Setelah dari rumah sang ayah, Chelsea dan Darren kini sudah berada di rumahnya. Mobil pun berhenti tepat di halaman depan rumah tersebut. Dengan sigap Darren langsung membantu menurunkan kursi roda dan membantu sang istri pindah ke kursi roda itu. Sejak sang wanita mengalami kecelakaan, suasana di dalam rumah tersebut terasa dingin, membuat Darren menghentikan pergerakan kursi roda sang istri. "Chelsea ..." panggil Darren Chelsea yang hendak masuk ke kamar lebih dulu mendengar namanya disebut pun berhenti. Ia merasa ada sesuatu yang akan dikatakan suaminya. Seakan batinnya sudah bisa membaca apa yang akan diucapkan sang suami. Wanita itu bergeming sejenak, lalu menoleh, "Ada apa?" Darren menarik napas dalam, membuangnya panjang. Kemudian melangkah mendekati sang wanita. "Tidak ada. Aku hanya ingin mendorongmu." Pria itu sangat sedih dengan apa yang menimpa istrinya. Ia ingin menjadi pria yang berguna di saat Chelsea membutuhkannya. Namun, berbeda dengan Chelsea. Wanita itu just
Tidak ada yang berani mendekat ke kamar Chelsea meski pelayan sekalipun. Wanita itu terisak meratapi pilu yang menyesakkan dadanya. Terbesit rasanya ingin mengakhiri semua ini. Namun, nada dering dari gawainya berbunyi. Terlihat nama sang sekretaris di layar itu.Chelsea berusaha menghentikan isakannya, menarik nafas dalam. Ia tidak ingin semua tahu tentang kegelisahannya, terlebih orang orang yang berada di perusahaan. "Ada apa?" tanya Chelsea mengendalikan tekanan suara agar terlihat normal."Begini Nyonya, ada tamu dari Mexico mencari Anda di kantor," jawab sang sekretaris."Mexico?" Chelsea mengerutkan dahi. "Apa kita bekerja sama dengannya? Kurasa aku tidak memiliki janji dengannya, Nora.""Ehm, benar. Kita tidak ada hubungan bisnis dengannya, tapi beliau mengatakan sahabat Anda.""Haaa ..., sahabatku? Siapa?""Daniel.""Apa? Daniel?" Chelsea terkesiap. "Tidak, Nora. Katakan saja aku sedang di luar negeri! Pokoknya jangan katakan apapun tentang keadaanku," sambung Chelsea tegas.
Setelah terdiam beberapa saat di lorong rumah sakit, Chelsea mengusap kasar air matanya, membersihkan sisa-sisa buliran bening yang membasahi pipi. Ia menarik napas dalam, membuangnya panjang sebelum kembali mendatangi Kenan. Chelsea bisa melihat Kenan masih setia menunggunya di dekat mobil miliknya. Kenan juga tampaknya sangat pekerja keras dalam melayani dirinya. "Aku sudah selesai, Ken!" Chelsea kini berada di belakang pria itu. Kenan sontak berbalik badan, mengangguk, "Baik, Nyonya. Kita pulang sekarang?" Chelsea menggeleng. "Apa ada tujuan lagi setelah ini?" "Kita mampir ke apotik sebentar," balas Chelsea. Setelah mendapat jawaban dari sang CEO. Kenan selalu sigap memegangi kursi roda Chelsea, saat wanita itu harus berpindah dari kursi rodanya ke dalam mobil. "Cari apotek sepanjang jalan saja, Ken," titah Chelsea yang diangguki Kenan. Pria itu langsung menginjak pedal gas dan mengemudi dengan kecepatan rata-rata. Sebab, ia juga harus mencari apotik di sepanjang
