Beranda / Romansa / MELODI ABELIA / 2. Permintaan Mama

Share

2. Permintaan Mama

last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-12 02:13:26

“Sudah saatnya kamu memiliki pendamping hidup, Arsya.” Yunita berkata pada anak laki-lakinya.

Arsya tak menyahuti perkataan wanita paruh baya di hadapannya. Ini bukan pertama kalinya sang mama menyampaikan hal itu. Mengatakan padanya bahwa ia seharusnya sudah menikah. Padahal usia Arsya masih 28 tahun, belum mencapai kepala tiga. Masih bisa dibilang muda, apalagi untuk seorang laki-laki. Tapi Arsya sudah terbiasa. Sejak usianya 25 tahun, Yunita sudah mulai menyinggung soal pendamping hidup bagi Arsya.

Hal itu yang membuat Arsya sedikit enggan untuk pulang ke rumah orang tuanya, meski masih sama-sama berada di ibu kota. Ia lebih memilih berada di apartemennya. Bukannya ia tak menyayangi mamanya. Apalagi sejak papanya meninggalkan mereka beberapa tahun lalu, Arsya mengerti bahwa mamanya sering merasa kesepian berada di rumah. Namun tinggal sendiri sudah menjadi pilihan Arsya sejak ia selesai kuliah dulu. Ia hanya ingin merasa lebih leluasa.

“Kamu tahu Tante Rianti, 'kan?” tanya Yunita membuyarkan lamunan Arsya.

Arsya mengerutkan kening, mencoba mengingat siapa yang dimaksud oleh Yunita.

“Tante Rianti mamanya Azkaa, loh,” sambung Yunita.

“Oh, ya,” sahut Arsya mendengar nama itu.

Azkaa adalah salah seorang kerabat yang sebaya dengannya. Mereka tidak terlalu dekat, hanya sering membicarakan tentang bisnis. Kebetulan perusahaan manufaktur yang dipimpin oleh Arsya merupakan pemasok ala-alat berat untuk perusahaan konstruksi milik Azkaa.

“Tante Rianti itu kan punya diabetes. Kemarin dia cerita sempat dirawat di rumah sakit beberapa kali karena komplikasi diabetes dan hipertensi,” ujar Yunita lagi.

Arsya hanya diam, menunggu Yunita melanjutkan perkataannya.

“Mama memang tidak mengidap diabetes seperti Tante Rianti. Mama juga bersyukur sampai sekarang mama sehat-sehat saja. Tapi yang namanya sudah tua, penyakit bisa saja menghampiri kapan pun.” Yunita kemudian meneguk jus jeruk di hadapannya.

Kini Arsya tahu ke mana arah pembicaraan Yunita. Ia menatap mamanya itu. “Mama akan sehat-sehat saja.”

Yunita tersenyum tipis. “Semoga.” Ia terdiam sejenak, lalu berkata, “Tapi kalau boleh mama meminta, saat mama masih sehat seperti ini, mama ingin melihatmu memiliki pendamping hidup.”

Perlahan Arsya menghela napas. “Saya sudah bilang, Ma. Saya akan menikah ketika saya sudah menemukan wanita yang tepat. Dan saat ini saya belum menemukannya.”

“Mama punya banyak teman yang memiliki anak perempuan. Dan kalau kamu masih ingat Delisha—”

“Saya juga sudah bilang bahwa saya tidak mau dijodohkan,” sela Arsya.

“Bukan bermaksud menjodohkan,” jawab Yunita pelan. “Hanya mencoba mengenalkan kamu dengan mereka. Mana tahu ada yang cocok.”

Arsya menggeleng. “Saya akan menemukan pendamping hidup saya sendiri.”

Akhirnya Yunita mengangguk. “Ya, sudah,” ucapnya memaksakan senyum.

Tak berapa lama Arsya bangkit dari duduknya dan berpamitan untuk pulang ke apartemen malam itu.

“Loh, tidak jadi menginap?” tanya Yunita.

“Maaf, Ma. Baru ingat besok ada meeting pagi,” dalih Arsya seraya beranjak.

Yunita kembali mengangguk kemudian mengantarkan anak laki-lakinya itu hingga masuk ke dalam mobil. Dengan tatapan hampa, Yunita memandang ke luar hingga mobil Arsya benar-benar berlalu. Ia baru masuk ketika Bi Diah—asisten rumah tangganya—mengajaknya masuk. Perlahan ia masuk ke rumah dan beranjak ke kamarnya.

