Sudah dua hari Ammar berada di Puncak namun selama itu pula tidak ada tanda-tanda dimana istrinya berada. Ammar sampai frustasi memikirkan semua ini, baru saja dirinya berhasil membawa Amalia kembali malah kini harus kehilangannya lagi. "Apa aku blokir aja semua akses kartu kreditnya? Tapi jika hal itu aku lakukan nanti Amalia kasihan, siapa yang nantinya membiayai hidupnya?" gumam Ammar bimbang. Tujuan Ammar memblokir akses kartu kredit agar nantinya Amalia menghubungi dirinya dan kembali lagi bersama namun Ammar harus memikirkan lagi dampak belakangnya, mana mungkin Amalia memiliki penghasilan? "Bos, sepertinya tadi ada yang mengetahui seseorang mirip dengan istri anda," ucap bodyguard membuat Ammar semangat. "Dimana? Segera bawa aku ke sana," tanya Ammar antusias. Rona bahagia muncul di wajahnya, akhirnya bisa bertemu kembali dengan Amalia. Ammar juga beberapa bodyguard menuju tempat dimana terakhir kali orang yang di du
"Brak...." suara Ammar menggebrak meja kantor satpam. "Aku tau lidahmu itu berdusta! Jangan sembunyikan Amalia! Aku masih sah menjadi suaminya, aku berhak atas dia! Katakan dimana dia," desak Ammar namu berulang kali pula Alan berhasil mengecoh. "Jika kalian tidak bisa mengalah mendingan kalian ke kantor polisi saja," tegur satpam. Ketika Ammar hendak menjawab, ia melihat ada bayangan istrinya sedang berjalan di mall ini, tak memperdulikan teriakan satpam, Ammar terus mengejar wanita itu dengan harapan memang dia adalah Amalia. "Amalia... Jika kamu memang terbukti berada di mall, segera sembunyikan dirimu, sekarang Ammar sudah ada di sini, itu artinya Ammar tinggal mengetahui saja dimana tempat tinggal mu setelah itu kamu diajak pulang," isi chat Alan kepada Amalia yang sama sekali belum di baca. Berulang kali Alan menghubungi Amalia tak juga di angkat yang membuat perasaan Alan menjadi gundah gulana karenanya.
Heni berulang kali menelpon Ammar namun tidak juga di angkat. Karena merasa kesal akhirnya Heni pun mencoba menghubungi suaminya melalui sambungan telepon rumah, baru beberapa deringan sudah langsung di jawab oleh Ammar, sontak saja Heni semakin geram dengan suaminya itu. "Halo, ada apa Bi?" tanya Ammar karena biasanya yang menggunakan telepon rumah hanya pembantu. "Bagus kamu mas! Berulang kali aku telepon gak ada kamu angkat sedangkan ini? Baru beberapa deringan sudah langsung kamu jawab! Mau kamu apa sih mas? Udah gak ingat pulang, menyebalkan lagi!" umpat Heni naik pitam. "Jaga ya ucapan kamu! Ngapain telepon? Kalau meminta aku pulang, maaf aku tidak bisa, aku akan pulang jika Amalia juga pulang," hardik Ammar geram, sekuat mungkin ia tahan emosinya karena saat ini dirinya berada di kafe. Malu rasanya jika hanya menghadapi Heni harus memakai teriakan. "Permintaanku memang begitu mas, kamu pulang karena untuk kali ini kamu tidak bisa m
