Beranda / Romansa / MELODI ABELIA / 7. The Agreement

Share

7. The Agreement

last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-20 07:26:54

Gelap. Kubiarkan mataku terpejam dan untuk menambah pekat, aku menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Berharap kegelapan ini dapat menelanku. Tapi aku tahu itu tak mungkin. Sepertinya aku memang harus menghadapi problematika hidup ini. Rasanya aku ingin menjadi tokoh dalam cerita romance yang permasalahannya hanya seputar cinta dan hal picisan lainnya. Tidak sepertiku yang harus menghadapi pelik karena masalah finansial.

Tawaran dari Arsya sudah terlanjur menerima. Namun, aku memilih sebutan perjanjian kami ini sebagai Relationship Contract dan Arsya menyetujuinya. Kami sudah berjanji untuk bertemu besok di restoran tempat dua pertemuan kami sebelumnya. Aku menghela napas sambil memikirkan apa yang harus kupersiapkan agar pria itu tak menjebakku nantinya. Ah, benar. Kontrak! Aku harus membuat kontrak.

Kontrak perjanjian kubuat ke dalam dua lembar kertas berukuran A4. Lembar pertama berisi penjelasan tentang pelaku kontrak. Lembar kedua berisi poin-poin ketentuan dariku. Sungguh aku risih menulisnya, namun harus kulakukan sebagai antispasi.

[Lembar Pertama]

Kontrak Perjanjian

Kontrak ini dibuat sebagai bentuk perjanjian atas penawaran yang diajukan oleh Arsya Hadinata kepada Abelia Renata untuk menyepakati sebuah Relationship Contract. Diharapkan keduanya mematuhi ketentuan yang tertulis dan hubungan ini dapat berlangsung secara profesional agar tidak ada pihak yang dirugikan nantinya. Selanjutnya dalam kontrak ini, Arsya Hadinata akan disebut sebagai Pihak I, sedangkan Abelia Renata akan disebut sebagai Pihak II.

[Lembar Kedua]

Ketentuan dari Pihak II:

(1) Uang bulanan dan semua uang yang diberikan oleh Pihak I nantinya akan diganti oleh Pihak II setelah kontrak berakhir.

(2) Tidak boleh mencampuri urusan pribadi satu sama lain.

(3) Tidak boleh ada hubungan suami istri antara Pihak I dan Pihak II.

(4) Afeksi yang boleh dilakukan hanya berupa berpegangan tangan, TIDAK LEBIH.

(5) Pihak I tidak boleh merayu pihak II untuk melakukan hal-hal yang tidak diperkenankan (sesuai dengan poin 3 dan poin 4).

(6) Jika Pihak I melanggar salah satu ketentuan, maka Pihak II berhak melaporkan Pihak I kepada yang berwajib.

Esoknya aku benar-benar menemui Arsya, meski sempat ragu dan ingin membatalkan janji. Dan kini aku sudah memasuki restoran dan mendapati Arsya sudah duduk manis menantiku. Seperti biasa, kami bertemu di jam makan siang. Hari ini aku sengaja datang terlambat untuk menampilkan kesan bahwa aku sebenarnya tak berminat akan perjanjian sialan ini. Aku hanya benar-benar terdesak. Tapi apa pun alasanku, sepertinya tak penting bagi pria di hadapanku ini.

“Maaf terlambat,” ucapku setelah duduk.

Arsya hanya tersenyum mengangguk, lalu memanggil pramusaji. Setelah kami memesan makanan dan pramusaji berlalu, Arsya kembali menatapku.

“So, is it a deal?” tanyanya kemudian. Ia menyandarkan sedikit tubuhnya ke kursi dan meletakkan sebelah tangannya ke atas meja, di samping cangkir kopi yang telah dipesannya lebih dulu. Pandangannya lurus ke arahku.

Aku mengangguk. Kulihat ia melengkungkan bibirnya membentuk senyuman.

“But I have term and conditions,” ujarku.

Arsya mengernyit sebentar. “Apa saja?”

Perlahan aku mengeluarkan print out kontrak yang telah kupersiapkan dari dalam tasku. “Ini kontraknya,” ujarku seraya menyodorkan dua lembar kertas itu pada Arsya.