Kembali Yunita mengingat pembicaraan singkatnya dengan Arsya tadi. Sebenarnya ia pun tak bermaksud mendesak Arsya untuk segera menikah. Tapi sepeninggalan suaminya, Yunita sering merasa rapuh. Ia selalu berpikir akan jatuh sakit dan tak sempat melihat Arsya menikah. Rasanya itu memang kekhawatiran banyak ibu di dunia ini, entah kenapa.

Namun ia sadar, hubungannya dengan sang anak memang bisa dibilang kaku. Arsya sejak kecil memang sangat pendiam dan tak banyak bicara, terlebih setelah kehilangan kakaknya. Yunita memiliki dua anak laki-laki, namun si sulung sudah meninggal dunia saat berusia 8 tahun. Arsen—anak sulungnya—hanya berbeda dua tahun dengan si bungsu, Arsya.

Yunita memejamkan matanya sejenak, tak ingin kehilangannya akan Arsen membuatnya semakin gundah. Arsen meninggal dunia karena kecelakaan, namun sampai sekarang ia tak tahu pasti bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi. Yunita menghela napas, kemudian mencoba untuk tidur.

***

Di kamar apartemennya, Arsya termenung. Teringat kembali akan permintaan sang mama agar ia segera memiliki pendamping hidup. Meski ia sudah terbiasa mendengarkan permintaan mamanya itu, kali ini rasanya cukup menyentuh hatinya. Selama ini ia memang tidak pernah memikirkan tentang pendamping hidup karena ia sibuk dengan pekerjaannya, masih belum ingin berkomitmen, dan belum menemukan wanita yang mampu memikat hatinya. Alasan-alasan klise yang membuatnya betah melajang.

Bukan berarti Arsya tidak pernah berkencan. Sebagai lelaki normal, tentu saja ia memiliki hasrat dan ia sesekali berkencan dengan wanita-wanita cantik, meski ia sangat pemilih. Namun tak pernah ia bermain hati dengan para wanita yang pernah dikencaninya walaupun banyak dari mereka yang menginginkan hubungan lebih dengannya. Dan sudah setahun belakangan ia tak lagi menyentuh wanita. Tak ingin ada drama, pikirnya.

Bayangan wajah seorang gadis melintas di kepalanya. Delisha, gadis yang berusia beberapa tahun lebih muda darinya dan merupakan anak seorang kerabat sekaligus teman baik mamanya. Arsya dan Delisha sewaktu kecil pernah dijodohkan. Tapi itu sekadar perjodohan masa kecil yang terlontar dari pembicaraan orang tua yang bersahabat. Setelah dewasa, perjodohan itu tak lagi terdengar meski kadang sang mama masih membicarakan Delisha.

Arsya benar-benar menjaga jarak dari Delisha. Bukan karena tak menyukai penampilan dan sifat wanita itu atau bagaimana. Delisha adalah gadis cantik dengan perilaku yang manis. Tapi Arsya memang tak memiliki perasaan pada wanita itu dan ia juga belum ingin membuka hati pada wanita mana pun. Dalam beberapa kesempatan pada acara-acara keluarga besar—yang kadang dihadirinya karena perintah sang mama—ia kerap bertemu dengan Delisha karena wanita itu selalu menghampirinya. Kabar yang ia dengar beberapa tahun belakangan ini, Delisha menetap di Balikpapan karena tuntutan pekerjaan.

Arsya menghela napas kemudian mengambil ponselnya. Tiba-tiba saja ia teringat akan obrolan dengan beberapa temannya beberapa waktu yang lalu. Mereka pernah menggunakan situs kencan online untuk mencari pasangan kencan, bahkan ada yang sampai menemukan jodoh. Arsya hanya diam mendengarkan saat itu karena sama sekali tak tertarik dengan topik obrolan. Tapi ternyata rekaman percakapan itu muncul lagi di kepalanya malam ini.

