Bab 25Kutatap penuh cinta, bayi lelaki kecil mungil yang belum kami beri nama ini. Lahir dengan panjang 52 cm, Berat badan 2500 gram. Padahal waktu di USG seminggu sebelum persalinan keluar hasilnya sekitar 3000 gram, tapi entah kenapa ada selisih banyak saat sudah berada di luar rahim. Kulitnya putih bersih, alhamdulillah. Yang paling penting adalah sehat tanpa kurang suatu apapun. Meskipun posturnya kecil mungil tak masalah, toh berat badan kan bisa dinaikkan seiring berjalanannya waktu. Malam pertama di Rumah Sakit, dengan ditemani malaikat kecil di sampingku tidur rupanya sukses membuatku tak dapat memejamkan mata. Entah kenapa indera penglihatanku bolak-balik ingin menatap bayi lucu ini yang kelak menjadi teman sehari-hari. Aku terjaga hingga pukul 23.30, tapi Mas Yusuf kini yang tidak bisa menahan kantuk karena sudah kelelahan seharian. Iapun kini tidur terlelap. Pasti berat jadi dia, karena banyak yang harus diurus setelah kelahiran anak pertama kami ini, itu sebabnya dia har
Bab 26Pagi-pagi sekali sekitar pukul 06.00 wib, ibu mertua sudah sampai di rumah orang tuaku bersama adik iparku yaitu Mia. Sebelum jadwalku sarapan pagi tentunya. Sungguh ini sangat kepagian menurutku. Sementara mama di dapur belum selesai sedang menyiapkan makanan untuk kami sarapan. Mas Yusuf kebetulan ikut begadang menjaga Daffa bergantian denganku semalam, jadi dia kini masih lanjut tidur setelah salat subuh. Rencananya sebentar lagi baru akan ku bangunkan untuk bersiap-siap pergi kerja. Sementara papa sepertinya sudah mandi, cuma belum siap-siap ke kantor. Seperti biasa beliau setiap pagi membaca koran ditemani minuman hangat yang tak lupa mamaku suguhkan. “Daffa, cucu nenek.... sini berjemur dulu.” Tanpa menyapa menantunya, tiba-tiba Ibu nyelonong masuk mengambil si Daffa dari bednya. Dia yang masih tidur terlelap tampak kaget saat tiba-tiba dibopong oleh neneknya. Iya, dibopong paksa menurutku. Bayangkan saja kita orang dewasa yang dibangunkan secara tiba-tiba bisa kaget da
Bab 27Ku sertakan sebuah alamat lengkap beserta rutenya supaya Mbak Lilis bisa dengan mudah menemukan kediaman kedua orang tuaku. Aku menyarankannya untuk menaiki sebuah mobil travel dibandingkan alat trasnportasi lainnya. Ya, meski nantinya akan diajak sang driver untuk berkeliling mengantarkan satu persatu alamat penumpang sesuai urutan terdekat dan paling jauh, sepertinya hanya alat transportasi tersebut yang bisa mengantarkan penumpangnya sampai di depan rumah. Dan setelah melalui perjalanan panjang dari desa, Mbak Lilis pun akhirnya sampai di depan rumah mama dan papa pagi-pagi sekali. Aku sigap membukakan pintu setelah Mbak Lilis memberitahukanku sudah berada di teras rumah. Kebetulan pintu gerbang sudah terbuka selepas subuh begini, karena Mas Yusuf dan papa biasanya salat berjamaah di mushola yang dekat dengan rumah. "Mbak Lilis..." panggilku. "Eh, Neng Nisa," sahutnya. Kami berdua saling memeluk satu sama lain, aku mencoba menenangkan dirinya dengan diselimuti rasa haru,
Bab 28Hari ini ada jadwal kontrol dengan dokter spesialis obgyn dan dokter spesialis anak. Aku dan Daffa harus pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisi kesehatan kami berdua. Kali ini kami diantar oleh papa, karena Mas Yusuf kebetulan sedang ada janji dengan klien. “Luka jahitnya bagus ya, Mom, tidak ada tanda-tanda adanya infeksi. Jangan lupa makan makanan yang bergizi ya, sayur, buah, daging, ikan, swmua boleh konsumsi. Tidak ada makanan pantangan kecuali makanan yang membuat tubuh Ibu mengalami alergi.” pesan Dokter Sesil. Dokter kesayanganku. "Iya, Dok. Beruntung saya punya orang tua yang selalu mendukung kebaikan untuk saya dan cucunya. Tidak seperti orang tua yang menjunjung tinggi kebiasaan di jamannya dahulu." "Alkhamdulillah, itu artinya ada dukungan dari pihak keluarga Mbak Nisa untuk tetap menjaga pola makan empat sehat lima sempurna. Semoga lekas pulih ya lukanya. Juga semoga sehat selalu ibu dan bayinya. Bayi yang sudah diharapkan sejak lama." "Terharu saya, D
