Apa Radit peduli? Sayangnya tidak untuk yang sekarang. Pria itu bersiap hendak menyerahkan butiran obat ke hadapan Amanda, tetapi gagal karena istri cantiknya tersebut sudah berlari keluar kamar.
“Manda!” pekik Radit dengan suara yang tertahan. Dia tak mau berteriak keras lantaran mengingat ada Ayra yang tengah tertidur pulas.
Alhasil Radit pun bergegas menyusul sang istri. Hah. Ke mana larinya wanita itu? Bahkan ia sudah mencari hampir ke setiap sudut ruangan.
“Iya, Pak. Saya jamin Bu Manda enggak keluar pagar,” kata satpam yang berjaga.
Dahi pria berkumis itu mengernyit saat melihat Radit menggenggam sesuatu. Tanpa sadar dirinya sudah mengulum senyum.
“Ada apa?”
“En
Radit pikir Mama Tiara akan marah dengan pernyataannya tadi. Namun, perempuan berwajah teduh itu mengangguk lalu tersenyum lembut.“Kami ngerti kok, Nak. Sulit memang berada di posisimu yang sekarang. Enggak pa-pa.”“Makasih, Ma untuk pengertiannya,” kata Radit sedikit lega. “Aku cuma enggak mau Manda jadi ngerasa pelampiasan aja.”Mama Tiara lagi-lagi mengangguk. “Jadi kau mau ke mana? Mau tetap masuk ke kamar ini juga? Semua barang peninggalan Dinda ada di gudang bawah.”“Aku ke kamar Manda saja.”CKLEK!! Pemandangan pertama yang membuat hatinya menghangat adalah Amanda dan Ayra tengah memejamkan mata. Dua wanita itu semakin hari terlihat begitu mirip wajahnya. Padahal awalnya Radit mengira sang putri akan mendominasi wajah m
“Arini sedang sakit katanya,” ucap Radit kemudian. “Aku ke mau temenin dia periksa ke rumah sakit dulu. Pulangnya langsung bimbingan dengan mahasiswa.” Apa Amanda bisa mencegahnya? Tentu saja tidak. Apalagi dia merasa tak berarti di hati sang suami. Alhasil wanita dengan rambut yang panjangnya melebihi bahu itu hanya menganggukkan kepala. Menatap kepergian Radit yang perlahan menghilang dari pandangannya. Sedih? Sudah tentu. Kecewa? Jangan ditanya lagi. Amanda pun akhirnya menangis dalam diam karena merasa cinta sepihak saja. *** “Happah Mmah!” Amanda tergelak saat lagi-lagi melihat kemajuan pesat anaknya. Sekarang Ayra sudah pintar merangkak dan bertepuk tangan berulang kali. Terlebih ketika mendapatkan biscui
“Maaf.” Amanda lekas memundurkan langkahnya hingga kemudian berjalan setengah berlari menuju kamar mandi. Meninggalkan Radit yang masih membeku dalam posisi berdiri seperti tadi. Ada debaran yang terasa aneh saat tubuhnya dipeluk oleh sang istri barusan. Radit tak bisa berbohong bahwa ia menyukai sentuhan fisik tadi. Meskipun durasinya hanya sebentar, tetapi efek yang ditimbulkan luar biasa. Kali ini tak salah lagi kalau mantan kakak ipar cantik tersebut perlahan mencuri hatinya. Sementara di dalam kamar mandi, Amanda kini merutuki apa yang telah terjadi. Merasa malu karena tak sengaja merespon dengan gerakan cepat tadi. Alhasil dia pun memilih berlama-lama di sana. Sengaja mengaplikasikan masker wajah untuk mengulur waktu.***“Sampai minggu depan aku tak bisa ijin dari kampus. Jadwalku padat,” kata Radit saat sarapan pagi tengah berlangsung.Amanda yang tengah mengawasi Ayra mengunyah di dalam baby chair mengangguk pelan. “Aku tahu kok. Engg
“Dari awal memang abang enggak pernah berjanji apa-apa ‘kan, Rin?” gumam Radit merasa yakin dengan ucapannya sendiri.Arini yang sudah bersimbah air mata menggeleng lemah. “Terus, kenapa selama ini Abang baik sama aku? Apa maksudnya, Bang? Abang cuma mainin aku ya? Sama seperti ke Kak Manda juga?”“Rin?”“Benar kata Kak Manda selama ini,” ucap Arini di sela tangisnya yang terdengar begitu lirih. Sengaja agar tak memancing perhatian banyak pengunjung café yang mulai ramai berdatangan ke sana. “Bang Radit enggak akan pernah mau buka hati untuk siapapun. Selamanya akan tetap terkunci untuk Dinda.”“Salah, Rin,” sanggah Radit cepat. “Aku sadar kalau aku sudah jatuh cinta pada Manda.” Arini justru tersenyum mengejek seraya menghapus kasar jejak air mata yang membasahi pipinya. Dit
