Gadis itu langsung nyelonong masuk ke ruangan Eric. Dengan langkah terburu-buru Aya menghampiri Eric yang terlihat serius berbicara di telepon. Gadis itu menatap Eric tajam dengan tangan terlipat di dada. Ditatap seperti itu oleh Aya membuat Eric tidak konsen lantas memutuskan untuk mengakhiri panggilannya."Ketuk dulu kalau mau masuk," kata Eric sembari meletakkan ponselnya di atas."Kenapa? Gak boleh saya langsung masuk?!" Aya emosi dengan mata melotot."Buat kamu selalu boleh, Sayang," sahut Eric dengan suara lembut membuat Aya bergidik geli."Pak Eric ngapain bilang sama Wisnu masalah cincin ini?" tanya Aya sambil menunjukkan tangannya yang di salah satu jarinya terpasang cincin."Biar Wisnu tahu kalau kamu sudah ada yang punya, jadi dia bisa jaga jarak," sahut Eric tersenyum meraih tangan Aya lantas menciumnya.Aya spontan menarik tangannya saat terdengar suara Via dari depan pintu."Maaf, Pak." Via lantas menutup pintu itu lagi.Menatap Eric dengan wajah kesal, Aya berusaha mel
Khawatir Aya kenapa-kenapa, Eric cepat menyusulnya keluar. Gadis itu ternyata masuk ke dalam toilet yang menyebabkan terhenti tidak bisa ikut masuk ke dalam. Beberapa karyawan wanita yang keluar dari toilet kaget melihat Eric mondar mandir di depan toilet wanita.“Itu, Aya ngapain di dalam?” tanya Eric dengan wajah cemas. “Sebentar saya tanya dulu, Pak.”Wanita itu masuk dan memanggil nama Aya. Ia segera mendekat ke bilik nomor dua tempat dimana suara Aya terdengar."Kenapa?" tanya Aya membuka pintu bilik itu sedikit."Itu Pak Eric nyariin," ucap wanita itu."Bilang aja aku sakit perut," sahut Aya cepat. Netranya yang tidak sengaja melihat bungkusan yang wanita itu, lantas memintanya satu."Oh kamu lagi dapat tamu bulanan ya," ucap wanita itu sambil memberikan satu benda yang terbungkus plastik."Makasih ya," sahut Aya menerima benda itu kemudian menutup pintu.Berjalan keluar menemui Eric, wanita tadi menyampaikan pesan sesuai dengan permintaan Aya. Meski telah mendapatkan jawaban,
Eric akhirnya menyerah. Berkali-kali ia membujuk Aya untuk mengecek kondisi perutnya ke dokter tapi gadis itu tetap kekeh menolak. Ia bahkan mengancam Eric akan turun dari mobil kalau pria itu masih tetap memaksanya.“Kamu istirahat aja. Kalau perut kamu masih sakit, besok gak usah masuk kerja aja,” ucap Eric menghentikan mobilnya tepat di depan rumah Aya.“Makasih banyak, Pak,” sahut Aya membuka sabuk pengaman.“Kalau kamu ada apa, cepat kabarin aku ya,” ucap Eric meraih tangan Aya sebelum gadis itu turun dari mobil.Aya mengangguk sambil tersenyum kecil. Begitu Aya hilang di balik pintu, Eric memacu laju mobilnya meninggalkan tempat itu. Sepanjang jalan menuju rumah, ia terus berpikir apa sebenarnya yang terjadi pada Aya. Kenapa gadis itu tidak mau memeriksakan dirinya ke dokter, padahal ia tahu kalau sedang sakit.Sementara itu, Aya yang baru saja selesai membersihkan diri langsung berbaring meringkuk di atas tempat tidur. Hingga rasa sakit itu hilang, Aya kemudian bangun dan membu