“Bukankah saya yang memberikan penawaran, kenapa kamu yang mengajukan kontrak?” Arsya menyilangkan lengannya di dada.

“Tidak masalah, bukan? Saya hanya memberi batas-batas yang harus dipatuhi, agar tidak ada yang merasa dirugikan nantinya.”

Arsya mempelajari wajahku sesaat kemudian menerima print out kontrak yang kuserahkan padanya. Kulihat keningnya berkerut saat membaca isi kontrak. Aku tersenyum sinis. Pria angkuh ini tadinya sudah pasti berpikir bahwa aku akan dengan mudah masuk ke dalam perangkapnya.

Gantian aku menyilangkan lengan. “Bagaimana, Arsya?”

“Let’s have lunch first.” Arsya tersenyum meletakkan dua lembar kertas itu ke atas meja ketika pramusaji mengantarkan pesanan kami.

Aku mengangguk menyetujui. Di meja kami telah tersaji hidangan yang aromanya menusuk hidung. Pesananku adalah ravioli with sauteed asparagus. Sedangkan Arsya memesan rosemary chicken. Untuk minuman, kami memesan minuman yang sama yaitu long island iced tea mocktail. Keheningan menguasai saat kami mulai makan. Hanya terdengar dentingan pelan peralatan makan dan obrolan sayup para pengunjung restoran yang lain.

Sambil mengunyah makanan, aku menoleh ke luar jendela kaca. Menatap sebatang pohon yang berada di pelataran restoran. Ranting-ranting yang dipenuhi dedaunan itu meliuk-liuk karena embusan angin. Pohon itu seakan tengah mengejekku, membuatku berdecak kesal melihatnya.

“Ada apa?”

Suara Arsya membuatku sedikit tersentak.

“Bukan apa-apa.” Aku tersenyum canggung.

Setelah menyelesaikan santapan kami, aku kembali bertanya pada Arsya tentang tanggapannya akan kontrak itu. Arsya kembali mengambil dua lembar kertas itu, lantas menatapku.

“Poin pertama. Saya kan sudah bilang bahwa saya tidak akan meminta kamu untuk mengganti uang yang saya berikan nantinya.”

“Ya, tapi saya tetap ingin menggantinya. Niat awal saya kan ingin meminjam uang. Karena kamu lebih ingin menjadikan saya sugar baby bagimu, maka saya tetap menerima tawaranmu karena saya butuh uang. Namun saya tetap menganggap saya sedang berutang sama kamu. Untuk itu, saya membuat ketentuan yang jelas agar kamu tidak salah paham akan tujuan saya menerima tawaran kamu ini,” jelasku panjang lebar.

“Tapi, Abelia—”

“Itu ketentuan mutlak dari saya untuk perjanjian kita ini,” tandasku.

Ia menghela napas. “Oke,” jawabnya lalu kembali menekuri isi kontrak.

“Poin keempat. Hanya boleh berpegangan tangan?” Arsya menautkan alisnya.

Kujawab pertanyaannya dengan anggukan.

“Apakah tidak bisa ditambahkan, bahwa selain berpegangan tangan boleh saja melakukan yang lain asal dengan consent?” tawarnya.

Sudah bisa kubaca pikiranmu, Arsya. Sepertinya kau sama saja dengan kebanyakan pria hidung belang lainnya. Aku tersenyum sinis.

“Tidak. Hanya boleh berpegangan tangan, tidak lebih. Itu juga ketentuan mutlak dari saya untuk dipatuhi.” Aku menekankan setiap kata yang kuucapkan.

Arsya menatapku beberapa saat kemudian mengangguk. “Baiklah.”

Keheningan kembali menguasai kami sejenak, sebelum ia berkata, “Kalau begitu, beri tahu saya alamat tempat tinggal kamu supaya saya bisa menemui kamu nanti.”

“Kamu tidak perlu mendatangi saya. Setiap kali kita ingin bertemu, kita tinggal berjanji di tempat publik seperti ini saja,” ujarku.

“Saya ingin tempat yang lebih privat karena tujuan tawaran saya ini agar bisa dekat denganmu. Mengobrol, tukar pikiran, dan sebagainya.”

