Tabitha tidak kembali ke galeri setelah makan siang dan memilih untuk menculik Albert—meski tadi sempat bersitegang, Tabitha merasa jauh lebih nyaman berada di sekitar laki-laki itu ketimbang bersama Alex—agar mau menemaninya window shopping karena sudah bosan berada di dalam galeri. "Bee, ingat ya. Jangan dipaksa buat jalan kalau udah mulai capek," peringat Sakha tadi dengan raut wajah keberatan. Namun, Tabitha akan selalu menjadi Tabitha yang keras kepala. Larangan Sakha itu malah membuat Tabitha memaksa kakinya sampai benar-benar lelah untuk diajak berjalan. Tidak ada alasan khusus mengapa Tabitha melakukannya. Ia hanya ingin mengalihkan pikirannya dari bayangan tentang Ranis. "Lo kenapa sih, Tha?" "Emangnya gue kenapa?" Tabitha balik bertanya setelah mengembalikan sebuah lipstick ke rak. Albert menghela napas. "Waktu gue sama Sakha nyinggung soal Ranis, lo langsung bad mood gitu. Ada sesuatu yang terjadi yang enggak gue tahu?" Kalau Albert sudah dalam mode 'kepo' seperti ini,
Entah berapa banyak foto yang ditayangkan dalam slide tadi, Tabitha larut dalam setiap momen. Tabitha mengingat setiap momen hingga tempat diambilnya foto-foto itu, tetapi angle dari setiap foto yang berbeda itu menyadarkan Tabitha bahwa foto-foto itu adalah foto yang belum pernah Sakha tunjukkan kepadanya. Entah dulu Sakha sengaja menyimpannya untuk ditunjukkan kepada Tabitha di hari-hari spesial, ulang tahun Tabitha misalnya, atau ada alasan lain yang tidak laki-lai itu beritahukan kepadanya. Tabitha begitu takjub hingga setelah beberapa menit tayangan slide yang diiringi lagu I Love You More yang dinyanyikan oleh John K ft. ROSIE itu berakhir dan di detik selanjutnya lampu menyala. Tabitha menghadap tepat ke arah dinding yang penuh dengan foto-fotonya bersama Sakha dalam bingkai yang berukuran beragam yang disusun secara acak, tetapi tampak sangat indah untuk dipandang. Foto-foto itu ada beberapa yang diambil di rumah beberapa hari lalu saat Sakha membersihkan kameranya. Tabitha
Akal sehat Tabitha yang perlahan kembali membuat segala hal yang terjadi selama satu bulan terakhir ini terasa salah di mata Tabitha. Bahwa pilihannya untuk kembali bersama Sakha dan memberikan kesempatan kedua atas hubungannya dengan laki-laki itu adalah kesalahan bodoh yang Tabitha buat. Sebab, seharusnya sejak awal Tabitha meminta Sakha menjelaskan masa lalu yang melibatkan Ranis dalam rumah tangga mereka agar ia mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa yang terjadi dulu. Agar Tabitha tak perlu bertanya-tanya lagi tentang kedekatan Sakha dan Ranis dulu—hingga hari ini—sudah sejauh apa. Agara Tabitha bisa memutuskan dengan kepala dingin, melepaskan masa lalu dan melanjutkan hidup atau memperbaiki hubungannya dengan Sakha dan membangun kembali hubungan mereka secara sehat. Namun, kenapa Tabitha malah dengan bodohnya tetap menerima lamaran Sakha dan berniat menikahi mantan suaminya itu lagi tanpa menuntaskan segala hal yang pernah terjadi di masa lalu? Tabitha bahkan pura-pura but
Ranis dalam ingatan Tabitha adalah sosok wanita yang anggun. Cara bicaranya lembut tetapi mampu menarik atensi dari setiap telinga yang ada di dekatnya. Sudah nyaris sepuluh tahun lamanya sejak pertama kali Tabitha berkenalan dengan Ranis. Hari ini setelah lebih dari dua tahun tidak berjumpa, Tabitha masih menangkap kesan yang sama dari sosok yang tengah bercerita tentang hidupnya beberapa bulan terakhir ini di Jerman. Hanya saja, Tabitha tak bisa lagi memandang wanita itu dengan cara yang sama. Sejak ia memergoki Sakha sedang bersama Ranis kala itu, keberadaan Ranis berubah menjadi mimpi buruk yang tak berkesudahan. Tabitha pikir ia akan bisa menghadapi situasi itu dengan baik, tetapi ternyata berat sekali untuk bisa bersikap seolah segalanya baik-baik saja. Seolah-olah ia tidak pernah hancur karena wanita itu. "Gue kangen banget sama lo, Tabitha! Gue masih ngerasa kayak lagi mimpi deh ngelihat lo ada di sini, mau repot-repot jemput gue pula," ujar Ranis penuh haru seraya merangkul
"Bee," Sakha tampak terkejut, tetapi segera menguasai situasi dan tersenyum. Mengabaikan keberadaan Ranis dan Albert, ia maju untuk mengecup kening Tabitha.Tabitha tidak merasa senang dengan kecupan itu dan malah merasa risih karena Sakha tidak melihat situasi. Tetapi Ranis dan Albert tidak banyak berkomentar dan langsung masuk ke dalam apartemen yang beberapa saat kemudian terdengar Ranis menyerukan nama Alex. "Kalau tahu kamu mau ikut ke sini aku bisa jemput tadi, Bee. Aku pikir kamu lagi nggak pengen ke mana-mana karena tadi pagi kamu bilang kamu capek.""Kamu bahkan nggak inisiatif nanya, Kha."Keketusan dalam suara Tabitha membuat Sakha urung untuk melarikan tangan di wajah wanitanya itu."Maaf, Bee. Yuk, masuk."Tabitha bergeming di tempat. Otaknya sudah memerintahkan kakinya untuk melangkah maju, tetapi ia tetap tak bergerak. Ada sesuatu yang menahannya."Kenapa, Bee?" "I can't do this." Suara yang keluar nyaris serupa bisikian. Lirih sekali.Sakha langsung tampak khawatir.