Setelah mengadakan rapat pagi di kantornya, Darren putuskan untuk pulang, sekaligus ingin melihat keadaan sang istri. Kejadian yang baru saja terjadi pada Chelsea, terlihat oleh Darren. Pria itu kembali lagi ke rumah karena ia tidak bisa fokus di ruang kerja kantornya.Namun, pemandangan tidak mengenakkan baru saja terjadi di depan matanya. Matanya sedikit memanas kala melihat Chelsea berada di tangan seorang pria. Entah, Darren bisa menduga jika itu supir baru istrinya. Tetapi, yang membuat hati ya bergemuruh hebat adalah posisi Chelsea yang membuat pria itu terbakar api cemburu."Apa itu tadi?" sergah Darren langsung mengambil alih tubuh Chelsea kemudian menggendongnya. Kenan seketika tertunduk, mundur beberapa langkah. "Apa yang sedang kamu lakukan, hah?!" bentak Darren menatap tidak suka.Kenan semakin serba salah apabila tidak menjawab pertanyaan Darren. Ia patut menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. "Maaf, Tu—"Akan tetapi, ucapan Kenan terpotong oleh Chelsea yang menyelany
Grace sangat terkejut saat Max menolak ajakannya ke rumah Victor, tetapi malah mengajaknya hendak pergi ke dokter SpOG. Wanita itu seketika langsung merubah ekspresi keterkejutannya, dan langsung mencari jawaban atas rasa ingin tahunya. "Kenapa kita mau ke dokter SpOG, Max? Siapa yang hamil?" tanya Grace menggigit bibir bawahnya, berhati-hati memilah kata-kata. Max menghela napas berat. "Sebenarnya waktu kita makan malam di rumah Papi, ada hal yang kami bicarakan berdua." Grace terdiam. Namun, dengan seksama mendengarkan dan mencerna setiap makna ucapan sang pria. "Papi tetap memaksaku memberi keturunan keluarga Dicaprio," ucap Max lagi sembari membuang napas panjang. "Aku sendiri tidak yakin apa aku bisa mengabulkan permintaannya. Tetapi, bila kemarin aku tidak mengiyakan pun bagaimana dengan Chelsea. Papi tidak mungkin memaksa Chelsea yang justru akan menyakitinya." "Lalu sekarang mau apa kita mau ke sana?" "Aku akan minta pendapatnya lebih dulu. Kita ikuti apa yang ia
Mendengar pernyataan Dokter Anna, Max sejenak ragu mengenai dirinya. Ia tidak percaya diri, bisa melakukan apa yang disarankan oleh sang dokter. "Sejujurnya, saya sangat senang ketika Anda berdua mengkonsultasikan tentang hal ini lebih cepat," ungkap Dokter Anna. "Tapi lebih baik anda mencobanya lebih dulu, Tuan. Anda tidak akan pernah tahu jika Anda belum melakukan program ini."Max terdiam, tapi berpikir, menghela berat. "Baiklah, kami akan melakukannya.""Wah, saya senang mendengar ini!" Dokter Anna langsung tersenyum lebar, sorak girang dalam hati. "Baik kalau begitu saya akan jadwalkan program ini. Anda berdua bisa datang dan berkonsultasi setiap saat."Namun, tidak demikian untuk Grace. Wanita itu menatap tidak percaya sekaligus tertekan. "Bagaimana ini? Mengapa Max justru benar-benar ingin memiliki bayi sekarang?" batinnya."Lalu, apa yang harus kami lakukan lebih dulu?" tanya Max setelah ia menceritakan awal kejadian sebelumnya, serta ketakutan dan pemikirannya selama ini."A
Grace menatap nanar dengan manik mata berkaca-kaca. Ia benar-benar terkejut dengan reaksi yang diberikan Max atas ucapannya.Udara di sekeliling ruangan itu terasa panas seakan ada kobaran api yang menyulut, sangat melukai kulit lembut sang wanita."Max, aku tidak bermaksud demikian!" Jemarinya terulur memegang dua tangan Max. "Aku hanya ingin memastikan kamu siap mengalami kekurangannya. Aku tidak ingin kamu kecewa, bila nantinya program itu tidak berjalan dengan baik." Grace meyakinkan Max. Sungguh, ia benar-benar dilema saat ini. Di satu sisi ia ingin agar rencananya berjalan lancar. Namun, sisi lain Grace takut bila sampai Max terluka karena ia benar-benar mandul.Tatapan tajam Max masih menusuk wanita itu. Grace yang merasa kesal tiba-tiba langsung melakukan hal di luar dugaan. Wanita itu langsung mengalungkan tangannya di pundak Max, dengan kedua kakinya melingkar di pinggang pria itu. Seolah bayi Koala yang digendong sang induk."Jika aku tidak mendukungmu, untuk apa aku sela