“Pemilik indekos tidak mengizinkan untuk membawa tamu pria. Lagi pula, kita bisa melakukan semua yang kamu sebutkan itu di restoran seperti ini."

“Tentu saja berbeda,” sanggah Arsya. “Seperti yang saya bilang, saya ingin tempat yang lebih privat. Kalau di hotel sudah pasti kamu tidak mau.”

Aku membulatkan mata mendengar perkataan Arsya. Tentu saja aku tidak mau, tukasku dalam hati.

“Bagaimana kalau kamu pindah ke apartemen. Saya akan membayar sewanya.”

Kembali aku tersenyum sinis mendengar tawarannya. Apakah pria angkuh ini berpikir dia bisa mendapatkan apa pun yang dia mau dengan uang dan pesonanya?

“Tidak. Terima kasih,” pungkasku.

Sesaat kami beradu pandangan dalam diam. Arsya menatapku lurus sambil mengetuk-ngetukkan jarinya pelan ke meja, seperti sedang memikirkan sesuatu.

“By the way, kamu punya ketentuan yang harus dipatuhi dalam kontrak itu. Kenapa tidak ada lembar ketentuan dari saya?” tanya Arsya kemudian.

Aku sudah menebak dia akan berpikir seperti itu, tapi memang sengaja aku tak menyediakan lembar persyaratan darinya.

“Apa ketentuan darimu? Kamu kirim saja melalui pesan, nanti akan saya ketik untuk kita tanda tangani di pertemuan selanjutnya,” jawabku ragu.

“Tidak usah. Saya tulis tangan saja biar bisa kita tanda tangani sekarang,” jawab Arsya lalu mulai menulis beberapa kalimat di lembar kedua kontrak, tepat di bawah poin-poin ketentuan dariku. Setelah selesai menulis, ia menyerahkan kertas itu padaku. Dia hanya menuliskan dua poin, tetapi cukup membuatku resah.

Adapun ketentuan yang diajukan oleh Pihak I, yaitu:

(1) Kontrak berlaku selama satu tahun. Bisa diperpanjang, tetapi tidak bisa diperpendek.

(2) Pihak II tidak boleh menolak hadiah ataupun pemberian berupa materi lainnya dari pihak I, kecuali uang.

Aku memegangi keningku setelah membacanya. Poin kedua aku bisa menerimanya, mungkin dia hanya akan membelikan tas, baju, atau sejenisnya. Namun, poin pertama, satu tahun itu terlalu lama. Ah, kenapa tidak terlintas di kepalaku sebelumnya tentang durasi kontrak. Padahal hal itu sangat krusial.

“Untuk poin kedua, apa tidak bisa hanya enam bulan saja?” Aku mencoba menawar.

Arsya menggeleng.

“Tapi, Arsya—”

“Tidak,” sela Arsya. “Itu ketentuan mutlak dari saya untuk perjanjian kita ini.” Arsya meniru kalimatku sebelumnya dengan sama persis.

Apakah ini permainannya untuk menjebakku? Aku menghela napas. Ya, sudahlah. Lagi pula, selama setahun itu aku akan memulai usahaku lalu menabung untuk mengganti utangku agar bisa terbebas dari pria ini nanti.

Aku menghela napas, lantas mengangguk. “Baiklah.”

“Let’s sign!” Arsya mengulum senyum sambil menandatangani kontrak, lalu menyerahkan kertas itu padaku.

Jantungku berdegup. Aku ragu untuk melakukannya, tetapi akhirnya kutorehkan juga tanda tanganku pada lembar kontrak itu. Setelahnya, aku meneguk minumanku hingga habis. Arsya melakukan hal yang sama. Dari sudut mata kulihat ia memandangiku dari balik gelasnya.

“Kalau begitu, kapan kamu pindah dari indekos ke apartemen baru? Saya akan menyewakan atau bahkan membeli sebuah apartemen untukmu yang dekat dengan kantor saya.”

Perkataan Arsya kembali membuat mataku membulat. “Maksud kamu, Arsya? Bukankah saya sudah menolak penawaran kamu untuk tinggal di apartemen?”

“Tapi kamu harus menerimanya, Abelia.” Suaranya pelan namun terdengar mengintimidasi.

“Kenapa saya harus menerimanya?” Aku menantang matanya.

