Tia tidak habis pikir mengapa ibu kandung Hafiz itu begitu membenci ibunya. Padahal Ibu Rosma juga sudah begitu baik merawat Hafiz layaknya anak sendiri.Pilihan ini begitu sulit. Tidak mungkin ia sanggup memilihnya. Walau Sahrul bukan ayah kandungnya, tapi dia juga telah membesarkannya selama ini. Dia yang mengambil penuh tanggungjawab seorang ayah."Tante, ini bukan pilihan. Aku nggak mungkin bisa memilih antara ayah ataupun ibu," sahut Tia. "Terserah kamu, Tia. Nasib ibumu sekarang ada di tanganmu. Kamu yang bisa menentukan berapa lama dia mendekam di penjara!" ujar Mirna.Kenangan buruk Mirna di masa lalu masih begitu membekas. Karena kelakuan Sahrul, ia tidak bisa melihat sang ayah untuk terakhir kalinya."Aku nggak nyangka, Tante setega ini. Di mana hati nurani Tante?" pekik Tia. Ia mulai terbawa emosi karena sikap Mirna yang begitu keras.Tia pun memutuskan pergi dari rumah Mirna. Rumah mewah hasil kerja kerasnya saat menjadi TKW. Ia pernah berjanji jika suatu saat sukses, ia
Uki dan teman-temannya akhirnya datang tepat waktu. Saat para anak buah Mirna itu akan menghabis Sahrul dan anak-anaknya, Uki dan teman gangsternya itu datang. Mereka pun berhasil membuat anak buah Mirna itu bertekuk lutut. Mereka lari meninggalkan gudang tua itu. Tidak lama, Tia pun datang dan memeluk ketiga adik perempuannya yang ketakutan akibat penculikan itu."Kalian nggak apa-apa?"Tia dan Uki akhirnya membawa ayahnya dan ketiga saudaranya yang lain pulang. Mereka sangat syok setelah mengalami kejadian yang mengerikan ini. Nyawanya nyaris hilang jika saya Uki datang terlambat.Beberapa jam berlaluTia kembali menemui ketiga adiknya. Ia hanya ingin memastikan jika semuanya dalam keadaan baik. Sasa dan Sisi pun sudah beristirahat. Hanya Ani yang belum memejamkan matanya."Ani, kamu kenapa?" tanya Tia. Putri sulung Rosma ini mencoba mendekati Ani yang berdiri di atas balkon.Tia tahu, sepertinya Ani masih sangat syok atas penculikan yang baru saja mereka alami. Di dapan matanya ta
Rosma hanya bisa tertunduk malu. Menangis. Menyesali semuanya. Rosma sadar, demi menuruti emosinya ia justru kehilangan anak kesayangannya. Anak yang ia rawat dari bayi. Walau Hafiz bukan terlahir dari rahimnya, tapi Rosma tidak pernah membedakan anak-anaknya."Mirna, maafin saya. Andai waktu bisa saya putar ulang, mungkin saya nggak akan pergi ke rumah Arumi menyaksikan pernikahan dia dan Mas Sahrul ...." lirih Rosma. Wajah Rosma sudah basah dengan air matanya yang tumpah. Namun, Mirna tetap tidak perduli. Mirna tetap dengan keputusannya untuk memperberat hukuman bagi Rosma yang telah menyesali perbuatannya."Rosma, kita bisa jadi saudara, demi Hafiz. Kalau kamu mau tetap menggugat aku, nggak masalah. Tapi tolong, aku hanya ingin kita mempunyai hubungan yang baik, itu saja!" tegas Rosma.Mirna hanya diam terpaku. Menatap wajah pembunuh anaknya itu dengan tatapan kebencian. Mirna sadar, jika ia juga telah berutang budi pada Rosma yang telah mengurus Hafiz dengan baik hingga peristiw
