Hai reader, mohon maaf baru update. Kemarin author sedang tidak enak badan. jaga kesehatan, dan selamat membaca. semoga suka.
"Jangan takut, ini hanyalah akan turunnya hujan. Tidak ada yang perlu ditakutkan,” jawab Hakya sambil mulutnya terus berkomat-kamit memandang langit yang semakin menggelap itu. Sementara itu burung gagak semakin mengeluarkan suara yang benar-benar menyayat hati, membuat Kanaya semakin takut. Sehingga Kanaya berpegang erat kepada tangan Hakya, Kanaya takut akan terjadinya sesuatu apalagi mereka sedang berada di atas bukit. Rasanya jarak antara mereka dan langit itu sangatlah dekat. "Kita akan pulang ke rumah sekarang, kita harus masuk ke dalam rumah untuk berlindung jika memang Dewa sedang meluapkan amarahnya," lanjut Hakya kepada Kanaya sambil membimbing sang istri untuk kembali ke kamar mereka. "Aku takut jika bukit ini akan roboh, maka kita akan tenggelam di dalamnya. Dan tidak ada orang yang tahu kalau kita berada di sini hingga akhirnya kita akan abadi di dalam bukit ini,” ucap Kanaya kemudian. Hal yang paling Kanaya takutkan adalah bukit itu roboh karena mulai terasa getaran da
Tidak berapa lama terdengar suara yang begitu besar seperti menghantam bumi, membuat Kanaya kembali memegang tangan Hakya dengan begitu erar.Bahkan Kanaya sudah tahu orang tuanya mempunyai hati yang tidak begitu baik kepadanya. Namun, Kanaya masih memikirkan kedua orang tuanya tersebut. Bagaimana keadaannya setelah mendengar ledakan itu."Apakah ayah dan ibu akan selamat dari ledakan itu?" tanya Kanaya pelan kepada Hakya.Hakya hanya bisa menghela nafas berat, di mana dia salut dengan Kanaya yang masih saja memikirkan kondisi kedua orang tuanya.Padahal kedua orang tuanya sudah membuat Kanaya dalam keadaan yang tidak baik-baik saja."Itu hanyalah ledakan peringatan, yakin saja itu tidak akan memakan korban jiwa. Hanya saja kemungkinan setelah ini tumbuh-tumbuhan akan mati dan tanah semakin tandus karena kemarahan dewa, ada sesuatu hal yang terjadi dan dapat kita pastikan setelah ini kalau kehidupan manusia yang berada di bawah sana semakin sulit, di mana tanah-tanah yang di beri tumb
"Kanaya, aku harus turun sebentar," ujar Hakya kepada sang istri.Kanaya yang masih sibuk di dapur sedang menyiapkan masakan untuk Hakya tampak terkejut mendengar penjelasan dari Hakya kalau dia harus turun. Hakya tampaknya benar-benar bingung dengan Hakya katanya di bawah sedang dalam keadaan kacau namun Hakya malah ingin turun."Apa yang mau kamu lakukan di bawah, Hakya? Bukankah di atas ini semua sudah ada, kenapa kamu masih mau turun ke bawah?" tanya Kanaya kepada Hakya dan lagian juga Kanaya merasa takut berada di atas bukit seorang diri. Dia merasakan jaraknya dengan langit itu begitu dekat. Entah mengapa Kanaya selalu merasa takut jika dia mendongakkan wajahnya ke langit."Ada hal yang harus aku selesaikan di bawah, karena ada sesuatu yang terjadi di bawah sana. Jadi, aku harus menghentikan itu," jawab Hakya menjelaskan kepada Kanaya, agar sang istri mengerti dengan posisinya saat ini.Kanaya tampak memperhatikan wajah Hakya yang serius itu, kemudian Kanaya menggelengkan kepal
"Bagaimana aku bisa marah kepada kamu yang sangat cantik ini?" tanya Hakya sambil tersenyum kepada Kanaya hal itu membuat Kanaya tampak salah tingkah saat mendapat gombalan yang receh dari sang suami.Keduanya menikmati makan pertama mereka berada di atas bukit tersebut, dengan memasak makanan yang tersedia di atas dengan perlengkapan yang ada. Kanaya dan Hakya makan dengan begitu lahap."Apakah dulu tempat ini ditinggali oleh orang-orang? Kenapa bisa semuanya lengkap, perlengkapan masak dan segala macamnya ada di sini? Juga begitu banyaknya bangunan-bangunan di atas sini?" tanya Kanaya penasaran kepada Hakya.Hakya hanya mengangguk mendengar pertanyaan dari Kanaya."Tempat ini adalah dulunya padepokan milik kakek Buana, banyak sekali murid-murid yang tinggal di sini. Dan juga dulu kedua orang tuaku juga tinggal di atas ini, namun ketika kakek Buana memilih untuk mengakhiri hidupnya dalam kesendirian semua muridnya itu pergi meninggalkan bukit ini.""Dan sayangnya tidak ada satupun d
