"Mereka datang karena mencariku, Kakak Ipar," ucap Nathan yang memahami situasi. Sama seperti Naren, dia takut jika Lachi salah paham kenapa Angel, Donita dan Liora datang ke rumah ini. Ketiga perempuan itu datang memang karena ada dia di sini. Mungkin alasan dasarnya memang begitu, walau Angel jelasnya datang untuk mencari perhatian pada Danzel. Lachi bersikap tak enak, menggelengkan kepala sembari melambaikan tangan. "Ti-tidak apa-apa, Pak. Lanjutkan saja, aku ke atas dulu," jawab Lachi gugup dan canggung, merasa tak enak karena mungkin raut muka judesnya terlihat kentara. Setelah mengatakan hal tersebut, Lachi segera ke atas–ke kamarnya. Zendaya menatap Donita sejenak, memperhatikan penampilan Donita yang fresh dan feminim kemudian tersenyum canggung saat perempuan itu menatapnya. 'Ah, cantik juga dia kalau dilihat-lihat. Pantas saja Kak Nathan setuju bertunangan dengan dia. Mundur nggak yah aku?' batin Zendaya, bimbang harus bagaimana dan seperti apa. Dia menyukai Nathan tetap
Dengan begitu dia tahu jika kakak tirinya tak menyukai Donita, itu berarti selamanya Nathan akan menjadi miliknya. "A-aku meminta maaf. Aku tidak tahu jika … umm … jika perempuan tadi …-" Ucapan Donita tersebut dipotong oleh Angel. "Kamu menyinggung adik kesayangan Kak Danzel, kamu dalam masalah besar, Donita. Kamu tahu, Kak Danzel sangat over menjaga Zendaya karena Zendaya adalah harta berharga Adam. Tadi kamu berani mengusir Zendaya dari sini, ah … pasti Zendaya kesal dan kurasa perusahaan keluargamu tak akan selamat. Jika perusahaan keluargamu tidak stabil, Ayahku tidak akan setuju lagi dengan pertunangan antara kamu dan …-""Aku sudah meminta maaf. Aku tidak tahu jika perempuan tadi adik Tuan Danzel." Donita memotong balik, tertekan dan panik secara bersamaan. Bagaimana jika karena menyinggung perasaan Zendaya, Danzel akan melakukan hal berbahaya pada perusahaan keluarganya? Jika itu terjadi, Donita bisa batal tunangan dengan Nathan. Impiannya mendapatkan Nathan akan hancur!
"Donita mengatakan Nyonya Xavier memarahinya, benar?" Nathan berhenti melangkah, menoleh lalu menatap ke arah pria tua yang duduk di ruang tengah. "Kau berbicara padaku?" Nathan berkata tanpa dosa, menaikkan sebelah alis sembari mengamati wajah dingin pria tua tersebut. Tristan Luis, ayah Nathan tersebut mengangkat pandangan–melayangkan tatapan tajam pada Nathan. Meskipun putranya terkesan enggan menanggapinya, Tristan tetap melanjutkan ucapannya. "Donita menyinggung Nona muda Zendaya. Masalahnya adalah kau tidak membela atau membantunya berbicara pada Nyonya Xavier. Donita adalah tunanganmu, kau seorang pria sejati. Seharunya kau membantu Donita meminta maaf pada Nyonya Xavier. Kudengar kau cukup dekat dengan Nyonya Xavier, bantu Donita memperbaiki citranya di hadapan Nyonya Xavier. Perlihatkan pada ayah jika kau seorang pria bertanggung jawab." Nathan berdecis sinis, dia menyender ke tembok–tangan berada di saku celana. Dia menatap malas akan tetapi meremehkan pada lelaki tua
"Mama berteman baik dengan Sereya, Ibu Karamel. Mama juga cukup dekat dengan Tuan Zavier karena koneksi dari Sereya. So-- kembali pada Mama dan pujaan hatimu akan menjadi milikmu."Nathan menatap ragu pada sang mama, hatinya menyeru agar Nathan menyetujui tawaran mamanya akan tetapi otaknya mengatakan untuk tidak. Nathan menyukai Zendaya, sudah sejak lama. Sama seperti dia yang kagum pada Danzel saat pertama kali bertemu–high school. Begitu juga ketika dia pertama kali bertemu dengan Zendaya, jatuh cinta pandang pertama. Ketika masa itu, Nathan sering membahas cinta pandang pertama pada ketiga sahabatnya. Dia sengaja terus-menerus mengungkit perihal jatuh cinta pandang pertama supaya mengetahui pendapat sahabatnya. Sayangnya Danzel bereaksi tak seperti yang Nathan harapkan. Sahabatnya tersebut mengatakan jatuh cinta pandang pertama adalah bagian dari kebohongan terbesar di muka bumi. Cinta pandang pertama itu tak ada, hanya sebatas omong kosong. Mitos! Karena ucapan Danzel tersebut,
