Suara cuitan burung di luar balkon terdengar riuh cahaya yang menembus ke dalam kamar cukup membuat Vale mengerjapkan matanya yang baru bangun dari mimpinya. Tak jauh darinya ada sosok pria yang sedang memandangnya tanpa berkedip. Kedua mata mereka saling berpandangan dan Vale lah yang pertama memutus pandangan tersebut.
"Mandilah ikut bersamaku ke kantor." "Untuk apa bukannya sekarang Kamu yang akan menjadi bosnya." "Kau akan mengetahuinya setelah tiba di sana. Bersiap-siaplah Aku menunggumu di bawah Kita sarapan bersama." Setelah melihat Alan pergi dari kamar Vale bergegas mandi dengan cepat karena dia juga penasaran dengan ucapan pria itu. Di atas ranjang ada stelan pakaian kantor untuknya. Blouse berwarna biru dan rok span berwarna hitam. Terlihat sangat sopan karena itu yang diinginkan Alan. Setelah mengecek beberapa riasan di wajahnya Vale keluar dan turun menghampiri Alan yang sejak tadi sudah menunggunya. Tapi baru beberapa langkah kakinya tertahan tanpa mau digerakkan matanya terbelalak melihat Alan yang sedang asyik mencumbu seorang wanita muda dipangkuannya. Alan yang sejak tadi mendengar suara langkah kaki Vale hanya cuek dan tetap melakukan hal menjijikan di depan Vale. Tanpa berkata-kata Vale dengan tubuh gemetar menahan kesal berusaha tenang duduk di kursi makan tanpa menghiraukan mereka. "Sayang Kau tunggu di apartemen nanti Aku menyusul." "Janji ya Aku akan menunggumu nanti malam. Aku akan memberikan service yang memuaskan," bisik wanita itu terdengar mendayu-dayu membuat perut Vale terasa mual. "Ya pergilah, ayo ku antar ke luar," titah Alan sambil menepuk bokong sintal wanita muda itu yang cara berpakaiannya seperti orang kekurangan bahan. "Well, Nona Vale silahkan nikmati sarapanmu setelah ini Kita akan ke kantor. Ayo sayang Aku antar ke depan." "Ok honey," ucap wanita muda itu tanpa menghiraukan tatapan tak suka Vale. Vale tak menyentuh sedikitpun makanan yang terlihat lezat yang disajikan di hadapannya. Perutnya tiba-tiba kenyang karena ulah Alan yang sudah keterlaluan. Pria itu selalu mempermainkannya sejak dulu. "Kenapa Kau tidak penah berubah, Aku yang bodoh terlalu lama meratapi kesedihanku sedangkan Kau hanya sibuk dengan para wanitamu itu miris sekali nasibku," ucapnya sendu sambil menatap nanar dua manusia yang masih asyik bermesraan di luar tanpa terganggu dengan kehadirannya. Alan merasa kacau karena tadi pagi dia sudah menerima laporan dari Biza tentang Violet. Wanita itu diam-diam, memelihara seorang model pria di Itali. Kebetulan sekali ada Jeni yang datang kerumahnya seorang wanita muda yang haus kenikmatan darinya. Jeni menyerahkan dirinya di saat Dia masih perawan. Dia memerlukan biaya rumah sakit untuk Ibunya. Tapi dengan syarat wanita itu hanya boleh ditiduri Alan. Karena pria itu selalu ingin bersih tanpa ada penyakit apapun di masa mendatang. Setelah mengantarkan Jeni masuk ke dalam mobil Alan kembali masuk ke dalam rumah melihat Vale yang tak menyentuh makanannya. Wanita itu hanya meminum jus jeruk yang terlihat sudah setengah diminumnya. Tak mau membuat mood wanita itu semakin parah Alan mengajaknya masuk ke mobil. Di dalam perjalanan Alan sibuk memeriksa iphadnya sedangkan Vale sibuk membalas pesan dari Gerald teman dekatnya dengan wajah berseri-seri. Alan yang kesal langsung merampas ponsel Vale kemudian memasukan ponsel itu ke saku celananya. "Apa yang Kau