Heni berulang kali menelpon Ammar namun tidak juga di angkat. Karena merasa kesal akhirnya Heni pun mencoba menghubungi suaminya melalui sambungan telepon rumah, baru beberapa deringan sudah langsung di jawab oleh Ammar, sontak saja Heni semakin geram dengan suaminya itu. "Halo, ada apa Bi?" tanya Ammar karena biasanya yang menggunakan telepon rumah hanya pembantu. "Bagus kamu mas! Berulang kali aku telepon gak ada kamu angkat sedangkan ini? Baru beberapa deringan sudah langsung kamu jawab! Mau kamu apa sih mas? Udah gak ingat pulang, menyebalkan lagi!" umpat Heni naik pitam. "Jaga ya ucapan kamu! Ngapain telepon? Kalau meminta aku pulang, maaf aku tidak bisa, aku akan pulang jika Amalia juga pulang," hardik Ammar geram, sekuat mungkin ia tahan emosinya karena saat ini dirinya berada di kafe. Malu rasanya jika hanya menghadapi Heni harus memakai teriakan. "Permintaanku memang begitu mas, kamu pulang karena untuk kali ini kamu tidak bisa m
"Mau cari siapa, Pak?" tanya penjaga rumah Alan yang ada di Puncak. "Cari Pak Alan, ada di sini kan? Kami sudah ada janji makanya saya datang ke sini," tanya Ammar yang berhasil membuat penjaga rumah tidak menaruh curiga, Ammar pun dipersilahkan masuk, tentu saja hal itu tidak akan dilewati Ammar begitu saja. Tak perlu mengetuk pintu, Ammar langsung masuk dan berteriak memanggil Alan. "Ngapain kamu di sini? Siapa yang mengizinkan kamu masuk?" tanya Alan panik. "Kenapa panik? Kaget karena aku sudah tau dimana kamu menyembunyikan istriku?" ejek Ammar tersenyum licik semakin membuat Alan panik. "Jangan menuduh sembarangan, aku tidak menyembunyikan istrimu, aku ke sini karena ada pekerjaan yang harus aku tangani langsung," bantah Alan berusaha tenang. Ammar tak percaya lalu menerobos masuk mencari dimana Amalia berada. Tak hanya itu saja, Ammar terus memanggil nama Amalia agar orangnya segera keluar. "JANGAN SEMBARANGAN MASUK RUMAH ORANG
Hari ini Amalia harus pulang kampung karena ada jadwal mediasi yang harus ia penuhi, harapannya semoga saja Ammar tidak datang. "Kamu siap?" tanya Alan memastikan. Amalia terdiam sejenak sambil mengatur nafasnya, ini sudah jalan yang ia pilih jadi apapun konsekuensinya harus ia hadapi dengan baik. Semoga dengan keputusan ini bisa membuatnya hidup lebih baik, tak akan ada lagi rasa sakit yang dirasakan. "Aku siap, apakah kamu tetap akan menemani?" tanya Amalia juga memastikan. Dengan mantap Alan menganggukkan kepalanya seraya berkata, "aku akan selalu menemanimu dan akan berada di belakangmu, aku siap kapanpun ketika kamu butuh aku, jangan merasa sendirian,"Kata-kata yang mampu menguatkan Amalia yang tengah merasa kebimbangan, lalu mereka akhirnya melajukan mobil menuju kampung halaman dimana Amalia menggugat cerai Ammar. Perjalanan yang jauh tidak menyulutkan Amalia untuk pergi, ini sudah keputusannya, sejauh apapun jarak y
"Jika setelah ini ada yang terluka jangan meminta pertanggungjawaban dariku! Kamu yang datang terlambat tapi kamu sendiri yang merasa tidak terima!!! Jangan jadi pria pecundang yang selalu menyalahkan dan meminta orang sekitar untuk mengerti! Minggir atau ma-ti!" umpat Alan dengan keras, ia membuka kaca jendela hanya untuk mengatakan itu pada Ammar. Lalu dengan perlahan mobil Alan melaju, nyali Ammar semakin ciut ketika jarak semakin dekat dan akhirnya... Tin...... Suara klakson mobil nyaring dan juga panjang sukses membuat telinga Ammar bising. Refleks Ammar pun menyingkir sehingga Alan bisa leluasa melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. "Sudah aku katakan bukan jika tidak akan ada yang terluka, dari kejadian itu kamu bisa lihat sendiri bagaimana Ammar terhadapmu, pengorbanannya tidak sebesar seperti apa yang sudah kamu lakukan, sekarang kamu bisa menilai sendiri tanpa perlu aku banyak bicara," ucap Alan terus melajukan mobil.