“Gimana perasaan papa?”Alih-alih menjawab pertanyaan sang putri, Tuan Yuda malah berdecak pelan seraya memutar jengah bola matanya. Membuat Mama Tiara yang menyaksikan interaksi kedua anak dan ayah tersebut geleng-geleng kepala.“Dijawab dong, Pa. Manda ‘kan khawatir,” kata perempuan yang merupakan istrinya itu.“Males ah. Dijawab juga entar bakalan nanya lagi. Dari bangun tidur sampai menjelang sore gini sudah hampir sepuluh kali diteror.”Amanda yang merasa tersinggung lantas memberengut kesal. Dia pun mengerucutkan bibirnya. “Aku ‘kan anak Papa. Jadi ya wajar kalau nanyain terus. Gimana sih??”“Bukannya sembuh. Yang ada papa bisa jantungan, Manda,” balas Tuan Yuda kemudian. “Kau malah mengingatkan papa sama kemungkinan mati lebih cepat. Haduh.” Menyadari bahwa keduanya takkan berhenti berdebat, Mama Tiara pun segera mengelus lengan suaminya. “Sudah sudah. Lihat tuh! Ayra kebangun jadinya.” Baik Amanda dan Tuan Yuda kompak menoleh ke arah ranjang karpet
“Ya sudah. Ayra dimandiin sama mama dan papa,” ucap Amanda yang kemudian tersenyum menatap Ayra. “Senang ya papa udah nyusuli kita, hem?”“Happah mamah!” Lagi. Ayra bertepuk tangan mengekspresikan rasa senangnya saat ini. Sekarang pasangan suami istri tersebut kompak pamit undur diri menuju kamar. Radit bergegas melucuti pakaiannya hingga hanya menyisakan celana brief boxer saja. Dia masih menanti kedatangan Amanda yang berjanji akan ikut bergabung bersama dirinya dan Ayra di dalam kamar mandi.“Kau serius mandi dengan pakaian lengkap begitu?” tanya Radit ketika melihat sang istri masih mengenakan atasan dan bawahan seperti beberapa saat lalu.Amanda pun mengangguk yakin. “Maksudmu apa? Aku hanya ingin mengawasi kalian saja. Kalau dibiarkan di sini aku tak yakin Ayra bisa mandi dengan cepat.” Ucapan barusan membuat Radit mengembuskan napas pasrah. Sadar bahwa angannya memang terlalu tinggi. Mana mungkin Amanda mau menanggalkan pakaian. Hah. Da
“Maaf,” cicit Amanda yang sontak mendudukkan diri. “Aku terkejut karena jarak kita terlalu dekat. “K-kau mau apa?”Radit pun jadi salah tingkah. “Tidak. Tadinya aku hanya ingin memindahkan posisi tidurmu saja.” Amanda pun mengangguk singkat. Lantas segera menaikkan selimutnya hingga sebatas dada. Sementara Radit menggeram dalam hati karena niatan yang sudah gagal.“Tidak ada sofa di sini. Jadi kau bisa tidur di sisi ranjang yang lain.” Amanda mengatakannya sembari menggeser tubuh menepi lebih jauh. Membiarkan Radit mengambil posisi tidur di samping tubuh gadis itu. Di sinilah Radit sekarang. Dia bisa tidur satu ranjang dengan sang istri walaupun dalam keadaan dipunggungi. Salahnya sendiri yang terlalu lamban bertindak. Bahkan sampai sekarang pun m
“Man-da?? Apa kabar?” Pertanyaan barusan sama sekali belum terjawab lantaran kedua netra milik Amanda masih menatap nanar pria dan wanita yang ada di hadapannya. Sudah cukup lama ternyata. Hampir enam bulan dia tak lagi mendengar kabar mereka. Namun, sekarang pasangan yang sudah menjadi suami istri ini muncul tepat di depan matanya.“Kamu sendirian?” tanya si pria.Amanda masih bergeming hingga beberapa saat kemudian dia dikejutkan dengan sebuah tangan yang melingkari pundaknya. Wanita itu bahkan kehilangan suara untuk sekedar menyapa dua orang tadi.“Sudah belanjanya?” tanya Radit sambil tersenyum. “Ayra tadi penasaran lihat maskot susu yang ada di sana. Jadi aku ikutin maunya dia dulu.”“Hu um,” ucap Amanda seraya menganggukkan kepala. Setelahnya ia memberanikan diri menatap dua orang yang pernah ia percaya sekaligus menghancurkan hatinya itu. Rasa perih kembali menyerang saat Tisa, mantan manajer yang sekarang menjadi istri sang mantan kekasih dulu tenga