lakukan! Jangan lancang kembalikan ponselku!" "Tidak ... jangan harap Kamu bisa mendapatkan kembali ponselmu selama bersamaku!" "Aku tidak memintanya Kau saja yang memaksaku bersamamu." "Apa hubunganmu dengan pria itu?" "Ck ... jangan campuri urusanku yang jelas hubungan Kami sangat spesial. Dia itu teman dekatku selama di London Kami selalu bersama dan ... "Berhenti! Keluar kalian!" teriak Alan kepada sopir dan asistennya sengaja memotong ucapan Vale. Setelah menepikan mobil tanpa menunggu lama-lama asisten dan sopirnya keluar dari dalam mobil. Alan melonggarkan dasi yang sejak tadi agak mencekik lehernya. Dia membuka jas dan kancing kemeja tangannya dan menggulungnya sampai ke siku. Suasana di dalam mobil seketika mencekam bagi Vale melihat Alan yang tak biasanya dengan wajah yang terlihat menakutkan. Alan mencodongkan wajahnya begitu dekat dengan wajah Vale yang sudah mentok di dekat jendela kaca pintu mobil. Dengan sekali tarikan wanita itu sudah berada di atas pangkuan Alan. "Kau mau apa jangan macam-macam Alan," peringat Vale dengan wajah cemasnya. Alan mengendusi ceruk leher Vale dengan hidungnya. Pria itu begitu menikmati wangi tubuh Vale. Tangannya membuka kancing depan blouse Vale. "Jangan banyak bergerak kalau tak ingin Aku melakukan lebih dari ini. Diamlah!" titahnya. Bukan hanya mencumbu leher putih Vale tapi Alan memainkan bagian atas Vale sampai membengkak. Wanita itu hanya meringis menahan lenguhan dari bibirnya. Dia sungguh jijik melihat pria itu berlama-lama menikmati bagian atas tubuhnya. Sudah puas menikmati making outnya Alan merapihkan kembali pakaian Vale dan dirinya. Pria itu meminta sopir dan asistennya masuk melanjutkan perjalannya ke kantor. Sepanjang jalan menuju kantor tangannya terus memainkan rambut Vale yang dipaksa bersandar di dada bidangnya. Sambil mengecup kepala Vale dengan lembut Alan berkata. "Kalian antarkan Nyonya kalian kembali ke rumah pastikan keselamatan wanitaku terjaga." "Apa katamu kenapa menyuruhku kembali ke rumah?" "Kenapa hem ... tak ingin jauh dariku?" "Jangan membual Aku sedang serius tadi Kamu bilang Aku harus ikut ke kantor." "Ya memang, tapi nanti saja ke kantornya kebetulan Aku ada meeting dengan perusahaan film. Sangat urgent lain kali saja Kau ikut ke kantor, hem." "Up to you Tuan Alan sekarang kembalikan ponselku," pinta Vale sambil tangannya terbuka tutup. Alan mengecup punggung tangan Vale lalu berkata. "No! Hukumanmu belum selesai tunggu sampai Aku pulang ke rumah. Dan Kaupun harus menyambutku dengan baik, bagaimana Nona Vale?" "Kata-katamu terdengar mengancam Tuan Alan. Tentu Aku tidak akan pernah menurutimu." "Jangan percaya diri dulu Nona Vale Aku tidak seingin itu menidurimu. Tapi Kau harus sadar diri dengan pertolonganku yang sudah mengakuisisi perusahaanmu agar tidak jatuh ketangan orang lain. Jangan anggap Aku perhitungan tapi anggaplah Aku sedang beramal," seloroh Alan yang terkekeh geli melihat Vale yang kesal dibuatnya. Vale yang kesal langsung membuang wajahnya ke samping memandang jalanan Ibu kota yang sangat padat dengan mobil. Pikirannya kian berkecamuk di otaknya memikirkan bagaimana caranya keluar dari genggaman mantan suaminya. Sementara di negara lain ada Violet yang sedang asyik bercinta di depan perapian dengan liar. Pria muda berusia 20 tahun seorang model baru di Italia diam-diam menjalin kasih dengan Violet. Suara benturan kedua