Kebebasan Rosma mungkin hanya sebatas impian. Mirna tetap kekeuh dengan keputusannya untuk melanjutkan tuntutannya. Bukan hanya pada Rosma, tapi juga Sahrul yang tengah berjuang dengan sakitnya.Dua minggu berlalu. Saat Tia baru saja datang ke kamar VVIP di mana ayahnya dirawat, tiba-tiba datanglah beberapa anggota kepolisian yang menghampirinya."Selamat sore!" ujar seorang di antaranya. Terlihat di nametag tertera nama Moeldoko."Sore.Ada apa ya, Pak?" tanya Tia. Tia mulai merasakan ketakutan. Ia masih sangat trauma manakala mengingat saat ibunya dibawa ketika selesai pemakaman Hafiz.Para anggota kepolisian itu akhirnya menjelaskan kedatangannya. Tia pun syok. Ia tidak menyangka jika ibu kandung Hafiz itu benar-benar melanjutkan rencananya. Bukan sekadar ancaman."Apa Tante Mirna yang melaporkannya, Pak?" tanya Tia. Sang anggota kepolisian itupun mengangguk.Pembicaraan pun terjadi. Tia yang berusaha agar ayahnya tidak dibawa pun akhirnya mengajak para aparat itu untuk menemui san
Beberapa tahun berlaluPada akhirnya, kebahagiaan seorang anak adalah ketika ia bisa hidup bahagia berkumpul bersama kedua orang tuanya secara utuh.Setelah banyak melewati banyak ujian kehidupan, Rosma akhirnya bebas. Ia akan segera menikmati udara segar. Kembali berkumpul dengan anak-anaknya.Tia pun sudah menyiapkan sebuah surprise untuk menyambut kepulangan ibu mereka. Rumah pun ditata sebegitu rupa hingga nampak cantik dan berbeda."Gimana, Ki, udah beres?" tanya Tia saat melihat persiapan yang dilakukan Uki dan teman-temannya."Beres, Kak."Tia bersama keempat adiknya pun bersiap menjemput ibunya di rutan. Mereka pun pergi menggunakan mobil milik Tia, hasil kerja kerasnya selama ini. "Go!"----Mobil yang dikendarai Uki akhirnya sampai di depan rutan. Mereka pun bersiap masuk. Ternyata Rosma sudah siap dan menunggu kedatangan mereka sejak tadi.Ditemani seorang sipir, Rosma pun kembali berpelukan dengan anak-anaknya. Sang sipir pun nampak turut bahagia melihat Rosma yang akhirn
Kehilangan suami sudah membuat Rosma merasa hidupnya tak lagi sempurna. Kebahagiaan yang ia harapkan pun kini sudah sirna. Namun, Rosma tetap berusaha tegar di depan anak-anaknya.Namun, di tengah kesedihannya, justru Arumi hadir dan membuat permasalahan baru di kehidupan Rosma dan anak-anaknya."Enggak! Saya nggak percaya kalau Rey ini juga anak ayah. Karena saat ayah kembali, ayah nggak pernah bercerita soal Reyhan!" pekik Tia malam itu."Tante hanya ingin merebut rumah ini aja kan? Jawab!" hardik Uki.Anak-anak Rosma itupun geram dibuatnya. Mereka tahu jika Arumi gila harta. Tidak mungkin ayah tidak menceritakan soal keberadaan Reyhan jika benar itu adalah anak kandungnya."Mana buktinya jika Reyhan anak kandung Mas Sahrul?" tanya Rosma."Ada kok.""Mulai hari ini, kami juga akan tinggal di sini. Karena Reyhan juga berhak di rumah ini, karena ini milik ayahnya!" ungkap Arumi.Anak-anak Rosma dan Sahrul itu jelas saja menolak keinginan Arumi untuk tinggal bersama. Bagaimana mungkin
Arumi sangat bahagia. Satu langkah awal rencananya berhasil. Ia kini bersama Reyhan sudah tinggal di rumah peninggalan Sahrul yang sangat luas. "Aku nggak akan membiarkan mereka menikmatinya sendiri. Kalau perlu, aku akan buat mereka keluar dari rumah ini dan hanya aku yang menjadi penguasa!" ucap Arumi tersenyum di depan kaca riasnya.Arumi sadar, ia sudah tidak banyak uang. Harus sesegera mungkin mendapatkan apa yang dia mau. Sahrul yang memiliki sebuah perusahaan konveksi, pasti meninggalkan banyak uang dan harta lainnya. Dan Reyhan, harus mendapatkan itu semua."Reyhan masih kecil. Jadi secara otomatis aku sebagai walinya yang akan menguasai semuanya," gumam Arumi."Besok aku harus bicara sama Rosma soal pembagian harta Sahrul. Aku nggak mau kalah cepat dari perempuan malam itu!" batin Arumi.----Malam ini Tia memilih tinggal sendiri di kost barunya. Rasa kecewanya pada sang ibu yang mengijinkan Arumi dan anaknya tinggal di rumah menjadi alasan Tia berpisah dari ibu dan keempat
