Agatha pun menjadi ikut penasaran dengan sosok yang dilihat sahabatnya. Gadis itu mengikuti tujuan pandangan Grace pada seorang laki-laki. "Kamu melihat siapa Grace, apa kamu mengenalnya?" bisik Agatha membuat wanita itu tersadar. "Ya, aku mengenalnya." Langkah keduanya semakin terkikis hingga kedua wanita itu berhadapan dengan laki-laki tersebut. Pria itu juga terkejut dengan ketidaksengajaan dirinya bertemu dengan Grace. "Grace?" Steve melebarkan mata, terkesiap. "Kamu juga ada di sini?" "Kenapa kamu di sini?" tanya Grace yang justru lebih penasaran. Bukan hal yang wajar bukan, karena tempat yang dikunjungi Steve adalah klinik kecantikan wanita? "Ah ... itu! Jangan kamu coba berpikir aku pria jadi-jadian ya ...!" tawanya tergelak. Pria itu langsung menangkap pemikiran negatif Grace terhadap dirinya. Grace hanya mengangguk-angguk, sedangkan Agatha masih membaca situasi. "Aku seratus persen pria, Grace! Jadi tidak usah mencurigaiku!" Grace yang sekarang ingin terbahak, me
Setelah satu hari kemarin menghabiskan waktu bersama Agatha, dan acara terakhir Steve mengajaknya makan. Kini, Grace sudah berada di rumah. Wanita itu sejenak termenung berdiri di balik tirai tipis, memandang keluar jendela.Meskipun Grace baru saja bersenang-senang dan tertawa, tetapi pikiran Grace tak lekang dari sang anak yang berada di sana. Wanita itu terus memikirkan siapa sosok yang sedang mencarinya di Jerman. Sebab, orang tersebut menduga ia mempunyai suami simpanan, bukan anaknya—Leon."Sebenarnya apa yang diinginkannya? Siapa orangnya yang berpikiran begitu ..."Teka-teki ini terus bergelayut di kepalanya. Hingga akhirnya lamunan wanita itu lenyap karena dering telepon."Papi ...?" Grace tersentak membaca nama penelpon pada layar datarnya. "Kenapa, ya?"Wanita itu terus bergumam sebelum menerima panggilan tersebut. Karena tidak mungkin sang ayah mertua menghubunginya jika tidak ada urusan yang sangat mendesak.Hingga beberapa nada dering itu berbunyi ..."Hallo, Pi?" sapa G
Setelah permintaan Alexander terlontar, suasana di meja makan menjadi senyap, dan membuat Felly mengambil alih situasi. Wanita paruh baya itu mencolek lengan sang suami agar tidak melanjutkan pembicaraan tersebut, mengingat kondisi dan keadaan Chelsea serta Darren yang masih berada dalam ruangan itu."Sebaiknya kita bahas nanti saja Pi, kita selesaikan makan malam dulu," pinta Felly.Mendengar hal itu membuat hati Chelsea terasa pilu. Wanita itu lantas tertunduk dalam, sambil mengaduk-aduk makanannya yang tidak ia habiskan."Chelsea mau tambah daging, mami ambilkan ya?" Felly berusaha mengalihkan perhatian Chelsea."Tidak usah Mi, ini saja sudah cukup. Chelsea sudah kenyang."Darren yang mengerti keadaan sang istri lantas membuka suara. "Mau kuantar ke kamar, Chel?"Tawaran Darren sangat bermanfaat saat ini. Rasanya Chelsea ingin segera mengakhiri makan malam itu, menghindari semua orang yang ada di ruangan tersebut. Rasa tidak percaya diri dan penyesalan masih menggelayuti dalam diri
Max langsung tersentak saat Grace mendorong dadanya kuat. Pria itu seketika menatap tajam dengan rahang mengeras. Tidak terpikirkan oleh Max jika Grace sangat berani menolaknya."Grace?! Kenapa kau mendorongku?!"Tetapi berbeda dengan Grace, wanita itu justru menyunggingkan senyuman, kemudian berjalan mengitari pria itu. Dengan jemari telunjuknya, ia menggerayangi tubuh sang pria dengan suara mendesah, "Kau ingin permainan ini dimulai, kan?"Max terus mengikuti gerakan Grace yang mengelilingi dirinya. Ia bahkan tidak tau apa yang akan dilakukan sang wanita padanya. "Cepat, apa yang akan kau lakukan, Grace! Tidak usah membuatku menunggu!"Cup! Grace mengecup bibir Max sekilas kemudian mutar tubuhnya seolah sedang menari, memamerkan kemolekan tubuhnya. "Tunggu, Max ... Kau harus lebih bersabar mengikuti permainanku ini," ucap Grace dengan suara mendayu. "Kau pasti akan menyukainya nanti ..."Max semakin mengepalkan tangan, menahan rasa geram. Sementara Grace terus menari di depan pria
Berulang kali Grace menegaskan dirinya sendiri, ia harus bisa bersatu dengan Max sebanyak lima kali. Terlebih, ia sudah menghitung dimana tepat masa suburnya saat ini. Peluang inilah yang digunakan Grace agar Max bisa cepat membuahinya. Mengingat pesan dokter, Max dikatakan tidak sehat jika dalam 12 kali mereka berhubungan, Grace tidak juga menunjukkan tanda-tanda kehamilan."Sekarang waktu yang tepat!" batin Grace menyeringai, melangkah membawa anggur dalam gelas. Sedangkan satu tangan lain memegang cemeti."Kau harus menikmati malam ini, Max ... Rileks-kan dirimu."Kebinalan Grace ternyata membuat Max sangat ingin menarik tangan. Sorot matanya penuh dengan gairah."Ayo kita main sebentar ..." Grace mencipratkan anggur ke tubuh Max bagian atas. "Kamu tidak akan menyesali permainan malam ini ...." Grace menaruh gelas itu di atas meja nakas, lalu merangkak seperti bayi ke atas pangkuan Max. Ia melonggarkan ikatan tangan, agar pria itu bisa terlentang."Sekarang, aku benar-benar mulai
Setelah dari rumah sang ayah, Chelsea dan Darren kini sudah berada di rumahnya. Mobil pun berhenti tepat di halaman depan rumah tersebut. Dengan sigap Darren langsung membantu menurunkan kursi roda dan membantu sang istri pindah ke kursi roda itu. Sejak sang wanita mengalami kecelakaan, suasana di dalam rumah tersebut terasa dingin, membuat Darren menghentikan pergerakan kursi roda sang istri. "Chelsea ..." panggil Darren Chelsea yang hendak masuk ke kamar lebih dulu mendengar namanya disebut pun berhenti. Ia merasa ada sesuatu yang akan dikatakan suaminya. Seakan batinnya sudah bisa membaca apa yang akan diucapkan sang suami. Wanita itu bergeming sejenak, lalu menoleh, "Ada apa?" Darren menarik napas dalam, membuangnya panjang. Kemudian melangkah mendekati sang wanita. "Tidak ada. Aku hanya ingin mendorongmu." Pria itu sangat sedih dengan apa yang menimpa istrinya. Ia ingin menjadi pria yang berguna di saat Chelsea membutuhkannya. Namun, berbeda dengan Chelsea. Wanita itu just
Tidak ada yang berani mendekat ke kamar Chelsea meski pelayan sekalipun. Wanita itu terisak meratapi pilu yang menyesakkan dadanya. Terbesit rasanya ingin mengakhiri semua ini. Namun, nada dering dari gawainya berbunyi. Terlihat nama sang sekretaris di layar itu.Chelsea berusaha menghentikan isakannya, menarik nafas dalam. Ia tidak ingin semua tahu tentang kegelisahannya, terlebih orang orang yang berada di perusahaan. "Ada apa?" tanya Chelsea mengendalikan tekanan suara agar terlihat normal."Begini Nyonya, ada tamu dari Mexico mencari Anda di kantor," jawab sang sekretaris."Mexico?" Chelsea mengerutkan dahi. "Apa kita bekerja sama dengannya? Kurasa aku tidak memiliki janji dengannya, Nora.""Ehm, benar. Kita tidak ada hubungan bisnis dengannya, tapi beliau mengatakan sahabat Anda.""Haaa ..., sahabatku? Siapa?""Daniel.""Apa? Daniel?" Chelsea terkesiap. "Tidak, Nora. Katakan saja aku sedang di luar negeri! Pokoknya jangan katakan apapun tentang keadaanku," sambung Chelsea tegas.
"Berani sekali kau kembali ke sini! Dasar wanita murahan!” Grace yang semula sedang termenung di tepi ranjang, tersentak saat mendengar suara bariton nan dominan dari Maxime Rudolf Dicaprio. Kemarahan pria itu sudah menjadi hal yang Grace duga. Pria mana yang tidak akan marah ketika ditinggalkan oleh sang istri, persis setelah mereka mereguk panasnya malam pertama? Namun, Grace tidak mencoba menjelaskan ataupun membela diri pada Max. Dia lebih memilih fokus pada tujuannya kembali kali ini. Kalau bukan karena Leon, dia juga mungkin enggan untuk memijakkan kakinya lagi ke negara ini. Leon, anaknya dengan Max dulu, yang masih dia rahasiakan keberadaannya, tengah butuh bantuan. Dan hanya Max lah pria yang bisa mewujudkan bantuan itu. "Ayolah Sayang, lupakan masa lalu.” Alih-alih ciut karena aura kemarahan sang suami, Grace justru semakin berani. Dia melangkah mendekati Max dengan gaya yang begitu memesona. “Apa kau tidak ingin menyentuhku?” Pakaian minim nan menggoda yang d