paha menggema di dalam apartemen mewah pria itu tepatnya di depan perapian yang sengaja dinyalakan membuat suasana semakin panas. Sudah berkali-kali Violet merasakan klimaks dari pria muda tampan selingkuhannya. Awal pertemuannya dengan Boy di Itali membuat wanita itu berpaling dari Alan. Pria muda yang sangat tampan dengan tubuh profesionalnya sebagai model papan atas yang digandrungi para gadis remaja dan wanita dewasa lainnya. Kini sedang bertukar peluh menikmati kenikmatan surgawi bersamanya. "Put it in deeper baby, you're crazy making me fly ... owh shit! Deeper darling you are so strong!"Berkali-kali Alan menghubungi Violet setelah bertemu dengan kolega bisnisnya meeting bersama membicarakan projek iklan untuk brand miliknya. Alan menginginkan Violet untuk kembali ke Indonesia secepat mungkin. Dia sudah membayar penalti perusahaan lain yang terlibat kontrak dengan kekasihnya itu. "Come on Dude, Kau hanya membuang-buang waktumu saja. Kekasihmu itu sedang tidak ingin diganggu," sarkas Biza yang sedang berkunjung ke kantornya karena ada dokumen penting yang harus dia berikan kepada temannya itu. "Shut up! Kenapa belum pergi dari ruanganku. Kau itu bukan penganggurankan?" sahut Alan menyipitkan matanya ke arah Biza. "Yah sejak memutuskan keluar dari perusahanmu dan bekerja dengan Tuan Darwin Aku lebih santai. Tapi tetap saja selalu direpotkan Kamu," sarkas Biza. "Jelas saja kerjamu santai yang Kamu jaga itu wanita yang tidak menyulitkan dibanding diriku. Hey, Abi jangan permainkan Adik iparnya Darwin sepertinya Dia sangat mencintaimu. Perlu Kau ingat,, Kau akan ber
Aksi kejar-kejaran Vale dan anak buah Alan seperti di film. Driver online yang membawanya ke bandara tak kalah keren seperti pembalap international. Sampai di bandara Vale memberikan uang 30 juta kepada driver itu yang kaget di bayar mahal tanpa henti driver itu memuji Vale dan banyak mengucapkan terima kasih. Tapi sebelum uang itu masuk ke dalam jaketnya dua orang mengambilnya dan menahan tangannya kebelakang. Vale yang buru-buru tidak memperhatikan lagi nasib driver itu. Setelah itu dia berjalan cepat untuk memesan tiket ke dalam. Rambut yang acak-acakan jangan lupakan alas kaki berupa sandal tidur hello kitty yang dia pakai. Membuat seorang dua pria tampan yang berdiri tak jauh dari petugas check in counter sambil menyilangkan tangan di dada menatapnya tanpa berkedip. Vale yang tak sadar melewati pria itu tanpa menaruh curiga kalau sebenarnya keadaan bandara begitu sepi hanya ada dia dan pegawai ticket dan pria yang berdiri tak jauh di belakangnya dan beberapa pengawal. "Perm
Britania Raya - London wilayah metropolitan berlokasi disepanjang sungai Thames. Pemukiman utama yang di dirikan oleh romawi pada abad ke-1. Disinilah selama 3 tahun Vale menenangkan hati dan pikiran setelah diceraikan Alan. Thames Residences Hyde Park, apartemen mewah tempat di mana Vale tinggal selama di London. Sebagai ibu kota Inggris, kota ini selalu menawarkan kehidupan yang sibuk dan penuh gairah, tempat di mana keinginan dan kenyataan sering bertabrakan dengan cara yang tidak terduga. Di tengah segala hiruk-pikuk ini, Vale telah menemukan kedamaian yang ia cari selama bertahun-tahun. Di dalam kamar apartemen milik Vale, Alan memandangi wajah Vale yang sedang duduk di sofa dengan mulut tertutup rapat tanpa mau menjawab pertanyaannya sejak keluar dari jet pribadi miliknya. "Kau masih tak mau jawab juga." "Untuk apa? Aku mendapatkan itu semua darinya secara cuma-cuma. I think ... dia berhak dapat perhatian dariku," jawab Vale akhirnya setelah bungkam selama 30 menit yang lal