Arsya menyilangkan lengannya sambil menatap lurus padaku. “Karena kamu tidak boleh menolak hadiah ataupun pemberian saya seperti yang tercantum pada poin kedua ketentuan dari saya. Dan kamu sudah menandatangani kontrak itu.” Senyum kemenangan terukir di bibirnya.

Sialan! Pria berengsek ini benar-benar telah menjebakku.

***

Bab terkait

  • MELODI ABELIA   8. New Apartment

    Abelia tak punya pilihan lain. Ia sudah terlanjur menandatangani kontrak perjanjian menjadi sugar baby tersebut. Maka ia pun terpaksa mengikuti permainan Arsya. Hari itu Pak Luki—sopir keluarga sekaligus orang kepercayaan Arsya—datang membantu Abelia pindah dari indekos ke apartemen baru yang disediakan oleh Arsya di kawasan Sudirman, Jakarta. Sepeninggalan Pak Luki, Abelia mulai menyusun barang-barang di apartemen barunya. Apartemen itu memiliki satu kamar tidur all in dilengkapi kamar mandi dan dapur mini, serta area ruangan untuk menonton TV yang dibatasi dengan partisi berupa lemari sebagai pemisah dengan area tempat tidur. Meski hanya berupa apartemen studio, Abelia tahu harga unit apartemen itu sangat mahal karena berada di salah satu kawasan pusat bisnis ibu kota. Selesai berkemas, sore itu Abelia memutuskan untuk tidur sebentar. Malam nanti, Arsya sudah bilang akan datang menemuinya. Kebetulan ada beberapa hal yang ingin Abelia diskusikan, salah satunya adalah nominal uang bu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-27
  • MELODI ABELIA   9. Masa Lalu

    Kala itu aku masih berumur 6 tahun dan kakakku, Ruben, berumur 10 tahun. Kami sedang bermain di taman dekat rumah dengan anak-anak lainnya. Lelah bermain, Ruben mengajakku pulang. Ibu sedang tak ada di rumah, ia pergi selama beberapa hari ke rumah kerabat yang sedang mengadakan pesta, dengan membawa serta adikku, Dikta. Seharusnya hanya ada ayah di rumah. Tapi siang itu ayah tak sendiri.Setelah memasuki pagar yang tak terkunci, aku dan Ruben seperti mendengar suara-suara aneh. Kami menajamkan pendengaran, ternyata berasal dari kamar ayah dan ibu yang berada di bagian depan rumah. Ruben pun mengajakku mendekati kamar ayah dan ibu untuk memastikan. Dari balik tanaman hias yang mulai meninggi, kami mengintip melalui jendela kaca yang tirainya sedikit terbuka. Ayah sedang bersama seorang wanita, tapi bukan ibu.Ayah dan wanita itu bergumul di atas ranjang dengan desahan-desahan yang terdengar menjijikkan di telingaku. Saat itu, aku tak tahu persis apa yang mereka lakukan,

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-28
  • MELODI ABELIA   10. Mengubah Kontrak

    Jalanan ibu kota tak terlalu padat di akhir pekan. Arsya melajukan mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi, namun tak terburu-buru. Kami sama-sama mengenakan pakaian kasual hari ini. Meski berpakaian kasual, Arsya tetap terlihat seperti orang berada. Aku memandangi wajah pria di sampingku itu. Walaupun dia menyebalkan, aku harus mengakui bahwa dia memang sangat tampan. “Kenapa menatap saya seperti itu?” tanya Arsya tanpa menoleh. Aku berdehem. “Tidak. Saya hanya ingin memastikan bahwa kamu memang orang yang dapat dipercaya. Tentang kontrak perjanjian kita, saya harap kamu tidak melanggarnya." Arsya tersenyum. “Tenang saja. Saya adalah orang yang bisa dipercaya, makanya saya bisa menjadi direktur di usia muda." “Kamu terlalu jemawa," cibirku. “Semuanya akan lebih mudah kalau saat itu kamu hanya meminjamkan uang pada saya, tanpa meminta saya menandatangani kontrak menyebalkan itu." “Saya sudah bilang kalau saya hanya meminjamkan uang padamu, maka tidak ada keuntungannya bagi saya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-30
  • MELODI ABELIA   11. Omong Kosong

