Malam begitu indah bagi Selena. Dia menyerahkan kesuciannya kepada lelaki yang selama ini dicintainya. Soewojo, lelaki dengan kasta tertinggi. Yang selama ini tidak pernah melampiaskan hasratnya kepada seorang wanita, akhirnya melakukannya.
Miliknya yang selama ini hanya bisa berdiam diri tanpa dinikmati oleh wanita manapun, kini menghentak dengan keras. Hasrat yang sudah diluapkan. Lahar yang selama ini terkurung dan kering, kini meluap dengan sangat deras.Kedua pandangan mereka saling menyatu dalam senyuman. Tidak percaya hari ini benar-benar akan terjadi."Kenapa kau tiba-tiba menerimaku? Apakah ini memang benar cinta, atau tidak? Jika kau melakukannya karena ingin meluapkan hasrat mu saja, aku masih dengan setia menerimanya. Karena rasa cinta ini."Perlahan jemari Wojo membelai rambut Selena yang bercampur dengan keringat. Dia menelusuri wajah Selena yang sangat cantik dan putih mulus. Warna kulit kemerahan yang terlihat sangat khas dan sempTidak dipikirkan lagi. Pandu segera pergi ke hotel di mana Sabrina menginap. Kali ini dia mengajak Arum. Dia tidak akan pernah berangkat sendirian. Dia akan menghindari suatu hal yang tidak diinginkan. Apalagi Sabrina selalu saja dipenuhi dengan jebakan. Dia kali ini tidak mau terjebak oleh Sabrina.Arum yang terus mengikuti Pandu sangat cemas. Dia selama ini sebenarnya ingin sekali memberontak kepada Sabrina. Tapi, kini dia membiarkan Pandu yang mengatasinya. Sebagai seorang istri, dia hanya bisa berdiam. "Arum jika kita telah kita sampai, kamu tunggu saja di bawah. Karena aku tidak ingin Sabrina melakukan suatu hal buruk di dalam. Kau bisa terkena sesuatu."Arum menggelengkan kepala dengan cepat setelah mendengar perkataan Pandu. Dia tidak ingin menunggu di bawah, sementara Pandu masuk sendirian ke dalam kamar hotel.Bagaimana jika terjadi sesuatu hal? Dia tidak ingin melakukannya. Semua ini bisa saja jebakan. Masuk ke dalam kamar hotel menemui seorang wanita adalah sesuatu hal yang
Pandu sedikit mengernyit ketika Sabrina benar-benar memberikan minuman. Dia menggelengkan kepala dan tidak mau menerima minuman itu."Apakah kau kira aku meracunimu? Hah, itu cara kuno. Itu tidak akan pernah terjadi. Untuk apa aku melakukannya?" ucap Sabrina dengan tersenyum. Dia kemudian meletakkan gelas yang berada digenggamannya kembali di atas meja. "Sabrina. Jangan pernah berbelit. Sekarang katakan apa maumu? Kau jangan pernah mengulur waktu. Sekarang Arum sedang sakit. Aku harus bersama dengannya di rumah sakit itu. Kau seharusnya bersyukur dia mengizinkan aku untuk pergi ke sini." Sabrina mengepalkan kedua tangannya. Dia merasa kesal Pandu harus menyebut nama Arum di sana. Dia tidak ingin mendengarnya. "Aku sangat merindukanmu Pandu."Pandu semakin tidak percaya mendengar perkataan Sabrina. Dia merasa membuang waktu untuk menemuinya. Sedangkan Arum sangat membutuhkan dirinya. "Sabrina. Kau jangan bermain-main seperti i
Sabrina masih terpaku melihat keberanian Arum yang sangat luar biasa. Dia tidak menyangka akan menghadapi sosok wanita yang sangat berbeda kali ini."Kau tidak akan pernah membuatku takut. Aku akan benar-benar menghancurkanmu dan semua rencana busuk itu." Sekali lagi, Arum berkata tegas."Silakan saja. Lakukan apa yang kau inginkan. Karena kau akan kalah, Arum. Aku tidak akan pernah melepaskan Pandu. Yah, kau dan dia ... tidak akan pernah mendapatkan restu dari Romo. Karena kastamu adalah rendah!" balas Sabrina keras."Apa-apaan, ini. Di dalam rumah sakit dilarang terjadi keributan. Nyonya Pandu. Kenapa Anda mencopot selang infus itu. Anda masih belum sehat. Lebih baik kita memasangnya lagi," kata seorang suster yang tiba-tiba datang setelah mendengar keributan di dalam. Dia sangat cemas melihat lengan Arum terus meneteskan darah."Tidak perlu kau pasang lagi, Suster. Aku sudah sembuh. Hentikan saja darah ini. Karena aku akan pulang. Ada urusan pe
"Aku mempercayaimu. Kau tidak mungkin melakukan hal itu. Jangan pernah menganggap semua ini akan mengakhiri hubungan kita. Sekarang tenanglah. Karena aku sudah berada di sini dan tentunya akan membuat dirimu terbebas, Mas." "Arum, kau sekarang tidak sehat. Sebaiknya pulang dan beristirahat saja. Jangan banyak pikiran, karena aku tidak mau membuatmu sakit lagi. Dengan semua masalah yang sangat menumpuk ini. Mintalah bantuan kepada Wojo dan Selena. Mereka pasti akan membantumu. Tidak ada siapapun yang bisa kita minta bantuan, kecuali mereka." "Mas. Tenang saja. Aku akan menemui mereka setelah ini. Aku baik-baik saja. Bahkan, dokter mengizinkanku keluar. Bukankah itu hal yang sangat bagus? Sekarang tersenyumlah, karena aku membutuhkan hal itu."Pandu perlahan tersenyum sangat tampan. Arum membalasnya dengan senyuman hangat. Kedua telapak tangan mereka masih saling mencengkeram. Walaupun melalui sela-sela jeruji besi yang memisahkan mereka. Hati mereka
Joko sangat terkejut melihat Sabrina tiba-tiba memecahkan semua gelas yang berada di hadapannya. Dia berteriak dengan sangat histeris. Tidak peduli pecahan kaca mengenai dirinya, Sabrina terus meluapkan kekesalannya karena Arum. Joko segera menghampiri Sabrina dan menarik tubuhnya. "Hentikan, Nona. Jangan perlakukan diri Anda dengan kejam seperti ini. Anda bisa terluka. Jika Anda terluka. Apakah Anda bisa melakukan semua rencana itu? Anda tidak boleh terluka, Nona." Joko segera menggendong Sabrina dan memasukkannya ke dalam kamar. Dia mengambil perlengkapan obat dan membalut luka Sabrina. Sekejap Sabrina menatap Joko dan tersenyum. Dia tidak pernah melihat seorang laki-laki yang memperlakukannya seperti ini. "Nona, sebaiknya Anda beristirahat. Jangan memikirkan sesuatu hal yang sangat buruk. Ini tidak baik untuk kandungan, Anda.""Kenapa kau sangat baik kepadaku, Joko. Sedangkan aku tidak akan pernah menerima cintamu. Kau ini hanyalah pengawalku saja. Ti
Arum memiliki tekad kuat. Dia akan mengumpulkan semua tenaganya untuk melawan Sabrina di persidangan. Dia tidak akan pernah membiarkan wanita itu menang dalam hal apa pun. "Kita harus menggunakan strategi untuk memenangkan persidangan ini. Tapi, kita tidak memiliki bukti. Apakah semua pengacaramu itu bisa membantu? Apa yang harus kita lakukan?" Arum masih saja cemas dengan pikirannya. "Sebenarnya bukti itu hanya satu. Jika Joko bisa mengatakan semuanya, maka kalian akan menang. Tapi pengacara aku pasti akan membuat mereka kalah. Jadi kamu tenang saja. mereka sangat ahli dalam bidangnya.""Joko tidak akan pernah mengatakan semua kebenaran itu. Dia selalu berpihak kepada Sabrina. Tentu saja dia tidak akan pernah membiarkan Sabrina masuk ke dalam penjara, jika dia mengatakan semuanya."Selena mendekati Arum. Dia menepuk pundak kanan Arum dengan memperlihatkan senyuman. Selena menariknya, membuat Arum duduk kembali di kursi sofa. Dia menuangkan
Nyai Ani tidak percaya melihat Arum tiba-tiba berada di sana. Saat itu Arum semakin gelisah di dalam kamar. Dia keluar untuk menghirup udara segar. Arum terkejut saat dia mendengar percakapan antara Wojo dan beberapa pesuruhnya. "Romo. Semua keluarga Raden Pandu berada di dalam kantor kepolisian. Mereka menuju ke sana untuk menemui sang Raden." Wojo menggelengkan kepala. Dia tidak percaya keluarga Pandu secepat ini mengetahui semua masalah yang disebabkan oleh Sabrina. "Lalu, apakah mereka akan membebaskan anak merek? Atau ... hanya melihatnya saja?" tanya Wojo memastikan."Kami belum sempat mengamatinya, karena kami segera pergi dari sana. Kami ingin memberitahukan keberadaan mereka kepada Romo." "Baiklah. Terus awasi apa yang mereka lakukan, dan laporkan. Karena aku tidak mau terlewatkan kabar sedikitpun dari mereka." "Baik Romo." Arum kembali terkejut. Dia sangat cemas mendengar semuanya. "Aku tid
Arum spontan terperanjat. Dia menatap tajam Sabrina yang masih saja menundukkan kepala dengan semakin terisak dari sebelumnya. "Saat itu ...""Hentikan, Sabrina!" teriak Arum. Suaranya yang memekak, membuat Sabrina menghentikan ucapannya. Arum menunjuk tegas. Dia tidak terima dengan semua tuduhan Sabrina."Sabrina! Hentikan tuduhan itu. Kau lebih baik membunuh kami, dari pada menyebar fitnah itu. Mas Pandu tidak mungkin seperti katamu," ucapnya tegas. Jarinya tetap menunjuk tegas. Sabrina semakin tidak terima."Untuk apa aku berbohong? Aku sedang hamil!"Bagai tersambar. Hati Arum semakin tidak percaya. Sabrina menyodorkan hasil kesehatan kandungan kepadanya. Dengan gemetar, Arum menerimanya. Dia, membaca setiap kalimat dengan saksama."Ini tidak mungkin. Aku tidak mempercayainya. Ini pasti kebohongan yang dilakukan oleh Sabrina kembali. Tidak mungkin Mas Pandu melakukan hal seperti ini kepada seorang wanita. Semua ini sudah sal