Hati Tia gamang. Dia enggan kembali ke rumah karena muak melihat keberadaan Arumi yang juga membawa Reyhan..Namun, jika terus seperti ini justru akan membahayakan keluarganya sendiri."Sepertinya aku harus segera pulang. Biar dia tidak besar kepala," batin Tia.Malam itu juga Tia bersama Uki akhirnya pulang. Membawa barang seadanya. Tia pun sempat berpamitan pada Affan. Walau mungkin tidak bisa setiap saat berada di kostnya, Tia tetap akan membayar uang sewanya.Menggunakan mobilnya yang dikendarai Uki, Tia pun pergi meninggalkan kostnya. Kembali ke rumahnya dan memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi hak adik-adiknya. "Arumi, aku nggak akan pernah membiarkan kamu menang. Jangan senang dulu. Aku pasti akan kembali dan mengacaukan semuanya," batin Tia.----Tia akhirnya sampai di rumah. Mendengar suara mobil yang memasuki halaman rumah, Arumi pun mengintip dari balik tirai."Ngapain anak haram itu datang lagi ke sini?" gumam Arumi. Arumi pun memutuskan keluar dari kamarnya.Rosma p
Hati Andri dalam dilema. Entah keputusan apa yang harus diambilnya sekarang. Desakan Citra kian hari kian besar. Membuatnya pusing, beberapa kerjaannya pun mulai kacau."Andri, kamu harus memilih. Tidak mungkin kamu terus menjalani keduanya. Itu sama saja kamu memberi harapan sama Tiara dan Citra. Kamu harus memilih!" ucap Teguh, sahabat lama Andri."Entahlah, Guh. Aku masih bingung. Aku juga tidak bisa meninggalkan Tiara. Dia sedang butuh aku. Aku nggak mungkin meninggalkan dia saat ini!" ucap Andri."Kalau gitu, tinggalkan Citra. Biarkan dia mencari pendamping hidup yang lain. Yang lebih mapan dan siap!" seru Teguh."Enggak. Tapi aku juga tidak bisa kehilangan Citra.Kamu tahu kan, kalau aku ...." ucap Andri terhenti."Kamu egois!"Dilema dua hati melanda Andri. Mungkin memang benar apa yang dikatakan Teguh, tapi sepertinya ia juga belum siap memilih."Apa ini saatnya aku memilih?"....Citra akhirnya menerima permintaan paman dan tantenya untuk berkenalan dengan Hasyim. Seorang peng
Pada akhirnya Andri ingin membantu Tiara menemukan keluarga aslinya. Keluarga yang selama ini ia cari dan belum juga menemukan hasilnya. Tiara pun tidak tahu lagi, apa yang harus dilakukannya untuk menemukan mereka. Tiara mulai merasa bersalah. Setelah semua kejahatan yang dilakukannya, bahkan Andri masih mau membantunya."Andri, kenapa kamu masih mau membantuku?" tanya Tiara.Andri pun menatap mantan suaminya dengan tersenyum."Tiara, aku juga punya masalalu yang kelam. Aku bukan hadir dari keluarga yang baik. Orangtua yang kamu kenal selama ini, bukanlah orangtua kandungku, Tiara!" ucap Andri lantang."Hah???"Andri dan Tiara sama-sama menarik nafas panjang. Mereka memiliki pemikirannya masing-masing. Andri kembali mengenang masa-masa di mana ia akhirnya tahu, siapa dirinya yang sebenarnya."Apa kamu mau bercerita sedikit saja padaku?" tanya Tiara hati-hati. Andri pun tersenyum tipis.Andri pun mengajak Tiara duduk. Tepat di depan jendela. Menatap langit malam yang dipenuhi cahaya