Mendengar ucapan yang keluar dari mulut Farah rasanya membuat hati Aya teriris.Bagaimana ia bisa mewujudkan keinginan Farah kalau kesehatannya saja seperti ini. Gadis itu mendongakkan kepala, memandang ke atas langit-langit rumah Eric, berusaha menahan air matanya yang hampir saja tumpah. Cukup lama mereka berada di situ, hingga akhirnya Aya mengajak Farah untuk tidur saat melihat gadis kecil itu menguap."Makasih ya Mama Aya sudah nemenin Farah ngerjain PR," kata Farah membawa tas miliknya."Sama-sama cantik," sahut Aya mengelus rambut Farah dan menuntunnya ke dalam kamar.Meletakkan tas sekolahnya di atas meja belajar, Aya lantas menemani Farah hingga gadis kecil itu tertidur. Aya masih asyik mengelus-elus lembut tangan Farah ketika Eric masuk secara perlahan."Farah sudah tidur, Pak. Kalau Pak Eric mau balik ke kantor, balik aja, Pak. Saya bisa pulang sendiri," ucap Aya beranjak pelan dari tepi tempat tidur."Aku lagi malas ke kantor" kata Eric seraya berjalan mendekati Aya."Kalau
Pagi ini Via sudah pusing mengatur ulang lagi jadwal meeting Eric. Seharusnya jam setengah sembilan pagi ini, Eric ada jadwal bertemu dengan klien. Namun harus diundur ke jam makan siang setelah Eric selesai mengantarkan Aya."Seharusnya Pak Eric gak usah repot-repot mengantar saya ke bandara. Kasian Via harus ngatur jadwal Pak Eric lagi," ucap Aya begitu mereka tiba di parkiran bandara."Kok tahu?""Ini Via ngasih tahu lewat WA. Saya jadi gak enak sama dia, Pak.”Eric menatap Aya. “Kamu gak enak sama Via, tapi kamu gak mikirin aku. Lalu kamu berapa lama di sana?”“Jatah cuti saya sih sebenarnya tinggal dua hari lagi, Pak.”“Tapi aku juga mungkin ngasih kamu cuti dia hari. Aku bukan orang sekejam itu,” ucap Eric menutup bagasi mobil setelah mengeluarkan koper milik Aya. Mereka lantas berjalan masuk ke gedung keberangkatan dan check in.Aya duduk santai menunggu Eric selesai dari salah satu konter. Dari tatapan pria itu, jelas terlihat ia tidak rela berpisah dengan Aya. Apalagi ia tida
Via yang melihat Aya baru saja keluar dari toilet lantai dua, langsung memotretnya diam-diam dan mengirim foto itu pada Eric. Dengan langkah tergesa-gesa ia menghampiri Aya."Astaga, Aya! Kamu sudah masuk kantor kok gak bilang-bilang?" pekik Via membuat Aya kaget."AKu baru hari ini masuk kantor, Vi. Emang kenapa sih?""Kamu bilang gak sama Pak Eric kalau kamu sudah balik?"tanya Via.Aya melotot menatap Via karena suaranya yang cukup nyaring tadi membuat beberapa karyawan yang lalu lalang dekat mereka menoleh ingin tahu."Sampai jam segini Pak Eric belum ke kantor tahu. Aku pusing ngatur jadwal dia," celoteh Via tak henti.Aya tak langsung menjawab. Ia merogoh saku celananya dan melihat layar ponselnya. Panggilan suara dari Eric."Pasti Pak Eric kan? Tanyain jam berapa ke kantor, biar aku enak ngatur jadwal ketemu klien," tebak Via yang langsung menolak saat Aya memintanya berbicara sendiri dengan Eric melalui ponselnya. Via hanya butuh informasi jam kedatangan Eric ke kantor.Sambil
Posisi Eric yang tengah memeluk Aya, tentu membuatnya jelas melihat apa yang ada di belakang tubuh gadis itu. Netranya terpaku pada tasnya yang terbuka dan memperlihat plastik putih kecil berisi beberapa strip obat-obatan. Perlahan satu tangannya meraih plastik itu dan membukanya. Ia kaget melihat nama dokter yang tertulis di kertas yang ada pada strip obat itu."Sudah?" tanya Eric melepas pelukannya dan menatap Aya dengan senyum kecil.Aya masih sesenggukan kecil sambil menyeka air matanya. Gadis itu mengangguk pelan dengan bibir tersenyum kecut."Kamu kenapa gak bilang kalau mau ke dokter? Aku pasti nemenin kamu, Sayang," ucap Eric dengan wajah sedikit kecewa.Aya menatap wajah Eric, terkejut pria itu tahu darimana kalau ia baru saja dari dokter."Astaga," umpatnya dalam hati saat melihat tasnya yang terbuka. Sudah bisa dipastikan kalau Eric melihat bungkusan obat di dalam tasnya."Lalu dokter bilang apa?" Eric menatap tajam Aya."Cuma dikasih obat aja, Pak," sahut Aya dengan wajah