Alan menatap Vale, perasaan marah bercampur cemas merayapi hatinya. Di hadapan Vale, ia merasa tak berdaya, tak mampu mengendalikan dirinya lagi. Namun, di dalam dirinya ada perasaan yang lebih besar: bahwa Gerald Ludwig adalah ancaman nyata yang harus segera dihadapi, jika ia ingin kembali merebut hati Vale. Tiba di Jakarta ... Di ruang tamu Vale berdiri, membalikkan tubuhnya dengan langkah pelan. "Aku setuju," ujarnya, memecah kesunyian yang sudah lama menyesakkan. Alan mengangkat alisnya, ekspresinya berubah. "Kau serius?" tanyanya, tak percaya dengan kata-kata Vale. Vale mengangguk perlahan. "Tapi ada syarat. Kau harus menghentikan hubunganmu dengan Violet," tegasnya, matanya tak terlepas dari Alan. Alan menelan ludah, terkejut dengan permintaan itu. Violet, kekasihnya yang berasal dari Jerman, adalah sosok yang membuatnya melupakan Vale, setidaknya itu yang dia percayai. Namun, Vale tak memberi kesempatan untuk mempertimbangkan lagi. "Apa yang kamu maksud?" Alan menger
Pagi yang tenang itu terasa penuh dengan kesunyian yang memekakkan telinga. Alan mencoba mengalihkan perhatian dari pikiran yang mengganggunya dengan menatap dokumen yang tergeletak di meja. Dokumen yang seharusnya ia baca beberapa hari lalu, yang diserahkan Abizar dengan begitu serius. Alan menarik tumpukan kertas dan membuka lembar demi lembar dengan perasaan yang tidak menentu. Setelah beberapa halaman berlalu, matanya berhenti pada sesuatu yang menarik perhatian sebuah foto. Foto yang cukup mengejutkan untuk membuat napasnya tercekat. Di sana Violet kekasihnya yang telah ia putuskan untuk ditinggalkan terlihat sedang berdiri di samping seorang pria muda dengan wajah tampan, di sebuah pesta di Italia. Ia melirik foto lainnya. Di foto berikutnya, Violet dan Boy tampak lebih intim lebih dari sekedar rekan kerja. Mereka berdua saling berpegangan tangan, tersenyum mesra. Alan merasakan kepalanya berputar, tubuhnya seakan membeku sejenak. Ada perasaan yang sulit dijelaskan ketika me
Pagi itu, hujan turun deras di luar mengaburkan jendela-jendela rumah besar yang dulunya selalu ramai oleh tawa dan canda. Alan Chester berdiri di jendela, menatap langit yang mendung, seakan ingin menutupi seluruh kenyataan pahit yang harus dia hadapi. Di meja, selembar surat yang ia tulis dengan tangan sendiri terbuka, tergeletak begitu saja, tanpa ada yang menyentuhnya. Itu adalah surat yang berisi ultimatum kepada Tuan Satia, Ayah dari mantan istrinya, Valeria. "Vale." Suara Alan memecah keheningan, membuat Valeria menoleh. Alan tampak serius, bahkan lebih serius dari biasanya. "Aku sudah menulis surat untuk ayahmu. Aku akan mengambil semua saham Vale Group jika dia tidak segera kembali ke Indonesia dan menyelesaikan masalahnya. Aku ingin dia bertanggung jawab." Valeria menatapnya dengan tatapan kosong. Sudah berapa kali Alan mengancam untuk melakukan hal yang sama? Berapa kali dia menggunakan Vale Group sebagai alat untuk memaksanya kembali ke kehidupannya? Namun, kali in
