Share

Bab7# Menunggu Datang

Max tidak mengangguk atau pun menggeleng, pria itu justru menarik tangan Grace melangkah keluar ruangan. Namun, sebelum sampai di pintu keluar, Grace mengibaskan tangan Max hingga terhempas.

"Akh! Kau menyakitiku, Max!"

Max tersentak kemudian berbalik, keduanya saling berhadapan. "Kalau kau tidak mau aku lebih menyakitimu, lebih baik segera pergi dan jauhi kehidupanku! Lakukan seperti saat kau meninggalkanku!" Tatapan pria itu begitu menusuk. Max maju beberapa langkah mengikis jarak keduanya. "Jangan berharap aku tunduk padamu, Grace! Sekalipun itu di depan mami dan papi!" desisnya penuh penekanan.

Grace membenahi tatanan rambutnya, berdiri angkuh, lalu mengangkat dagunya. "Tidak. Sudah kukatakan, aku tidak akan pergi. Akan kubuat kau tergila-gila padaku!"

Max semakin menatap bengis. Pria itu tidak ingin jatuh lagi di lubang yang sama. Dia tidak ingin terluka lagi, sama seperti Grace saat meninggalkannya. Maka dari itu, Max selalu membangun benteng pertahanan untuk siapapun, termasuk Grace sekarang.

"Silahkan bermimpi! Selamanya tidak akan terjadi!"

"Oke, akan kubuktikan jika kelak kau bertekuk lutut padaku!" tekad Grace.

Kecaman dan umpatan ketus saling terlontar, hingga samar-samar terdengar berisik seperti sarang lebah. Meskipun ruangan itu luas, tetap saja dua paruh baya yang ada disana merasa jika anak menantunya tidak dalam situasi yang baik.

Felly mendatangi keduanya, seketika Max dan Grace menjadi salah tingkah. Max membuang wajahnya ke arah lain, tidak melihat sang ibu. Sementara Grace langsung memasang senyuman, menghampiri, menggenggam tangan wanita paruh baya tersebut.

"Ada apa? Kenapa kalian ribut? Apa ada masalah?" tanya Felly dengan lembut.

"Bukan masalah besar, Mi," jawab Grace menutupi keresahan hati ibu mertuanya. "Ayo, kita temani saja papi."

Grace kemudian duduk dan bergabung dengan kedua mertuanya dalam obrolan ringan. Sesekali mereka tertawa karena hal-hal sepele. Grace pun tidak lagi memperhatikan Max. Entah, kemana pria itu? Yang jelas dia akan menghadapinya nanti di rumah.

***

Tiba di rumah, Grace langsung menyandarkan dirinya pada sofa panjang setelah selesai mengganti bajunya dengan piyama. Ucapan pria paruh baya tadi terus mengisi kepalanya.

"Tepati janjimu, Grace. Papi tunggu kehadiran cucu papi. Keluarga Dicaprio butuh penerus," ucap Alexander sebelum Grace berpamitan.

Miris! Hati Grace merasa pilu saat melihat dua mertuanya berwajah sendu. Alexander dan Felly tidak mengetahui jika sebenarnya Keluarga Dicaprio sudah memiliki penerus rahasia.

Akan tetapi, Grace belum sanggup mengatakan sekarang jika melihat peringai Max yang masih dingin dan kasar terhadapnya. Grace takut, jika dia justru tidak bisa lagi bersama putranya. Max pasti akan langsung meng-klaim Leon sebagai anaknya.

"Tidak, ini belum waktunya." Grace mengusap wajahnya bingung, bermonolog. "Maafkan Grace. Sekarang Grace belum bisa memberitahu."

Grace langsung bangkit menuju meja makan. Sesaat sebelum tiba di ruang tersebut, wanita itu melihat sekeliling rumah Max yang tampak sepi. Walau luas dan memiliki banyak kamar, namun rumah itu seperti tak berpenghuni.

Foto-foto dan hiasan pun masih sama seperti yang dulu. Ya, tidak ada yang berubah. Hanya satu yang tidak ada, yaitu foto pernikahan keduanya.

"Pasti dia sudah menurunkannya..." gumam Grace. "Atau mungkin dia tidak memasangnya sama sekali ..."

Atensinya tidak lagi fokus tentang foto. Tetapi, pandangannya beralih pada wanita yang sedang menata piring dan beberapa makanan di atas meja.

Ia hanya melihat wanita paruh baya yang menggunakan baju asisten rumah tangga. Tidak ada Max!

"Nyonya mau makan malam?" tanya sang ART.

"Hm, kemana Tuan? Apa dia belum datang?" Grace menarik satu bangku kemudian mendudukinya.

"Tuan mengatakan tidak makan malam di rumah, Nyonya. Tuan akan pulang nanti malam. Jadi, sebaiknya Nyonya makan lebih dulu."

"Tidak, aku menunggunya saja."

"Pasti Anda sudah terlalu lapar jika menunggu Tuan Max."

"Tenang saja, Bi. Aku sudah terbiasa menahan lapar," sahut Grace sembari terkekeh yang diangguki sang ART.

"Baik, kalau begitu."

Sepeninggal sang ART, Grace merogoh ponselnya dalam saku. Wanita itu merindukan senyuman Leon. Tanpa berpikir lagi, Grace menelpon sang anak.

"Hai, Sayang Mommy, apa kabar ...?" sapa Grace dengan senyum lebar.

Begitu pula sang anak, Leon tersenyum sumringah. Namun, senyum itu langsung lenyap hingga membuat Grace bertanya.

"Leon, kenapa cemberut? Apa tidak suka mommy menelpon?" tanya sang ibu.

Leon tampaknya masih memasang wajah masam. "Mommy kapan kembali?

Anak itu terus memperhatikan layar ponselnya yang menampilkan wajah sang ibu. Namun, dengan latar yang aneh menurutnya.

"Sabar, Sayang, Mommy pasti segera datang. Leon sudah tidak sabar mau peluk mommy, ya?"

Leon mengangguk, kemudian bertanya. "Mommy ada di rumah siapa? Mommy tidak di kamar, ya?"

"Tidak, mommy tidak di kamar, Sayang. Mommy di ruang tengah. Ada apa?"

Anak itu memiliki pemikiran yang kritis, Leon seperti foto copy-an Max. Wanita itu tanpa sadar duduk di sofa ruang tengah dengan latar belakang dinding, dimana foto-foto Max berjajar dengan rapi.

"Mommy ada di rumah siapa? Itu foto siapa, Mom? Kenapa dia mirip dengan Leon?" tunjuk Leon pada layar ponsel dengan mata menyipit.

Astaga ... Grace melupakan sesuatu! Wanita itu bahkan tidak terpikirkan dengan foto-foto Max yang sudah jelas sangat mirip dengan wajah Leon. Bukankah Max dan Leon bagai pinang dibelah dua!

***

Komen (33)
goodnovel comment avatar
Adelia Chubby2499
grace ini ceroboh banget sih. dia nggak ngasih tahu Leon tentang papahnya tapi bisa-bisanya dia video call di ruang tamu yang martabaknya banyak banget fotonya max.. udah tahu anaknya itu pengkritis malah ceroboh
goodnovel comment avatar
rysa ana
ayo grace mau Jawab apa,.... max kayanya sengaja menghindari grace ya dengan gak pulang tuk makan malam
goodnovel comment avatar
Windiyana
hayuu mau jawab apa kamu gracee???
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status