MENANTU AMBURADUL 76Sudah pukul 22.30 malam, keluarga Mas Yusuf sudah pulang satu persatu. Aku memutuskan untuk pulang ke rumah Mama, lagian canggung juga kalau musti nginep di rumah, sedangkan Daffa ada di tempat Mama, juga hubunganku dengan Mas Yusuf belum lengket seperti biasanya. Aku pulang begitu saja, karena jika meminta izin pasti jawabannya tidak akan boleh. Sampailah di rumah Papa dan Mama sekitar pukul 22.45 menit. Jalanan sudah sepi, jadi Aku bisa leluasa menguasai jalan. Kupencet bel rumah, ternyata Papa yang bukakan pintu. “Eh Nisa, nginep sini sendiri?” tanya Papa. “Hehhee Iya Pa, tadi Nisa nggak pamit soalnya, jadi tidak diantarkan sama Mas Yusuf.” “Tidak diantarkan gimana? Itu tadi mobil Yusuf baru saja lewat. Sepertinya dia mengantarmu sampai sini.” jawab Papa. Aku menengok ke arah yang Papa maksud, ternyata benar, Mas Yusuf mengikutiku tapi langsung pulang. Kasihan sekali dia pasti merindukan Daffa. Ikut menginap di sini juga mungkin tidak enak hati denganku.
MENANTU AMBURADUL 77Kenapa hari ini perasaanku kacau sekali? Aku memang tidak patut menjadi seorang detektif sepertinya, karena hatiku mudah lemah lunglai saat menemukan sebuah kasus. Mungkin peran ini lebih cocok diperankan oleh sosok seperti Mbak Rini, yang hatinya tahan banting meski perasaanya sering dibanting oleh mertuanya sendiri. Hahahahaha. Mama akhirnya tidur siang bersama Daffa, mungkin Daffa lelah sejak pagi sekali membantu menemani grandmanya yang sibuk di dapur. Emak Daffa malah enak-enakan tidur. Emak macam apa aku ini? Jangan sampai pas Daffa gede ada niatannya untuk tuker tambah sosok Ibu sepertiku. Hahahaha. __________ Siang ini, Aku ada jadwal mengantar Mbak Rini kontrol ke dokter spesialis dalam untuk mencari second opini. Sungguh perbedaan itu tampak sekali pada raut muka Mbak Rini, seperti semalam yang tampak tidak seperti biasanya. Mbak Rini yang sekarang jadi lebih pendiem. Ada hikmahnya juga dengan kejadian ini, yaitu merubah kesongongan dan kegalakan Mbak
MENANTU AMBURADUL 78Pagi-pagi sekali Raihan datang untuk menemui Fajarina. Hari ini sengaja Raihan meluangkan waktu untuk anaknya karena Suster izin untuk jalan-jalan bersama calon suaminya. Memang sudah ketentuan dari awal, bahwa setiap bulannya Susternya Rina mendapatkan hari libur sebanyak dua kali. Karena kasihan jika setiap bulannya harus terus-terusan bekerja, lama-lama bisa stress dan kurang pergaulan nantinya. Kami harga privacy tersebut. Entah Mimi atau Suster Tutik, kami berikan kesempatan untuk libur. Jadi adil. “Ciee, yang mau pergi udah cantik aja.” sindirku pada suster yang sudah berpakaian rapi. “Ahh Ibu ini, bisa aja.” jawabnya malu-malu kelinci. “Sudah sampai mana cowoknya?” tanyaku iseng.“Bentar lagi nyampek katanya, Bu,” “Inget ya, jangan aneh-aneh kencannya, aneh-anehnya pas udah Nikah aja.” tekanku pada Suster.“Iya Bu, saya akan berusaha jaga diri.” ucap suster. “Baguslah. Kalau si cowok maksa, damprat aja. Hahaha,” gurauku. “Hehehe kasihan dong Bu,” jawa
MENANTU AMBURADUL 79Setiap orang punya ceritanya masing-masing, punya lukanya masing-masing, juga punya cara untuk bahagia masing-masing. Itulah batasan dalam kamu menilai orang lain, karena ketiga hal tersebut adalah sesuatu yang harusnya tidak tersentuh. Boleh saja kamu mengomentari hidup orang lain, padahal kamu tidak tahu sama sekali tentang ceritanya. Boleh saja kamu memprotes orang lain karena tampaknya hidupnya terlalu sering bersenang-senang, tapi kamu tidak tahu seberapa dalam luka yang ada dalam dirinya. Boleh jadi kamu bahagia karena gaji dengan nominal jutaan masuk ke rekening, bisa jadi orang lain bahagia hanya karena bisa membeli sebungkus nasi putih. Jangan takar kebahagiaan hidupmu dengan kebahagiaan orang lain. Karena pasti akan berbeda. Orang lain tidak bisa sepertimu, begitu juga sebaliknya. ____________Sore hari, Mia pulang ke rumah Ibu dari perginya, ia langsung mencari keberadaan Rina. Ada oleh-oleh untuk Rina yang ia bawa. Mia tidak lupa membawakan bingk