Tia dan Affan harus pasrah dengan takdir. Mereka bertemu kembali di saat Affan justru sedang mempersiapkan pernikahannya dengan Anggia."Sayang, ini gimana?" tanya Anggia."Aku ikut kamu aja," jawab Affan.Affan, hatinya berkecamuk. Di satu sisi ia akan segera melangsungkan pernikahannya. Tapi, di sisi lain ia juga masih sangat mencintai Tia.Pernikahannya dengan Anggia bukanlah keinginannya. Ibu Laksmi yang meminta untuk menikah. Affan pun ingin membahagiakan ibunya, makanya ia tak menolak saat dijodohkan. Andai bisa jujur, ia tak ingin memikirkan soal pernikahan lagi setelah kepergian Tia.Namun, inilah jalannya. Tia justru yang akan menjadi event organizer dalam pernikahannya. Gaun pengantin pun hasil karyanya. Karya wanita yang sangat ia cintai.Anggia masih sibuk dengan gaun pengantinnya. Sedangkan Affan memilih untuk mengobrol dengan Tia di ruang kantor sambil memperhatikan Anggia."A- aku ....""Selamat ya, Van. Akhirnya kamu menikah. Aku doakan semoga kalian bahagia!" ucap Tia
Seminggu berlaluHari ini media sosial dihebohkan dengan berita penemuan mayat seorang wanita berparas cantik di sebuah perkebunan karet yang jauh dari rumah penduduk. Anggota tubuhnya telah terpotong menjadi beberapa bagian.Para warga pun mulai berkerumun ingin melihat mayat wanita cantik tersebut. Tetapi tidak ada satupun warga yang mengenalinya. Tidak ada satupun identitas mayat wanita cantik itu ditemukannya hingga akhirnya polisi menyatakan mayat itu tanpa identitas.Pihak berwajib dan para awak media mulai memberitakan dan menyebarkan wajah wanita itu dan berharap ada pihak keluarga yang melihat dan mengenalinya. Tetapi mereka hanya menyebar wajahnya saja tanpa berani menyebarkan bagian tubuh lainnya yang mulai membusuk. Sedikit lebih beruntung wajah mayat itu masih utuh, tidak ada luka hingga masih jelas untuk dikenali.Dua Minggu sudah berlalu mayat wanita itu berada di kamar jemazah RSUD. Tidak ada satupun orang yang menginformasi mengenali mayat wanita itu adalah anggota ke
Raymon akhirnya membawa makanannya ke dalam ruang penyekapan. Ia pun melepaskan ikatan tangan ketiganya. Agar mereka bisa makan dengan leluasa."Aku harus bisa mengambil rambut anak ini," batinnya.Rosma, Laksmi dan Tia yang tengah kelaparan pun akhirnya lengah dan tidak tahu ketika Raymon mengambil sampel rambutnya. Karena merasa sudah mendapatkan apa yang diinginkannya, Raymon pun langsung keluar."Kenapa kamu tinggal?""Mereka itu hanya tangannya yang dibuka. Mau lari ke mana? Hanya lewat sini satu-satunya jalan mereka keluar. Diam aja deh!" pekik Raymon.Raymon mulai pecah kongsi dengan istrinya itu. Entah mengapa ia punya keyakinan yang kuat jika hasil tes DNA akan mengatakan jika Reyhan adalah darah dagingnya."Awas kamu, Arumi. Kalau sampai terbukti Reyhan anakku, aku pasti akan membawa dia pergi sejauh mungkin dari kehidupan kamu!" batin Raymon.Setelah cukup lama, Raymon pun kembali ke ruangan penyekapan. Tapi, di luar dugaannya jika ketiga wanita itu menghilang. Lantas, ke m
Affan dan Uki pergi tanpa tujuan yang jelas. Mencari Ibu Laksmi dan Tia yang entah berada di mana. Kedua wanita penting dalam kehidupan Affan itu tiba-tiba menghilang begitu saja."Ya Allah, bantu aku agar bisa menemukan ibu dan Tia," batin Affan.Sebagai seorang anak, Affan sudah merasa gagal. Tidak bisa menjaga ibunya dengan baik. Bahkan yang ia pikirkan hanya kebahagiaannya sendiri. Hanya kepentingannya sendiri. "Ibu, Affan janji. Kalau ibu ketemu, Affan akan menuruti apapun kemauan ibu. Kalaupun Affan harus melepaskan Tia, Affan ikhlas, Bu ...." batin Affan. Tanpa sadar, airmata itu membasahi wajah Affan. Dia mulai tidak fokus menyetir. Bahkan saat Uki menegurnya agar berhati-hati, Affan pun hanya diam."Mas Affan stop!" teriak Uki."Astaghfirullah!"Affan yang pikirannya sedang kacau, tidak fokus membawa kendaraannya hingga nyaris saja menabrak penyeberang jalan."Mas, biar aku aja ya yang bawa mobilnya. Mas kayaknya lagi nggak fokus. Takut terjadi apa-apa malah nggak bisa cari