    Arsya masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya siang itu meski sudah jam makan siang. PT, Vibrant Indo Manufacture, perusahaan yang dipimpinnya telah dipercaya sebagai pemasok alat berat bagi pembangunan jalan tol di Sumatera Barat yang akan dikerjakan oleh Mahawira Contractors. Perusahaan konstruksi swasta itu adalah milik Azkaa, kerabat jauhnya. Mereka sudah bertemu untuk membicarakan kerja sama yang telah mereka sepakati. Proyek baru saja dimulai dan Arsya masih terus mempelajari konsep pembangunan jalan tol itu sebagai penyesuaian data untuk menentukan alat berat yang dibutuhkan. Juga memikirkan risiko jika alat berat yang direncanakan terkendala, perusahaannya harus menyediakan alternatif. Sebagai perusahaan manufaktur yang sudah dikenal namanya, tentu saja Arsya tak ingin PT. Vibrant Indo Manufacture salah perhitungan. “Pak, ada tamu yang ingin bertemu. Namanya Pak Derry Laksmana.” Sekretaris Arsya menelepon. Arsya berdecak pelan, namun ia tetap mempers

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-19
  • MELODI ABELIA   12. Defeat Your Fear

    Rinai hujan semakin deras di luar sana, namun lalu lintas di bawahnya tetap terlihat padat. Kendaraan di jalan raya penuh sesak dan tampak tak bergerak. Aku memandangi semua itu dari jendela kaca apartemenku. Kupikir malam ini Arsya tak akan datang. Macet dan hujan, sudah pasti menjadi alasan bagi orang-orang yang telah lelah bekerja seharian ingin segera sampai di kediaman mereka untuk beristirahat. Namun ternyata aku salah. Setengah jam kemudian Arsya datang, dengan senyum dan binar di wajahnya. Seolah ada yang ingin dia sampaikan. Seperti biasa, dia akan mengajakku makan sebelum memulai obrolan. Menurutnya, suasana hatiku selalu lebih baik saat perutku kenyang. Padahal saat ini aku sedang tidak lapar karena sudah makan malam tadi. Tapi aku tak bisa menolak harum ramyeon yang kami pesan secara delivery. “Saya baca status kamu di aplikasi chat itu tadi siang.” Arsya membuka obrolan setelah kami selesai makan dan duduk di sofa sambil menonton TV. “Lalu?” “Ayo, kita pergi naik flyin

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-21
  • MELODI ABELIA   13. In A Hotel Bedroom with You

    Deluxe room dengan twin bed di hotel ini terlihat cukup nyaman, meski tak terlalu mewah. Tetapi berdasarkan review di internet, ini adalah salah satu hotel terbaik di Puncak, Bogor. Aku mendesah. Tak pernah kusangka seumur hidupku aku akan berada dalam satu kamar hotel dengan seorang pria yang belum lama kukenal, meski dengan ranjang terpisah. Kupersilakan Arsya untuk mandi terlebih dahulu selama aku membereskan barang-barangku. Untung saja aku membawa baju ganti, underwear, dan handuk dalam tasku. Hal itu selalu kupersiapkan jika bepergian ke luar kota—meski tak berencana menginap—untuk mengantisipasi hal-hal tak terduga seperti ini. Aku tak suka memakai handuk yang disediakan oleh hotel, lebih suka memakai handuk yang kubawa sendiri. Seandainya membawa bed sheet tak cukup merepotkan, mungkin aku pun akan membawa bed sheet milikku sendiri. Aku menoleh sekilas pada Arsya yang sudah selesai mandi dan berganti baju, langsung merebahkan diri di salah satu ranjang. Berge

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-24
  • MELODI ABELIA   14. Wanita Dewasa