Awalnya Aya tidak terpengaruh dengan apa yang Farah ucapkan di telepon pagi tadi, tapi lama kelamaan ia jadi kepikiran juga. Apalagi saat tiba di kantor, ia tidak melihat mobil Eric terparkir di halaman kantor. Biasanya Eric selalu datang paling pagi dibandingkan yang lain. Gadis itu kemudian turun menuju ruangan Via. Untung ia membawa berkas di tangannya. Agar tidak terlalu mencolok sedang mencari Eric, Aya pura-pura mau minta tanda tangan Eric."Tinggal dulu aja sini," kata Via dengan tangan menengadah, "Pak Eric belum datang. Gak biasanya, mungkin dia di sekolah Farah, Ay," lanjut Via.Aya terdiam sejenak."Oke deh." Aya berbalik meninggalkan ruangan Via.Gadis itu kembali ke ruangan dan mengambil tasnya. Sebelum pergi ia lebih dulu pamit keluar pada Wisnu. Menginjak pedal gasnya sedikit lebih dalam, Aya akhirnya tiba di rumah Eric. Dari dalam mobil ia melihat mobil bosnya itu terparkir tidak rapi. Bergegas ia turun dan mengetuk pintu, tapi tidak ada jawaban. Ia lantas mencoba memu
Perlahan membuka matanya, Eric merasa kram di salah satu bahunya karena Aya tidur sangat dekatnya tepat di atas dadanya. Wajah Aya begitu tenang hingga Eric tidak tega untuk membangunnya. Dengan sangat hati-hati Eric menggeser Aya lantas menyelimuti istrinya itu. Bergegas ia mengenakan pakaian yang keluar dari kamar untuk mengecek Farah. Beruntung Bu Sri sudah datang dan membantu Farah bersiap-siap."Mama mana, Pa?" tanya Farah kala melihat Eric masuk ke dapur."Masih tidur. Papa antar sekarang?""Mama sakit, Pa? Farah mau lihat," kata Farah bersiap turun dari kursi."Gak usah, Sayang. Kasian nanti Mama kebangun, biar Mama istirahat dulu ya," ucap Eric cepat mencegah Farah yang ingin menghampiri Aya. Pasalnya Aya tidur hanya berbalutkan selimut.Setelah menghabiskan makanannya, Eric mengantar Farah untuk sekolah. Ia sempat bertemu dengan Mama di sekolah yang membawakan makanan untuk Eric dan juga Aya. Eric sempat berbincang sebentar dengan Mama sebelum memutuskan untuk pulang.Setiban
Sampai tamu bulanan Aya selesai, baik Eric maupun Aya lupa pergi ke dokter karena kesibukan di kantor. Beberapa janji dengan klien yang sudah deal harus batal karena terjadi masalah yang tidak pernah diduga sebelumnya."Pokoknya kalian harus tuntut, saya gak mau tahu. Mereka harus ganti rugi!" seru Eric penuh amarah kepada divisi legal di ruang rapat. Via yang berada di ruang rapat sampai takut melihat emosi Eric. Baru kali ini ia melihat Eric seperti itu.Selesai meluapkan emosinya, Eric keluar dari ruangan dengan membanting pintu. Via sampai mematung dibuatnya. Ia kemudian menghampiri staff legal yang masih ada di ruangan dan mendengarkan mereka berdiskusi."Astaga, kok bisa sampai kena tipu?" gumam Via dalam hati mendengar obrolan mereka. Begitu mereka meninggalkan ruang rapat, Via langsung keluar hendak menemui Aya tapi tidak jadi karena Aya tahu-tahu sudah ada di dekat ruang rapat. Ia langsung menarik tangan Via dan menanyakan kebenaran berita yang ia dengar."Iya, Vi," ucap Aya
