Sabrina sangat terkejut dengan kehadiran Ardi. Perasaannya semakin tidak enak. Apalagi tatapan sahabat Pandu itu menyorot tajam ke arahnya. Seolah-olah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Mungkin Sabrina bisa mengelabui semua orang. Namun, dia sama sekali tidak bisa membuat Ardi ikut dalam rencananya."Pandu, kita harus segera pergi. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu," ucap Ardi membuat Pandu beranjak dari duduknya. Dia akan segera mengikuti Ardi melangkah."Lalu bagaimana denganku? Apakah sopan meninggalkan seorang wanita sendirian di sini?" sela Sabrina.Pandu menepuk pundak Ardi, kemudian menolehkan pandangan ke arah Sabrina. "Kita sebaiknya mengantarkan Sabrina pulang terlebih dahulu. Apa yang dikatakannya memang benar. Kita tidak bisa meninggalkan dia sendirian di sini.""Bukankah dia memiliki mobil yang sangat mewah? Dan, sopir yang selalu siap siaga untuk mengantarkan dia ke mana pun pergi? Untuk apa kita harus mPandu masih tidak mengerti. Tiba-tiba Wojo seolah-olah sudah mengetahui jika dirinya akan datang. Suami Arumi sangat kesal melihat Pandu melakukan hal itu bersama Sabrina. Seharusnya dia tidak melakukan hal itu. Namun, Pandu melihat Wojo memiliki tingkah yang aneh. "Apakah aku salah menilaimu? Sekarang ini kau memarahiku karena aku tidak bisa bertemu dengan Arum. Bukankah kau seharusnya bahagia melihatku seperti itu? Tapi kenapa kau marah?" tanya Pandu dengan nada tegas. Dia berusaha menahan hatinya. "Aku adalah lelaki yang sangat bertanggung jawab. Aku tidak akan pernah menyakiti pasanganku dengan cara yang sangat kotor seperti itu. Kita seperti terjebak menuju ke sana. Dan itu adalah sangat buruk."Pandu mendekati suami Arumi itu yang masih menatapnya dengan dingin. Dia berencana untuk menjelaskan semuanya dan tetap menahan dirinya, untuk tidak meluapkan kekesalan. Karena semua orang sudah menuduhnya dengan sembarangan. "Aku tidak melakukan s
Saras masih saja termangu setelah mendengar perkataan menantunya. Da sama sekali tidak menyangka sang menantu yang semula sangat menentang pertemuan antara Arum dengan Pandu, kini berubah dengan seketika. Bhkan perkataannya sangat menyentuh hati Saras dan sedikit membuatnya tersadar. Jika ternyata selama ini dia sudah menyakiti hati anaknya. "Kenapa dia mengatakan hal itu? Bahkan dia memberikan isyarat kepada aku jika aku harus merelakan Arum bersama Pandu. Apakah dia benar-benar akan memberikan anakku kepada lelaki itu? Tapi bagaimana dengan kebahagiaan Arum selanjutnya jika memang dia benar-benar bersama Pandu? Sementara kedua orang tuanya tidak menyetujui hubungan mereka," batin Saras dengan kecemasan. Dia akhirnya berjalan menuju ke kamar Arum dan masuk untuk menanyakan sesuatu.Arum terduduk di depan meja rias sambil mencengkeram sepuluh jemarinya. Dia sangat resah dan memikirkan perkataan Wojo sebelumnya. Saat itu sang suami sudah mengatakan kepadanya. Apaka
Kehadirannya Nyai Ani mengejutkan Pandu dan Ardi. Mereka berdua segera menundukkan kepala di hadapan sang ibu yang membawa nampan berisi dua cangkir teh hangat."Sebaiknya kalian menemui Romo nanti saja. Sekarang pasti Ayah kamu akan membicarakan sesuatu hal penting dalam perusahaan. Biar saja mereka berdua yang sangat ahli dalam hal itu berbicara dengan sangat serius," kata Nyai kemudian tersenyum dan masuk ke dalam. Ardi menggelengkan kepala, mengajak Pandu untuk pergi dari sana. "Kita sebaiknya pergi saja. Apa yang aku katakan adalah saran yang sangat terbaik untuk saat ini. Jika kita masuk ke dalam, pasti keributan akan membuat Ayah kamu terkena serangan jantung sekali lagi. Jangan sampai hal itu terjadi."Pandu menganggukkan kepala. Dia segera berjalan menghindari ruangan Romo. Walaupun dalam hati, Pandu sebenarnya ingin sekali masuk ke dalam ruangan dan mengungkap semuanya di depan calon mertuanya itu. Namun, perkataan Ardi memang benar. Romo sekara