"Let's talk." "Jangan sekarang." "Kalau nggak sekarang lalu kapan, Bee?" Sakha menghela napas panjang. Sudah sejak tadi laki-laki itu berusaha keras untuk menekan amarah yang nyaris meledak karena Tabitha tiba-tiba bersikap tidak masuk akal. "Kenapa kamu selalu begini? Kamu selalu menyembunyikan segalanya dari aku. Kamu menyimpan semua hal untuk diri kamu sendiri dan membuat aku tampak seperti orang bodoh karena nggak tahu apa-apa." Tabitha mengalihkan tatapannya yang berkaca-kaca. Dan hal itu semakin membuat Sakha bingung. Sebab, calon istrinya bersikap sangat impulsif dan meledak-ledak sejak melihat dirinya ada di apartemen Ranis, lalu sekarang tiba-tiba menunjukkan sisi rapuhnya yang menyakiti hati Sakha. "Bee, just tell me everything. Keluarkan semua yang ada di pikiran kamu biar aku bisa tahu harus berbuat apa untuk situasi ini," pinta Sakha nyaris putus asa. "Aku nggak suka melihat kamu begini sementara aku nggak tahu harus berbuat apa." "Bukan kamu yang bermasalah. Tapi aku
Tabitha selalu kagum terhadap Sakha yang bisa mengelola emosinya dengan baik. Memang betul bahwa tadi Sakha sempat marah karena Tabitha berbicara tidak jelas, tetapi Sakha tetap bisa bersikap bijaksana setelah Tabitha meminta maaf. Entah, Tabitha harus menyebut Sakha bodoh karena terlalu dibutakan oleh cinta sehingga memaklumi sikap plin-plan Tabitha atau laki-laki itu memang tidak terlalu memusingkan sikap Tabitha. Tabitha sendiri pun sadar betul bahwa dirinya saat ini bersikap bodoh. Ia punya kesempatan untuk menuntaskan apa yang terjadi di masa lalu dan setelahnya bisa memutuskan untuk tetap bertahan atau memilih melepaskan Sakha. Namun, Tabitha melewatkan kesempatan itu dan memilih memendam rapat-rapat apa yang terjadi dulu. Seperti kata pepatah, yang lalu biarlah berlalu. Bagi Tabitha, yang terpenting sekarang adalah Sakha ada di sampingnya dan selalu bersamanya. Dan Tabitha akan memastikan bahwa hanya ia, satu-satunya wanita, yang berhak memiliki Sakha. "Aku tetap mau pulang,"
Menjelang hari H, Tabitha dan Sakha semakin disibukkan dengan berbagai hal yang berkaitan dengan persiapan pernikahan. Acara pernikahan mereka digelar secara private, hanya mengundang keluarga dan kerabat dekat saja, tetapi rasanya jauh lebih melelahkan saat mempersiapkannya. Namun, Tabitha menikmati setiap prosesnya. Banyak momen menyenangkan yang semakin mendekatkannya dengan Sakha. Saat menyebar undangan, banyak yang kaget karena mereka menikah lagi hanya selang dua tahun setelah bercerai. Tabitha menyikapi pertanyaan-pertanyaan yang datang dengan tenang seperti yang Sakha sarankan. Ia sebisa mungkin tersenyum saat membalas, "Doakan yang terbaik untuk kami, ya," walau seringkali Tabitha tidak nyaman karena rasa penasaran orang-orang yang terlalu tinggi saat menanyakan hal-hal yang terlalu pribadi. Tabitha bahkan tetap bisa tersenyum saat beberapa orang terang-terangan untuk tidak menikahi mantan suaminya karena hanya akan kembali berujung pada kegagalan. "Bee, nggak ada yang pasti