Haruskah dia mencoba bergabung di situs kencan online? Siapa tahu dari situ dia menemukan jodohnya dan memenuhi permintaan sang mama. Arsya menggeleng cepat. Konyol! Hal itu benar-benar bodoh untuk dilakukan. Seperti pria tak laku saja. Arsya disukai oleh banyak wanita dan mudah saja baginya untuk berkencan dengan wanita mana pun, hanya saja dia yang belum mau berhubungan serius dengan seorang wanita. Ia melempar ponselnya ke ranjang, lalu memutuskan untuk mandi. Ia membasahi seluruh tubuhnya dengan air yang mengucur dari shower, berharap pikiran bodohnya tadi lenyap.

Akan tetapi, setelah selesai mandi dan berbaring di ranjangnya, pikiran untuk bergabung dengan situs kencan online muncul lagi di kepalanya. Meski ia menganggap bahwa hal itu konyol, ia tak bisa menyangkal bahwa ia sangat penasaran untuk mencoba. Kemudian ia pun membiarkan jemarinya membuat akun dan mengisi profil di sebuah situs kencan online bernama TheCupid.

Damn it! Arsya memaki kebodohannya sendiri.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
ayyona
nah...td baca Tante Rianti...lsg klik..eh beneran ada Azkaa ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • MELODI ABELIA   3. Online Chatting

    Setelah menilik satu per satu foto di galeri ponselnya, akhirnya Arsya menemukan satu foto yang dianggapnya tepat untuk menjadi foto profil pada akun yang baru saja dibuatnya di TheCupid. Kalau mengisi foto profil bukanlah hal yang wajib, sudah pasti dibiarkannya begitu saja tanpa foto. Selain karena Arsya tak ingin menampakkan wajah aslinya, ia juga memang tak punya banyak foto diri. Galeri foto di ponselnya lebih banyak berisi foto dokumen, pemandangan, atau objek benda mati yang kadang menarik perhatiannya.Foto yang dipilih Arsya sebagai foto profil tadi adalah foto tangannya yang berada di atas meja kerja ditemani laptop dan secangkir kopi. Meski hanya menampakkan tangan dan lengan bagian bawahnya, bisa dilihat bahwa dalam foto itu Arsya mengenakan setelan jas dengan dalaman kemeja putih dan arloji mahal yang menghiasi pergelangan tangannya. Begitu selesai mengisi profil dan mengunggah foto, Arsya langsung menerima banyak permintaan chatdari para wanita ya

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • MELODI ABELIA   4. Meet Up

    Sekali lagiaku menatapbayangandiriku di depan cermin, merapikan sedikit rambutku yang kubiarkan tergerai. Blouse putihberlengan panjang—dengan sedikit gelembung di bagian ujungnya—kupadukan dengan celana panjang warna khaki dan sepatu hakrendah berwarna hitam. Sengajaakumemilih outfit yang terkesanformal karena aku menebakArsyajuga pasti akan mengenakan outfit formal mengingat dia akan menemuiku di sela istirahat kerja. Dengan begitu orang-orang akan mengira bahwa kami adalah klien yang akan membicarakan pekerjaan, bukan sepasang pria dan wanita yang bertemusetelah berkenalan di situs kencan online.Setelah yakin dengan penampilanku, aku bergegas berangkat, khawatir terjebak macet. Di tengah perjalanan, ada pesan masuk dari Arsya. Dia mengatakan mungkin akan sedikit terlambat dari jam pertemuan yang sudah kami sepakati. Aku mengiakan. Tentu saja aku memakluminya karena ini hari kerja. Untuk ke sekia

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • MELODI ABELIA   5. The Offer

    Seminggu berlalu setelah pertemuanku dengan Arsya. Aku sudah mengirim lamaran ke perusahaan kolega Arsya. Akan tetapi dari sekian lamaran yang kukirim, tak ada satu perusahaan pun yang mengundangku untuk wawancara. Sampai pagi ini aku masih belum bersemangat melakukan apa pun. Mataku masih sembab karena menangis semalaman. Aku masih berada di bawah selimutku menatap langit-langit, padahal hari sudah menjelang siang. Ini hari Senin, hari kerja, tapi tidak ada bedanya dengan akhir pekan untukku yang pengangguran ini. Aku benar-benar bingung. Beberapa hari lagi aku harus membayar uang indekos. Jangankan untuk bayar indekos, untuk biaya makan saja aku tak yakin akan cukup. Saat aku sudah mulai akan menangis lagi, ponselku berdering. Aku tak berniat mengangkatnya. Sedang tak ingin berbicara dengan siapa pun. Setelah beberapa kali berdering, lalu senyap, baru aku meraih ponselku. Ada pesan dari Arsya, dia mengajakku untuk bertemu lagi. Aku belum membalasnya, karena aku tidak tahu jawabanny