Arum masih terpaku. Pendengarannya sama sekali tidak dipercaya, ketika sang suami mengatakan sesuatu hal yang sangat mengejutkannya.Sepanjang malam setelah kejadian itu, Arum selalu memikirkan hatinya. Dia selalu membayangkan Pandu memeluk wanita lain. Padahal selama ini dia tidak pernah melakukannya dengan laki-laki lain, walaupun dia sudah bersuami. Bahkan kesuciannya masih sangat terjaga dengan baik. Dalam pikiran Arum, selalu terbelit dengan pengkhianatan yang ternyata Pandu lakukan untuknya. Saat itu hatinya benar-benar sakit. Bahkan, Arum sama sekali tidak berani menatap jendela kamar Pandu yang selalu terbuka lebar. Padahal, dia ingin sekali melihat sosok kekasihnya itu dari sana. Namun, kini dia harus menghadapi suatu kenyataan, jika apa yang berada di pikirannya selama ini adalah salah."Aku sangat membenci dengan adanya fitnah. Apakah yang kau katakan ini benar? Karena aku melihat dengan kedua mataku sendiri. Aku tidak ingin ada fitnah yang menyebab
Keduanya saling menunggu hari esok. Mereka tidak sabar untuk menanti hari itu. Sepanjang malam Pandu dan Arum semakin gelisah di dalam kamar mereka masing-masing. Keduanya sangat gelisah, tidak mengerti harus bagaimana jika bertemu nanti. Perasaan keduanya berbunga-bunga. Bahkan sepanjang malam mereka tidak bisa menutup kedua mata mereka dengan baik. Ketika mereka ingin menutup mata itu, kegalauan semakin saja mendera. Kedua mata mereka tidak hentinya memandang jam dinding yang terus berdetak cukup cepat, namun seakan sangat lama. Arum tidak hentinya memandang dirinya di depan cermin dan berdandan. Walaupun dia tidak pernah memakai alat make up yang sangat menor, namun dia terus menatap dirinya sendiri dan menyisir rambutnya itu."Apakah ini memang kenyataan, atau hanya sekedar mimpi? Aku benar-benar akan bertemu dengan kekasihku. Tidak ada lagi kasta yang akan menghalangi kami. Restu itu sebagian saja sudah kami dapatkan. Walaupun tidak sempurna. Tapi, aku i
"Arum. Apa kau dengar yang aku katakan? Aku menceraikan kamu. Sekarang kau adalah wanita yang sangat bebas. Tidak terikat dengan lelaki siapapun. Pergilah ke sana dan nikmati hidupmu dengan bahagia. Jika kau membutuhkan sesuatu, kau tahu harus menemui aku ada di mana."Arum semakin terdiam menatap Wojo yang kini tersenyum ke arahnya. Ini adalah pertama kali baginya melihat sang suami seperti itu. "Entah apa yang harus aku katakan kepada Romo. Bagaimana cara aku mengungkapkan terima kasih ini?" ucap Arum pelan dengan tetesan air mata. Romo hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, lalu menunjukkan jemarinya ke pintu stasiun yang sangat terbuka lebar dan mulai dimasuki oleh semua penumpang."Tidak ada yang perlu kau ucapkan untuk berterima kasih kepadaku. Justru aku yang harus mengungkapkan itu. Karena, saat mengenalmu. Akhirnya aku sangat menghargai bagaimana kehidupan itu dan wanita. Sekarang pergilah. Karena aku akan mengawasimu dari sini," bal