"Mau cari siapa, Pak?" tanya penjaga rumah Alan yang ada di Puncak. "Cari Pak Alan, ada di sini kan? Kami sudah ada janji makanya saya datang ke sini," tanya Ammar yang berhasil membuat penjaga rumah tidak menaruh curiga, Ammar pun dipersilahkan masuk, tentu saja hal itu tidak akan dilewati Ammar begitu saja. Tak perlu mengetuk pintu, Ammar langsung masuk dan berteriak memanggil Alan. "Ngapain kamu di sini? Siapa yang mengizinkan kamu masuk?" tanya Alan panik. "Kenapa panik? Kaget karena aku sudah tau dimana kamu menyembunyikan istriku?" ejek Ammar tersenyum licik semakin membuat Alan panik. "Jangan menuduh sembarangan, aku tidak menyembunyikan istrimu, aku ke sini karena ada pekerjaan yang harus aku tangani langsung," bantah Alan berusaha tenang. Ammar tak percaya lalu menerobos masuk mencari dimana Amalia berada. Tak hanya itu saja, Ammar terus memanggil nama Amalia agar orangnya segera keluar. "JANGAN SEMBARANGAN MASUK RUMAH ORANG
Hari ini Amalia harus pulang kampung karena ada jadwal mediasi yang harus ia penuhi, harapannya semoga saja Ammar tidak datang. "Kamu siap?" tanya Alan memastikan. Amalia terdiam sejenak sambil mengatur nafasnya, ini sudah jalan yang ia pilih jadi apapun konsekuensinya harus ia hadapi dengan baik. Semoga dengan keputusan ini bisa membuatnya hidup lebih baik, tak akan ada lagi rasa sakit yang dirasakan. "Aku siap, apakah kamu tetap akan menemani?" tanya Amalia juga memastikan. Dengan mantap Alan menganggukkan kepalanya seraya berkata, "aku akan selalu menemanimu dan akan berada di belakangmu, aku siap kapanpun ketika kamu butuh aku, jangan merasa sendirian,"Kata-kata yang mampu menguatkan Amalia yang tengah merasa kebimbangan, lalu mereka akhirnya melajukan mobil menuju kampung halaman dimana Amalia menggugat cerai Ammar. Perjalanan yang jauh tidak menyulutkan Amalia untuk pergi, ini sudah keputusannya, sejauh apapun jarak y
"Jika setelah ini ada yang terluka jangan meminta pertanggungjawaban dariku! Kamu yang datang terlambat tapi kamu sendiri yang merasa tidak terima!!! Jangan jadi pria pecundang yang selalu menyalahkan dan meminta orang sekitar untuk mengerti! Minggir atau ma-ti!" umpat Alan dengan keras, ia membuka kaca jendela hanya untuk mengatakan itu pada Ammar. Lalu dengan perlahan mobil Alan melaju, nyali Ammar semakin ciut ketika jarak semakin dekat dan akhirnya... Tin...... Suara klakson mobil nyaring dan juga panjang sukses membuat telinga Ammar bising. Refleks Ammar pun menyingkir sehingga Alan bisa leluasa melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. "Sudah aku katakan bukan jika tidak akan ada yang terluka, dari kejadian itu kamu bisa lihat sendiri bagaimana Ammar terhadapmu, pengorbanannya tidak sebesar seperti apa yang sudah kamu lakukan, sekarang kamu bisa menilai sendiri tanpa perlu aku banyak bicara," ucap Alan terus melajukan mobil.