"Kamu kenapa?" tanya Eric khawatir."Perut aku sakit, Mas," ucap Aya meremas perutnya.Eric meraih baju kimono kemudian memberikannya pada Aya. Tanpa komando Eric menggendong Aya yang tadi mengatakan ingin ke kamar mandi."Kamu di luar aja, Mas," ucap Aya kala Eric malah ikut masuk ke dalam kamar mandi. Dengan berat hati Eric keluar dari tempat itu tapi tidak menutup pintu itu dengan rapat. Beberapa menit kemudian, Aya muncul dari balik pintu dan minta diambilkan tasnya."Mau ngambil apa? Biar aku ambilkan," kata Eric ngotot hendak mengambilkan apa yang hendak Aya minta."Aku datang bulan, Mas," ucap Aya lirih dengan wajah menahan sakit.Cepat Eric mencari apa yang Aya minta. Ia juga sampai memasangkan benda itu pada tempatnya. Jelas saja itu membuat Aya malu."Ay, kamu kenapa lama? Aku masuk ya," ucap Eric mendorong sedikit pintu kamar mandi. Tidak ada jawaban, tapi beberapa detik kemudian Aya keluar dengan wajah menunduk. Eric lantas duduk di samping Aya yang sudah membaringkan diri
Mereka baru saja mendarat di Jakarta dan langsung bergegas menuju rumah Eric. Rasa lelah setelah pesta kemarin masih sangat terasa. Menempati kamar tidur Eric, Aya segera merebahkan diri setelah selesai berganti pakaian.“Katanya tadi lapar?” tanya Eric baru saja masuk kamar setelah menidurkan Farah di kamarnya.“Kayaknya tidur aja deh, Mas. Ngantuk banget,” sahut Aja menguap lebar dan masuk ke dalam selimut.Pria itu kemudian bergegas mengganti pakaiannya dan ikut membaringkan diri di samping Aya. Sambil memandangi Aya yang sepertinya sudah terlelap tidur, senyum mengambang dari bibir pria itu. Salah satu tangan Eric mengelus perutnya yang lapar. Bayangannya tadi ia masih makan bersama dengan Aya, tapi istrinya itu malah tidur duluan. Ia kemudian memutuskan untuk mengambil beberapa bungkus roti dari luar dan membawanya masuk ke dalam kamar.Meski sudah sangat pelan membuka bungkus roti itu, ternyata Aya masih bisa mendengar dan akhirnya terbangun.“Kamu gak tidur, Mas?” tanya Aya men
Setelah menunggu beberapa bulan sesuai dengan permintaan Mama, hari ini akhirnya tiba. Pernikahan Aya dan Eric akan dilangsungkan di salah satu ballroom hotel berbintang yang ada. Aya begitu beruntung karena tak perlu repot mengurus segala persiapan pernikahannya. Semua sudah diatur oleh Eric. Tamu yang datang didominasi oleh orang-orang kantor serta keluarga dan teman-teman Aya juga Mama. Penuh senyum Aya dan Eric menerima setiap tamu yang datang dan memberikan selamat."Selamat ya, Ay," ucap Via sembari memeluk Aya yang ini resmi menjadi istri bosnya itu."Jangan lupa cerita nanti gimana ya malam pertamanya," bisik Via membuat Aya melotot.Dari atas pelaminan, Aya dapat melihat kalau beberapa sepupu serta keluarga dari mendiang papanya datang dan turut mengantri hendak naik ke atas. Aya benar-benar berterima kasih karena mereka tidak berbuat yang aneh-aneh di acaranya hari ini. Meski tak ada senyum saat mereka memberikan selamat.Hingga pesta yang di mulai pukul empat sore akhirnya
Setelah terus ditanya oleh Eric, Aya akhirnya mau menceritakan sedikit mengenai keluarga papanya. Mendengar apa yang Aya ceritakan, Eric malah minta untuk dipertemukan agar ia bisa meminta izin. Jelas saja Aya menolak. Ia sudah kenyang mendengar cacian demi cacian."Tapi tetap aja kita harus minta izin, Sayang," ucap Eric mencoba membujuk."Gak penting, Pak. Minta izin atau enggak ya sama aja. Kalau kita ke sana itu namanya cari penyakit. Saya gak mau, Pak," tolak Aya tegas menatap Eric tajam.Tak ingin membuat gadis itu tambah bete, Eric kemudian melemah dan mengajaknya untuk pergi makan siang keluar.Hubungan Aya dan Eric sudah diketahui oleh semua orang kantor, jadi Eric tidak segan untuk menunjukkan perhatiannya pada Aya di depan umum. Namun hal itu terbading terbalik dengan Aya. Gadis itu masih segan bahkan enggan menunjukkan bahwa ia memiliki hubungan dengan Eric. Beberapa kali ia mendengar omongan yang tidak enak dari beberapa karyawan kantor."Kata Mama, Farah ikut pulang ke r
