"Arum. Apa kau dengar yang aku katakan? Aku menceraikan kamu. Sekarang kau adalah wanita yang sangat bebas. Tidak terikat dengan lelaki siapapun. Pergilah ke sana dan nikmati hidupmu dengan bahagia. Jika kau membutuhkan sesuatu, kau tahu harus menemui aku ada di mana."
Arum semakin terdiam menatap Wojo yang kini tersenyum ke arahnya. Ini adalah pertama kali baginya melihat sang suami seperti itu."Entah apa yang harus aku katakan kepada Romo. Bagaimana cara aku mengungkapkan terima kasih ini?" ucap Arum pelan dengan tetesan air mata.Romo hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, lalu menunjukkan jemarinya ke pintu stasiun yang sangat terbuka lebar dan mulai dimasuki oleh semua penumpang."Tidak ada yang perlu kau ucapkan untuk berterima kasih kepadaku. Justru aku yang harus mengungkapkan itu. Karena, saat mengenalmu. Akhirnya aku sangat menghargai bagaimana kehidupan itu dan wanita. Sekarang pergilah. Karena aku akan mengawasimu dari sini," balSepanjang perjalanan, mereka masih saja saling menatap. Hingga Arum spontan mendorong tubuh Pandu dan mendadak memalingkan wajahnya. Pandu mengernyit tajam. Dia tidak mengerti dengan situasi ini. "Kenapa kau memalingkan wajah cantikmu itu? Tidakkah kau seharusnya membiarkan aku memandangnya, karena aku sangat merindukan wajah itu. Hmm, wajah alami tanpa polesan yang selalu membayangi pikiranku dengan sangat tidak tenang," ucap Pandu lalu berusaha menarik tubuh Arum. "Arum, kenapa?" tanya Pandu. Dia gelisah melihat Arum harus menahan tubuhnya dan sama sekali enggan untuk menatap Pandu lagi. Arum sangat cemburu, ketika saat itu melihat Pandu berpelukan dengan Sabrina. Arum sampai sekarang tidak bisa melupakan kejadian itu. Walaupun sebenarnya Pandu sudah dijebak oleh wanita itu."Aku sangat marah dan cemburu denganmu. Kenapa kau berpelukan dengan wanita itu?" ucap Arum dengan sangat manja, membuat Pandu tersenyum."Tidak ada hal lain sel
"Selena. Aku tidak percaya kau ternyata ada di sini. Aku baik-baik saja dan kau lihat sendiri, aku bersama dengan Arum. Kau pasti sudah mengenalnya. Ya, dia wanita yang pernah ke sini dengan Wojo," ucap Pandu kemudian mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. "Of course, I will remember, Arum. She is pretty woman. Aku melihat, kalian sangat bahagia. Aku harap kalian bisa hidup seperti ini sampai maut memisahkan kalian. Sekarang ikuti aku. Karena aku sudah menyiapkan semuanya." Arum dan Pandu saling menolehkan pandangan. Mereka semakin tidak mengerti dengan perkataan Selena."Apakah kau serius, Selena? Apakah ini ada hubungannya dengan mantan suami Arum? Aku tidak menyangka kalian sudah membantu kami seperti ini.""Kamu tidak perlu memikirkan hal apa pun, Pandu. Kau yang sudah menolongku saat itu terbebas dari calon suamiku yang sangat kejam. Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk membalas budi perbuatanmu yang sangat luar biasa itu. Bahka
Pandu tidak percaya dengan penglihatannya. Dia melihat Arum dengan sangat cantik mengenakan kebaya putih dan jarit payet mengkilat. Dipenuhi dengan berlian dan mutiara yang berpadu menjadi satu.Selena yang memberikan sedikit polesan ke wajah Arum, membuat kekasih Pandu itu terlihat sempurna. Senyuman terlihat semakin jelas di wajah tampan Pandu. Dia terus berjalan mendekati Arum dan mengulurkan tangannya. Sang Raden masih tidak percaya, sekarang bisa bersama dengan wanita yang sangat diimpikannya. Selena yang melihat kebersamaan mereka meneteskan air mata haru. "Kau terlihat sangat cantik. Persis dengan Putri Roro Kidul," ucapan Pandu dengan tersenyum, membuat Arum terkekeh pelan. "Kenapa selalu Nyi Roro Kidul? Apakah tidak bisa digantinya dengan putri kayangan?" balas Arum dengan tersenyum. Kecantikannya semakin terlihat luar biasa.Upacara pernikahan segera dimulai. Selena dan beberapa pengikutnya, datang sebagai saksi. Wajah dari keduanya ta