"Bolehkah aku meminta tolong?" tanya Amalia penuh keraguan setelah beberapa lama terdiam. "Tentu saja boleh, memang kamu minta bantuan apa?" tanya Alan penasaran. "Temani aku disini, aku takut petir, sedari tadi tak juga berhenti," jawab Amalia ragu. Permintaan Amalia justru menjadi bumerang bagi Alan, siapa sih yang gak mau menemani orang tersayang ketika sedang ketakutan begini? Namun di satu sisi Alan mempertimbangkan status Amalia yang menjadi istri Ammar. Tapi jika Alan membiarkan Amalia tetap sendirian disini takutnya nanti Amalia mengalami hal yang tak terduga, sebuah permintaan yang membuat seseorang merasa sangat bimbang. "Gak mau ya? Maaf ya aku sudah lancang, aku tahu memang tidak seharusnya aku mengatakan ini, aku sadar, mulai sekarang hingga seterusnya aku akan lebih mandiri lagi, mau gak mau aku harus melawan rasa takutku ini," ucap Amalia sendu dan tersenyum getir. "Jangan salah paham dulu, aku justru senang karena kam
"Amalia! Aku menunggu jawaban darimu!" pekik Ammar geram. "Tak ada lagi yang perlu dijawab ataupun dijelaskan! Semua sudah jelas bukan? Biarkan Pengadilan nanti yang memutuskannya, aku sudah capek terus berdebat denganmu," ucap Amalia tanpa menoleh ke Ammar sedikitpun. "Aku sedang berbicara denganmu! Tatap mataku!" pekik Ammar namun Amalia tak menggubris. "Kamu tau aku sedang apa? Alan butuh pertolongan pertama, aku sudah banyak hutang budi dengannya jadi biarkan aku menebus salah satu kebaikannya selama ini, jika kamu ingin aku menanggapi, silahkan sabar tapi jika tidak sabar silahkan mengeluh ketika nanti di persidangan," ucap Amalia dengan tegas. "Akun tanya! Apa diantara kalian ada hubungan? Kenapa kamu tega melakukan ini padaku? Kamu masih istriku, yang kalian lakukan sama saja selingkuh!" ucap Ammar sungguh geram. "Jika menurutmu memang ada yang spesial dari kami ya itu hak mu, aku tidak bisa melarang seseorang menilai, na
"Mamah, kenapa mamah bisa begini? Mamah sakit apa? Kenapa rambut mamah habis?" tanya Kenzo di sela tangisannya. "Mamah baik-baik saja dan nanti akan jauh lebih baik-baik saja, apa Kenzo mau berjanji sama mamah?" tanya Heni dijawab anggukan kepala oleh Kenzo. "Kenzo akan janji kepada mamah asalkan mamah juga janji untuk sembuh," pinta Kenzo yang dijawab anggukan kepala oleh Heni. "Mamah minta jika nanti mamah sudah gak ada, Kenzo hidup yang baik dan penurut ya sama om Ammar, mulai sekarang Kenzo mamah titipkan sama om Ammar, apakah Kenzo bersedia?" tanya Heni membuat tangis Kenzo semakin pecah. Kenzo memberontak ketika tau keinginan Heni, maunya Kenzo tetap hidup bersama Heni sampai selamanya. "Tidak ada manusia yang hidup selamanya, sayang, semua yang lahir sudah digariskan meninggal, mungkin sebentar lagi waktunya bagi mamah meninggalkan Kenzo di dunia ini tapi percayalah jika di alam sana nanti mamah akan selalu mengawasi Kenzo dengan baik," ucap Heni berlinang air mata. "Janga
Hari demi hari telah dilewati dengan begitu cepat, ternyata ucapan Ammar waktu itu memang benar adanya. Sekarang ia lebih sering ke sini dan menghabiskan waktu dengan Kenzo. Heni merasa senang karena kini Kenzo bisa mendapatkan kasih sayang seorang ayah yang sesungguhnya, dulu sebuah kasih sayang yang diinginkan Kenzo adalah hal paling berat bagi Heni karena mustahil baginya untuk mengemis kepada Lukman, sebelum akhirnya Heni tau bahwa Kenzo adalah anak kandung Ammar. Kini tanpa perlu Heni mengemis pun sebuah perhatian yang diinginkan Kenzo datang dengan sendirinya, setidaknya kini doa Heni terjawab sudah. Tuhan memang terlalu baik kepadanya karena sudah banyak kebaikan demi kebaikan yang diberikan kepada Heni namun dirinya malah sering lalai dalam menjalankan kewajiban. "Terima kasih sudah menepati janji dengan mengunjungi Kenzo lebih sering, dulu, Kenzo sangat menginginkan bagaimana rasanya disayangi oleh Ayah, Kenzo juga menginginkan sebuah
