Di Apartemen Renita.Renita menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa, kepalanya terasa pening karena terlalu banyak menangis.Wanita itu memejamkan mata sambil bersandar di sofa, menarik dan membuang nafas berkali-kali untuk menenangkan hatinya.Yang sudah terjadi ya sudahlah, pikirnya, kalau Hendra tidak memaafkan dan tak mencintai dirinya lagi, masih ada Danu yang selalu mengejarnya, sekarang fokus bagaimana cara menghubungi Danu lagi dan menjauhkannya dari Pisca.Renita mencari ponselnya untuk menghubungi Amel, menanyakan apakah sudah berhasil menjalankan perintah."Argh," teriak Renita gusar."Mati lagi baterainya." Renita segera meraih ponselnya untuk di cash.Beberapa menit menunggu dengan tak sabar wanita itu segera membuka layar ponselnya."Hah, akhirnya," pekik Renita senang setelah membaca chat masuk dari putrinya, Amel.Di rumah sakit, Dewi tersenyum bahagia memandang putri kembarnya, Dewa menyuapinya makan dengan penuh perhatian dan sayang, sedari tadi pria itu sibuk mengurus
Happy ending Bab terakhir Orang-orang yang ada di ruangan semua terdiam. Menunggu, kata-kata apalagi yang akan mereka dengar dari Danu dan Pisca, yang mereka tau selama ini mereka hanya teman kerja, tidak pernah lihat mereka berdua aneh-aneh dan terlihat seperti orang jatuh cinta."Tidakkkk! Kita harus menikah Danu, aku sudah tinggalkan suami aku demi kamu, jadi kamu tidak boleh menikah dengan yang lain, kamu hanya menikah dengan aku, sekarang juga aku akan datang ke rumah yang kamu tinggali, kamu dimana sayang? Kamu harus pergi bersamaku," teriak Renita panik.Pisca yang sudah menahan jengkel dari tadi, langsung mengambil alih ponsel di tangan Danu."Hai, Tante cantik, apa kabar?Lama nggak jumpa kita ya, kok masih suka marah-marah aja sih?" ledek Pisca terkekeh mendengar nada Renita yang emosi.Yang lain justru mendengarkan dengan tegang dan penasaran."Heh, siapa kamu? Gadis ingusan? Nggak usah suka ikut campur urusan orang," hardik Renita."Loh, kalau urusan orang lain aku nggak s
Bulir-bulir bening mengalir deras di pipiku, menemani lantunan dzikir dan doa - doa di sepertiga malam ini.Memohon pada Robb-ku, untuk memberi kekuatan dan petunjuk, agar bisamembuat keputusan malam ini.Sebuah keputusan besar, berpisah atau bertahan dengan suamiku. --------------Krieeett .... Pintu kamarku terbuka, kulirik sosok yang 15 tahun sudah menemaniku, dan memberiku dua buah hati, selama ini aku rela mendampingi, bersamanya dalam suka dan duka, dalam kemiskinan dan kelaparan, tapi tidak untuk perselingkuhan.Ternyata dia tak bisa tidur setelah perdebatan sore tadi denganku.Setelah aku berkali-kali memergoki perselingkuhannya.Suamiku sosok yang rupawan, penyabar dan humoris, walau suamiku hanya pegawai biasa dengan gaji pas-pasan tapi tubuhnya yang tinggi atletis juga gagah, membuat tak sedikit wanita yang tebar pesona ingin mendekatinya.Aku pernah merasa jadi wanita yang paling bahagia saat menikah dengannya, dari sekian banyak kekasih, dia m
Tring..... Ponselku berbunyi, kudengar 1 notifikasi chat masuk, kubuka mataku, kurasakan tubuhku panas dingin, mataku terasa hangat dan sipit karena menangis semalaman.Kulihat dari ventilasi jendela suasana di luar masih gelap, jam di dinding menunjuk pukul 04.00.Aku pun bangkit dari tempat tidurku, karena waktunya sholat subuh .Kuambil air wudhu, kugelar sajadahku, masih kupakai mukena pemberian suamiku saat lamaran dulu, lalu kujalankan kewajibanku sebagai hamba Allah. Selesai sholat subuh, ku lantunkan dzikir dan doa, sebagai penenang jiwaku. tak lupa memanjatkan doa untuk kesehatan, keselamatan dan kesuksesan Anak- anakku.Air mataku meluruh lagi dan lagi saat mendoakan mereka, bagaimana tidak, disetiap doa menyebut nama anak-anakku aku menyebut bin/binti lalu nama Ayahnya, nama yang masih menggetarkan jiwaku, nama yang akan tetap selalu kusebut di setiap sujudku.Usai berdoa, kupandang jendela, sinar mentari mulai menerobos memberikan sinarnya.Aku bergegas kedapur untuk