Kedua mata mereka saling memandang. Kini perlahan Pandu menyentuh kulit Arum yang sudah polos. Dia mengelusnya dan menelusuri semua sudut lekukan tubuh Arum yang sangat indah. Kedua mata Arum memejam, menikmati sentuhan Pandu yang sangat lembut itu. Pandu menariknya, kemudian menggendong Arum. Lalu dia merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kini dia menatap Arum dengan tersenyum. Napasnya mulai terdengar cukup keras. Karena hasratnya sudah tidak terbendung lagi.Perlahan bibir itu mengecup bibir Arum. Pandu menikmati permukaan bibir Arum dengan sangat pelan. Mereka berdua menikmati sentuhan masing-masing. Pandu yang sudah mulai mendesah, mulai menikmati tubuh indah Arum. Tubuh itu sudah dinikmati Pandu dengan sangat bebas. Dia menelusuri setiap lakukan tubuh Arum hingga sampai di kepemilikan suci itu. Suara desahan Arum terdengar cukup keras. Desahan itu malah membuat Pandu semakin menyukainya."Ah ..."Pandu terus memainkan kepemilikan Arum yang m
Hubungan intim terjadi antara Sabrina dan Joko. Sang pengawal sama sekali tidak bisa menolak, karena merasakan kepuasan sekaligus cintanya terlampiaskan kepada Sabrina. Walaupun dia sebenarnya sangat tahu apa yang Sabrina rencanakan. Semua itu pasti untuk membuat Pandu dan Arum terpisahkan. Entah apa yang dilakukan Sabrina, Joko masih saja menutup mulutnya. Dia akan tetap diam dan tidak akan berbuat apa pun. "Sekarang pergilah, karena aku ingin sendiri. Kau jangan mendekatiku lagi, karena aku tidak mau," ucap Sabrina membuat Joko hanya menundukkan kepala. Sang pengawal memakai pakaiannya, kemudian sejenak menatap Sabrina dan akhirnya pergi dari sana."Aku akan membalas semuanya. Lihat saja nanti. Dia tidak akan pernah bahagia," batin Sabrina dengan tersenyum sinis.**Di kediamannya, Romo sangat marah ketika melihat Pandu pergi sekali lagi. Apalagi sang istri mengijinkannya. Dia sama sekali tidak terima dengan apa yang telah diperbuat Nyai Ani.
Dengan perasaan yang sebenarnya cukup berdebar, Arum memberanikan diri untuk menemui lelaki yang berada di sudut jalanan. Mereka memandangi rumahnya terus menerus dengan mencurigakan. Dia dengan cepat berjalan menemui pria itu dan menegurnya dengan sangat tegas. "Siapa kalian!" ucapnya sembari menunjukkan jemarinya ke arah mereka. Para pria itu saling menolehkan pandangan dan berusaha untuk mengalihkan perhatian Arum."Jangan pernah pergi sebelum kalian mengatakan yang sesungguhnya. Aku tahu kalian sudah mengamati rumah kami berhari-hari. Pasti seseorang sudah memerintahkan kalian dan ingin mengamati kami. Aku akan melaporkan kejadian ini kepada aparat kepolisian. Agar kalian tertangkap," ancamnya. Spontan beberapa pria itu hanya menundukkan kepala, kemudian pergi meninggalkan Arum begitu saja."Arum. Apa yang kau lakukan di sini? Aku sangat tidak tenang saat melihatmu berjalan ke jalanan ini. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa ada sesuatu yang kau sembunyi