Sepanjang perjalanan, mereka masih saja saling menatap. Hingga Arum spontan mendorong tubuh Pandu dan mendadak memalingkan wajahnya. Pandu mengernyit tajam. Dia tidak mengerti dengan situasi ini. "Kenapa kau memalingkan wajah cantikmu itu? Tidakkah kau seharusnya membiarkan aku memandangnya, karena aku sangat merindukan wajah itu. Hmm, wajah alami tanpa polesan yang selalu membayangi pikiranku dengan sangat tidak tenang," ucap Pandu lalu berusaha menarik tubuh Arum. "Arum, kenapa?" tanya Pandu. Dia gelisah melihat Arum harus menahan tubuhnya dan sama sekali enggan untuk menatap Pandu lagi. Arum sangat cemburu, ketika saat itu melihat Pandu berpelukan dengan Sabrina. Arum sampai sekarang tidak bisa melupakan kejadian itu. Walaupun sebenarnya Pandu sudah dijebak oleh wanita itu."Aku sangat marah dan cemburu denganmu. Kenapa kau berpelukan dengan wanita itu?" ucap Arum dengan sangat manja, membuat Pandu tersenyum."Tidak ada hal lain sel
"Selena. Aku tidak percaya kau ternyata ada di sini. Aku baik-baik saja dan kau lihat sendiri, aku bersama dengan Arum. Kau pasti sudah mengenalnya. Ya, dia wanita yang pernah ke sini dengan Wojo," ucap Pandu kemudian mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. "Of course, I will remember, Arum. She is pretty woman. Aku melihat, kalian sangat bahagia. Aku harap kalian bisa hidup seperti ini sampai maut memisahkan kalian. Sekarang ikuti aku. Karena aku sudah menyiapkan semuanya." Arum dan Pandu saling menolehkan pandangan. Mereka semakin tidak mengerti dengan perkataan Selena."Apakah kau serius, Selena? Apakah ini ada hubungannya dengan mantan suami Arum? Aku tidak menyangka kalian sudah membantu kami seperti ini.""Kamu tidak perlu memikirkan hal apa pun, Pandu. Kau yang sudah menolongku saat itu terbebas dari calon suamiku yang sangat kejam. Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk membalas budi perbuatanmu yang sangat luar biasa itu. Bahka
Nyai Ani dan Saras saling berpandangan. Mereka tidak percaya dengan kejadian yang sama terulang kembali. Mereka saling berpandangan, kemudian menatap tegang sang pelayan yang masih mendudukkan kepala. Hingga Ibu Arumi pun berlari datang bersujud di hadapan Nyai Ani dan Saras."Maafkan saya, Nyai. Anak saya bersalah. Tolong jangan marah dengan anak saya. Nyai ... saya yang bertanggung jawab. Saya sudah mengatakan kepada Arumi agar tidak mendekati Raden Putra. maafkan saya. Tolong jangan pecat saya karena saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Sekali lagi maafkan saya."Nyai Ani tersenyum. Saras pun juga ikut tersenyum. Mereka segera mendekati pelayan itu dan menariknya hingga berdiri."Tunjukkan aku di mana mereka. Tidak aku sangka, ternyata Putra menyukai wanita yang memiliki nama persis dengan nama anakku, Arum. Aku sangat terharu mendengarnya," balas Saras masih saja tersenyum haru."Ini sudah takdir kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Cinta kembali hadir di dalam rumah i
"Paman?" Putra terkejut melihat Ardi berada di belakangnya. Dia segera tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal. Wajahnya masih bersemu ketika melihat gadis itu. Ardi tersenyum dan menggelengkan kepalanya, mengingat sosok Pandu saat pertama kali bertemu dengan Arum. Ardi sudah bercerita semua kisah Pandu dan Arum kepada Putra. Kejadian barusan, sama persis dengan sosok Putra."Kau menyukainya?" tanya Ardi sekali lagi sambil mengangkat salah satu alisnya."Entahlah, Paman. Ketika aku melihatnya. Jantungku tiba-tiba bergetar. Dia seperti bidadari. Wajahnya secerah awan. Senyumannya membuatku tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Bahkan, sampai sekarang pun aku memikirkannya. Bayangan wajahnya itu selalu ada di dalam pikiranku. Padahal aku baru menemuinya hanya beberapa menit saja. Hmm, siapa dia, Paman? Aku ingin sekali bertemu dengannya.""Hahaha. Itu adalah namanya cinta. Yah ... kau mencintainya. Cinta pandangan pertama. Ibunya baru bisa aja bekerja menj