Sudah beberapa hari ini Ino melihat anaknya selalu murung seperti tak ada lagi semangat hidup, bahkan pekerjaan di kantor pun menurun dan banyak sekali yang membatalkan kerja sama karena kurang puas dengan kinerja Ammar. Jika dibiarkan akan semakin buruk ke depannya, makanya itu Ino meluangkan waktu untuk berbincang empat mata bersama anaknya itu. "Hal apa yang sedang menggangu pikiranmu?" tanya Ino tak mau basa-basi. "Gak ada, Pah, hanya lagi capek saja," jawab Ammar berbohong. "Jangan berbohong, Papah tau kamu sedang menyembunyikan sesuatu, bahkan kamu bawa masalah itu dalam dunia bekerja, apa kamu sadar? Banyak yang membatalkan kerja sama karena mereka mengeluh kinerja kamu kurang baik akhir-akhir ini," bantah Ino. "Lebih penting perusahaan daripada anak kamu sendiri, Pah? Dari dulu selalu perusahaan yang di nomor satukan," sindir Ammar tersenyum miris. "Bukan begitu, masalah apa yang sedang kamu alami sampai kamu t
Rona bahagia juga terpancar di wajah cantik Amalia, setelah itu Amalia mencium tangan Alan sebagai bentuk bakti kepada suami. Tak mau melewatkan momen, untuk mengungkapkan kebahagiaannya, Alan mencium kening Amalia dengan penuh penghayatan. "Woi tahan woi, masih ada kita dan pak penghulu disini," celetuk Dafa membuat suasana yang tadi sempat tegang kini menjadi gelak tawa. Alan menahan malu karena sindiran temannya itu, Amalia juga tersipu malu hingga pipinya merah merona. "She's mine, makanya nikah biar gak nyindir mulu," sindir Alan membuat Dafa manyun. Ditengah suasana khidmat pernikahan Alan dan Ammar, ada salah satu penyusup yang ikut menyaksikan momen itu. "Alan juga mantan istrinya anda hari ini melangsungkan pernikahan, bos," ucap seseorang yang mengirim bukti foto serta video kepada Ammar. Melihat bukti yang dikirimkan seseorang kepadanya, membuat Ammar tak bisa menyimpan rasa amarahny
Sepekan kemudian, Seno sudah di perbolehkan untuk pulang, sesuai kesepakatan yang sudah dibuat, kedua orang tua Alan mendatangi rumah Amalia untuk menentukan hari baik sekaligus melamar secara resmi. Tak ada suguhan mewah karena kondisi yang masih seperti ini tidak membuat keluarga Alan tersinggung, justru pihak dari Alan malah meminta maaf karena terkesan terburu-buru, semua ini karena Alan yang selalu mendesak kedua orang tuanya untuk mendatangi rumah Amalia. Alan takut jika nantinya Amalia berubah pikiran lalu kembali ke pelukan Ammar, ia tidak menginginkan itu terjadi. "Maaf ya, Pak, Bu, kalau kedatangan kami terkesan mendadak," ucap Eko sungkan. "Tidak apa-apa justru kami yang minta maaf, semua jadi terhambat karena saya masuk rumah sakit," jawab Seno juga sungkan. Lalu kedua keluarga terlibat obrolan ringan dulu sebelum menuju inti pertemuan. Setelah basa-basi dirasa selesai, kini Eko mengutarakan maksud dan tuju