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • MELODI ABELIA   6. Perjodohan Masa Kecil

    Melalui dinding kaca ruangan kantornya, Arsya memandangi langit yang terlihat begitu cerah. Sudah jam makan siang, namun Arsya belum beranjak dari kursinya. Pikirannya melayang lagi pada Abelia. Penampilan wanita itu tidak terlihat misterius seperti yang terlintas dalam pikirannya sebelum mereka bertemu. Abelia cantik dan berpenampilan menarik, seperti banyak wanita yang ia temui. Tubuh wanita itu mungil dan wajahnya terlihat lebih muda dari usianya. Rasa penasaran yang sudah singgah di sudut hati Arsya saat pertama kali mengenal Abelia melalui situs kencan online semakin kuat saat mereka bertemu. Dari dua kali pertemuan mereka, Arsya tetap melihat ada keanehan atau ada hal yang disembunyikan oleh Abelia meski wanita itu tak terlihat misterius. Dan entah kenapa, Abelia selalu mengingatkan Arsya pada masa kecilnya. Hal itu yang membuat Arsya ingin mengenal wanita itu lebih jauh. Lamunan Arsya terhenti ketika ponselnya berdering. Sebuah nomor yang tak dikenalnya. Ia be

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-18
  • MELODI ABELIA   7. The Agreement

    Gelap. Kubiarkan mataku terpejam dan untuk menambah pekat, aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Berharap kegelapan ini dapat menelanku. Tapi aku tahu itu tak mungkin. Sepertinya aku memang harus menghadapi problematika hidup ini. Rasanya aku ingin menjadi tokoh dalam cerita romance yang permasalahannya hanya seputar cinta dan hal picisan lainnya. Tidak sepertiku yang harus menghadapi pelik karena masalah finansial. Tawaran dari Arsya sudah terlanjur menerima. Namun, aku memilih sebutan perjanjian kami ini sebagai Relationship Contract dan Arsya menyetujuinya. Kami sudah berjanji untuk bertemu besok di restoran tempat dua pertemuan kami sebelumnya. Aku menghela napas sambil memikirkan apa yang harus kupersiapkan agar pria itu tak menjebakku nantinya. Ah, benar. Kontrak! Aku harus membuat kontrak. Kontrak perjanjian kubuat ke dalam dua lembar kertas berukuran A4. Lembar pertama berisi penjelasan tentang pelaku kontrak. Lembar kedua berisi poin-poin ketentuan dariku. Sungguh a

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-20
  • MELODI ABELIA   8. New Apartment

    Abelia tak punya pilihan lain. Ia sudah terlanjur menandatangani kontrak perjanjian menjadi sugar baby tersebut. Maka ia pun terpaksa mengikuti permainan Arsya. Hari itu Pak Luki—sopir keluarga sekaligus orang kepercayaan Arsya—datang membantu Abelia pindah dari indekos ke apartemen baru yang disediakan oleh Arsya di kawasan Sudirman, Jakarta. Sepeninggalan Pak Luki, Abelia mulai menyusun barang-barang di apartemen barunya. Apartemen itu memiliki satu kamar tidur all in dilengkapi kamar mandi dan dapur mini, serta area ruangan untuk menonton TV yang dibatasi dengan partisi berupa lemari sebagai pemisah dengan area tempat tidur. Meski hanya berupa apartemen studio, Abelia tahu harga unit apartemen itu sangat mahal karena berada di salah satu kawasan pusat bisnis ibu kota. Selesai berkemas, sore itu Abelia memutuskan untuk tidur sebentar. Malam nanti, Arsya sudah bilang akan datang menemuinya. Kebetulan ada beberapa hal yang ingin Abelia diskusikan, salah satunya adalah nominal uang bu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-27
  • MELODI ABELIA   9. Masa Lalu