Bagi Alan Chester Clark, hari ini tampaknya tidak akan berakhir dengan tenang. Lantai marmer di ruang kerja pribadinya terasa lebih dingin dari biasanya, seolah mencerminkan ketegangan yang melingkupi dirinya. Di meja kerjanya, tumpukan berkas dan laptop yang terbuka menunjukkan kekacauan. Semua ini akibat satu kejadian yang mengejutkan, keuangan bank miliknya, Alan CC, diretas oleh hacker. Kerugiannya bukan main—tiga triliun rupiah hilang begitu saja. Alan menatap layar laptopnya, mencoba mencari celah, mencari penjelasan, namun tidak ada yang bisa menjelaskan dengan gamblang apa yang terjadi. Kecanggihan hacker yang menyerang banknya terlalu luar biasa untuk dilawan hanya dengan teknologi biasa. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, menarik napas panjang, berusaha meredam amarah yang hampir meledak. 'Apa ini? Kenapa aku bisa sebodoh ini?' gumam Alan pada dirinya sendiri, dengan tangan mengepal di meja. Violet, mantan kekasihnya yang sudah dia campakkan, tidak tampak belakangan ini
Abizar duduk dengan tenang di ruangannya, menunggu dengan sabar kedatangan Alan temannya yang telah dia beri tahu bahwa Boy dan Violet telah ditangkap dan dibawa ke markasnya. Matanya bersinar dengan niat jahat, siap untuk memberikan hukuman kepada kedua pengkhianat itu. Sementara itu, di ruang sebelah, Boy dan Violet diseret masuk dengan kasar oleh anak buah Abizar. Mata mereka ditutup dan tangan mereka diikat rapat, membuat mereka tidak bisa bergerak atau melihat apa pun di sekeliling mereka. Violet mencoba untuk tetap tenang meskipun hatinya berdebar kencang, namun Boy tidak bisa menahan diri. Dia berontak dan mencoba melawan, namun hanya mendapat pukulan oleh anak buah Abizar. "HEY! Bangun, kau masih kuat?" suara pria plontos yang tersenyum jahat di sampingnya. Boy merasakan dirinya diangkat dengan kasar dan dilemparkan ke lantai. Ia merasakan beberapa pukulan mengenai tubuhnya, membuatnya menjerit kesakitan. "Berhenti! Jangan lakukan itu!" caci Violet, yang sedari tadi
"Baik Tuan, kalau begitu Saya akan menyiapkan mobil dan menunggu Anda di lobi setelah Anda sudah siap.""Hem ... pergilah." Dengan gerakan tangan dari Tuannya Tian pergi meninggalkan Juan yang membelakanginya sambil menikmati pemandangan kota Jogjakarta yang begitu terkenal dengan kuliner tradisional dan keramah tamahan warganya.'Sudah setahun Kau pergi kemana Dokter Marsya. Begitu sulit menemukanmu. Apa Kau baik-baik saja diluar sana. Semua negara sudah Aku cari tak ada satupun tanda-tanda kehadiranmu,' monolognya dengan perasaan yang begitu hampa.***Juan pergi bersama asistennya Tian dengan pakaian santai. Menikmati perjalanan di kota Jogja untuk menghilangi rasa penat belakangan ini."Kau menikmati perjalanan ini Tian.""Sangat Tuan, bagaimana dengan Anda.""Hem ... sedikit menikmati tapi kenapa malam ini agak berbeda. Lihatlah dilangit banyak bintang-bintang bersinar dan berkilau.""Banyak masyarakat awam
Juan memeluk erat Marsya Dia mencium lama rambut Marsya yang wangi bunga rose."Tidak, Kau sudah mengacaukan hidupku berjanjilah tak akan pergi lagi, Marsya."Deg! Detak jantung Marsya begitu cepat ketika Juan tiba-tiba mengungkapakan perasaannya."Kau ... Kau sudah memiliki kekasih Juan, jangan seperti ini. Jangan buat kekasihmu bersedih, Aku bukan perebut kekasih orang."Dekapan Juan menegang matanya terbuka mendengar ucapan Marsya. Ya dia memang mempunyai kekasih tapi wanita inilah yang belakangan ini menjadi pemilik hati sebenarnya. Wanita ini sudah membuat dia membohongi kekasihnya.Juan melepas pelukannya tangannya menangkup wajah cantik Marsya dengan sorot mata lembut. "Kau yang ku inginkan tunggulah sebentar lagi Kita akan bersama.""Apa Kau tidak mengerti, Aku nggak cinta sama Kamu Juan. Kita hanya sepasang manusia yang baru bertemu belum lama yang tak sengaja bertemu dalam hubunganku bersama Bima temanmu. Kau tahu betul
