereka berdua semakin menunduk. Ketika Jhagad sudah pasrah, menjadikan tubuhnya sebagai benteng perlindungan terakhir dari serangan manusia manusia berkepala serigala. Tiba tiba saja, hening.“Eh?” gumam Jhagad heran, karena tidak terjadi apa apa.Jhagad yang tadinya menunduk pun mulai memberanikan diri mengangkat kepalanya. Melihat ke depan, ke samping kanan, kiri dan menoleh ke belakang.“A..apa yang sebenarnya terjadi? Kemana mereka pergi? Lalu pasarnya?” Jhagad benar benar keheranan saat melihat ke sekitar.Sekelilingnya sudah tidak ada apa apa. Manusia berkepala serigala menghilang tanpa jejak. Bahkan, ruko ruko dagangan di kanan kiri jalan pasar pun tidak ada lagi, tidak berbekas, seperti ditelan bumi.Cantigi dan Rosi
Awan yang bisa dibilang paling peka terhadap suara diantara mereka berempat pun langsung tahu, dari mana arah suara itu berasal.“Di sana!” kata Awan sambil mulai melangkah ke depan, ke arah sumber suara.“Eh?” Rosie kaget melihat Awan yang sudah berlari.Cantigi dan Jhagad juga sudah mulai bergerak mengikuti Awan. Sedang Rosie masih tertinggal di belakang.“Ros, ayo!” ajak Cantigi.“Kalian yakin akan menuju ke sana? Kalau itu suara manusia berkepala serigala lagi bagaimana?” tanya Rosie khawatir sambil ikut berlari, mengikuti Awan dari belakang.“Entahlah, yang penting kita tidak terpisah saja!” ucap Cantigi mantap sambil berlari.Sekitar 500 meter berlari, Awan berhenti. Jhagad, Cantigi dan Rosie pun juga sampai di tempat Awan berdiri. Sementara Awan dan Jhagad berkeliling ke sekitar, mencar
Mendengar teriakan Rosie, Cantigi langsung reflek melihat ke belakang. DEG!Jantungnya seketika terhenti, sejenak. Wajahnya pias tatkala melihat seorang pendaki dengan mulut berlumuran darah, menatap nanar ke arahnya. Gigi pendaki itu tampak menggertak, matanya putih, dengan satu titik hitam kecil ditengahnya. Benar, saat itu, satu Mahluk Haus Darah berada tepat didepan Cantigi. Setelah keluar dari benteng tua, pendaki yang berubah menjadi Mahluk Haus Darah bebas berkeliaran, mencari mangsa di hampir seluruh area Hutan Terlarang. Alhasil, hanya dalam satu malam saja, puluhan bahkan ratusan pendaki lain yang tersesat di Hutan Terlarang kini menjadi korbannya, berubah menjadi Mahluk Haus Darah juga. Mungkin, kalau dihitung, jumlahnya pasti sudah lebih dari 100 orang sekarang. "LARI GI!!!" teriak Rosie.Entah mungkin karena saking terkejutnya, Cantigi hanya berdiri saja, masih tidak percaya dengan apa yang dilihat oleh matanya. Teriakan R