    Kala itu aku masih berumur 6 tahun dan kakakku, Ruben, berumur 10 tahun. Kami sedang bermain di taman dekat rumah dengan anak-anak lainnya. Lelah bermain, Ruben mengajakku pulang. Ibu sedang tak ada di rumah, ia pergi selama beberapa hari ke rumah kerabat yang sedang mengadakan pesta, dengan membawa serta adikku, Dikta. Seharusnya hanya ada ayah di rumah. Tapi siang itu ayah tak sendiri.Setelah memasuki pagar yang tak terkunci, aku dan Ruben seperti mendengar suara-suara aneh. Kami menajamkan pendengaran, ternyata berasal dari kamar ayah dan ibu yang berada di bagian depan rumah. Ruben pun mengajakku mendekati kamar ayah dan ibu untuk memastikan. Dari balik tanaman hias yang mulai meninggi, kami mengintip melalui jendela kaca yang tirainya sedikit terbuka. Ayah sedang bersama seorang wanita, tapi bukan ibu.Ayah dan wanita itu bergumul di atas ranjang dengan desahan-desahan yang terdengar menjijikkan di telingaku. Saat itu, aku tak tahu persis apa yang mereka lakukan,

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-28
  • MELODI ABELIA   10. Mengubah Kontrak

    Jalanan ibu kota tak terlalu padat di akhir pekan. Arsya melajukan mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi, namun tak terburu-buru. Kami sama-sama mengenakan pakaian kasual hari ini. Meski berpakaian kasual, Arsya tetap terlihat seperti orang berada. Aku memandangi wajah pria di sampingku itu. Walaupun dia menyebalkan, aku harus mengakui bahwa dia memang sangat tampan. “Kenapa menatap saya seperti itu?” tanya Arsya tanpa menoleh. Aku berdehem. “Tidak. Saya hanya ingin memastikan bahwa kamu memang orang yang dapat dipercaya. Tentang kontrak perjanjian kita, saya harap kamu tidak melanggarnya." Arsya tersenyum. “Tenang saja. Saya adalah orang yang bisa dipercaya, makanya saya bisa menjadi direktur di usia muda." “Kamu terlalu jemawa," cibirku. “Semuanya akan lebih mudah kalau saat itu kamu hanya meminjamkan uang pada saya, tanpa meminta saya menandatangani kontrak menyebalkan itu." “Saya sudah bilang kalau saya hanya meminjamkan uang padamu, maka tidak ada keuntungannya bagi saya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-30

Bab terbaru

  • MELODI ABELIA   From Author

    Hello, MELODI ABELIA readers! Thank you so much for reading love story of Abelia and Arsya. Hope you like it. Cerita ini memang bukan tema populer, tapi aku menyukainya. Tema novel ini memang sedikit dark dengan mengangkat isu kesehatan mental dan konflik keluarga yang pelik. Di sini hampir setiap tokohnya melakukan kesalahan, tidak ada yang sempurna. Masing-masing memiliki sisi baik dan buruk, juga memiliki keterikatan dengan masa lalu. Masing-masing tokoh juga mengalami perkembangan karakter.Terlepas dari kelebihan dan kekurangan dari novel ini, semoga kamu bisa mengambil pelajaran di dalamnya, ya. Semoga juga bisa menjadi bacaan yang menghibur dan berkesan. That's it. Thank you and see you. With Love,Author Remahan Croissant NOTE: JANGAN MENJIPLAK KARYA INI SEBAGIAN ATAUPUN SELURUHNYA. SANK

  • MELODI ABELIA   50. The Eternal Love

    Sekian tahun berlalu. Abelia terbangun di pagi hari karena sinar mentari yang mengintip dari sela tirai jendela kaca. Segera ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya, ia melihat kalender. Ia tak akan pernah lupa pada tanggal itu. Hari ulang tahun Arsya, pria yang sangat dan akan selalu ia cintai. Perlahan Abelia menghela napas. Sambil menyunggingkan senyum, ia beranjak ke kamar anaknya. Putranya yang bernama Abizhar, berumur 5 tahun. Putrinya yang bernama Aubrie, berumur 3 tahun. Abelia segera membangunkan mereka untuk mandi dan bersiap-siap. Karena mereka sulit sekali dibangunkan, Abelia menciumi pipi mereka hingga terbangun. "Ayo, bangun. Hari ini ulang tahun papa," ucap Abelia. Abizhar dan Aubrie segera bangkit dari ranjang mungil mereka masing-masing. "Oh, ya. Hari ini ulang tahun papa!" seru mereka. "Apakah kita akan menemui papa hari ini, Ma?" tanya Abizhar. "Tentu saja, Sayang. Makanya mandi, biar cepat bertemu papa." Abelia tersenyum. "Ayo, mandi, M

