"Donita mengatakan Nyonya Xavier memarahinya, benar?" Nathan berhenti melangkah, menoleh lalu menatap ke arah pria tua yang duduk di ruang tengah. "Kau berbicara padaku?" Nathan berkata tanpa dosa, menaikkan sebelah alis sembari mengamati wajah dingin pria tua tersebut. Tristan Luis, ayah Nathan tersebut mengangkat pandangan–melayangkan tatapan tajam pada Nathan. Meskipun putranya terkesan enggan menanggapinya, Tristan tetap melanjutkan ucapannya. "Donita menyinggung Nona muda Zendaya. Masalahnya adalah kau tidak membela atau membantunya berbicara pada Nyonya Xavier. Donita adalah tunanganmu, kau seorang pria sejati. Seharunya kau membantu Donita meminta maaf pada Nyonya Xavier. Kudengar kau cukup dekat dengan Nyonya Xavier, bantu Donita memperbaiki citranya di hadapan Nyonya Xavier. Perlihatkan pada ayah jika kau seorang pria bertanggung jawab." Nathan berdecis sinis, dia menyender ke tembok–tangan berada di saku celana. Dia menatap malas akan tetapi meremehkan pada lelaki tua
"Mama berteman baik dengan Sereya, Ibu Karamel. Mama juga cukup dekat dengan Tuan Zavier karena koneksi dari Sereya. So-- kembali pada Mama dan pujaan hatimu akan menjadi milikmu."Nathan menatap ragu pada sang mama, hatinya menyeru agar Nathan menyetujui tawaran mamanya akan tetapi otaknya mengatakan untuk tidak. Nathan menyukai Zendaya, sudah sejak lama. Sama seperti dia yang kagum pada Danzel saat pertama kali bertemu–high school. Begitu juga ketika dia pertama kali bertemu dengan Zendaya, jatuh cinta pandang pertama. Ketika masa itu, Nathan sering membahas cinta pandang pertama pada ketiga sahabatnya. Dia sengaja terus-menerus mengungkit perihal jatuh cinta pandang pertama supaya mengetahui pendapat sahabatnya. Sayangnya Danzel bereaksi tak seperti yang Nathan harapkan. Sahabatnya tersebut mengatakan jatuh cinta pandang pertama adalah bagian dari kebohongan terbesar di muka bumi. Cinta pandang pertama itu tak ada, hanya sebatas omong kosong. Mitos! Karena ucapan Danzel tersebut,
"Mas Danzel!" pekik Lachi sembari menyerahkan wadah buah di tangan pada seorang maid, dia buru-buru menghampiri suaminya lalu menariknya supaya menjauh dari Zendaya. Setelah menjauhkan Danzel, Lachi langsung menghampiri Zendaya–memeluk sahabatnya tersebut yang tubuhnya sudah bergetar hebat akibat takut dipukul oleh kakaknya. "La-Lachi, Kak X tahu jika aku menyukai Nathan. Da-dan Kak X marah," bisik Zendaya dengan suara terbata-bata. Lachi mengusap punggung Zendaya berulang, berusaha menenangkan sang sahabat yang masih dalam ketakutan. "Jangan ikut campur!" Danzel menarik Lachi, menyentaknya cukup kuat sehingga perempuan itu melepas pelukannya dari Zendaya kemudian berakhir menabrak dada bidang Danzel. Lachi ingin kembali menghampiri Zendaya yang kelihatan semakin takut, tetapi Danzel menahan dirinya–mencengkeram kuat lengan Lachi. "Masuk dalam kamar, sekarang juga!" dingin Danzel, menatap tajam serta murka ke arah Lachi. "Aku ingin menengahi kalian berdua. Siapa tahu kalia
"Pasti Kak X memarahimu. Mungkin karenaku, kalian bertengkar juga yah," lanjut Zendaya. Selain takut, Zendaya juga khawatir pada hubungan kakaknya dan Lachi. Ucapan Danzel cukup tajam pada Lachi saat marah tadi. Bagiamana jika Lachi sakit hati lalu memilih meninggalkan Danzel? "Tidak apa-apa. Suami istri biasa bertengkar, jangan khawatirkan apapun," Lachi berkata pelan, "masalah kalian seperti apa sehingga Mas X sangat marah padamu? Coba jelaskan, supaya aku bisa membujuknya nanti." "Kak X tahu kalau aku suka pada Kak Nathan. Habis itu Kak X menyuruh supaya aku menghilangkan perasaan itu. Dia bilang aku masih kekanak-kanakan dan belum boleh memikirkan cinta. Dia juga bilang kalau Kak Nathan tidak menyukaiku," curhat Zendaya, berkata lirih dan sangat pelan. Suaranya terdengar seperti bisikan, dia masih syok akibat hampir dipukul oleh kakaknya. "Oke, aku akan bantu kamu bicara pada Mas X." Lachi berkata serius, meyakinkan Zendaya, "kamu tenang saja. Aku akan terus membantumu. Umm--
Jika untuk hidupnya saja dia tidak bisa tegas, memimpin dirinya saja dia tidak bisa, lalu bagaimana mungkin aku membiarkan adikku menikah dengannya?" Lachi terdiam seribu bahasa, tertohok sekaligus terpukau oleh perkataan sang suami. Kekhawatiran Danzel ternyata sangat dalam pada adiknya, pria yang menjadi suaminya ini jelas sangat mencintai adiknya.Mungkin cara Danzel menunjukkan kasih sayang pada Zendaya yang salah karena selalu mengandalkan emosi. "Aku berbohong jika mengatakan Nathan tak suka pada Zendaya. Dia suka, dan aku mengetahuinya. Tetapi aku berlagak tidak tahu, memberi Nathan gertakan halus supaya dia tidak punya keberanian mengungkapkan perasaannya atau berpikir memiliki Zendaya." Lachi melorotkan mata horor. Dia terkejut karena cukup senang sebab Nathan punya perasaan yang sama pada Zendaya. Namun, lebih terkejut oleh pengakuan Danzel. Wow! Ternyata suaminya adalah dalang kenapa Nathan memilih memendam perasaannya pada Zendaya.