MENANTU AMBURADUL 80 “Alfarizki Nugroho” Nama seorang Pria yang kini duduk diantara kami berdua juga Mia. Lelaki berusia 36 tahun, bermata sipit, dan kulit sawo matang, tajir, dan satu lagi, ganteng. Kekasih Mia ternyata lebih tua dari usiaku dan Mas Yusuf. Ya, lelaki yang secara gentle ini mengakui bahwa ia kekasih dari Mia. Bukan abal-abal lagi, dia begitu berani datang ke rumah untuk menyampaikan sesuatu yang mungkin saja penting bagi Mia dan dirinya. Wajah Mia tampak berseri-seri melihat pemandangan canggung ini, dia sesekali tersenyum kepada sang pujaan hati. Kini hanya ada kami bertiga. Aku, Alfar juga Mia. Mas Yusuf tumben lama sekali berada di dalam toilet. Mungkin dia sekaligus menyikat bagian-bagian toilet yang kotor sembari menunggu rasa nervousnya hilang, atau kalo enggak dia sedang mencukur rambut kumisnya supaya lebih percaya diri menghadapi Alfar. Hahahahaha. “Ehem,” terdengar suara dari Mas Yusuf yang mengisyaratkan akan keberadaannya. Ia kembali duduk di sampingku
MENANTU AMBURADUL 81Kubawakan sepiring nasi dan lauk untuk Mas Yusuf, karena dia hanya mau makan malam di dalam kamar. Ia tertidur sejak tadi habis sholat maghrib. Kini sudah pukul 20.00, Mas Yusuf kubangunkan untuk sholat dan makan. Kepergian Mia bahkan dia tidak melihat. Mia juga tidak berniat untuk pamit kepadanya. Aku membiarkan Daffa yang sedang asik main. Biasanya dia masih main di ruang tv bersama Fajarina di jam segini. Kini dia harus bermain sendiri seperti saat dahulu adiknya belum ikut tinggal di sini. Kubereskan kamar Mia dan Suster saat Daffa sudah lelap tertidur. Kamar Mia dan suster sangatlah berantakan. Mungkin mereka juga buru-buru, jadi tidak sempat untuk membuang sampah-sampah di kamarnya sebelum mereka pergi. Ada mainan Fajarina yang ketinggalan juga, entah sengaja ditinggal atau memang ketinggalan Aku kurang mengerti. Mau pindah kemana sebenarnya mereka bertiga? Aku masih saja ketar-ketir. Belum lagi nanti bakalan denger ocehan dari Ibu, karena pasti kami yang
MENANTU AMBURADUL 82 Raihan berniat membawa pergi Rina, tapi ternyata tidak diperbolehkan oleh Ibu dengan alasan kasihan, karena Rina baru saja pindahan. Takutnya badan anak kecil itu jadi kelelahan dan sakit. Dengan terpaksa Raihan pulang dari Apartmen tanpa membawa serta anak yang dirindukannya tersebut. Meski tampak kecewa karena sudah jauh-jauh ke sini, Raihan tetap menerima apa yang mantan mertuanya minta. Aku berniat untuk pulang, lalu kuajak Ibu untuk pulang bersamaku. “Ayo pulang, Bu, Nisa belum siapin untuk masak nanti siang.” ajakku. “Ibu di sini saja Nis, masih rindu sama Rina. Kamu pulang saja bersama Mimi.” jawab Ibu. “Iya Mbak, nanti Ibu biar Aftar yang antar.” Aftar menimpali. Loh? Akrab sekali mereka. Ibu juga aneh, seperti sedang menyembunyikan sifat aslinya di depan lelaki ini. Memang benar, dari gelagat dan cara berbicara antara Ibu dan Aftar sudah tampak tidak canggung lagi. Sepertinya sudah ada pertemuan diantara mereka sebelumnya, hingga membuat mereka akra
MENANTU AMBURADUL 83Kita tidak pernah bisa memilih, takdir mana yang akan kita jalani dalam kehidupan berumah tangga. Setiap orang memang berhak atas pilihan hidupnya masing-masing, tapi hasil akhir dari pilihan itu hanya Tuhanlah yang pegang kuasa dan kendali. ____________“Sadar kamu Mia. Kamu sudah diinjak-injak oleh perempuan itu! Mau sampai batas mana kamu merendahkan dirimu sendiri demi lelaki seperti dia.” Ibu memaki Mia dihadapan kita semua. Ibu memaki Mia? Yang bener aja, Bu. Bukannya jika tidak ada kakak-kakak Mia Ibu bersikap sebaliknya. Bahkan Ibu tidak memarahi Mia kemaren meskipun melihat anak Ibu tinggal dengan lelaki asing itu. Koni saat kami semua ada di sini, pandai sekali Ibu seakan merasa menjadi orang paling sedih. Mia hanya diam, dia tak menjawab satu kalimat pun. “Sudah Bu, nanti Ibu malah drop sendiri jika berlebihan menyikapi. Semua sudah terlanjur, kita hanya perlu mencari jalan keluar.” kata Mas Rama. “Jalan keluar bagaimana? Kamu lihat tidak tadi si A