“Bunuh dia sampai mati!” teriak Ratu Ilmu Hitam saat melihat Hakya jatuh ke tanah karena menghindari serangan harimau itu. dan Ratu sangat yakin kalau kali ini hakya akan kalah.Namun, siapa sangka Hakya segera berdiri dan….Whuuuuust!Hakya mengambil jurusnya dan mengarahkan kepada kelima harimau itu dengan tujuan indera penglihatan mereka yang tajam itu.“Aaauuuuk!” teriak si harimau saat sesuatu yang tajam, pedih dan menusuk masuk ke dalam mata mereka. Dan saat harimau itu panik dengan sambil memejmakn matanya, Hakya kembali menyerang mereka hingga mereka tersungkur jatuh ke tanah.“Tidak mungkin! Kenapa dia seperti Dewa yang tidak terkalahkan, bahkan semua yang memiliki kekuatan tertinggi di dalam istana ini bisa kalah dan jatuh di tangannya,” gumam Ratu dalam hatinya.Ratu tampaknya mulai panik, dan Hakya segera menarik kelima harimau itu masuk kedalam lingkaran yang dia buatkan.Seperti yang Hakya janjikan kalau dia akan menyelesaikan para harimau itu di akhir pertarungan.“Kalau
"Tidak akan! Bahkan meskipun mati, aku tidak akan mengalah dengan orang seperti kau!"Ratu berteriak sambil menyerang Hakya dengan energi terakhirnya.Sedangkan Pangeran sudah jatuh ke tanah dengan tidak sadarkan diri.Aaauuum!Harimau yang dikurung oleh Hakya mengaum dengan sangat keras melihat Ratu mereka mulai kehabisan energi buat bertahan. Sedangkan di tiap sudut pertarungan masih terus berlangsung dengan kekuatan masing-masing mempertahankan diri mereka.Iblis-iblis bermunculan silih berganti. Bahkan seperti mati satu tumbuh seribu. Mereka bisa mengendus kekalahan temannya sehingga mereka keluar untuk membantu secara bergantian. Dan lama-lama anggota Hakya pun tampak kelelahan, karena menghadapi iblis yang tidak ada habisnya.Hakya menyadari hal itu, sehingga Hakya harus segera menyelesaikan pertarungannya dengan Ratu dan Pangeran. Karena jika mereka masih bertahan, di tempat lain juga akan terus bertarung. Dan kalau Ratu mereka mati, maka mereka pasti akan menghentikan pertaru
Suara gemuruh begitu besar setelah terdengar ledakan itu. Semua tanah terguncang dengan dahsyat. Bahakn bukan hanya di sekitar istana ilmu hitam. Di seluruh penjuru bumi guncangannya terasa seperti gempa dengan kekuatan yang sangat besar.“Apa mereka semua sudah mati?” tanya Hofat penasaran.“Belum. Ini baru meruntuhkan saja, masih ada beberapa iblis yang kuat yang pastinya masih bisa bertahan,” jawab Hakya kemudian menarik tangannya dan seketika goncangan itu terhenti.“Whoaaa!”“Tolong kami!”“Ampun!”Terdengar teriakan dari dalam area pertambangan itu, dan benar apa yang dikatakan oleh Hakya kalau memang mereka belum sepenuhnya mati. Mereka masih ada yang hidup dan berteriak.“Apakah mereka akan menemukan jalan keluarnya?” tanya Jirat yang tampak takut, karena jerita itu sangat menyayat hati. Dan ada juga teriakan yang penuh amarah.Hakya menggeleng.“Tidak, mereka tidak bisa keluar karena seluruh lokasi ini sudah diselimuti dengan pelindung, seperti kita menyerang dan menghancurka