"Sudah puas kalian? Aku baik-baik aja kan?!" bentak Arumi.Arumi pun memutuskan pergi. Meninggalkan kediaman Sahrul itu dengan tergopoh-gopoh. Tanpa sepengetahuan yang lainnya, ia bergegas menuju rumah sakit."Aku harus segera sampai ke rumah sakit. Ah, aku nggak mau mati konyol!" gerutunya. Arumi pun terus berjalan di tengah malam, menunggu taksi yang juga tidak kunjung datang."Duh! Mana sih taksinya!" Arumi terus berjalan. Cukup jauh dari rumahnya, hingga di dekat pintu keluar komplek, lewatlah sebuah taksi. Arumi pun langsung menghentikannya."Pak, tolong cepat ke rumah sakit Medika. Saya keracunan makanan. Tolong cepat ya, Pak!" suruh Arumi yang sudah kesakitan karena racun yang mulai bereaksi."Tuhan, aku nggak mau mati sekarang!" batinnya. Arumi pun terus menyuruh sang supir untuk lebih mempercepat laju kendaraannya agar bisa segera sampai.----Akhirnya taksi yang membawa Arumi sampai di rumah sakit Medika. Dengan sisa tenaga yang ada, Arumi pun bergegas turun setelah membay
Kenangan buruk itu selalu menghantui kehidupannya. Laksmi tak pernah punya niat untuk kembali memiliki hubungan baru. Ia memutuskan menjadi single mom, bahkan di saat Affan sudah dewasa."Bu, aku mengerti ibu belum bisa memaafkan Bu Rosma, tapi tolong ijinkan kami tetap menikah, Bu ...." bujuk Affan saat kembali berbicara dari hati ke hati.Laksmi tetap diam. Ia tidak menolak, tapi juga tidak mengiyakan. Hanya airmata yang terus membasahi wajahnya. Banyak hal yang membuat Laksmi gundah. Ada dilema."Affan, kamu tolong juga mengerti perasaan ibu. Ibu Tia yang sudah merebut ayah kamu. Gara-gara dia adik kamu yang sedang ibu kandung meninggal. Terlalu sakit, Affan ...." ucap Laksmi. Laksmi pun memilih pergi, kembali ke kamarnya. Menangis sejadi-jadinya. Meluapkan semua kemarahannya, kecewa dan sakit hatinya pada Rosma.Namun, di satu sisi Laksmi juga sadar. Tia dan Affan tidak bersalah. Dua anak yang tidak berdosa ini berhak hidup bahagia. Tapi, bagaimana dengan perasaannya? Siapa yang
"Apa maksud kamu, Rosma?" teriak Arumi. Nampak jelas di wajahnya jika ia panik saat Rosma pun ikut mencurigainya."Kalau Tante nggak bersalah, kenapa panik?" celetuk Uki."Ah, sial!"Arumi yang sudah terpojok akhirnya memilih pergi ke kamarnya di lantai 2. Ia pun mulai berpikir untuk segera melenyapkan Uki. Satu-satunya anak kandung Sahrul yang tersisa."Aku harus ketemu Raymon besok. Dia harus segera menghabisi anak tengil itu," batin Arumi.Seminggu berlaluHari ini Affan pun memutuskan kembali ke rumah Rosma. Menanti jawaban dari Tia dan juga Rosma untuk menerima atau menolak lamarannya seminggu lalu.Di ruang tamu rumahnya, Rosma pun menyambut hangat calon menantunya itu. Di sanalah, ia akan menyaksikan sebuah jawaban dari Tia."Tia, gimana?" tanya Affan.Affan yang sudah tidak sabar pun langsung mendesak Tia untuk segera memberi jawaban atas lamarannya. Affan pun sudah menyiapkan mental jika ternyata Tia menolaknya."Apapun jawaban kamu, aku siap kok!" ujar Affan.Tia pun memanda