  • MELODI ABELIA   49. For The Love of Abelia

    Penantian Arsya berakhir sudah. Hari bahagianya bersama Abelia yang sempat tertunda kini telah terwujud. Sebuah hari bahagia di mana ia dan sang kekasih akhirnya mengucap ikrar suci dan janji untuk saling setia dalam ikatan pernikahan. Mereka mengikuti semua prosesi pernikahan yang sakral dalam suasana syahdu. Para tamu yang hadir pun ikut terlarut. Ijab kabul dan prosesi adat telah selesai dilakukan. Sekarang saatnya mereka bersanding di pelaminan mengebakan sepasang gaun pengantin hasil rancangan desainer ternama. Arsya terlihat semakin tampan dalam balutan tuxedo berwarna putih, sedangkan Abelia mengenakan gaun panjang sederhana berwarna putih yang terlihat mewah dengan taburan payet di bagian dada. Para tamu mengagumi keelokan penampilan mereka. Ditambah dengan dekorasi pernikahan yang didominasi dengan warna putih semakin membuat suasana pesta pernikahan itu begitu agung. Arsya menoleh pada Abelia, wanita yang sudah sah menjadi istrinya. Keel

  • MELODI ABELIA   48. Penantian Arsya

    Kebekuan melingkupi Abelia dan Arsya sepanjang perjalanan. Setibanya di apartemen Abelia pun mereka masih saling berdiam diri tanpa sepatah kata terucap. Sambil menahan air mata, Abelia menatap Arsya. Mereka saling menatap dalam diam dengan pandangan yang redup. Suasana yang dingin pun tercipta. Semua kebahagiaan yang terjadi pada mereka belakangan ini seolah lenyap begitu saja. Abelia merasa dia harus kembali mengulang masa-masa sakit, tetapi kali ini lebih perih. Masa lalu yang kelam kembali datang menghampiri. Membuat luka yang sudah hampir sembuh kini menganga kembali. "Arsya," panggil Abelia pelan. "Lebih baik kita akhiri hubungan ini." Perlahan Abelia melepaskan cincin tunangan yang melekat di jari manisnya. Melihat itu, Arsya menahannya dan menggeleng. "Aku tidak mau, Abelia." "Lalu maumu bagaimana? Tetap menjalani hubungan sampai ke pernikahan setelah semua fakta itu?" cecar Abelia. Sejenak Arsya terdiam, lantas mengangguk. "Bagaimana mungkin aku bisa menikah dengan seora

  • MELODI ABELIA   47. Misery

    Suasana bahagia masih meliputi hati Abelia dan Arsya sejak hari pertunangan mereka kemarin. Mereka tak bisa menyembunyikan kelegaan akan hubungan mereka yang sudah masuk ke jenjang yang lebih serius. Kedua pihak keluarga juga sudah membicarakan persiapan pernikahan mereka yang rencananya akan dilaksanakan dalam beberapa bulan ke depan. Hanya tinggal selangkah lagi untuk benar-benar saling memiliki.Kini Abelia bisa sedikit lebih fokus pada outlet barunya yang sudah dibuka dan beroperasi. Ia sudah mempekerjakan beberapa orang karyawan yang didapatnya dari rekomendasi supplier produk jualannya. Hari-hari yang sibuk akan segera dimulai. Abelia harus membagi waktu antara mengurusi bisnis dan mempersiapkan pernikahan.Namun, Abelia tak merasakan masalah berarti karena ada Arsya yang selalu mendukungnya. Hari itu Arsya menemani Abelia mengunjungi outlet-nya yang dinamakan Abelia Mode. Selain menjual kain, Abelia juga berencana untuk memproduksi pakaian berbahan d