Malam begitu indah bagi Selena. Dia menyerahkan kesuciannya kepada lelaki yang selama ini dicintainya. Soewojo, lelaki dengan kasta tertinggi. Yang selama ini tidak pernah melampiaskan hasratnya kepada seorang wanita, akhirnya melakukannya. Miliknya yang selama ini hanya bisa berdiam diri tanpa dinikmati oleh wanita manapun, kini menghentak dengan keras. Hasrat yang sudah diluapkan. Lahar yang selama ini terkurung dan kering, kini meluap dengan sangat deras.Kedua pandangan mereka saling menyatu dalam senyuman. Tidak percaya hari ini benar-benar akan terjadi."Kenapa kau tiba-tiba menerimaku? Apakah ini memang benar cinta, atau tidak? Jika kau melakukannya karena ingin meluapkan hasrat mu saja, aku masih dengan setia menerimanya. Karena rasa cinta ini."Perlahan jemari Wojo membelai rambut Selena yang bercampur dengan keringat. Dia menelusuri wajah Selena yang sangat cantik dan putih mulus. Warna kulit kemerahan yang terlihat sangat khas dan semp
Tidak dipikirkan lagi. Pandu segera pergi ke hotel di mana Sabrina menginap. Kali ini dia mengajak Arum. Dia tidak akan pernah berangkat sendirian. Dia akan menghindari suatu hal yang tidak diinginkan. Apalagi Sabrina selalu saja dipenuhi dengan jebakan. Dia kali ini tidak mau terjebak oleh Sabrina.Arum yang terus mengikuti Pandu sangat cemas. Dia selama ini sebenarnya ingin sekali memberontak kepada Sabrina. Tapi, kini dia membiarkan Pandu yang mengatasinya. Sebagai seorang istri, dia hanya bisa berdiam. "Arum jika kita telah kita sampai, kamu tunggu saja di bawah. Karena aku tidak ingin Sabrina melakukan suatu hal buruk di dalam. Kau bisa terkena sesuatu."Arum menggelengkan kepala dengan cepat setelah mendengar perkataan Pandu. Dia tidak ingin menunggu di bawah, sementara Pandu masuk sendirian ke dalam kamar hotel.Bagaimana jika terjadi sesuatu hal? Dia tidak ingin melakukannya. Semua ini bisa saja jebakan. Masuk ke dalam kamar hotel menemui seorang wanita adalah sesuatu hal yang
Nyai Ani dan Saras saling berpandangan. Mereka tidak percaya dengan kejadian yang sama terulang kembali. Mereka saling berpandangan, kemudian menatap tegang sang pelayan yang masih mendudukkan kepala. Hingga Ibu Arumi pun berlari datang bersujud di hadapan Nyai Ani dan Saras."Maafkan saya, Nyai. Anak saya bersalah. Tolong jangan marah dengan anak saya. Nyai ... saya yang bertanggung jawab. Saya sudah mengatakan kepada Arumi agar tidak mendekati Raden Putra. maafkan saya. Tolong jangan pecat saya karena saya sangat membutuhkan pekerjaan ini. Sekali lagi maafkan saya."Nyai Ani tersenyum. Saras pun juga ikut tersenyum. Mereka segera mendekati pelayan itu dan menariknya hingga berdiri."Tunjukkan aku di mana mereka. Tidak aku sangka, ternyata Putra menyukai wanita yang memiliki nama persis dengan nama anakku, Arum. Aku sangat terharu mendengarnya," balas Saras masih saja tersenyum haru."Ini sudah takdir kita tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Cinta kembali hadir di dalam rumah i
"Paman?" Putra terkejut melihat Ardi berada di belakangnya. Dia segera tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak terasa gatal. Wajahnya masih bersemu ketika melihat gadis itu. Ardi tersenyum dan menggelengkan kepalanya, mengingat sosok Pandu saat pertama kali bertemu dengan Arum. Ardi sudah bercerita semua kisah Pandu dan Arum kepada Putra. Kejadian barusan, sama persis dengan sosok Putra."Kau menyukainya?" tanya Ardi sekali lagi sambil mengangkat salah satu alisnya."Entahlah, Paman. Ketika aku melihatnya. Jantungku tiba-tiba bergetar. Dia seperti bidadari. Wajahnya secerah awan. Senyumannya membuatku tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Bahkan, sampai sekarang pun aku memikirkannya. Bayangan wajahnya itu selalu ada di dalam pikiranku. Padahal aku baru menemuinya hanya beberapa menit saja. Hmm, siapa dia, Paman? Aku ingin sekali bertemu dengannya.""Hahaha. Itu adalah namanya cinta. Yah ... kau mencintainya. Cinta pandangan pertama. Ibunya baru bisa aja bekerja menj