"Romo datang?" Sunarsih seketika terpaku. Apalagi Romo dan Nyai Ani membawa beberapa kain dan perhiasan. "Maafkan kami datang dengan mendadak. Kami mendengar dari pelayan jika kalian akan menikah. Aku ada beberapa kain kebaya. Sebenarnya aku ingin memberikannya kepada Arum. Ini adalah kain dari ibuku. Aku berniat untuk memberikannya kepada Arum saat dia sudah melahirkan. Tapi ternyata takdir berkata lain dan aku berpikir ingin memberikannya kepada kalian, karena kalian adalah dua wanita yang sangat hebat."Mawar dan Sunarsih saling berpandangan. Mereka tidak menyangka, seseorang yang sangat mereka takuti sekaligus benci datang dengan pandangan lain. Senyuman terpampang di wajah angkernya selama ini.Nyai Ani menyodorkan kain itu dengan tersenyum. Mawar dan Sunarsih akhirnya tersenyum dan menerima. Mereka tidak percaya dengan semua ini."Aku tidak bisa berkata apa pun. Yang jelas, aku sangat bahagia," ucap Sunarsih. Dengan mendadak, dia mendekati Romo dan memeluknya. Semua orang terk
"Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa seseorang yang sangat gagah seperti dirinya bisa menjadi seperti ini? Aku benar-benar tidak percaya, Hendra. Apakah kakakmu bisa sembuh? Aku harus bagaimana menghadapi kakakmu yang seperti ini?" ucap Saras kemudian meneteskan air matanya."Ibu hanya perlu mendekatinya saja. Katakan apa pun yang bisa membuat kakakku mengerti jika dia harus menjalin kehidupan ini. Kematian Pandu sudah dilupakan oleh pihak hukum, karena kondisi Kakak yang seperti ini. Mereka berharap Kakak bisa menjadi sosok seperti semula kembali. Tapi ... sepertinya itu susah, Ibu. Bahkan sekarang ibuku, Mustika, dan semua adiknya pun sangat bersedih. Tidak ada kebahagiaan lagi yang berada di rumah." Hendra menatap sang kakak dengan sangat sendu. Tubuhnya yang semakin kurus, membuatnya tidak memiliki tenaga yang cukup. Dia resah bagaimana jika dia nanti pergi dari dunia ini. Siapa yang akan menjaga keluarganya?"Baiklah, aku akan mencoba mendekatinya." Sarah mendekati Wojo yang masih
Mereka semua terkejut saat Joko tiba-tiba masuk dan mengatakan hal seperti itu. Sunarsih seketika menganga, menatap Joko dengan sangat tampan menggunakan kemeja putih, berjalan menghampirinya. Dia menatap Sunarsih dan menutup mulutnya. Sunarsih terpaku seketika."Apa ..."Joko saat itu selalu memandang Sunarsih. Sifatnya yang sangat lucu dan tomboy, mengingatkan dia kepada Sabrina. Namun, Joko harus menutup hatinya untuk Sabrina yang sudah pergi. Joko perlahan-lahan sering menemui Sunarsih dan berusaha membuka hatinya. Hingga dia paham hatinya sedikit bergetar. Ketika mendekati Sunarsih yang selalu paham dengan dirinya.Joko selalu bercerita apa pun kepada Sunarsih. Dia sangat kesepian, tidak sengaja bertemu Sunarsih di taman. Sejak saat itu mereka selalu mengobrol dan akrab. Joko terus berpikir sepanjang hari, hingga dia akhirnya memutuskan untuk melamar Sunarsih."Walah, masa aku mendapatkan lamaran dengan cara seperti ini? Hah, tiba-tiba saja datang lalu ngomong, mungkin aku. Hah,