  • MELODI ABELIA   46. Engagement and Something

    Hari pertunangan Abelia dan Arsya secara resmi tengah berlangsung. Mereka memilih tema garden party sebagai dekorasi. Lantunan musik romantis terdengar dari sebuah band akustik yang berada di salah satu sudut taman. Nada dan melodi yang merdu itu seakan membuat para tamu terhanyut dalam kesyahduan. Keluarga dari kedua belah pihak telah datang. Abelia datang hanya bersama keluarga intinya yang sempat menginap semalam di hotel. Sementara dari pihak keluarga Arsya tidak hanya dihadiri oleh keluarga inti, tetapi juga kerabat dekat termasuk Derry dan Delisha. Semua tamu tampak menikmati suasana pesta yang hangat itu. Arsya dan Abelia berdiri berdampingan di depan sebuah dekorasi hiasan bunga bertuliskan inisial nama keduanya. Mereka mengobrol dengan para kerabat yang sebaya. Setelah para kerabat itu berlalu, Delisha berjalan mendekati Arsya dan Abelia yang tampak sibuk bercanda satu sama lain. Melihat itu, Dikta menyusul karena merasa khawatir Delisha akan membuat

  • MELODI ABELIA   45. The Taste of Love

    Ini pertama kalinya aku berlibur ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Memang tak salah kalau Arsya ingin mengajak liburan ke sini karena begitu banyak wisata alam yang indah dan memanjakan mata. Kalau sudah mengeksplor keindahan alam biasanya kepenatan akan hilang dan tergantikan dengan ketenangan dan tentu saja munculnya ide-ide baru. Setelah semalaman berisitirahat di hotel, hari pertama kami berkunjung ke Gua Kristal dengan waktu tempuh sekitar 30 menit dari kota Kupang. Awalnya aku ragu untuk masuk karena sebelumnya aku belum pernah mengunjungi gua atau sejenisnya. Namun, setelah akhirnya turun, tak ayal aku mengagumi keindahan Gua Kristal. Di dalamya terdapat air yang berwarna biru kehijauan, sangat unik. Aku dan Arsya mengambil beberapa foto dari berbagai sisi yang memberikan efek berbeda di setiap sudut pengambilan gambar karena perbedaan cahaya. Puas menikmati keindahan Gua Kristal, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Lasiana yang tak kalah indah.

  • MELODI ABELIA   44. Quality Time

    Hari sudah gelap ketika Abelia dan Arsya tiba di kediaman Hadinata. Rumah besar itu terlihat sepi. Masih dengan perasaan cemas, Abelia mengikuti langkah Arsya masuk ke dalam rumah. Yunita sudah menunggu di ruang tamu dengan penampilannya yang elegan bak putri keraton, seperti biasa.Namun, kali ini ada senyuman di wajah wanita paruh baya itu. Tiba-tiba Abelia merasa tak enak hati karena ia dan Arsya datang dengan tangan kosong. Abelia memang sama sekali tak membawa buah tangan dari Lampung karena ia tak berpikir akan bertemu dengan Arsya kembali, apalagi bertemu Yunita."Lama tidak berjumpa, Abelia," sapa Yunita membuyarkan lamunan Abelia."Ya, Tante," sahut Abelia pelan.Walaupun Yunita bersikap ramah, Abelia masih bisa melihat kesan kaku pada sikap mama Arsya itu. Abelia berkesimpulan bahwa memang begitu watak Yunita karena pada Arsya pun begitu sikapnya. Melihat Abelia masih berdiri di tempatnya, Arsya membimbing wanita itu untu

  • MELODI ABELIA   43. Destiny

    Setahun mengurusi online shop di Lampung, begitu banyak perkembangan yang patut aku syukuri. Sejak delapan bulan lalu, aku sudah mendirikan sebuah outlet tak jauh dari rumahku. Sengaja aku membuatnya agar aku juga bisa menjual produk secara offline dan mempekerjakan penduduk setempat sebagai karyawan.Aku sudah memiliki beberapa orang karyawan untuk mengurusi usahaku secara online dan offline. Selain itu, aku juga menambah produk jualanku berupa kain tapis (kain tenun Lampung) yang bisa bernilai mahal. Kini penjualanku mulai merambah ke negara tetangga. Hal yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.Ibu sangat bahagia melihat keberhasilanku. Di sela bekerja, aku juga sering mengisi seminar yang masih berhubungan dengan UMKM. Karena banyak tawaran seminar yang berasal dari Jakarta dan akupun berniat membuka cabang outlet di sana secara serius, maka aku memutuskan untuk kembali menetap di ibu kota negara tersebut.Awalnya ibu berat melepasku kemba

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status