Setelah bersepakat mengadakan bulan madu bersama Max, Grace kini berpangku tangan di dalam ruang kerjanya. Pasalnya, perjalanan yang akan ia lalui bersama Max, memungkinkan membutuhkan waktu selama 2 minggu ke depan. Sehingga, Grace khawatir jika ia mendapat telepon yang mendesak dari Brian tentang keadaan Leon.Sekian lama ia berpikir, wanita itu tidak juga menemukan jalan keluar. Embusan napas berat terdengar dari mulutnya, "Siapa ya, yang bisa aku percaya menjadi kontak darurat? Tidak mungkin aku menerima telepon Brian bila ada Max selalu di sampingku ..." keluhnya.Wanita itu termenung, tapi kepalanya berdenyut hingga ia terpaksa mengurut pelipisnya, mengurangi rasa nyeri. "Hhh ... Kenapa aku merasa hampir gila hanya mencari orang kepercayaan! Apa aku minta tolong mama saja ...? Ah, tidak, tidak! Mereka pasti akan tau kalau begitu!" Wanita itu terus saja mengomel sendiri hingga membuat Arthur yang berdiri depannya terkekeh. Tanpa Grace sadari, Arthur sudah mengetuk pintu saat wan
Bab250#Setibanya di basecamp yang tersembunyi, Chelsea merasa ada sesuatu yang sangat salah. Tempat itu sangat kacau dan suasana mencekam memenuhi udara. "Apa ini tempatnya, Arthur?" tanya Chelsea penuh keraguan."Hm, benar ini tempatnya."Belum juga kedua mata Chelsea memindai tempat itu, tiba-tiba ...Brak!Freya dan Kenan keluar dari bangunan sepi dengan pencahayaan minim. Meski demikian, sorot mata Chelsea mampu menangkap siluet bayangan sang suami."Kenan ...?!" Chelsea hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Seruan Chelsea ternyata mampu mengalihkan perhatian kedua orang itu, terutama Kenan. Ia lebih terkejut saat melihat Chelsea juga berada di sekitar tempat itu. Area yang tidak sebaiknya dituju.Namun, di balik semua rasa takut dan kecemasan Chelsea, hatinya semakin teriris saat kenyataan yang lebih pahit terbuka di hadapannya. Di sana, di tengah kekacauan, dia melihat Kenan—dengan jel
Grace dengan suara penuh amarah, "Kenan! Kau datang kemari hanya untuk jadi pengkhianat! Tidak tahu malu!" Berdiri tegak, Kenan menatap Grace dengan dingin, "Aku memilih sisi yang benar, Grace. Ini bukan tentang kamu atau aku lagi, ini tentang apa yang seharusnya terjadi." Grace tertawa sinis, "Cih! Sisi yang benar? Kau menjual dirimu kepada Freya, itu yang kamu sebut benar? Jangan lebih rendah dari itu, Ken!" "Aku tidak membutuhkan pembenaran darimu, Grace. Semua ini sudah berjalan terlalu jauh. Tidak ada yang bisa menghentikanku sekarang." Freya, yang sejak tadi diam dan menyaksikan percakapan itu, akhirnya berbicara dengan suara penuh kebencian. Grace tertawa remeh pada Freya, seolah mengejek wanita ular itu. "Apapun yang kau lakukan, kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku. Karena kau tidak pernah dicintai sampai mati! Kau tak akan pernah tau apa itu cinta!" ucapnya penuh penekanan, "kasihan sekali!" Suasana di antara kedua wanita itu semakin mencekam. Freya ingin seka