Setelah ledakan itu, tiba-tiba….Cling!Tiba-tiba istana yang tadinya berdiri dengan megah, terang benderang dengan lampu yang berwarna-warni itu hilang dari pandangan mereka. Jika kemarin mereka melihat pertambangan itu hancur dan rata dengan tanah, namun hal aneh terjadi dengan istana itu hilang tidak terlihat apapun.“Kok kita ada di hutan?” tanya Jirat tidak percaya dengan apa yang dia lihat.Iya, saat ini tiba-tiba setelah ledakan terjadi dan kabut asap tebal itu menghilang, mereka tersadar kalau saat ini mereka sedang berada di dalam hutan belantara yang sangat lebat.“Istana itu berada di alam ghaib. Ratu Ilmu Hitam membuat istana itu dengan kekuatan gaib dan iblisnya. Sehingga saat kita hancurkan maka akan hilang seperti ini dan kita berada di tempat dimana sebenarnya tempat kita,” jawab Hakya.“Tapi, ini hutan dimana?” tanya Hofat kebingungan.Saat terjadi ledakan yang maha dahsyat itu mereka seolah-olah terbius dengan keadaan, apalagi asap tebal itu memudarkan pandangan mere
“Kita kehilangan dia,” ujar Hakya pelan.Hal yang paling menyedihkan adalah saat mereka harus kehilangan salah satu temannya. Orang yang bernama Iksan tidak bisa diselamatkan, dan dia harus meninggal di tengah hutan belantara itu.Semua anggota bersedih, dan yang masih dalam kondisi sekarat tampak mulai mengalami ketakutan seperti yang dialami oleh Iksan. Dia meninggal dan seluruh tubuhnya menghitam, itu karena dia terkena sihir jahat dari anggota ilmu hitam.“Apa yang akan kita lakukan?” tanya Hofat pelan, karena Iksan memang termasuk kedalam murid yang berada di dalam kelompoknya. Tentunya dia merasakan kehilangan yang sangat mendalam.Mereka semua pastinya tidak menyangka kalau akhirnya mereka akan kehilangan salah satu temannya. “Dengan terpaksa kita akan menguburkan Iksan disini, karena tidak mungkin kita akan membawanya keluar, apalagi untuk sampai ke bukit tunggal itu sangat jauh,” jawab Hakya memutuskan.Karena mau tidak mau mereka harus meninggalkan Iksan di hutan ini, meski
“Kalian sudah siap?” tanya Hakya kepada semua anggotanya.Mereka telah memutuskan kalau pagi ini mereka akan segera meninggalkan hutan rimba itu, dan memulai perjalanan menuju ke daerah tempat tinggal Iksan untuk menyerahkan abu Iksan agar disimpan oleh keluarganya.“Siap, Guru!” jawab mereka serentak.“Siapa yang membawa abu Iksan?” tanya Hakya lagi.“Saya sendiri, Guru,” jawab Hofat yang terlihat memegang sebuah wadah yang berisi abu salah satu anggotanya.“Baiklah, Hofat berada di barisan tengah. Jirat yang memimpin di depan, saya berada paling belakang,” ujar Hakya mengatur formasi mereka dalam perjalanan ini. Mereka berharap dapat menyelesaikan perjalanan ini dengan waktu yang cepat. Karena Hakya juga sudah sangat merindukan Kanaya, entah bagaimana kabarnya kini. Bahkan Hakya tidak bisa melihat Kanaya dalam meditasinya.Mereka berjalan dengan penuh semangat. Hofat membawa abu Iksan dengan sangat berhati-hati, karena memang dia tahu Iksan adalah anak yang baik. Mungkin sudah takdi
Langit biru cerah menyambut mereka, meskipun hari sudah sore. Dan banyak sekali penduduk yang menyambut kedatangan mereka.“Ada apa ini?” tanya Hakya merasa keheranan.“Kami menyambut kedatangan kalian dan kedatangan anak kami Iksan,” jawab salah seorang bapak paruh baya, meskipun raut wajahnya tampak sedih, namun dia tetap menyunggingkan senyuman di bibirnya.Dan akhirnya Hakya tahu kalau itu adalah ayahnya Iksan. Mereka semua sudah mendengar berita yang menyebar dari mulut ke mulut kalau Hakya dan seluruh anggotanya sedang menuju ke desa mereka karena ada salah satu pemuda di desa itu yang ikut tergabung menjadi anggota Hakya dan sekarang meninggal.“Maafkan kami pak, kami tidak bisa menyelamatkan Iksan. Tapi, kami akui dia orang yang kuat dan juga baik. Dia meninggal setelah kita berhasil mengalahkan ilmu hitam. Dan karena jarak yang cukup jauh, kami hanya bisa menyerahkan abunya saja,” ucap Hakya sembari menyerahkan guci yang berisi abu Iksan kepada kedua orang tuanya.Meskipun su
Semakin jauh mereka melangkah, semakin berkurang anggota yang melakukan perjalanan. Hingga akhirnya, hanya Hakya yang tersisa.Berjalan seorang diri melanjutkan perjalanan hingga bukit tunggal. Tidak lupa Hakya membeli beberapa barang yang akan dijadikan hadiah buat Kanaya nanti, agar dia merasa senang."Tidak sabar rasanya untuk bertemu dengan Kanaya," gumam Hakya setelah menyimpan barang-barang pembeliannya ke dalam tas nya.Dia melanjutkan perjalanan sembari mengamati aktifitas masyarakat yang mulai sibuk dengan ladang mereka, karena tanah yang semula kering kerontang sekarang mulai tumbuh subur.Rumput-rumput mulai terlihat hijau, bahkan mata air mulai mengalir lagi walaupun masih terlihat sangat kecil."Dewa, apakah engkau memberikan hadiah kepada manusia?" tanya Hakya lagi.Di dalam hatinya, Hakya berharap kalau semua ini karena Kanaya hamil. Dan itu artinya ramuan yang dia buat berhasil."Aku berharap kalau semua ini karena keberhasilan dari ramuan itu. Semoga Kanaya segera sem
"Astaga Zanaya! Kamu bisa duduk diam, gak?!" bentak Kanaya kepada Zanaya yang mencecar Kafka dengan pertanyaan, padahal Kafka baru saja sadar."Kenapa? Kamu gak khawatir sama ayah? Kamu mau ayah mati di tangan suami kamu ini?" tanya Zanaya lagi."Za-Naya…," panggil Kafka lemah.Mendengar suara Kafka membuat Farah dan Zanaya hanya terdiam menutup mulutnya. Mereka tidak percaya kalau Kafka bisa berbicara.Selama ini Kafka jangankan memanggil nama anak dan istrinya, mengeluarkan suara sedikit saja tidak bisa."Iya ayah, ayah bisa bicara lagi?" tanya Zanaya kemudian.Kafka mengangguk dan menatap ke arah Kanaya dan Hakya secara beegantian."Terima kasih, Hakya," ujar Kafka dengan suara yang pelan. Karena tubuhnya masih sangat lemah."Iya ayah, ayah jangan banyak gerak dulu," jawab Hakya."Sayang, kamu sudah siap kan sup hangat yang tadi aku minta buatkan? Kalau sudah tolong suapin ayah makan dengan nasi yang lembut ya," ujar Hakya kepada Kanaya.Kanaya menganggukkan kepalanya dan segera men
"Hakya, apa yang terjadi dengannya?" tanya Farah khawatir saat melihat Kafka terkulai lemah tidak berdaya.Hakya yang masih tampak terengah-engah memeriksa semua nadi Kafka. Dia tidak bisa membayangkan kalau Kafka akan meninggal saat semua ikatannya terlepas."Ayah, hanya pingsan. Mungkin karena terlalu lama menahan sakit. Terus saja kompres kepala ayah," ujar Hakya kemudian setelah memastikan nadi Kafka masih berdenyut normal."Apa kamu yakin?" tanya Farah yanh seolah tidak percaya, karena dia melihat Kafka tidak menunjukkan pergerakan sama sekali."Iya bu, ayah terlalu lelah menahan sakitnya. Karena seperti yang Hakya katakan ini, ini terasa sangat sakit dan rasa nyawa sudah di ujung kepala. Tapi, sebentar lagi ayah akan sadar," jawab Hakya yang tampak menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.Farah hanya mengangguk, dia memberikan kepercayaan kepada Hakya. Dan berharap kalau Kafka akan segera sadar."Tapi, apakah semua berhasil kamu lepaskan, Hakya?" tanya Farah lagi."Iya bu. Sem
“Ini sangat sakit,” lanjut Hakya.Kafka tampak mengangguk, dan Hakya meminta izin kepada Farah. Karena dia takut kalau nanti akan disangka membunuh Kafka. Karena rasa sakit yang ditimbulkan itu adalah sangat luar biasa seperti nyawa akan terlepas dari tubuh saking sakitnya.“Lakukan, Hakya,” jawab Farah kemudian sambil mengangguk.“Tapi, ini sangat sakit bu. Kalau ibu tidak sanggup melihat ayah kesakitan, ibu bisa tunggu di luar saja,” ujar Hakya kemudian.“Tapi, kamu yakin ini bisa lepas?” tanya Farah penasaran.“Iya. Semua yang dipasang oleh Ratu Ilmu Hitam itu harus perlahan-lahan di lepaskan, dan itu membutuhkan waktu yang lama tergantung cara mengikatnya. Selama proses itu ayah akan merasa sangat kesakitan, bahkan bisa jadi muntah ataupun membuang kotoran tanpa di sengaja saking sakitnya,” jelas Hakya.“Ibu akan disini saja,” jawab Farah.Hakya hanya mengangguk.“Bisa dipastikan Zanaya tidak masuk kesini ya bu, nanti dia salah sangka dan membuat semuanya tidak berhasil,” ujar Hak
Hakya dan Kanaya tampak menunduk dan berusaha meraih tangan Farah, dan tidak ada penolakan dari Farah.“Maafkan kami, ibu,” ujar Hakya kemudian diikuti juga oleh Kanaya yang meminta maaf.Sementara itu Hanaya yang berada di dalam gendongan Kanaya hanya terdiam, dia bingung melihat kedua orang tuanya yang tampak sedang serius meminta maaf. “Hanaya, ini nenek. Kamu salim tangannya,” ujar Hakya kepada Hanaya dan meminta Kanaya menurunkan Hanaya dari gendongannya.Farah menatap wajah Hanaya dengan pancaran mata harus, namun dia masih belum menjawab apapun.“Ne-nek,” ujar Hanaya dengan suara yang terbata-bata mengeja dengan benar. Sepertinya dia masih sangat penasaran dengan Farah sehingga dia menarik-narik tangan Farah membuat neneknya itu tersadar.“Cucu nenek…,” ujar Farah kemudian yang langsung memeluk Hanaya dengan erat dan airmata jatuh saat menciumi wajah lembut Hanaya.Hanaya hanya mengangguk dan berusaha melepaskan pelukan Farah, karena memang dia belum mengenal siapa Farah yang
“Hei cantik sini,” panggil ibu-ibu penjual dengan ramah saat melihat Hanaya menunjuk ke lapak jualannya.Hakya dan Kanaya hanya bisa terdiam melihat tempat yang ditujukan oleh Hanaya. Ternyata dia menuju ke penjual roti basah. Mungkin bau roti basah itu memancing Hanaya untuk berjalan menuju ke arah sana.“Hanaya mau roti?” tanya Kanaya lembut.“Iya,” jawab Hanaya sambil menganggukkan kepalanya.Hakya juga ikutan mendekat, dan pandangannya bertemu dengan penjual roti basah itu.“Wah, ini Hakya?” tanya penjual itu kepada Hakya dengan sangat antusias.Hakya menganggukkan kepalanya, dia tidak menyangka kalau ternyata bau roti basah buatan ibu itu yang membuat Hanaya berjalan memasuki pasar itu. “Wah si cantik ini pasti anaknya yang menyukai roti basah?” tanya ibu itu lagi.“Iya bu, kemarin dia senang banget saat makan roti basah yang masih hangat, bahkan ini dia berjalan dengan sendirinya,” jawab Kanaya sambil tersenyum dan memesan beberapa roti itu untuk Hanaya.“Ini kalian mau kemana?
“Kami berangkat, ya,” ujar Hakya kepada beberapa muridnya itu.“Guru, apakah yakin tidak perlu kami kawal? Setidaknya kami bisa membantu membawa barang-barang dan juga bergantian menggendong Hanaya,” tawar Hofat kepada Hakya dan Kanaya yang sudah bersiap untuk turun dengan membawa barang yang cukup banyak dan juga sepertinya dalam perjalanan itu Hanaya juga akan lebih banyak minta gendong.Hakya menggeleng sambil tersenyum, karena dia tidak mau Kafka akan menganggapnya lelaki pengecut, datang ke rumah mertuanya dengan membawa pasukan. Jadi Hakya akan datang hanya bersama Kanaya dan Hanaya saja.“Benaran gapapa kok, kalian tetap saja disini. Rawat ladang kita dengan baik, kalau memang sampai waktunya panen dan kami belum kembali kalian harus memanennya dan menjualnya di pasar,” pesan Hakya kepada semuanya.“Dan ingat kalian berdua adalah ketuanya dan bertanggung jawab dalam segala hal. Jangan sampai ada yang kelaparan,” ujar Hakya kepada Hofat dan Jirat.Keduanya mengangguk, ada rasa b
“Hanaya, kami pulang!”Hakya dan muridnya berteriak memanggil Hanaya saat memasuki bukit tunggal tersebut. Dan tidak berapa lama kemudian terdengar suara sorakan riang dari Hanaya yang kegirangan saat menyambut kedatangan Hakya dan murid-muridnya.“Oleeee!” teriak Hanaya dengan suara cadelnya.Hanaya semakin bahagia menyambut mereka semua yang datang membawa makanan yang begitu banyak. Apalagi saat Hakya membuka bungkusan di tangannya dan aroma roti basah menguar membuat Hanaya tidak tahan untuk segera mencicipinya.“Anaass!”Teriak Hanaya saat tangannya menyentuh roti yang masih panas itu membuat semua orang tergelak dengan tingkah lucunya. Dengan bantuan Hakya yang meniup roti itu akhirnya Hanaya bisa menikmati roti tersebut dengan mulut yang penuh.Sementara itu murid-murid Hakya yang lainnya membuka hadiah yang lainnya sepertinya mereka sangat penasaran dengan hadiah yang diberikan itu.“Woww!”Ucap mereka kekaguman saat membuka semua barang-barang itu. Banyak bahan makanan, pakai
“Siap!” jawab para murid Hakya yang sudah siap dengan pedang masing-masing.“Karena kalian sudah lelah, jadi saya serahkan mereka kepada kalian. Bunuh mereka sesuai dengan yang kalian inginkan! Jangan biarkan satu orangpun hidup!” teriak Hakya memancing semuanya. Dan seperti yang diduga mereka semua ketakutan saat mendengar Hakya meminta membunuh mereka. Apalagi saat melihat kilatan pedang dari para murid-murid Hakya. “Tolong jangan bunuh kami!”Teriak beberapa anak buah Zarkya dengan memohon, mereka begitu takut akan kematian. Namun, mereka berani bergabung dengan orang seperti Zarkya. Sementara itu Zarkya tampak menunduk, dia merasa tidak memiliki kemampuan lagi untuk melawan ataupun berteriak.Zarkya berusaha mengeluarkan ilmu sihirnya, dia berharap dengan begitu bisa membunuh Hakya, namun apa yang dia lakukan tidak luput dari perhatian Hakya.Sssuuuit!Hakya bersiul dan seketika tubuh Zarkya lemah dan kehilangan tenaganya. Dia menatap Hakya dengan sorot mata tajam. Karena dia me
Zarkya tampak terdiam, dia membenarkan di dalam hatinya apa yang Hakya sampaikan. Karena dia juga melihat kalau beberapa anak buahnya tampak sedang memperhatikan jalan keluar bukannya sibuk melawan para anak buah Hakya.“Iblis yang kau ciptakan, apakah mereka tidak bisa membuka tali itu?” tanya Hakya sambil tersenyum.Hakya memang melepaskan tali untuk mengikat para iblis itu. Hakya akan menghancurkan mereka secara perlahan dan terakhir Zarkya jika memang dia tidak ada niat untuk menjadi lebih baik.“Kau hanya berani menggunakan ilmu sihirmu untuk melawan mereka. Kau belum tahu bagaimana melawannya mereka itu!” teriak Zarkya yang masih tetap bersikeras dan tidak mau mengalah dengan apa yang Hakya lakukan.Zarkya masih sangat yakin kalau iblis yang masih tersisa itu akan membantunya.Ziiiink! Ziiink!Suara pedang saling beradu membuat suasana sangat menakutkan. Sementara itu orang-orang yang berkumpul di luar pagar itu sangat penasaran apalagi mereka melihat ada iblis yang berusaha kab