"Sa-salam, Mama, Papa," ucap Lachi kikuk, menyalam tangan mertuanya. Nara terlihat menahan tawa, perbuatan Lachi barusan sangat lucu dan menghibur. Namun, entah kenapa Lachi yang seperti itu akan tetapi Nara ikut merasa malu.Sedangkan Zavier, dia hanya menampilkan raut muka datar. Namun, diam-diam mengamati raut muka putranya. Ini yang kata putranya kemarin, istri yang tak memiliki perasaan padanya?"Mama dan Papa ingin minum apa? Aku akan membuatkan …-" Zavier memotong. "Tidak perlu, Lachi. Papa dan Mama hanya sebentar." Zavier sengaja menyebut papa dan mama, menyesuaikan dengan sang menantu yang lebih nyaman memanggil papa mama dibandingkan mommy daddy. "Iya, tidak perlu, Lachi. Mama dan Papa datang cuma untuk mengantar …." Nara menoleh ke belakang, mendengus karena tak melihat putrinya. Dia kembali mendengus saat melihat ada bayangan di dekat tembok pembatas ruang, pertanda seseorang bersembunyi di sana. "Zendaya, kemari." Zendaya keluar dari persembunyian, menarik koper lalu
"Terus?" sambung Danzel dari belakang. "Lanjutkan," gertak Danzel, mendorong pelan kepala adiknya kemudian segera duduk di tempat biasa ia duduk. "Kau sedang tinggal di rumahku." Danzel kembali bersuara, sekedar mengingatkan. Zendaya terlihat panik, menggelengkan kepala secara cepat pada sang kakak. "Kak X salah paham. Aku … membicarakan teman di kantor. Iya kan Lachi?"Lachi mengerjap beberapa kali, menatap Zendaya yang terlihat memohon padanya lalu menatap suaminya sembari menganggukkan kepala. "Iya," jawab Lachi singkat, buru-buru menyiapkan makanan untuk sang suami. Saat akan makan, tiba-tiba saja daddynya menghubungi Danzel–meminta agar Danzel segera memeriksa sebuah dokumen penting. Danzel terpaksa membawa pekerjaan ke meja makan, dokumen tersebut harus segera diserahkan pada sang Daddy–sebelum pesawat berangkat. Zendaya awalnya senang melihat kakaknya tidak ikut makan–masih di meja makan, tetapi harus menyelesaikan pekerjaan. Saah satu kebahagiaan Zendaya adalah melihat ka
"Mereka datang karena mencariku, Kakak Ipar," ucap Nathan yang memahami situasi. Sama seperti Naren, dia takut jika Lachi salah paham kenapa Angel, Donita dan Liora datang ke rumah ini. Ketiga perempuan itu datang memang karena ada dia di sini. Mungkin alasan dasarnya memang begitu, walau Angel jelasnya datang untuk mencari perhatian pada Danzel. Lachi bersikap tak enak, menggelengkan kepala sembari melambaikan tangan. "Ti-tidak apa-apa, Pak. Lanjutkan saja, aku ke atas dulu," jawab Lachi gugup dan canggung, merasa tak enak karena mungkin raut muka judesnya terlihat kentara. Setelah mengatakan hal tersebut, Lachi segera ke atas–ke kamarnya. Zendaya menatap Donita sejenak, memperhatikan penampilan Donita yang fresh dan feminim kemudian tersenyum canggung saat perempuan itu menatapnya. 'Ah, cantik juga dia kalau dilihat-lihat. Pantas saja Kak Nathan setuju bertunangan dengan dia. Mundur nggak yah aku?' batin Zendaya, bimbang harus bagaimana dan seperti apa. Dia menyukai Nathan tetap
Dengan begitu dia tahu jika kakak tirinya tak menyukai Donita, itu berarti selamanya Nathan akan menjadi miliknya. "A-aku meminta maaf. Aku tidak tahu jika … umm … jika perempuan tadi …-" Ucapan Donita tersebut dipotong oleh Angel. "Kamu menyinggung adik kesayangan Kak Danzel, kamu dalam masalah besar, Donita. Kamu tahu, Kak Danzel sangat over menjaga Zendaya karena Zendaya adalah harta berharga Adam. Tadi kamu berani mengusir Zendaya dari sini, ah … pasti Zendaya kesal dan kurasa perusahaan keluargamu tak akan selamat. Jika perusahaan keluargamu tidak stabil, Ayahku tidak akan setuju lagi dengan pertunangan antara kamu dan …-""Aku sudah meminta maaf. Aku tidak tahu jika perempuan tadi adik Tuan Danzel." Donita memotong balik, tertekan dan panik secara bersamaan. Bagaimana jika karena menyinggung perasaan Zendaya, Danzel akan melakukan hal berbahaya pada perusahaan keluarganya? Jika itu terjadi, Donita bisa batal tunangan dengan Nathan. Impiannya mendapatkan Nathan akan hancur!