"Kanaya, apa yang kamu lakukan?" tanya Hakya heran ketika melihat Kanaya memohon kepadanya, meminta untuk menjadi muridnya.Padahal Hakya sudah mengatakan kepada Kanaya kalau dia tidaklah ditugaskan untuk meneruskan ilmu tersebut."Aku ingin mempelajari ilmu bela diri, Hakya. Biar aku bisa melawan iblis-iblis itu, sehingga aku bisa ikut kamu turun ke bawah," ucap Kanaya pelan.Hakya menarik tubuh Kanaya agar kembali berdiri dan kemudian mengelus rambut Kanaya dengan pelan."Maafkan aku yang tidak mengajak kamu turun ke bawah. Bukan berarti karena kamu tidak memiliki kemampuan bela diri. Cuma, karena aku tidak ingin terjadi apa-apa dengan kamu," ujar Hakya menjelaskan kepada Kanaya.Hakya tidak ingin Kanaya salah sangka mengenai larangannya turun ke bawah.Dan Kanaya mengatakan kalau dia bisa ilmu bela diri dia bisa membantu Hakya.Kanaya tetap memaksa untuk ikut turun ke bawah, karena menurut Kanaya dia ingin sekali memastikan ayah dan ibunya, apakah selamat atas suara keras yang tadi
"Sudahlah Kanaya, jangan dipikirkan dan jangan terlalu berburuk sangka. Kan anak buah Ratu Ilmu Hitam bukan cuman Ayah, banyak anak buahnya yang lainnya kemungkinan ini anak buah Ratu yang lainnya. Kita berdoa saja ini bukanlah anak buah ayah," ujar Hakya menenangkan hati sang istri.Walaupun sebenarnya Hakya tahu, siapa lagi yang melakukan itu kalau bukan anak buah dari ayah mertuanya itu.Kanaya hanya diam dan tampak menerawang. Dia sedang berpikir itu pastilah anak buah ayahnya, karena sungguh hal yang aneh ayahnya memiliki begitu banyak harta sedangkan selama ini Kanaya tidak tahu sebenarnya apa pekerjaan ayahnya, selain memiliki toko yang dikelola mereka di rumah."Aku tidak habis pikir kenapa ayah bisa melakukan hal-hal seperti ini. Bukannya Ayah menolong orang lain yang kesusahan, malah Ayah yang berbuat seperti itu kepada orang lain, membuat orang lain kesusahan," ucap Kanaya kemudian.Hakya mengelus kepala Kanaya dan kembali menenangkan hati sang istri dengan mengatakan itu b
"Tidak ada cara lain selain kalian harus berusaha," jawab Dewa dengan suara yang menggema di gendang telinga Hakya.Hakya mendengar suara Dewa tersebut tanpa mengenyitkan keningnya, dia masih belum mengerti apa maksudnya berusaha yang disampaikan oleh Dewa tersebut."Maaf, Dewa. Apa maksud dari kami harus berusaha," ganya Hakya kepada dewa."Kanaya harus melahirkanlah kembali satu orang anak untuk memulihkan keadaan bumi, dan jagalah jangan sampai anak tersebut kenapa-napa," ujar Dewa yang kemudian menghilang setelah mengatakan demikian.Hakya membuka matanya setelah merasakan hawa di dalam kamar tersebut sudah seperti biasanya, itu artinya Dewa sudah pergi.Dewa menatap keluar jendela dan melihat langit yang gelap."kami harus berusaha," gumam Hakya mengulang kembali apa yang disampaikan oleh Dewa tersebut.Hakya tahu permintaan Dewa tidaklah susah ataupun tidaklah aneh, semua itu biasa saja dan mungkin itu adalah hal yang lumrah mengingat Hakya dan Kanaya juga merupakan sepasang sua
"Aku hanya sebentar saja, Kanaya. Aku ingin mengambil tanaman tersebut untuk dijadikan obat," ujar Hakya memohon kepada Kanaya."Kamu tega meninggalkan aku sendiri di sini hanya demi obat tersebut? Kamu tidak tahu betapa takutnya aku seorang diri di sini, Hakya. Lebih baik aku turun saja ke bawah," ucap Kanaya pelan.Kanaya bener-bener merasa kesal mendengar Hakya yang ingin mengambil sebuah pohon yang hanya tumbuh di perbukitan di sebelah utara. Dan meskipun membawa bibitnya ke bukit mereka, tanaman itu tidak akan tumbuh. Makanya, Hakya harus kesana untuk mengambil tanaman itu."Obat ini begitu penting untuk kelangsungan hidup kita, Kanaya, dan juga untuk kelangsungan bumi. Jadi, aku harus segera mendapatkan obat tersebut," jawab Hakya masih memohon agar Kanaya terbuka hatinya untuk mengizinkan Hakya pergi ke bukit sebelah.Kanaya tampak memandang tajam ke arah Hakya. dia penasaran sebenarnya obat itu adalah obat apa. Kenapa begitu berpengaruh terhadap mereka dan juga kehidupan merek