"Mas Danzel!" pekik Lachi sembari menyerahkan wadah buah di tangan pada seorang maid, dia buru-buru menghampiri suaminya lalu menariknya supaya menjauh dari Zendaya. Setelah menjauhkan Danzel, Lachi langsung menghampiri Zendaya–memeluk sahabatnya tersebut yang tubuhnya sudah bergetar hebat akibat takut dipukul oleh kakaknya. "La-Lachi, Kak X tahu jika aku menyukai Nathan. Da-dan Kak X marah," bisik Zendaya dengan suara terbata-bata. Lachi mengusap punggung Zendaya berulang, berusaha menenangkan sang sahabat yang masih dalam ketakutan. "Jangan ikut campur!" Danzel menarik Lachi, menyentaknya cukup kuat sehingga perempuan itu melepas pelukannya dari Zendaya kemudian berakhir menabrak dada bidang Danzel. Lachi ingin kembali menghampiri Zendaya yang kelihatan semakin takut, tetapi Danzel menahan dirinya–mencengkeram kuat lengan Lachi. "Masuk dalam kamar, sekarang juga!" dingin Danzel, menatap tajam serta murka ke arah Lachi. "Aku ingin menengahi kalian berdua. Siapa tahu kalia
"Pasti Kak X memarahimu. Mungkin karenaku, kalian bertengkar juga yah," lanjut Zendaya. Selain takut, Zendaya juga khawatir pada hubungan kakaknya dan Lachi. Ucapan Danzel cukup tajam pada Lachi saat marah tadi. Bagiamana jika Lachi sakit hati lalu memilih meninggalkan Danzel? "Tidak apa-apa. Suami istri biasa bertengkar, jangan khawatirkan apapun," Lachi berkata pelan, "masalah kalian seperti apa sehingga Mas X sangat marah padamu? Coba jelaskan, supaya aku bisa membujuknya nanti." "Kak X tahu kalau aku suka pada Kak Nathan. Habis itu Kak X menyuruh supaya aku menghilangkan perasaan itu. Dia bilang aku masih kekanak-kanakan dan belum boleh memikirkan cinta. Dia juga bilang kalau Kak Nathan tidak menyukaiku," curhat Zendaya, berkata lirih dan sangat pelan. Suaranya terdengar seperti bisikan, dia masih syok akibat hampir dipukul oleh kakaknya. "Oke, aku akan bantu kamu bicara pada Mas X." Lachi berkata serius, meyakinkan Zendaya, "kamu tenang saja. Aku akan terus membantumu. Umm--
Jika untuk hidupnya saja dia tidak bisa tegas, memimpin dirinya saja dia tidak bisa, lalu bagaimana mungkin aku membiarkan adikku menikah dengannya?" Lachi terdiam seribu bahasa, tertohok sekaligus terpukau oleh perkataan sang suami. Kekhawatiran Danzel ternyata sangat dalam pada adiknya, pria yang menjadi suaminya ini jelas sangat mencintai adiknya.Mungkin cara Danzel menunjukkan kasih sayang pada Zendaya yang salah karena selalu mengandalkan emosi. "Aku berbohong jika mengatakan Nathan tak suka pada Zendaya. Dia suka, dan aku mengetahuinya. Tetapi aku berlagak tidak tahu, memberi Nathan gertakan halus supaya dia tidak punya keberanian mengungkapkan perasaannya atau berpikir memiliki Zendaya." Lachi melorotkan mata horor. Dia terkejut karena cukup senang sebab Nathan punya perasaan yang sama pada Zendaya. Namun, lebih terkejut oleh pengakuan Danzel. Wow! Ternyata suaminya adalah dalang kenapa Nathan memilih memendam perasaannya pada Zendaya.
"Menyingkir!" ketus Danzel saat akan melewati Zendaya, setelah dia dibantu berdiri oleh Lachi. Dia tahu Zendaya ingin menertawakannya, dan itu sangat menjengkelkan sekaligus memalukan. Dang it! Gelarnya sebagai bos dingin terinjak-injak sudah. "Habibi, jangan gitu dong ke adik kita," seru Lachi lembut. Akan tetapi tak menghampiri Danzel karena dia sedang membereskan kekacauan yang sang suami timbulkan. "Humm." Danzel berdehem dingin, buru-buru beranjak dari sana. Namun lagi-lagi …-Bug' Danzel menabrak tembok, cukup kuat sehingga suara benturan terdengar ke tempat Zahra dan Zendaya. Lachi yang melihat seketika menganga lebar, berkacak pinggang sembari menunjukan raut muka tak percaya. Lachi tidak bisa berkata-kata. Sungguh! Danzel buru-buru beranjak dari sana. Meskipun habis menabrak tembok, dia tetap stay cool–berjalan ke arah lift dengan tampang dingin. "Ahahahaa …." Setelah kakaknya benar-benar menghilang dari pandangan, tawa Zendaya langsung memenuhi ruangan. Dia sangat sena