    Seorang wanita muda berjalan dengan penuh percaya diri memasuki gedung kantor PT. Vibrant Indo Manufacture. Kemeja body fit dan rok span yang dikenakannya semakin menampakkan lekuk tubuhnya yang berisi. Sepasang high heels hitam di kakinya menghasilkan irama beraturan setiap kali ia menjejakkan kaki jenjangnya ke lantai.Binar di mata wanita itu menunjukkan bahwa ia sedang dalam suasana hati yang baik dan bersemangat. Ia mengulum senyum. Kalau dengan cara pendekatan personal ia tak bisa meluluhkan pria yang dikaguminya, maka ia akan menggunakan pekerjaan sebagai sarana untuk mendekati sang pujaan hati.Setelah berbicara sebentar dengan resepsionis di lobi, ia pun menaiki lift untuk mencapai lantai tempat di mana ruangan Direktur Utama berada. Saat akan memasuki ruangan tersebut, langkahnya terhenti karena sekretaris direktur memanggilnya. Wanita itu menghela napas. Sungguh ia malas untuk melakukan percakapan bertele-tele sekadar sebagai formalitas.Sementara itu

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-02
  • MELODI ABELIA   15. A Kiss Won't Hurt

    Jika cermin di depanku ini bisa bicara, aku akan bertanya padanya. Apakah aku sudah terlihat cantik? Sekali lagi aku mematut penampilanku. Dari pantulan cermin kulihat dress selutut berwarna maroon dengan kerah sabrina membalut tubuhku. Lalu riasan wajah natural dan rambut sebahuku yang kubiarkan tergerai. Mungkin bukan penampilan yang sempurna untuk sebuah kencan, tetapi setidaknya bisa membuatku merasa percaya diri. Sore tadi Arsya meneleponku. Dia bilang akan menjemputku malam ini untuk makan malam di sebuah restoran fine dining. Katanya sudah lama dia ingin mengajakku berkencan. Dan aku tak merasa perlu menolak kencan yang hanya berupa makan malam bersama. Selama Arsya masih mengajakku ke tempat umum, maka tak ada masalah. Lagi pula, sudah lama aku tidak makan di restoran mahal. Setelah mengenakan high heels, aku duduk di sofa menunggunya. Sesekali aku bersenandung untuk menghilangkan bosan. Tak berapa lama, Arsya datang menjemputku. Aku bangkit seraya mengambil tas yang kuletakk

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-05

Bab terbaru

  • MELODI ABELIA   From Author

    Hello, MELODI ABELIA readers! Thank you so much for reading love story of Abelia and Arsya. Hope you like it. Cerita ini memang bukan tema populer, tapi aku menyukainya. Tema novel ini memang sedikit dark dengan mengangkat isu kesehatan mental dan konflik keluarga yang pelik. Di sini hampir setiap tokohnya melakukan kesalahan, tidak ada yang sempurna. Masing-masing memiliki sisi baik dan buruk, juga memiliki keterikatan dengan masa lalu. Masing-masing tokoh juga mengalami perkembangan karakter.Terlepas dari kelebihan dan kekurangan dari novel ini, semoga kamu bisa mengambil pelajaran di dalamnya, ya. Semoga juga bisa menjadi bacaan yang menghibur dan berkesan. That's it. Thank you and see you. With Love,Author Remahan Croissant NOTE: JANGAN MENJIPLAK KARYA INI SEBAGIAN ATAUPUN SELURUHNYA. SANK

  • MELODI ABELIA   50. The Eternal Love

    Sekian tahun berlalu. Abelia terbangun di pagi hari karena sinar mentari yang mengintip dari sela tirai jendela kaca. Segera ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya, ia melihat kalender. Ia tak akan pernah lupa pada tanggal itu. Hari ulang tahun Arsya, pria yang sangat dan akan selalu ia cintai. Perlahan Abelia menghela napas. Sambil menyunggingkan senyum, ia beranjak ke kamar anaknya. Putranya yang bernama Abizhar, berumur 5 tahun. Putrinya yang bernama Aubrie, berumur 3 tahun. Abelia segera membangunkan mereka untuk mandi dan bersiap-siap. Karena mereka sulit sekali dibangunkan, Abelia menciumi pipi mereka hingga terbangun. "Ayo, bangun. Hari ini ulang tahun papa," ucap Abelia. Abizhar dan Aubrie segera bangkit dari ranjang mungil mereka masing-masing. "Oh, ya. Hari ini ulang tahun papa!" seru mereka. "Apakah kita akan menemui papa hari ini, Ma?" tanya Abizhar. "Tentu saja, Sayang. Makanya mandi, biar cepat bertemu papa." Abelia tersenyum. "Ayo, mandi, M