Bab 29Pagi ini langit tampak gelap. Awan tebal hitam terlihat rata menyelimuti di langit, sepertinya pertanda hujan lebat akan segera turun. Daffa hanya jalan-jalan pagi memakai stroller, tidak berjemur matahari karena cuaca mendung. Aku mendorongnya dengan hati-hati. Tahu sendiri bukan sedikit saja dia kena lecet, harga diriku taruhannya. Bukan hanya diomeli papa, mama ataupun ayahnya Daffa, melainkan mertua beserta anak-anaknya juga bakalan gencar menyalahkanku sebagai menantu yang lalai, abai, dan ai ai lainnya, yang penting bukan jablai. Hahaha. Kali ini rasa nyeri bekas luka operasiku sudah banyak berkurang. Akupun mulai beraktivitas seperti biasa. Hanya belum boleh mengerjakan pekerjaan yang berat sama mama, alias pekerjaan dengan beban angkat yang over. Takut ngefek ke luka jahitan dan menyebabkan sesuatu yang fatal. “Daffa sayang.... Nenek datang,” Terdengar sumber suara dari belakang kami berdua berada. Ternyata Ibu datang berkunjung, setelah beberapa hari tidak memuncul
MENANTU AMBURADUL Bab 30Mama kulihat sedang sibuk mempersiapkan sesuatu di dapur. Aku ikut nimbrung saja demi menanyakan sesuatu pada beliau. Sesuatu yang selama beberapa hari ini cukup membuatku penasaran dan mengganggu indera penglihatan. “Ma?” “Kenapa Nisa?”“Mbak Lilis punya gebetan, ya?” tanyaku berbisik. “Kenapa memangnya?” mama ikut penasaran. “Sekarang dia itu masih pagi banget sudah rapi dan wangi loh, Ma, biasanya kan Mbak Lilis saat ke pasar belum mandi, sekarang pakai acara mandi dulu.”“Masa, Iya? Kamu ini kenapa mendadak jadi detektif sih, Nis?” ucap mama heran. “Iya, makanya Mama perhatikan dong. Masa enggak ngeh, Nisa saja tahu ada perbedaan sama Mbak Lilis.”“Itu karena kamu sudah jadi tukang gosip sekarang. Makanya suka cari bahan gosip. Heran deh, bukannya sibuk besarkan Daffa, ada saja topik ghibah kamu setiap harinya. Biasanya mertua, sekarang Mbak Lilis, besok Mia? Terus lusa siapa lagi?" celoteh mama. Aku berpikir sejenak dan ngebatin, benar juga nih emak
MENANTU AMBURADULBab 31Sore ini jadwal kita pergi ke makam Nenek dan Kakek. Aku, Mama, Mas Yusuf dan Papa berangkat setelah salat ashar. Perjalanan kami ke makam cukup jauh, sekitar satu jam kurang lebih. Aku menitipkan Daffa kepada Mbak Lilis di rumah, karena tidak memungkinkan untuk membawanya ke makam. Sebenarnya mama sudah menyuruhku untuk tetap di rumah saja, tapi apalah daya keinginanku untuk ikut sangatlah menggebu-gebu. Di makam sudah pada menunggu kedatangan kami, yaitu kerabat dari keluarga Papa. Kebetulan hari ini ada acara memperingati hari meninggalnya Nenek. Acaranya digelar di rumah Tante Risa, adik perempuan Papa paling bungsu. Aku dan keluarga tak bisa lama-lama, kami segera pulang setelah acara dari makam selesai. Di jalan kami membeli martabak manis rasa keju dan ketan hitam, kesukaanku dan Mama. Mbak Lilis kubelikan bakso babat, sesuai kesukaannya. Papa dan Mas Yusuf ngikut saja apa selera para istri. “Kapan rencana mau tengok rumah kalian?” Tanya Papa. “Bel
MENANTU AMBURADUL Bab 32Aku kembali menjenguk Mia bersama dengan Mbak Rini. Mas Yusuf dan Mas Rama masih sibuk bekerja, jadi kami sebagai wakil dari mereka setidaknya harus absent muka. Apalagi di depan ibu mertua tercinta dan terkasih. Kami berangkat sendiri-sendiri dari rumah, Khaity dijagain sama Ibu Mbak Rini. Sementara Daffa dijaga oleh Mama dan juga Mbak Lilis. Beruntung punya ART yang bisa dipercaya. Jadi tidak khawatir meninggalkan buah hati bersamanya. Ditambah lagi masih dalam pengawasan orang tuaku, jadi insyaAllah aman. Sampailah diriku di lobby rumah sakit tempat di mana Mia dirawat. Mbak Rini katanya sedang berada di sebrang rumah sakit, baru turun dari taksi. Aku bersabar menunggunya di sebelah lift depan apotik rumah sakit. Setelah menunggu beberapa menit, tampang Mbak Rini akhirnya nongol juga. Kami masuk lift bersamaan, dengan beberapa suster yang ikut naik lift untuk naik ke lantai atas.Kami bertanya kepada petugas medis yang berjaga, lalu dipersilakan untuk