Bagai tersambar petir. Perasaan Saras seketika hancur. Dia tidak menyangka perasaannya selama ini akhirnya terjawab. Beberapa hari sebelumnya dia selalu memandang Arum, dan sudah merasakan akan kehilangan anaknya untuk selamanya. Ternyata sekarang dia akan menghadapi hal itu. Sebuah pertanda yang selalu dia lihat, dari perkataan Arum dan Pandu. Seolah-olah mengetahui mereka tidak akan hidup lama lagi. Tanpa sadar mereka ungkapkan selama ini. Saras selalu menepis semua yang ada di pikirannya. Namun, ternyata benar. Dan terlebih lagi, dia teringat sumpahnya dan sumpah Nyai Ani, yang kini terjawab sudah."Tidak! Tolonglah dokter. Lakukan apa pun untuk menyelamatkannya. Aku mohon kepadamu dokter. Biarkan anakku hidup, karena aku belum bisa membahagiakannya. Aku mohon dokter," ucap Saras dengan lemas. Nyai Ani yang terus menangis memeluknya. Begitu juga dengan Wati dan Sunarsih yang tidak kuasa mendengar. Tidak bisa menumpu tubuhnya yang mendadak lemas, Sunarsih hampir tumbang. Joko yang b
Suara letusan peluru tiba-tiba terdengar cukup keras. Arum menatap Pandu yang tersenyum ke arahnya, membelai pipinya dengan perlahan, lalu memeluknya."Kau sangat cantik, Arum," ucap Pandu pelan.Arum mengernyitkan kedua alisnya semakin dalam. Menatap Pandu yang tiba-tiba pucat. Hingga dia merasakan basah di kedua tangannya. Perlahan, Arum bergetar saat melihat jemarinya tiba-tiba dipenuhi dengan cairan darah segar yang keluar dari punggung Pandu. "A-pa ...," ucap Arum pelan. Dia tidak bisa berkata. Mulutnya tercekat, bahkan napasnya terhenti seketika, seakan dia tidak bisa bergerak. Tubuhnya kaku. "Mas ..." Arum kembali menatap kedua mata Pandu yang masih memperlihatkan senyuman dan cinta tulusnya kepada Arum."Tidak ada hal di dunia ini yang lebih indah selain dirimu. Wanita yang tidak akan pernah tergantikan sampai kapanpun. Wanita yang selalu ada di hatiku. Wanita yang selalu aku cintai. Aku sangat ... mencintaimu. Kau tidak tergantikan," bisik Pandu masih dengan tersenyum. Arum
Wojo terdiam, menunggu Arum untuk mengatakan jawaban yang sudah ditunggunya. Arum tersenyum menganggukkan kepala dan berkata, "Aku akan menjadi istrimu dan mendampingimu sampai kapanpun. Tapi aku mohon kita pergi dari sini dan melupakan semuanya," balas Arum masih dengan tersenyum, namun meneteskan air matanya. Menahan hatinya yang terasa sesak. Padahal dia sama sekali tidak ingin berkata seperti itu. Namun, apa boleh buat. Tindakannya itu benar-benar meluluhkan lelaki yang semula memendam amarah."Ini tidak benar! Hah, benar benar sangat menyakitkan. Aku tidak akan pernah melepaskan istriku untuk lelaki lain. Bisakah aku hidup bahagia jika aku berpisah dengannya? Lebih baik aku kehilangan nyawa, dari pada aku melihat dia bersama dengan lelaki lain. Aku tidak akan pernah membiarkannya," batin Pandu. Dia berjalan mendekati Arum. Menariknya, kemudian menggelengkan kepalanya dengan perlahan."Tidak adakah cara lain yang bisa aku lakukan selain memohon untuk berada di sisimu. Tidak adakah
Pandu terkejut. Dia segera menghampiri Hendra yang masih terengah-engah mengatur napasnya. Apa yang dikatakan Hendra barusan membuatnya ketakutan. Pasti keluarganya dan keluarga Wojo sudah melakukan perdebatan sengit, dan tentu saja keluarga Wojo pasti akan memenangkan perdebatan itu."Hendra. Tenangkan dulu dirimu. Berbicaralah dengan baik. Kenapa kau ini? Ada apa sebenarnya?" balas Pandu dengan sangat panik. Hendra masih menekan dadanya yang terasa sesak. Tenaganya benar-benar terkuras. Saat itu, Hendra segera mengendarai mobilnya dan mencari Pandu ke rumah Ardi saat mengetahui sesuatu terjadi dengan sangat mengerikan. Ardi segera mengatakan di mana keberadaan Pandu. Sementara Ardi segera menuju ke kediaman Kasoemo untuk menangani masalah itu."Kakakku marah besar, Pandu. Dia berada di kantor wartawan itu, memporak-porandakan kantor itu. Lalu, mengancam semua wartawan yang berada di sana termasuk pemilik kantor itu. Dia sangat marah. Hah, setelah berhasil membuat semua orang takut,