Deg! Detak jantung Marsya begitu cepat ketika Juan tiba-tiba mengungkapakan perasaannya."Kau ... Kau sudah memiliki kekasih Juan, jangan seperti ini. Jangan buat kekasihmu bersedih, Aku bukan perebut kekasih orang."Dekapan Juan menegang matanya terbuka mendengar ucapan Marsya. Ya dia memang mempunyai kekasih tapi wanita inilah yang belakangan ini menjadi pemilik hati sebenarnya. Wanita ini sudah membuat dia membohongi kekasihnya.Juan melepas pelukannya tangannya menangkup wajah cantik Marsya dengan sorot mata lembut. "Kau yang ku inginkan tunggulah sebentar lagi Kita akan bersama.""Apa Kau tidak mengerti, Aku nggak cinta sama Kamu Juan. Kita hanya sepasang manusia yang baru bertemu belum lama yang tak sengaja bertemu dalam hubunganku bersama Bima temanmu. Kau tahu betul siapa yang selalu mengisi hatiku sampai saat ini. Tolong ijinkan Aku pergi Dokter Juan.''Juan memandang sinis Marsya tatapannya berubah dingin membuat Marsya sedikit
"Baik Tuan, kalau begitu Saya akan menyiapkan mobil dan menunggu Juan pergi bersama asistennya Tian dengan pakaian santai. Menikmati perjalanan di kota Jogja untuk menghilangi rasa penat belakangan ini."Kau menikmati perjalanan ini Tian.""Sangat Tuan, bagaimana dengan Anda.""Hem ... sedikit menikmati tapi kenapa malam ini agak berbeda. Lihatlah dilangit banyak bintang-bintang bersinar dan berkilau.""Banyak masyarakat awam bilang pandanglah langit yang gelap seandainya ada bintang jatuh maka mintalah sesuatu kepada bintang itu agar menyampaikan kepada Tuhan supaya doa Kita terkabul Tuan.""Itu mitos Tian buktinya setiap malam Aku selalu memandang langit bertabur bintang tapi tak ada satu pun permintaanku didengarnya.""Anda ingin bertemu dengan seseorang pandanglah langit disana pasti akan ada bintang jatuh malam ini. Saya yakin doa Anda didengar Tuhan malam ini."Juan hanya tersenyum mendengar saran asisten
"Besok Kau ikut Aku ke markas Abizar. Apa tujuannya sampai harus bersitegang dengan Kita, pergilah!" "Baik Tuan Dominic." Ahmad membungkukkan punggungnya melangkah mundur dan keluar dari ruangan ketua mafia Clan. Seperginya Ahmad, Dominic mengetuk-ngetuk meja dengan pisau lipatnya. "Sudah ku duga wanita itu bukan keturunan orang sembarangan. Aku pernah melihat mendiang Ibunya menghajar pencuri yang mengganggu Julia sampai tumbang. Juan Kau benar-benar bodoh meninggalkan wanita istimewa itu," gumamnya. Disisi lain didalam club malam diruangan VIP ada dua sosok pria tampan sedang menikmati minumannya. " Loe nggak pulang sejak tadi ponsel loe bergetar. Gue lihat nama tunangan loe." "Berisik! Diamlah Tom ... Loe saja yang pulang anak istri nanti cari Loe," balas Juan. "Istri sama anak gue sedang berada di Jepang Kakeknya kangen cucunya. Kami barusan selesai video call. Gue sudah ijin temani Lo