  • MELODI ABELIA   49. For The Love of Abelia

    Penantian Arsya berakhir sudah. Hari bahagianya bersama Abelia yang sempat tertunda kini telah terwujud. Sebuah hari bahagia di mana ia dan sang kekasih akhirnya mengucap ikrar suci dan janji untuk saling setia dalam ikatan pernikahan. Mereka mengikuti semua prosesi pernikahan yang sakral dalam suasana syahdu. Para tamu yang hadir pun ikut terlarut. Ijab kabul dan prosesi adat telah selesai dilakukan. Sekarang saatnya mereka bersanding di pelaminan mengebakan sepasang gaun pengantin hasil rancangan desainer ternama. Arsya terlihat semakin tampan dalam balutan tuxedo berwarna putih, sedangkan Abelia mengenakan gaun panjang sederhana berwarna putih yang terlihat mewah dengan taburan payet di bagian dada. Para tamu mengagumi keelokan penampilan mereka. Ditambah dengan dekorasi pernikahan yang didominasi dengan warna putih semakin membuat suasana pesta pernikahan itu begitu agung. Arsya menoleh pada Abelia, wanita yang sudah sah menjadi istrinya. Keel

  • MELODI ABELIA   48. Penantian Arsya

    Kebekuan melingkupi Abelia dan Arsya sepanjang perjalanan. Setibanya di apartemen Abelia pun mereka masih saling berdiam diri tanpa sepatah kata terucap. Sambil menahan air mata, Abelia menatap Arsya. Mereka saling menatap dalam diam dengan pandangan yang redup. Suasana yang dingin pun tercipta. Semua kebahagiaan yang terjadi pada mereka belakangan ini seolah lenyap begitu saja. Abelia merasa dia harus kembali mengulang masa-masa sakit, tetapi kali ini lebih perih. Masa lalu yang kelam kembali datang menghampiri. Membuat luka yang sudah hampir sembuh kini menganga kembali. "Arsya," panggil Abelia pelan. "Lebih baik kita akhiri hubungan ini." Perlahan Abelia melepaskan cincin tunangan yang melekat di jari manisnya. Melihat itu, Arsya menahannya dan menggeleng. "Aku tidak mau, Abelia." "Lalu maumu bagaimana? Tetap menjalani hubungan sampai ke pernikahan setelah semua fakta itu?" cecar Abelia. Sejenak Arsya terdiam, lantas mengangguk. "Bagaimana mungkin aku bisa menikah dengan seora

  • MELODI ABELIA   47. Misery

    Suasana bahagia masih meliputi hati Abelia dan Arsya sejak hari pertunangan mereka kemarin. Mereka tak bisa menyembunyikan kelegaan akan hubungan mereka yang sudah masuk ke jenjang yang lebih serius. Kedua pihak keluarga juga sudah membicarakan persiapan pernikahan mereka yang rencananya akan dilaksanakan dalam beberapa bulan ke depan. Hanya tinggal selangkah lagi untuk benar-benar saling memiliki.Kini Abelia bisa sedikit lebih fokus pada outlet barunya yang sudah dibuka dan beroperasi. Ia sudah mempekerjakan beberapa orang karyawan yang didapatnya dari rekomendasi supplier produk jualannya. Hari-hari yang sibuk akan segera dimulai. Abelia harus membagi waktu antara mengurusi bisnis dan mempersiapkan pernikahan.Namun, Abelia tak merasakan masalah berarti karena ada Arsya yang selalu mendukungnya. Hari itu Arsya menemani Abelia mengunjungi outlet-nya yang dinamakan Abelia Mode. Selain menjual kain, Abelia juga berencana untuk memproduksi pakaian berbahan d

