Share

156. BUKAN BOCAH LEMAH

Apa aku merasa lega setelah puas menangis? Rasanya tidak, meski ada sesuatu yang terasa lebih ringan dalam diriku yang masih mengingat pelukan eyang.

Wanita yang harus pulang, menemani kedua cucu kembarnya yang mungkin mengirimiku pesan tentang apa yang mereka berdua lakukan hari ini.

Hal yang tidak mungkin ku ketahui karena ponselku tertinggal di apartemen. Tempat di mana adikku menghabiskan waktunya setelah keluar dari rumah kami. Menjadikan hobinya menggambar sebagai pundi untuk menghidupi diri.

Zraak!

Suara pintu yang digeser pelan membuatku menoleh pada mas Rendra, ia yang mengantar eyang, datang dengan membawa plastik.

"Kita makan, ya."

Dan lelaki yang terus menemaniku ini mendekat setelah menutup pintu sepelan saat ia masuk.

"Aku bisa makan sendiri, Mas."

"Aku tahu," jawab mas Rendra yang tangannya terus berada di udara sampai aku memakan apa yang ia suapkan.

"Sedikit lagi, Runi."

Pun, terus mengulangi kalimat sama setiap kali melihatku menelan apa yang ku kunyah sampai olahan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status