Sama seperti Eric, Aya juga langsung menginterogasi Mama begitu tiba di rumah. Pertanyaan-pertanyaan yang bersarang di otaknya spontan keluar dari mulutnya. Bertubi-tubi hingga Mama tidak bisa menjawabnya."Satu-satu dong tanyanya, Ay? Kamu pikir Mama robot? Robot juga belum tentu bisa langsung jawab banyak pertanyaan," seloroh Mama melenggang menuju dapur membawa satu kardus cukup besar yang sepertinya makanan."Ya habisnya Aya heran aja, kok bisa Mama bisa akrab gitu sama Ibunya Pak Eric," ucap Aya mengekor Mama ke dapur."Namanya juga satu pesawat terus duduk sebelah-sebelah, ya kita pasti ngobrol lah," sahut Mama."Terus Mama ngomongin apa?""Urusan orang tua, Ay. Kamu banyak tanya deh," kata Mama memicingkan mata menatap anak gadisnya itu."Aya kan mau tahu, masa gak boleh?""Ini masih jam kerja, kamu gak balik kantor?"Mendengar jawaban Mama yang seperti itu, Aya memanyunkan bibirnya. Ia kemudian pamit balik ke kantor karena memang belum jam pulang kantor.Mobil Eric sudah terpa
Begitu jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh lewat lima belas menit, Aya menghampiri Wisnu dan pamit hendak ke bandara mau menjemput Mama. Tapi sebelum itu ia minta tolong untuk tidak memberitahukan tujuannya pada Eric kalau pria itu bertanya. Ia cepat menuruni tangga dan masuk ke mobil. Namun perjalanannya menuju bandara harus terhambat karena di depannya ada kecelakaan truk terbalik. Mau tidak mau ia harus menunggu hingga truk itu bisa dievakuasi, karena posisinya yang tidak memungkinkan untuk putar balik."Ma, tunggu ya. Ini lagi ada macet," kata Aya menghubungi Mama."Iya, gak apa-apa," sahut Mama yang ternyata sedang menunggu di salah satu tempat makan bersama seorang wanita yang sempat duduk bersebelahan di dalam pesawat.Mama kemudian meletakkan ponselnya di atas meja dan kembali berbincang."Ada macet, jadi disuruh tunggu," ucap Mama memberitahu wanita yang tidak lain adalah Ajeng.Omanya Farah itu sengaja tidak memberitahukan kedatangannya pada Eric. Saat bertemu di pesawa
Tak berselang lama, Aya tiba di rumah Eric dengan membawakan pesanana makanan gadis kecil itu. Ada sup buah hingga ayam goreng."Papanya Farahnya mana?" tanya Aya masuk dan meletakkan bungkusan itu di meja tamu."Papa di kamar, Tante. Kayaknya baru selesai mandi," ucap Farah dengan wajah yang tidak sabar ingin makan makanan yang Aya bawa.Aya sedikit heran mendengar jawaban Farah tadi, karena kalau ia sakit ia pasti jarang mandi. Gaditu kemudian ke dapur dan membawa beberapa piring mangkuk serta sendok garpu ke ruang tamu depan. Langkahnya sempat terhenti saat melihat Eric sudah duduk di samping Farah dengan wajah yang terlihat sudah segar."Tapi badannya masih demam," gumam Aya dalam hati saat tak sengaja menyentuh tangan Eric saat memindahkan bungkusan sup buah ke mangkuk."Gak usah pakai es yang, Farah," kata Aya menyodorkan semangkuk penuh sup buah berwarna pink. Dengan wajah tersenyum dan menganggukan kepala, gadis kecil itu menerima mangkuk dari Aya lantas menyantapnya."Aku mau