Max tampak berjalan mondar-mandir di ruang kantor yang gelap, ekspresinya tegang dan penuh amarah. Matanya yang tajam menatap beberapa anak buah Christ yang berdiri cemas di hadapannya."Bagaimana bisa kalian belum menemukan lokasi Freya?!" bentaknya, suaranya keras dan penuh amarah. "Kalian cuma membuang-buang waktu! Ini sudah terlalu lama, aku ingin jawaban sekarang!"Anak buah Christ, yang satu bernama Markus dan yang satunya lagi disebut Simon saling pandang, tampak bingung dan tertekan."Ma-Maaf, Tuan ... kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi kami belum menemukan petunjuk pasti," jawab Markus, suaranya terbata-bata.Max menggeram, berjalan mendekat dan berdiri tepat di depan mereka. "Berusaha? Itu bukan jawaban yang aku cari! Jika kalian tidak bisa melaksanakan perintah sederhana ini, lebih baik aku cari orang lain yang bisa!"Simon mencoba menenangkan situasi. "Kami benar-benar sudah berusaha, Tuan. Kami akan terus menca
Kenan terlihat tegang, tapi mencoba menurunkan egonya. "Freya, aku tahu aku salah. Aku tidak mencari pembenaran. Aku hanya ingin tahu di mana basecamp-mu. Aku punya rencana ... rencana untuk melancarkan keinginanmu." Namun, diam-diam, tanpa melibatkan siapa pun. Kenan akan pastikan akan membebaskan Grace. Ini adalah kesempatan terakhirnya untuk menebus semua kesalahan." Mendengar ketulusan Kenan, dan betapa pria itu juga memenuhi keinginannya mendapatkan lokasi Grace, Freya terdiam sejenak, mempertimbangkan kata-katanya. "Kau tidak akan menjadi pengkhianat di dalam basecamp-ku, kan?" "Kau bisa percaya padaku, Freya. Aku akan lakukan apa saja untuk memastikan semuanya berjalan lancar. Kau akan dapatkan semua yang kau inginkan." Dalam hati Freya melewati banyak perdebatan. Kemudian suara Freya berubah, sedikit lebih lembut. "Baiklah, aku beri kau satu kesempatan lagi. Basecamp-ku ada di kawasan Charlottenburg, dekat Stasiun Zoologischer Garten. Tapi ingat, Kenan. Satu langkah s
Kenan berdiri di tengah kota. Kebingungan jelas tergambar di wajahnya. Ia melirik kiri-kanan, mencari-cari tanda yang bisa mengarahkannya pada basecamp Freya.Gedung-gedung tinggi dan hiruk-pikuk suara kendaraan membuatnya merasa semakin terasing. Tidak ada petunjuk yang jelas, dan dia semakin merasa hilang."Bagaimana kalau aku meneleponnya?" ragu Kenan dalam kebimbangan.Setelah beberapa menit, Kenan mengeluarkan ponsel. Tatapannya tersentak saat melihat banyaknya panggilan tak terjawab dan deretan pesan dari sang istri."Maafkan, aku sayang ..." gumamannya terhenti dengan kedua bola mata berkaca-kaca, terharu, "Benarkah Chelsea hamil? Dia hamil ..."Rasanya Kenan benar-benar dilema. Di saat ia sudah menghancurkan semua, mahkluk kecil kini sedang bersemayam di rahim sang istri."Apa yang harus aku lakukan?" Kenan mengusap wajah kasar, "Argh!!"Namun, dengan cepat Kenan mengontrol emosinya. Ia harus secepatnya meny
Setelah berhasil membebaskan Anna, Kenan langsung menuju ke bandara dengan mengambil penerbangan tercepat. Semua benar-benar sudah ia persiapkan, pasport dan visa pun sudah dia kantongi di balik jaket."Maafkan aku, Chelsea," ucap Kenan lirih, "Tanpa pesan, tanpa panggilan, tanpa berkomunikasi. Lihatlah, sehening itu caraku mencintaimu sekarang ..."Dengan berat hati ia memandang sendu negara talia dengan lampu-lampu yang menghiasi setiap kota. Ada hati yang sudah ia lukai. Padahal, hati yang selalu membuat dunianya menjadi berisik.**Dengan gemetaran Grace berusaha memasukkan kunci yang justru membuat kunci itu terjatuh ke bawah kakinya."Ah, sial!"Wajah Leon pun tampak jelas ketakutan dan penuh ketegangan. "Ayo, Mom!"Grace mencoba meraih kunci dibawah kakinya, namun Jack terlebih dulu memecahkan kaca mobil dengan ujung senapan.PYAR!"Aaaww ...!" Grace menutup kedua telinga