"Romo datang?" Sunarsih seketika terpaku. Apalagi Romo dan Nyai Ani membawa beberapa kain dan perhiasan. "Maafkan kami datang dengan mendadak. Kami mendengar dari pelayan jika kalian akan menikah. Aku ada beberapa kain kebaya. Sebenarnya aku ingin memberikannya kepada Arum. Ini adalah kain dari ibuku. Aku berniat untuk memberikannya kepada Arum saat dia sudah melahirkan. Tapi ternyata takdir berkata lain dan aku berpikir ingin memberikannya kepada kalian, karena kalian adalah dua wanita yang sangat hebat."Mawar dan Sunarsih saling berpandangan. Mereka tidak menyangka, seseorang yang sangat mereka takuti sekaligus benci datang dengan pandangan lain. Senyuman terpampang di wajah angkernya selama ini.Nyai Ani menyodorkan kain itu dengan tersenyum. Mawar dan Sunarsih akhirnya tersenyum dan menerima. Mereka tidak percaya dengan semua ini."Aku tidak bisa berkata apa pun. Yang jelas, aku sangat bahagia," ucap Sunarsih. Dengan mendadak, dia mendekati Romo dan memeluknya. Semua orang terk
"Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa seseorang yang sangat gagah seperti dirinya bisa menjadi seperti ini? Aku benar-benar tidak percaya, Hendra. Apakah kakakmu bisa sembuh? Aku harus bagaimana menghadapi kakakmu yang seperti ini?" ucap Saras kemudian meneteskan air matanya."Ibu hanya perlu mendekatinya saja. Katakan apa pun yang bisa membuat kakakku mengerti jika dia harus menjalin kehidupan ini. Kematian Pandu sudah dilupakan oleh pihak hukum, karena kondisi Kakak yang seperti ini. Mereka berharap Kakak bisa menjadi sosok seperti semula kembali. Tapi ... sepertinya itu susah, Ibu. Bahkan sekarang ibuku, Mustika, dan semua adiknya pun sangat bersedih. Tidak ada kebahagiaan lagi yang berada di rumah." Hendra menatap sang kakak dengan sangat sendu. Tubuhnya yang semakin kurus, membuatnya tidak memiliki tenaga yang cukup. Dia resah bagaimana jika dia nanti pergi dari dunia ini. Siapa yang akan menjaga keluarganya?"Baiklah, aku akan mencoba mendekatinya." Sarah mendekati Wojo yang masih
Mereka semua terkejut saat Joko tiba-tiba masuk dan mengatakan hal seperti itu. Sunarsih seketika menganga, menatap Joko dengan sangat tampan menggunakan kemeja putih, berjalan menghampirinya. Dia menatap Sunarsih dan menutup mulutnya. Sunarsih terpaku seketika."Apa ..."Joko saat itu selalu memandang Sunarsih. Sifatnya yang sangat lucu dan tomboy, mengingatkan dia kepada Sabrina. Namun, Joko harus menutup hatinya untuk Sabrina yang sudah pergi. Joko perlahan-lahan sering menemui Sunarsih dan berusaha membuka hatinya. Hingga dia paham hatinya sedikit bergetar. Ketika mendekati Sunarsih yang selalu paham dengan dirinya.Joko selalu bercerita apa pun kepada Sunarsih. Dia sangat kesepian, tidak sengaja bertemu Sunarsih di taman. Sejak saat itu mereka selalu mengobrol dan akrab. Joko terus berpikir sepanjang hari, hingga dia akhirnya memutuskan untuk melamar Sunarsih."Walah, masa aku mendapatkan lamaran dengan cara seperti ini? Hah, tiba-tiba saja datang lalu ngomong, mungkin aku. Hah,