"Maksudnya?" tanyaku heran."Itu Bu, tindih-tindihan, Ayah di atas, Tante dibawah nggak pakai baju," jelasnya sedikit emosi.Degh!! Oh hati, tolong tetaplah baik baik saja.Walau aku sudah mengetahui perselingkuhan suamiku berkali kali dengan beberapa wanita, tapi mengapa kesaksian anakku kali ini masih mampu membuatku seperti dijalari aliran listrik, karena ternyata mereka juga menjadi saksi kebejatan Ayahnya."Kakak tahu di mana Ayah melakukannya?" lanjutku bertanya."Di rumah Nenek, pas Ardi nggak sengaja mau pinjam sepeda buat les bahasa," jawabnya.Aku terhenyak kaget. "Rumah Nenek ..?! Dimana ..?! Lalu orang-orang kemana? Bukankah ada Nenek dan Bang rizal, Tante Ria dan Anak-anaknya?" tanyaku dengan hati dipenuhi keheranan. ( nama Abang Iparku dan istrinya)."Di kamar Ayah, Nenek sama semuanya liburan, ke tempat wisata, pakai mobil Tante ay itu," jelasnya."Ay ...? Itu nama dia?" tanyaku, aku masih terus mengintrogasi putraku."Apa Ayahmu tahu kau datang? Ternyata keluarga A
Aku baca pesan chat dari Shella. {Dewi, hallo shay, foto itu beneran suami lu bukan? kalau iya, lagi sama siapa sich wi? sorry kepo} dengan emot dua tangan menangkup.Aku binggung menjawab, apa aku harus membuka aib suamiku, balasan apa yang akan kuketik untuk Shella?Akhirnya kubalas pesan chat Shella.{kamu lagi dimana Shell? ceritanya panjang, ketemuan aja yuk kalau longgar, nanti aku cerita, tapi sekarang titip sesuatu boleh nggak?}Send.Ting!{Masih di Mall, lagi makan sama suami juga anak aku, suami lu juga, tapi nggak liat gue, lu mau titip apa?} {Pesenin kuah seblak aja satu ember, terus tolong siram ke mereka berdua, aku penakut soalnya} dengan emot sedih dan menangkupkan dua tangan.Send.Shella mengirim chat dengan banyak emot tertawa.Ting!{jangan alim terus Dewi, ayo belajar sama gue, jadi perempuan pemberani, bar-bar, jangan mau harga diri lu di diinjak-injak terus, selagi benar lawan dong} dengan emot kepala yang sedang marah.{Aku nggak tau Shella, harus gimana,
"Ibu mana yang merestui anaknya bercerai? Ibu nggak setuju. Tapi Danu bilang sudah tak tahan lagi. Danu bilang, kamu sangat tidak menghormati dan menghargai dia lagi sebagai suami, bicaramu selalu berteriak, selalu menuduhnya yang tak baik, menuntut belanja ini dan itu."Akhirnya Danu ndak kuat Nduk.""Kamu juga mengajari anak-anak ndak baik, membuat mereka selalu membenci dan membangkang Ayahnya.Aduh, air mataku malah lolos dengan sendirinya, tanpa permisi walau sudah kutahan, sekuat hati.Suami yang teramat aku cintai,dipikirannya ternyata dipenuhi keburukan tentang aku, Ibu dari anak-anaknya yang sudah mendampinginya selama 15 tahun.Kebenaran tentang rumah tangga kami, hanya kami yang tahu, hanya aku dan suamiku, yang sudah berkali-kali meminta maaf akan perselingkuhannya, namun selalu mengulangi lagi dan lagi.Tahu apa keluarga suamiku tentang masalah rumah tangga kami, yang katanya mereka sudah berkumpul sejak kecil, tapi hanya bertemu seminggu sekali, itupun hanya beberapa s
Aku menatap wajah ibu Mertua, mengharap dan memohon agar ada rasa Iba di hatinya untuk diri ini yang telah disakiti putranya, jangan memihak hanya karena hubungan darah."Ibu tahu 'kan, berbohong itu dosa, kita sama- sama perempuan, coba ibu bayangkan bagaimana rasanya dikhianati pasangan sah kita, Renita istri orang loh Bu? Suaminya kerja di luar negeri, tak malukah bila diketahui banyak orang, apalagi kalau suami Renita tahu, lalu melabrak keluarga kalian," ujarku melunak saat bicara dengan ibu mertua, yang sudah aku anggap seperti ibuku sendiri."Itu semua fitnah ...! Silahkan kalau kau percaya!" bentak Bang Rizal."Anakku sendiri yang bicara Bang Rizal, bohong bagaimana? Dia bukan balita lagi, kau pikir ada anak kandung mengadu domba orang tua kandungnya, biar berantakan, mengatakan cerita bohong? Nggak ada Bang!" teriakku balik sambil menunjuk ke wajahnya, hancur sudah hubungan kekeluargan ini, menguap sudah rasa simpati pada iparku.Aku menatap wajah Ibu, ada kabut menggumpal