Di negara Italia. Chelsea duduk termenung di sofa dalam kamarnya. Pagi ini, tubuhnya terasa lelah dan pusing, seolah-olah ada sesuatu yang salah. Rasanya seperti ada beban berat yang menekan dadanya. Namun jauh di dalam hati, ada kecemasan yang lebih besar lagi. Kenan, suaminya, tidak pulang sejak kemarin. Ponselnya pun tidak bisa dihubungi, pesan-pesan yang dikirimkan tak kunjung dibalas. Sejak tadi malam, Chelsea sudah berusaha mencari tahu di mana Kenan berada, tapi tetap tak ada kabar. Rasa cemasnya menjadi semakin memuncak."Memangnya di mana sih dia sekarang," gerutu Chelsea memandang layar ponselnya yang perlahan berubah gelap.Ia bangkit dan berjalan pelan menuju meja, mengambil segelas air. Keringat dingin mengucur di dahinya. Rasanya seperti ada yang aneh dengan tubuhnya, dan perasaan cemas tentang Kenan hanya memperburuk keadaan.Tanpa berpikir panjang, Chelsea memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Ia ingin memastikan semuanya baik-ba
Melihat Stella datang dengan membawa kantong belanjaan, Grace keluar dari rumah, menghampiri sang perawat. "Apa semua sudah kamu beli, Stella?" tanya Grace. "Sudah semua, Nyonya. Perbekalan ini cukup untuk satu minggu ke depan." "Hm, baguslah." Ketiga pasang mata tiga pria dalam mobil seketika berbinar senang, saat melihat Grace dengan mata kepala sendiri. "Itu dia!" tunjuk Nick dengan yakin. "Benar, tepat sekali!" "Keberuntungan kita, dia keluar dengan sendirinya ...!" seru Jack sudah tidak sabar. "Selesaikan dengan cepat, dan jangan meninggalkan jejak!" "Siap, Bos!" Nick, Willy dan Jack langsung merapatkan langkah menuju rumah itu. Baru saja Stella dan Grace masuk ke dalam rumah, tak lama kemudian pintu rumah mereka terbuka dengan sangat keras. BRAK!! Suara dentuman pintu yang ditendang sangat keras membuat Grace dan Leon terkejut setengah mati. Jack, Nick, dan Willy sudah ada di depan pintu. "Hohoho ... Lihatlah siapa yang kita temui ...!" Jack menyeringai si
Di sana, ia menemukan Anna, terikat di kursi dengan air mata yang membasahi pipinya. Hati Kenan terasa sesak, melihat kondisi Anna yang tak berdaya.Kenan melangkah maju dengan cepat, suaranya bergetar meskipun ia berusaha untuk tetap tenang. “Anna…,” katanya pelan, meraih bahunya dengan lembut. “Kamu baik-baik saja?”Anna menggeleng lemah.Pria itu berusaha membuka lakban dari bibir sang adik kemudian membuka ikatan tali pada tubuhnya. "Apa mereka menyakitimu?" Belum ada jawaban dari gadis yang masih terus terisak.Anna menatapnya dengan tatapan kosong, matanya merah dan bibirnya bergetar. “Kak …” bisiknya, terisak. “A-aku takut ...”"Tenanglah, semua baik-baik saja." Kenan memeluk Anna erat dan mengusap kepalanya.Menarik napas panjang, Kenan berusaha mengendalikan emosinya. "Anna, dengarkan aku!" Ia berusaha menyadarkan sang adik. "Aku akan membawamu keluar dari sini, tapi ada sesuatu yang lebih penting yang har