Bagai tersambar petir. Perasaan Saras seketika hancur. Dia tidak menyangka perasaannya selama ini akhirnya terjawab. Beberapa hari sebelumnya dia selalu memandang Arum, dan sudah merasakan akan kehilangan anaknya untuk selamanya. Ternyata sekarang dia akan menghadapi hal itu. Sebuah pertanda yang selalu dia lihat, dari perkataan Arum dan Pandu. Seolah-olah mengetahui mereka tidak akan hidup lama lagi. Tanpa sadar mereka ungkapkan selama ini. Saras selalu menepis semua yang ada di pikirannya. Namun, ternyata benar. Dan terlebih lagi, dia teringat sumpahnya dan sumpah Nyai Ani, yang kini terjawab sudah."Tidak! Tolonglah dokter. Lakukan apa pun untuk menyelamatkannya. Aku mohon kepadamu dokter. Biarkan anakku hidup, karena aku belum bisa membahagiakannya. Aku mohon dokter," ucap Saras dengan lemas. Nyai Ani yang terus menangis memeluknya. Begitu juga dengan Wati dan Sunarsih yang tidak kuasa mendengar. Tidak bisa menumpu tubuhnya yang mendadak lemas, Sunarsih hampir tumbang. Joko yang b
Suara letusan peluru tiba-tiba terdengar cukup keras. Arum menatap Pandu yang tersenyum ke arahnya, membelai pipinya dengan perlahan, lalu memeluknya."Kau sangat cantik, Arum," ucap Pandu pelan.Arum mengernyitkan kedua alisnya semakin dalam. Menatap Pandu yang tiba-tiba pucat. Hingga dia merasakan basah di kedua tangannya. Perlahan, Arum bergetar saat melihat jemarinya tiba-tiba dipenuhi dengan cairan darah segar yang keluar dari punggung Pandu. "A-pa ...," ucap Arum pelan. Dia tidak bisa berkata. Mulutnya tercekat, bahkan napasnya terhenti seketika, seakan dia tidak bisa bergerak. Tubuhnya kaku. "Mas ..." Arum kembali menatap kedua mata Pandu yang masih memperlihatkan senyuman dan cinta tulusnya kepada Arum."Tidak ada hal di dunia ini yang lebih indah selain dirimu. Wanita yang tidak akan pernah tergantikan sampai kapanpun. Wanita yang selalu ada di hatiku. Wanita yang selalu aku cintai. Aku sangat ... mencintaimu. Kau tidak tergantikan," bisik Pandu masih dengan tersenyum. Arum
Wojo terdiam, menunggu Arum untuk mengatakan jawaban yang sudah ditunggunya. Arum tersenyum menganggukkan kepala dan berkata, "Aku akan menjadi istrimu dan mendampingimu sampai kapanpun. Tapi aku mohon kita pergi dari sini dan melupakan semuanya," balas Arum masih dengan tersenyum, namun meneteskan air matanya. Menahan hatinya yang terasa sesak. Padahal dia sama sekali tidak ingin berkata seperti itu. Namun, apa boleh buat. Tindakannya itu benar-benar meluluhkan lelaki yang semula memendam amarah."Ini tidak benar! Hah, benar benar sangat menyakitkan. Aku tidak akan pernah melepaskan istriku untuk lelaki lain. Bisakah aku hidup bahagia jika aku berpisah dengannya? Lebih baik aku kehilangan nyawa, dari pada aku melihat dia bersama dengan lelaki lain. Aku tidak akan pernah membiarkannya," batin Pandu. Dia berjalan mendekati Arum. Menariknya, kemudian menggelengkan kepalanya dengan perlahan."Tidak adakah cara lain yang bisa aku lakukan selain memohon untuk berada di sisimu. Tidak adakah
Pandu terkejut. Dia segera menghampiri Hendra yang masih terengah-engah mengatur napasnya. Apa yang dikatakan Hendra barusan membuatnya ketakutan. Pasti keluarganya dan keluarga Wojo sudah melakukan perdebatan sengit, dan tentu saja keluarga Wojo pasti akan memenangkan perdebatan itu."Hendra. Tenangkan dulu dirimu. Berbicaralah dengan baik. Kenapa kau ini? Ada apa sebenarnya?" balas Pandu dengan sangat panik. Hendra masih menekan dadanya yang terasa sesak. Tenaganya benar-benar terkuras. Saat itu, Hendra segera mengendarai mobilnya dan mencari Pandu ke rumah Ardi saat mengetahui sesuatu terjadi dengan sangat mengerikan. Ardi segera mengatakan di mana keberadaan Pandu. Sementara Ardi segera menuju ke kediaman Kasoemo untuk menangani masalah itu."Kakakku marah besar, Pandu. Dia berada di kantor wartawan itu, memporak-porandakan kantor itu. Lalu, mengancam semua wartawan yang berada di sana termasuk pemilik kantor itu. Dia sangat marah. Hah, setelah berhasil membuat semua orang takut,