Suatu malam, Juan masuk ke kamar Marsya yang mau tidur di kamarnya tanpa seizinnya. "Kenapa kamu di sini, Juan?" tanya Marsya, yang telah memasuki delapan bulan kehamilannya. "Kenapa? Ini kamar kamukan dan aku ingin berada dekat anakku," ucap Juan sambil menatap perut Marsya yang telihat sudah membesar. Marsya menatap Juan dengan heran. "Ck, jangan aneh-aneh. Aku memberikanmu kesempatan, tapi tidak sebebas ini. Keluarlah, aku mau istirahat," ujar Marsya, mencoba mengusir Juan dari kamarnya. "Besok lusa kita akan menikah, aku sudah menyiapkan semuanya," kata Juan dengan suara mantap. Marsya terdiam sejenak, tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Apa katamu, menikah?" tanyanya dengan wajah terkejut. "Ya, kita akan menikah," jawab Juan dengan tegas. "Aku tidak mau, kau jangan memaksaku, Juan!" "Aku tidak perlu persetujuanmu, yang jelas besok lusa kita akan menikah atau... ," ucap Juan menggangtung sam
"Nyonya Marsya mohon maaf, Saya dan semua pengawal akan pergi meninggalkan klinik. Apa suster Siska bisa menemani Anda?" tanya salah satu seorang pengawal yang Marsya ketahui ketua dari para pengawal lainnya. Marsya kaget mendengar ucapan pengawal Juan yang berdiri menatapnya iba. "Kalau Dia sudah berkata seperti itu kalian boleh meninggalkan Aku. Tenang saja Aku biasa sendiri, Tuan pengawal," jawab Marsya tersenyum hangat. Deg! Hati Ahmad bergetar mendengar ucapan wanita yang berdiri dihadapannya. Meskipun wanita itu habis menangis tapi bibirnya masih bisa tersenyum. "Nyonya ini nomer telepon Saya, Anda bisa menghubungi Saya. Kami hanya khawatir meninggalkan Anda disini sendiri." "Tidak apa-apa Tuan pengawal sekarang masih sore nanti Siska pasti datang sebaiknya Anda pergi secepatnya nanti Juan bisa marah." "Ya sudah Saya pergi Nyonya Anda hati-hati di klinik kalau ada apa-apa hubungi Saya. Na
"Ck ...sudahlah Aku lelah hari ini ada pasienku mau melahirkan." "Sudah ku atasi tenang saja klinikmu libur hari ini. Semua pasien sudah dibawa ke rumah sakit lain." "Apa! Apa maksudmu?" kaget Marsya mendengar ucapan Juan. Badannya sampai setengah duduk membuat kesenangan Juan terganggu. Juan bangun dari kasur lalu berdiri dihadapan Marsya dengan senjata yang masih menegang. Tangannya memegang dagu Marsya kepalanya menunduk menatap istrinya yang terlihat marah tapi seksi dimatanya. "Benar, semua pasienmu sudah Aku pindahkan ke rumah sakit milikku. Penghasilan rumah sakit hari ini tetap masuk kerekening Kamu sayang. Kau tak usah khawatir mereka ditangani dengan baik. Dan Kau hanya menangani Aku saja, hem." "Tapi ... hph," Belum sampai melanjutkan ucapannya Juan mencium bibir Marsya yang membengkak tangannya terulur mengendong tubu
Kedua bola matanya terbelalak melihat Juan yang sedang melumat bibirnya dengan mata memandangnya. "Hph ... uh ... Juan hentikan." Bukannya berhenti Juan semakin melesakkan lidahnya ke dalam mulut Marsya melumat dan menghisap saling merasakan saliva masing-masing. Tangannya mencekal pergelangan tangan Marsya ke atas kepala dan mengunci kakinya dengan menindihnya. "Juan apa yang Kau lakukan?" "Kenapa, Aku meminta hak Aku sebagai suami." "Enak saja! Aku nggak mau, minggir berat nih!" "Ck ... jangan merusak suasana istriku!" "Aku belum siap Juan, Aku ... Aku lagi datang bulan. Ah ya! Benar datang bulan." "Yakin? Apa hanya alasan Kamu saja?" "Aku tidak bohong Juan, awas ih berat Kamunya!" Juan tersenyum menyeringai jahat sambil memainkan lidahnya ke bibir. "Kenapa wajahmu sepertii itu? Jangan aneh-aneh deh!" Tiba-tiba tangan kiri Juan menyentuh dua bulatan Marsya yang padat pas digenggamannya. "Kau tidak memakai bra? Sepertinya istriku ini sudah biasa tidur seperti ini, hem?"