  • MELODI ABELIA   46. Engagement and Something

    Hari pertunangan Abelia dan Arsya secara resmi tengah berlangsung. Mereka memilih tema garden party sebagai dekorasi. Lantunan musik romantis terdengar dari sebuah band akustik yang berada di salah satu sudut taman. Nada dan melodi yang merdu itu seakan membuat para tamu terhanyut dalam kesyahduan. Keluarga dari kedua belah pihak telah datang. Abelia datang hanya bersama keluarga intinya yang sempat menginap semalam di hotel. Sementara dari pihak keluarga Arsya tidak hanya dihadiri oleh keluarga inti, tetapi juga kerabat dekat termasuk Derry dan Delisha. Semua tamu tampak menikmati suasana pesta yang hangat itu. Arsya dan Abelia berdiri berdampingan di depan sebuah dekorasi hiasan bunga bertuliskan inisial nama keduanya. Mereka mengobrol dengan para kerabat yang sebaya. Setelah para kerabat itu berlalu, Delisha berjalan mendekati Arsya dan Abelia yang tampak sibuk bercanda satu sama lain. Melihat itu, Dikta menyusul karena merasa khawatir Delisha akan membuat

  • MELODI ABELIA   45. The Taste of Love

    Ini pertama kalinya aku berlibur ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Memang tak salah kalau Arsya ingin mengajak liburan ke sini karena begitu banyak wisata alam yang indah dan memanjakan mata. Kalau sudah mengeksplor keindahan alam biasanya kepenatan akan hilang dan tergantikan dengan ketenangan dan tentu saja munculnya ide-ide baru. Setelah semalaman berisitirahat di hotel, hari pertama kami berkunjung ke Gua Kristal dengan waktu tempuh sekitar 30 menit dari kota Kupang. Awalnya aku ragu untuk masuk karena sebelumnya aku belum pernah mengunjungi gua atau sejenisnya. Namun, setelah akhirnya turun, tak ayal aku mengagumi keindahan Gua Kristal. Di dalamya terdapat air yang berwarna biru kehijauan, sangat unik. Aku dan Arsya mengambil beberapa foto dari berbagai sisi yang memberikan efek berbeda di setiap sudut pengambilan gambar karena perbedaan cahaya. Puas menikmati keindahan Gua Kristal, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Lasiana yang tak kalah indah.

  • MELODI ABELIA   44. Quality Time

    Hari sudah gelap ketika Abelia dan Arsya tiba di kediaman Hadinata. Rumah besar itu terlihat sepi. Masih dengan perasaan cemas, Abelia mengikuti langkah Arsya masuk ke dalam rumah. Yunita sudah menunggu di ruang tamu dengan penampilannya yang elegan bak putri keraton, seperti biasa.Namun, kali ini ada senyuman di wajah wanita paruh baya itu. Tiba-tiba Abelia merasa tak enak hati karena ia dan Arsya datang dengan tangan kosong. Abelia memang sama sekali tak membawa buah tangan dari Lampung karena ia tak berpikir akan bertemu dengan Arsya kembali, apalagi bertemu Yunita."Lama tidak berjumpa, Abelia," sapa Yunita membuyarkan lamunan Abelia."Ya, Tante," sahut Abelia pelan.Walaupun Yunita bersikap ramah, Abelia masih bisa melihat kesan kaku pada sikap mama Arsya itu. Abelia berkesimpulan bahwa memang begitu watak Yunita karena pada Arsya pun begitu sikapnya. Melihat Abelia masih berdiri di tempatnya, Arsya membimbing wanita itu untu

  • MELODI ABELIA   43. Destiny

    Setahun mengurusi online shop di Lampung, begitu banyak perkembangan yang patut aku syukuri. Sejak delapan bulan lalu, aku sudah mendirikan sebuah outlet tak jauh dari rumahku. Sengaja aku membuatnya agar aku juga bisa menjual produk secara offline dan mempekerjakan penduduk setempat sebagai karyawan.Aku sudah memiliki beberapa orang karyawan untuk mengurusi usahaku secara online dan offline. Selain itu, aku juga menambah produk jualanku berupa kain tapis (kain tenun Lampung) yang bisa bernilai mahal. Kini penjualanku mulai merambah ke negara tetangga. Hal yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.Ibu sangat bahagia melihat keberhasilanku. Di sela bekerja, aku juga sering mengisi seminar yang masih berhubungan dengan UMKM. Karena banyak tawaran seminar yang berasal dari Jakarta dan akupun berniat membuka cabang outlet di sana secara serius, maka aku memutuskan untuk kembali menetap di ibu kota negara tersebut.Awalnya ibu berat melepasku kemba

DMCA.com Protection Status