"Donita mengatakan Nyonya Xavier memarahinya, benar?" Nathan berhenti melangkah, menoleh lalu menatap ke arah pria tua yang duduk di ruang tengah. "Kau berbicara padaku?" Nathan berkata tanpa dosa, menaikkan sebelah alis sembari mengamati wajah dingin pria tua tersebut. Tristan Luis, ayah Nathan tersebut mengangkat pandangan–melayangkan tatapan tajam pada Nathan. Meskipun putranya terkesan enggan menanggapinya, Tristan tetap melanjutkan ucapannya. "Donita menyinggung Nona muda Zendaya. Masalahnya adalah kau tidak membela atau membantunya berbicara pada Nyonya Xavier. Donita adalah tunanganmu, kau seorang pria sejati. Seharunya kau membantu Donita meminta maaf pada Nyonya Xavier. Kudengar kau cukup dekat dengan Nyonya Xavier, bantu Donita memperbaiki citranya di hadapan Nyonya Xavier. Perlihatkan pada ayah jika kau seorang pria bertanggung jawab." Nathan berdecis sinis, dia menyender ke tembok–tangan berada di saku celana. Dia menatap malas akan tetapi meremehkan pada lelaki tua
"Mama berteman baik dengan Sereya, Ibu Karamel. Mama juga cukup dekat dengan Tuan Zavier karena koneksi dari Sereya. So-- kembali pada Mama dan pujaan hatimu akan menjadi milikmu."Nathan menatap ragu pada sang mama, hatinya menyeru agar Nathan menyetujui tawaran mamanya akan tetapi otaknya mengatakan untuk tidak. Nathan menyukai Zendaya, sudah sejak lama. Sama seperti dia yang kagum pada Danzel saat pertama kali bertemu–high school. Begitu juga ketika dia pertama kali bertemu dengan Zendaya, jatuh cinta pandang pertama. Ketika masa itu, Nathan sering membahas cinta pandang pertama pada ketiga sahabatnya. Dia sengaja terus-menerus mengungkit perihal jatuh cinta pandang pertama supaya mengetahui pendapat sahabatnya. Sayangnya Danzel bereaksi tak seperti yang Nathan harapkan. Sahabatnya tersebut mengatakan jatuh cinta pandang pertama adalah bagian dari kebohongan terbesar di muka bumi. Cinta pandang pertama itu tak ada, hanya sebatas omong kosong. Mitos! Karena ucapan Danzel tersebut,
"Mas Danzel!" pekik Lachi sembari menyerahkan wadah buah di tangan pada seorang maid, dia buru-buru menghampiri suaminya lalu menariknya supaya menjauh dari Zendaya. Setelah menjauhkan Danzel, Lachi langsung menghampiri Zendaya–memeluk sahabatnya tersebut yang tubuhnya sudah bergetar hebat akibat takut dipukul oleh kakaknya. "La-Lachi, Kak X tahu jika aku menyukai Nathan. Da-dan Kak X marah," bisik Zendaya dengan suara terbata-bata. Lachi mengusap punggung Zendaya berulang, berusaha menenangkan sang sahabat yang masih dalam ketakutan. "Jangan ikut campur!" Danzel menarik Lachi, menyentaknya cukup kuat sehingga perempuan itu melepas pelukannya dari Zendaya kemudian berakhir menabrak dada bidang Danzel. Lachi ingin kembali menghampiri Zendaya yang kelihatan semakin takut, tetapi Danzel menahan dirinya–mencengkeram kuat lengan Lachi. "Masuk dalam kamar, sekarang juga!" dingin Danzel, menatap tajam serta murka ke arah Lachi. "Aku ingin menengahi kalian berdua. Siapa tahu kalia
"Pasti Kak X memarahimu. Mungkin karenaku, kalian bertengkar juga yah," lanjut Zendaya. Selain takut, Zendaya juga khawatir pada hubungan kakaknya dan Lachi. Ucapan Danzel cukup tajam pada Lachi saat marah tadi. Bagiamana jika Lachi sakit hati lalu memilih meninggalkan Danzel? "Tidak apa-apa. Suami istri biasa bertengkar, jangan khawatirkan apapun," Lachi berkata pelan, "masalah kalian seperti apa sehingga Mas X sangat marah padamu? Coba jelaskan, supaya aku bisa membujuknya nanti." "Kak X tahu kalau aku suka pada Kak Nathan. Habis itu Kak X menyuruh supaya aku menghilangkan perasaan itu. Dia bilang aku masih kekanak-kanakan dan belum boleh memikirkan cinta. Dia juga bilang kalau Kak Nathan tidak menyukaiku," curhat Zendaya, berkata lirih dan sangat pelan. Suaranya terdengar seperti bisikan, dia masih syok akibat hampir dipukul oleh kakaknya. "Oke, aku akan bantu kamu bicara pada Mas X." Lachi berkata serius, meyakinkan Zendaya, "kamu tenang saja. Aku akan terus membantumu. Umm--
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok