"Menggelikkan." Zendaya menatap julid ke arah Lachi, sedangkan Kiandra tertawa geli karena … lucu saja dengan tingkah Lachi yang sedang jatuh cinta. Mendadak menjadi penyair abal-abal! Lachi mengedikkan pundak, tak peduli pada ejekan serta tatapan nyinyir dari Zendaya. Dia melanjutkan pekerjaan, begitu bersemangat karena dia sedang jatuh cinta. Setelah jam makan siang, Lachi dan kedua sahabatnya memutuskan untuk makan bersama. Lachi seharusnya ke ruangan Danzel, akan tetapi pria itu mengatakan akan keluar untuk makan bersama mitra kerja. Jadi Lachi bisa makan siang bersama Zendaya. Saat akan keluar, di loby, Lachi seketika menghentikan langkah–terkejut melihat Danzel bersama seorang perempuan. Dia tak lain adalah Angel, terlihat berjalan berdampingan dengan Danzel. Meskipun tak sampai bergandengan tangan, tetapi bagi Lachi yang sedang merasa jatuh cinta, ini adalah sebuah pukulan menyakitkan untuk hatinya. "Ahahaha … nggak nyanyi kupu-kupu lagi kamu, Lachi?" ledek Zendaya, menert
"Gimana gimana?" tanya Lachi setelah Zendaya kembali di meja mereka. Zendaya cemberut lalu menggelengkan kepala. "Tak ada respon," ucapannya lemah, duduk dengan menyender lesu pada kursi. Lachi mengibas tangan di depan wajah. "Ada itu! Cuma nggak diperlihatkan saja. Namanya juga laki-laki, makhluk yang sama dengan ampibi.""Benar apa kata Lachi, Zen. Pak Nathan pasti ada reaksi sama kamu, cuma karena ada Big boss di sana, jadi dia nggak berani untuk menunjukkan reaksi asli dia." Kiandra menambahi. "Tapi … kuperhatikan Angel sepertinya tidak suka dengan Donita. Apa jangan-jangan Angel suka pada Pak Nathan yah?" Lachi memicingkan mata, sejenak memperhatikan interaksi Angel dan Donita. Di mana dia bisa melihat Donita yang ingin menunjukkan kemesraan dengan Nathan di hadapan semua orang dan terlihat Angel yang menahan kesal sekaligus berupaya menghalangi keromantisan Donita dan Nathan. "Nggak mungkin, Lachi. Angel itu kan adik tiri Kak Nathan." Zendaya memperhatikan sejenak, menghela
Sekitar jam tujuh, Lachi tiba di rumah. Dia memasuki rumah dengan raut muka was-was, meskipun izin akan tetapi entah kenapa Lachi merasa takut jika Danzel lebih dulu tiba di rumah. Untungnya tidak! Danzel seperti belum pulang, kamar kosong begitu juga dengan ruang kerja pria itu. Lachi meletakkan belanjaan di sopa dalam kamar, lalu segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Saat dia melepas pakaian, tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka–hampir saja membuat Lachi berteriak. "Habibi," sapa Lachi dengan awkward, mempertahankan suaminya yang hanya memasang raut muka dingin. Danzel menutup pintu kamar mandi lalu segera melepas pakaian sendiri. Melihat gerakan suaminya serta raut muka Danzel, entah kenapa Lachi merasa jika pria ini sedang menahan kemarahan. "Apa terjadi sesuatu, Habibi?" tanya Lachi pelan ketika Danzel mendekatinya. Pria itu tak langsung menjawab, menarik Lachi ke arah bath up. Setelah di dalam, pria itu mengungkung tubuh kecil Lachi lalu secara tak sabaran m
"Sa-salam, Mama, Papa," ucap Lachi kikuk, menyalam tangan mertuanya. Nara terlihat menahan tawa, perbuatan Lachi barusan sangat lucu dan menghibur. Namun, entah kenapa Lachi yang seperti itu akan tetapi Nara ikut merasa malu.Sedangkan Zavier, dia hanya menampilkan raut muka datar. Namun, diam-diam mengamati raut muka putranya. Ini yang kata putranya kemarin, istri yang tak memiliki perasaan padanya?"Mama dan Papa ingin minum apa? Aku akan membuatkan …-" Zavier memotong. "Tidak perlu, Lachi. Papa dan Mama hanya sebentar." Zavier sengaja menyebut papa dan mama, menyesuaikan dengan sang menantu yang lebih nyaman memanggil papa mama dibandingkan mommy daddy. "Iya, tidak perlu, Lachi. Mama dan Papa datang cuma untuk mengantar …." Nara menoleh ke belakang, mendengus karena tak melihat putrinya. Dia kembali mendengus saat melihat ada bayangan di dekat tembok pembatas ruang, pertanda seseorang bersembunyi di sana. "Zendaya, kemari." Zendaya keluar dari persembunyian, menarik koper lalu
"Terus?" sambung Danzel dari belakang. "Lanjutkan," gertak Danzel, mendorong pelan kepala adiknya kemudian segera duduk di tempat biasa ia duduk. "Kau sedang tinggal di rumahku." Danzel kembali bersuara, sekedar mengingatkan. Zendaya terlihat panik, menggelengkan kepala secara cepat pada sang kakak. "Kak X salah paham. Aku … membicarakan teman di kantor. Iya kan Lachi?"Lachi mengerjap beberapa kali, menatap Zendaya yang terlihat memohon padanya lalu menatap suaminya sembari menganggukkan kepala. "Iya," jawab Lachi singkat, buru-buru menyiapkan makanan untuk sang suami. Saat akan makan, tiba-tiba saja daddynya menghubungi Danzel–meminta agar Danzel segera memeriksa sebuah dokumen penting. Danzel terpaksa membawa pekerjaan ke meja makan, dokumen tersebut harus segera diserahkan pada sang Daddy–sebelum pesawat berangkat. Zendaya awalnya senang melihat kakaknya tidak ikut makan–masih di meja makan, tetapi harus menyelesaikan pekerjaan. Saah satu kebahagiaan Zendaya adalah melihat ka
"Mereka datang karena mencariku, Kakak Ipar," ucap Nathan yang memahami situasi. Sama seperti Naren, dia takut jika Lachi salah paham kenapa Angel, Donita dan Liora datang ke rumah ini. Ketiga perempuan itu datang memang karena ada dia di sini. Mungkin alasan dasarnya memang begitu, walau Angel jelasnya datang untuk mencari perhatian pada Danzel. Lachi bersikap tak enak, menggelengkan kepala sembari melambaikan tangan. "Ti-tidak apa-apa, Pak. Lanjutkan saja, aku ke atas dulu," jawab Lachi gugup dan canggung, merasa tak enak karena mungkin raut muka judesnya terlihat kentara. Setelah mengatakan hal tersebut, Lachi segera ke atas–ke kamarnya. Zendaya menatap Donita sejenak, memperhatikan penampilan Donita yang fresh dan feminim kemudian tersenyum canggung saat perempuan itu menatapnya. 'Ah, cantik juga dia kalau dilihat-lihat. Pantas saja Kak Nathan setuju bertunangan dengan dia. Mundur nggak yah aku?' batin Zendaya, bimbang harus bagaimana dan seperti apa. Dia menyukai Nathan tetap
Dengan begitu dia tahu jika kakak tirinya tak menyukai Donita, itu berarti selamanya Nathan akan menjadi miliknya. "A-aku meminta maaf. Aku tidak tahu jika … umm … jika perempuan tadi …-" Ucapan Donita tersebut dipotong oleh Angel. "Kamu menyinggung adik kesayangan Kak Danzel, kamu dalam masalah besar, Donita. Kamu tahu, Kak Danzel sangat over menjaga Zendaya karena Zendaya adalah harta berharga Adam. Tadi kamu berani mengusir Zendaya dari sini, ah … pasti Zendaya kesal dan kurasa perusahaan keluargamu tak akan selamat. Jika perusahaan keluargamu tidak stabil, Ayahku tidak akan setuju lagi dengan pertunangan antara kamu dan …-""Aku sudah meminta maaf. Aku tidak tahu jika perempuan tadi adik Tuan Danzel." Donita memotong balik, tertekan dan panik secara bersamaan. Bagaimana jika karena menyinggung perasaan Zendaya, Danzel akan melakukan hal berbahaya pada perusahaan keluarganya? Jika itu terjadi, Donita bisa batal tunangan dengan Nathan. Impiannya mendapatkan Nathan akan hancur!
"Donita mengatakan Nyonya Xavier memarahinya, benar?" Nathan berhenti melangkah, menoleh lalu menatap ke arah pria tua yang duduk di ruang tengah. "Kau berbicara padaku?" Nathan berkata tanpa dosa, menaikkan sebelah alis sembari mengamati wajah dingin pria tua tersebut. Tristan Luis, ayah Nathan tersebut mengangkat pandangan–melayangkan tatapan tajam pada Nathan. Meskipun putranya terkesan enggan menanggapinya, Tristan tetap melanjutkan ucapannya. "Donita menyinggung Nona muda Zendaya. Masalahnya adalah kau tidak membela atau membantunya berbicara pada Nyonya Xavier. Donita adalah tunanganmu, kau seorang pria sejati. Seharunya kau membantu Donita meminta maaf pada Nyonya Xavier. Kudengar kau cukup dekat dengan Nyonya Xavier, bantu Donita memperbaiki citranya di hadapan Nyonya Xavier. Perlihatkan pada ayah jika kau seorang pria bertanggung jawab." Nathan berdecis sinis, dia menyender ke tembok–tangan berada di saku celana. Dia menatap malas akan tetapi meremehkan pada lelaki tua