"Menyingkir!" ketus Danzel saat akan melewati Zendaya, setelah dia dibantu berdiri oleh Lachi. Dia tahu Zendaya ingin menertawakannya, dan itu sangat menjengkelkan sekaligus memalukan. Dang it! Gelarnya sebagai bos dingin terinjak-injak sudah. "Habibi, jangan gitu dong ke adik kita," seru Lachi lembut. Akan tetapi tak menghampiri Danzel karena dia sedang membereskan kekacauan yang sang suami timbulkan. "Humm." Danzel berdehem dingin, buru-buru beranjak dari sana. Namun lagi-lagi …-Bug' Danzel menabrak tembok, cukup kuat sehingga suara benturan terdengar ke tempat Zahra dan Zendaya. Lachi yang melihat seketika menganga lebar, berkacak pinggang sembari menunjukan raut muka tak percaya. Lachi tidak bisa berkata-kata. Sungguh! Danzel buru-buru beranjak dari sana. Meskipun habis menabrak tembok, dia tetap stay cool–berjalan ke arah lift dengan tampang dingin. "Ahahahaa …." Setelah kakaknya benar-benar menghilang dari pandangan, tawa Zendaya langsung memenuhi ruangan. Dia sangat sena
Seseorang masuk dalam toilet yang sama dengan Lachi, orang itu langsung mengunci pintu. Hal tersebut membuat Lachi panik luar biasa. Pria itu mendekat sedangkan Lachi berlari menuju pintu toilet untuk kabur. Akan tetapi, pria itu menarik pinggang Lachi–membuat dia berakhir menabrak dada bidang pria tersebut. Lachi melotot pada pria tersebut, memukul pundaknya kemudian mendorongnya supaya dia bisa bebas dari rangkulan sang pria. "Ck, tolonglah!" pekik Lachi pelan, berbisik supaya tak ada yang mendengar. Siapa tahu ada seseorang di luar. "Apa?" Suara bariton mengalun, terdengar rendah dan serak–nada yang dalam sehingga Lachi merinding disko mendengarnya. "Ngapain Habibi ke sini? I-ini toilet perempuan dan … bagaimana jika ada yang melihat, Habibi?" pekik Lachi tertahan, berkeringat dingin sebab khawatir ada yang mengetahui atau melihat Danzel masuk dalam toilet ini. "Ini perusahaanku, terserah aku ingin menggunakan toilet di manapun. Dan-- kau juga milikku," ucap Danzel
Tertawa tetapi dia tetap terlihat tampan dan memposa. Deg deg deg Lachi tanpa sadar meletakkan tangan di depan dada, merasakan debaran jantung yang menggila hanya karena tawa sang suami. Pupil matanya membesar, terus menatap ke arah Danzel yang masih tertawa, bibir Lachi terbuka sedikit–saking terpesona oleh suami sendiri. Sedangkan Danzel, dia langsung menghentikan tawa ketika menyadari istrinya termenung. Oh hell! Apalagi sekarang? Setelah tadi mendadak berubah menjadi A' hihihi, sekarang Lachi berubah menjadi patung? Danzel bangkit lalu berjalan mendekati Lachi. Dia mencondongkan tubuh, mendekatkan wajah ke arah wajah sang istri. Niatnya untuk memperhatikan manik Lachi, terlihat sangat cantik karena pupil yang membesar. Dia seperti bola kristal terindah. Namun--Melihat Danzel mendekat dan mencondongkan tubuh ke arahnya, Lachi reflek memonyongkan bibir. Danzel pasti ingin menciumnya. Yah, tentu saja! Tuk' Alih-alih mendapatkan ciuman seperti yang Lachi bayangkan, pria itu ma
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok