“Menyerahlah, jika kau tidak ingin mati!” teriak iblis bermata merah tersebut masih mencoba untuk meminta kepada Hakya menyerah. "Tidak akan!" teriak Hakya kemudian. Ciaaat! Para iblis mengambil langkah serentak dan mencoba menyerang Hakya secara bersamaan, namun beberapa detik kemudian terdengar mereka saling mengaduh karena mereka hanya bertabrakan sesama. “Arrrgght!” Ternyata Hakya sudah menghilang dari tempat tersebut. Hal itu membuat iblis begitu marah, dia memerintahkan kepada semua anggotanya untuk mencari keberadaan Hakya. "Kejar dia! Kenapa dia bisa menghilang? Kenapa dia bisa lolos?!” tanya sang iblis bermata merah tersebut dengan lidah yang menjulur keluar. Sementara itu Kanaya yang berada di punggung Hakya, mulai membuka matanya ketika dia tidak merasakan hal apapun atau tidak merasakan serangan dari para iblis itu. Kanaya begitu terkejut ketika saat ini dia dan Hakya sudah melewati pasar dan langkah kaki Hakya seperti seorang yang berlari dengan kecepatan yang begit
"Aku Hakya, suami kamu."Kanaya mencebik mendengar jawaban yang diberikan oleh Hakya tersebut. Karena Hakya menjawab pertanyaannya dengan tidak serius."Aku serius, Hakya. Karena, tidak semua orang yang bisa naik ke bukit ini. Dan kamu mampu melakukannya tanpa hambatan, bahkan sambil menggendongku," ujar Kanaya pelan dengan mata yang menatap tajam ke arah Hakya.Dari pandangannya Kanaya sedang mencoba mendesak Hakya untuk mengatakan kepadanya mengenai siapa dirinya yang sebenarnya.Namun, tiba-tiba hujan turun dengan begitu deras. Membuat Hakya menarik Kanaya dengan cepat untuk masuk ke dalam rumah yang terbuat dari batu tersebut.Yang Hakya takutkan adalah hujan seperti pagi tadi yang panas bagaikan api, dan ternyata semua biasa saja. Hujan layaknya air biasa."Kamu belum menjawab pertanyaanku, Hakya," ujar Kanaya pelan sembari memainkan tetesan air hujan yang jatuh dari atap terasa begitu dingin dan menyegarkan.Hakya menghela nafas berat mendengar Kanaya yang terus mendesaknya untuk
"Jangan takut, ini hanyalah akan turunnya hujan. Tidak ada yang perlu ditakutkan,” jawab Hakya sambil mulutnya terus berkomat-kamit memandang langit yang semakin menggelap itu. Sementara itu burung gagak semakin mengeluarkan suara yang benar-benar menyayat hati, membuat Kanaya semakin takut. Sehingga Kanaya berpegang erat kepada tangan Hakya, Kanaya takut akan terjadinya sesuatu apalagi mereka sedang berada di atas bukit. Rasanya jarak antara mereka dan langit itu sangatlah dekat. "Kita akan pulang ke rumah sekarang, kita harus masuk ke dalam rumah untuk berlindung jika memang Dewa sedang meluapkan amarahnya," lanjut Hakya kepada Kanaya sambil membimbing sang istri untuk kembali ke kamar mereka. "Aku takut jika bukit ini akan roboh, maka kita akan tenggelam di dalamnya. Dan tidak ada orang yang tahu kalau kita berada di sini hingga akhirnya kita akan abadi di dalam bukit ini,” ucap Kanaya kemudian. Hal yang paling Kanaya takutkan adalah bukit itu roboh karena mulai terasa getaran da
Tidak berapa lama terdengar suara yang begitu besar seperti menghantam bumi, membuat Kanaya kembali memegang tangan Hakya dengan begitu erar.Bahkan Kanaya sudah tahu orang tuanya mempunyai hati yang tidak begitu baik kepadanya. Namun, Kanaya masih memikirkan kedua orang tuanya tersebut. Bagaimana keadaannya setelah mendengar ledakan itu."Apakah ayah dan ibu akan selamat dari ledakan itu?" tanya Kanaya pelan kepada Hakya.Hakya hanya bisa menghela nafas berat, di mana dia salut dengan Kanaya yang masih saja memikirkan kondisi kedua orang tuanya.Padahal kedua orang tuanya sudah membuat Kanaya dalam keadaan yang tidak baik-baik saja."Itu hanyalah ledakan peringatan, yakin saja itu tidak akan memakan korban jiwa. Hanya saja kemungkinan setelah ini tumbuh-tumbuhan akan mati dan tanah semakin tandus karena kemarahan dewa, ada sesuatu hal yang terjadi dan dapat kita pastikan setelah ini kalau kehidupan manusia yang berada di bawah sana semakin sulit, di mana tanah-tanah yang di beri tumb
"Kanaya, aku harus turun sebentar," ujar Hakya kepada sang istri.Kanaya yang masih sibuk di dapur sedang menyiapkan masakan untuk Hakya tampak terkejut mendengar penjelasan dari Hakya kalau dia harus turun. Hakya tampaknya benar-benar bingung dengan Hakya katanya di bawah sedang dalam keadaan kacau namun Hakya malah ingin turun."Apa yang mau kamu lakukan di bawah, Hakya? Bukankah di atas ini semua sudah ada, kenapa kamu masih mau turun ke bawah?" tanya Kanaya kepada Hakya dan lagian juga Kanaya merasa takut berada di atas bukit seorang diri. Dia merasakan jaraknya dengan langit itu begitu dekat. Entah mengapa Kanaya selalu merasa takut jika dia mendongakkan wajahnya ke langit."Ada hal yang harus aku selesaikan di bawah, karena ada sesuatu yang terjadi di bawah sana. Jadi, aku harus menghentikan itu," jawab Hakya menjelaskan kepada Kanaya, agar sang istri mengerti dengan posisinya saat ini.Kanaya tampak memperhatikan wajah Hakya yang serius itu, kemudian Kanaya menggelengkan kepal
"Bagaimana aku bisa marah kepada kamu yang sangat cantik ini?" tanya Hakya sambil tersenyum kepada Kanaya hal itu membuat Kanaya tampak salah tingkah saat mendapat gombalan yang receh dari sang suami.Keduanya menikmati makan pertama mereka berada di atas bukit tersebut, dengan memasak makanan yang tersedia di atas dengan perlengkapan yang ada. Kanaya dan Hakya makan dengan begitu lahap."Apakah dulu tempat ini ditinggali oleh orang-orang? Kenapa bisa semuanya lengkap, perlengkapan masak dan segala macamnya ada di sini? Juga begitu banyaknya bangunan-bangunan di atas sini?" tanya Kanaya penasaran kepada Hakya.Hakya hanya mengangguk mendengar pertanyaan dari Kanaya."Tempat ini adalah dulunya padepokan milik kakek Buana, banyak sekali murid-murid yang tinggal di sini. Dan juga dulu kedua orang tuaku juga tinggal di atas ini, namun ketika kakek Buana memilih untuk mengakhiri hidupnya dalam kesendirian semua muridnya itu pergi meninggalkan bukit ini.""Dan sayangnya tidak ada satupun d
"Kanaya, apa yang kamu lakukan?" tanya Hakya heran ketika melihat Kanaya memohon kepadanya, meminta untuk menjadi muridnya.Padahal Hakya sudah mengatakan kepada Kanaya kalau dia tidaklah ditugaskan untuk meneruskan ilmu tersebut."Aku ingin mempelajari ilmu bela diri, Hakya. Biar aku bisa melawan iblis-iblis itu, sehingga aku bisa ikut kamu turun ke bawah," ucap Kanaya pelan.Hakya menarik tubuh Kanaya agar kembali berdiri dan kemudian mengelus rambut Kanaya dengan pelan."Maafkan aku yang tidak mengajak kamu turun ke bawah. Bukan berarti karena kamu tidak memiliki kemampuan bela diri. Cuma, karena aku tidak ingin terjadi apa-apa dengan kamu," ujar Hakya menjelaskan kepada Kanaya.Hakya tidak ingin Kanaya salah sangka mengenai larangannya turun ke bawah.Dan Kanaya mengatakan kalau dia bisa ilmu bela diri dia bisa membantu Hakya.Kanaya tetap memaksa untuk ikut turun ke bawah, karena menurut Kanaya dia ingin sekali memastikan ayah dan ibunya, apakah selamat atas suara keras yang tadi
"Sudahlah Kanaya, jangan dipikirkan dan jangan terlalu berburuk sangka. Kan anak buah Ratu Ilmu Hitam bukan cuman Ayah, banyak anak buahnya yang lainnya kemungkinan ini anak buah Ratu yang lainnya. Kita berdoa saja ini bukanlah anak buah ayah," ujar Hakya menenangkan hati sang istri.Walaupun sebenarnya Hakya tahu, siapa lagi yang melakukan itu kalau bukan anak buah dari ayah mertuanya itu.Kanaya hanya diam dan tampak menerawang. Dia sedang berpikir itu pastilah anak buah ayahnya, karena sungguh hal yang aneh ayahnya memiliki begitu banyak harta sedangkan selama ini Kanaya tidak tahu sebenarnya apa pekerjaan ayahnya, selain memiliki toko yang dikelola mereka di rumah."Aku tidak habis pikir kenapa ayah bisa melakukan hal-hal seperti ini. Bukannya Ayah menolong orang lain yang kesusahan, malah Ayah yang berbuat seperti itu kepada orang lain, membuat orang lain kesusahan," ucap Kanaya kemudian.Hakya mengelus kepala Kanaya dan kembali menenangkan hati sang istri dengan mengatakan itu b