Karena sudah ada Alan di sini, Seno meminta keduanya mendekat. Alan yang merasa akan ada sesuatu yang terjadi memilih mengikuti alur saja, terlebih dirinya sudah mempersiapkan jauh-jauh hari. "Berhubung kalian sudah datang, bapak akan mengatakan kalau bapak merestui Alan sebagai calon suamimu, sedari dulu Alan sudah mencintaimu nyatanya ketika tau kamu janda pun dia tidak mundur, sekarang semua bapak serahkan kepadamu, Amalia, bagaimana kamu akan memberikan kepastian kepada Alan, jangan terus kamu gantung perasaan seseorang, bapak yakin Alan pria terbaik," ucap Seno dengan suara lemah sambil menyatukan tangan Alan juga Amalia. Mendengar jawaban dari bapaknya membuat Amalia tidak bisa menahan air matanya, dengan suara bergetar, Amalia mengatakan jawaban yang selama ini sudah ia pikirkan dengan matang. "Jika orang tuaku saja dengan mudahnya setuju denganmu, kenapa tidak denganku? Aku menerima lamaran darimu, Alan, tapi aku mohon jangan sakiti aku seperti apa y
Karena sudah ada Alan di sini, Seno meminta keduanya mendekat. Alan yang merasa akan ada sesuatu yang terjadi memilih mengikuti alur saja, terlebih dirinya sudah mempersiapkan jauh-jauh hari. "Berhubung kalian sudah datang, bapak akan mengatakan kalau bapak merestui Alan sebagai calon suamimu, sedari dulu Alan sudah mencintaimu nyatanya ketika tau kamu janda pun dia tidak mundur, sekarang semua bapak serahkan kepadamu, Amalia, bagaimana kamu akan memberikan kepastian kepada Alan, jangan terus kamu gantung perasaan seseorang, bapak yakin Alan pria terbaik," ucap Seno dengan suara lemah sambil menyatukan tangan Alan juga Amalia. Mendengar jawaban dari bapaknya membuat Amalia tidak bisa menahan air matanya, dengan suara bergetar, Amalia mengatakan jawaban yang selama ini sudah ia pikirkan dengan matang. "Jika orang tuaku saja dengan mudahnya setuju denganmu, kenapa tidak denganku? Aku menerima lamaran darimu, Alan, tapi aku mohon jangan sakiti aku seperti apa y
Setelah mendengar jawaban dari Alan justru membuat mood Amalia memburuk. Akhirnya mereka saling diam dalam perjalanan. Kebetulan supir yang disewa Alan adalah temannya sendiri jadi dia sudah tau sedikit perihal masalah yang menimpa mereka berdua. Jika dia jadi Alan mungkin tidak akan kuat untuk terus mempertahankan cintanya yang tak pernah dianggap. "Namanya dua orang saling mencintai tidak selamanya selalu bersatu, terkadang mereka ditakdirkan untuk saling menyakiti meskipun di hati tersimpan perasaan yang sangat rapi, tidak semua dua insan yang saling mencintai itu bisa bersatu, banyak dari mereka berakhir sama-sama memiliki pasangan sembari menyimpan perasaan untuk orang yang ia cintai karena mereka sadar jika bersatu yang ada hanya saling melukai, tak hanya itu, banyak juga dari mereka yang berakhir dengan takdir berbeda alam, itu hal yang paling menyakitkan, mencintai namun alam memisahkan mereka, itu adalah level mencintai paling dramatis dan trag
Alan mengalami mimpi dimana dia juga Amalia sedang bertengkar hebat karena masalah Ammar, berulang kali Alan meyakinkan pujaan hatinya jika hanya dirinya lah yang terbaik bagi Amalia hingga akhirnya Amalia luluh juga. Ketika Alan terbangun, dia merasa sedih karena semua hanyalah mimpi semata, mimpi yang kebanyakan orang mengatakan hanyalah bunga tidur namun kenapa di dalam mimpi rasanya seperti kenyataan? Alan tidak menampik jika dirinya menginginkan mimpi itu menjadi kenyataan, bertahun-tahun menyimpan rasa dengan wanita yang sama itu tidaklah mudah. Bahkan ketika Amalia sudah resmi bercerai pun, Alan tak juga mampu meluluhkan hati Amalia, sungguh mengenaskan sekali nasib percintaannya. Hingga terbesit dalam pikirannya untuk menyudahi perasaan ini terhadap Amalia setelah itu ia akan membuka hati untuk wanita lain, tapi akankah itu semua berhasil? Ketika sedang melamun, Amalia menelpon, sebuah kebetulan yang tidak di sengaj