"Bolehkah aku meminta tolong?" tanya Amalia penuh keraguan setelah beberapa lama terdiam. "Tentu saja boleh, memang kamu minta bantuan apa?" tanya Alan penasaran. "Temani aku disini, aku takut petir, sedari tadi tak juga berhenti," jawab Amalia ragu. Permintaan Amalia justru menjadi bumerang bagi Alan, siapa sih yang gak mau menemani orang tersayang ketika sedang ketakutan begini? Namun di satu sisi Alan mempertimbangkan status Amalia yang menjadi istri Ammar. Tapi jika Alan membiarkan Amalia tetap sendirian disini takutnya nanti Amalia mengalami hal yang tak terduga, sebuah permintaan yang membuat seseorang merasa sangat bimbang. "Gak mau ya? Maaf ya aku sudah lancang, aku tahu memang tidak seharusnya aku mengatakan ini, aku sadar, mulai sekarang hingga seterusnya aku akan lebih mandiri lagi, mau gak mau aku harus melawan rasa takutku ini," ucap Amalia sendu dan tersenyum getir. "Jangan salah paham dulu, aku justru senang karena kam
"Amalia! Aku menunggu jawaban darimu!" pekik Ammar geram. "Tak ada lagi yang perlu dijawab ataupun dijelaskan! Semua sudah jelas bukan? Biarkan Pengadilan nanti yang memutuskannya, aku sudah capek terus berdebat denganmu," ucap Amalia tanpa menoleh ke Ammar sedikitpun. "Aku sedang berbicara denganmu! Tatap mataku!" pekik Ammar namun Amalia tak menggubris. "Kamu tau aku sedang apa? Alan butuh pertolongan pertama, aku sudah banyak hutang budi dengannya jadi biarkan aku menebus salah satu kebaikannya selama ini, jika kamu ingin aku menanggapi, silahkan sabar tapi jika tidak sabar silahkan mengeluh ketika nanti di persidangan," ucap Amalia dengan tegas. "Akun tanya! Apa diantara kalian ada hubungan? Kenapa kamu tega melakukan ini padaku? Kamu masih istriku, yang kalian lakukan sama saja selingkuh!" ucap Ammar sungguh geram. "Jika menurutmu memang ada yang spesial dari kami ya itu hak mu, aku tidak bisa melarang seseorang menilai, na
Ammar seperti kehilangan arah juga semangat hidup, setelah sidang perceraian selesai, Ammar memilih pulang ke kota untuk meminta pendapat ayahnya. Ammar bingung harus cerita kemana lagi karena yang memintanya untuk menikahi Heni adalah ayahnya, kini Ammar meminta pertanggungjawaban ayahnya agar pernikahan dengan Amalia tetap berlangsung, Ammar tidak mau perceraian terjadi. Suara deru mobil Ammar menandakan bahwa ia telah tiba di rumah mewah bakal istana. Kebetulan ayahnya baru saja pulang dari suatu urusan, jadi Ammar tak perlu susah-susah mencari Ino. "Pah," sapa Ammar mencium tangan Ino. "Kata mamah, hari ini kamu sidang cerai? Kenapa gak ajak papah?" tanya Ino kecewa. "Ammar sebenarnya gak mau datang Pah tapi kalau Ammar gak datang nanti sidang cerai akan berjalan semakin cepat karena Pak Hakim bisa saja menilai jika Ammar memang setuju untuk pisah," jawab Ammar. "Tetap saja kamu ajak salah satu kelu
Semakin lama perhatian yang diberikan Ammar membuat Heni benar-benar merasa melayang, semua Ammar lakukan sangat natural sehingga Heni sama sekali tidak curiga. Seperti halnya hari ini, tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba saja Ammar memberikan buket bunga mawar putih yang sangat cantik. Wanita mana yang tidak merasa bahagia jika diberikan kejutan kecil seperti itu? "For you," ucap Ammar dengan lembut serta senyum menawannya yang membuat para wanita terpesona. "Ha? Tumben banget mas, aku gak lagi ulang tahun bahkan anniversary pernikahan kita masih lama juga," ucap Heni kaget serta terharu sembari menerima buket mawar putih dari Ammar. "Tak perlu hari spesial untuk seseorang yang spesial," jawab Ammar membuat Heni tersipu malu. Setelah itu mereka menuju ruang tengah untuk bersantai ria sambil ditemani beberapa cemilan yang sudah disajikan oleh pembantu rumah tangga atas permintaan Ammar. "Kok sudah ada bany