Home / Romansa / MELODI ABELIA / 12. Defeat Your Fear

Share

12. Defeat Your Fear

last update Last Updated: 2021-07-21 08:39:31

Rinai hujan semakin deras di luar sana, namun lalu lintas di bawahnya tetap terlihat padat. Kendaraan di jalan raya penuh sesak dan tampak tak bergerak. Aku memandangi semua itu dari jendela kaca apartemenku. Kupikir malam ini Arsya tak akan datang. Macet dan hujan, sudah pasti menjadi alasan bagi orang-orang yang telah lelah bekerja seharian ingin segera sampai di kediaman mereka untuk beristirahat.

Namun ternyata aku salah. Setengah jam kemudian Arsya datang, dengan senyum dan binar di wajahnya. Seolah ada yang ingin dia sampaikan. Seperti biasa, dia akan mengajakku makan sebelum memulai obrolan. Menurutnya, suasana hatiku selalu lebih baik saat perutku kenyang. Padahal saat ini aku sedang tidak lapar karena sudah makan malam tadi. Tapi aku tak bisa menolak harum ramyeon yang kami pesan secara delivery.

“Saya baca status kamu di aplikasi chat itu tadi siang.” Arsya membuka obrolan setelah kami selesai makan dan duduk di sofa sambil menonton TV.

“Lalu?”

“Ayo, kita pergi naik flying fox Sabtu ini,” ajak Arsya sumringah.

Aku menggeleng. “Saya takut, Arsya.”

“Are you afraid of height?” tanyanya.

“Sepertinya bukan karena ketinggian, tapi saya takut dengan kegiatan-kegiatan yang memacu adrenalin,” jawabku sedikit ragu. “Sepertinya begitu, karena saya juga takut mencoba paralayang, bungee jumping, arung jeram, dan sebagainya. Juga kegiatan lain yang bisa memicu adrenalin.”

Seperti bercumbu dan berhubungan badan, lanjutku dalam hati.

“Kalau begitu kamu harus mencobanya,” ucap Arsya.

Keningku berkerut. “Mencoba hal-hal yang membuat takut?

Arsya mengangguk. “Once in a lifetime, you should try something that you fear. Or you’ll wonder for the rest of your life.”

Tak menyahuti perkataan Arsya, aku mengalihkan pandanganku. Mengalahkan ketakutan terdengar mudah, tapi nyatanya tak seperti itu. Namun ucapan Arsya ada benarnya. Aku sudah lama ingin mencoba flying fox di berbagai kesempatan, akhirnya selalu tak terwujud karena rasa takut. Apakah aku harus mencobanya kali ini?

“Don’t worry, Abelia.”

Aku menoleh pada Arsya yang juga tengah menatapku.

“Everything will be okay. And I’ll be by your side,” ucap Arsya.

Pria ini berkata seperti itu seolah ucapannya bisa menenangkan. Aku menyipitkan mata ke arahnya, namun akhirnya aku mengangguk. Kurasa tak ada salahnya mencoba.

Sabtu paginya Arsya menjemputku. Kami akan pergi ke salah satu lokasi wisata di Puncak, Bogor. Sengaja kami berangkat pagi dari Jakarta karena berencana pulang sore dan tidak menginap, sesuai permintaanku. Setelah beberapa jam perjalanan, kami tiba di lokasi wisata. Pengunjung terlihat mulai ramai namun tidak padat.

Usai melihat-lihat sebentar, kami bergegas menuju wahana flying fox. Terdapat beberapa antrian untuk mencoba flying fox, tapi tak berapa lama kemudian giliran kami tiba. Dengan cekatan, para petugas memasangkan helm dan pengaman lainnya. Semuanya baik-baik saja, tapi ketika semua pengaman terpasang dan kami bersiap, jantungku berdegup.

“What’s wrong, Abelia? Kamu takut?” Arsya menatapku.

Aku mengangguk.

“Wajah kamu pucat banget.” Masih memandangiku, ia bertanya, “Mau kita batalkan saja?”

Segera aku menggeleng. “I’ll give it a try!” seruku meski masih sedikit ragu.

“Yeah, defeat your fear, Abelia! It’s gonna be okay. Trust me.” Arsya melengkungkan senyumnya. “Saya dulu yang naik, ya. Biar kamu melihat dan semakin yakin untuk mencoba,” ucapnya lembut.

Kembali aku mengangguk. Kali ini untuk menyetujuinya.

Petugas memasangkan tali-tali dan pengaman tambahan lainnya pada tubuh Arsya, sebelum melepaskannya. Selanjutnya giliranku. Jantungku berdegup semakin kencang. Aku memejamkan mata sejenak dan menghirup napas dalam. Setelah semua tali dan pengaman terpasang sempurna, petugas memberi aba-aba dan perlahan melepaskanku. Debaran jantungku semakin terasa, disusul rasa mual yang menyiksa.

Namun pemandangan di bawah sana membuatku terpana. Rasa gembira, takut, tegang, berdebar, dan mual berpadu menjadi satu membuatku berteriak beberapa kali. Ini mengagumkan! Kalaupun aku pingsan nanti, kurasa aku tak akan menyesal. Aku melihat Arsya di depan sana yang mencoba menoleh ke arahku beberapa kali.

“Arsyaaaaaa!!!” teriakku kencang.

“I’m here, Abeliaaa!” Arsya mencoba mengangkat sebelah lengannya ke atas untuk menyahutiku.

Lintasan sekian ratus meter itu terlewati dalam sekejap. Para petugas bersiap menyambutku. Sedangkan Arsya sudah melepas semua pengamannya dan berdiri menungguku dengan senyuman. Aku menghela napas lega begitu mendarat. Sangat lega, meski debaran jantung sisa-sisa ketakutan itu masih ada. Senyumku mengembang begitu Arsya mendekatiku.

“Well done, Abelia!” Arsya mengangkat tangannya untuk melakukan high-five.

Aku menyambutnya dan tangan kami bertepuk di udara. “Thanks.”

“Bagaimana rasanya?” Ia menautkan alisnya sambil mengulum senyum.

“Mendebarkan,” jawabku tertawa.

Arsya balas tertawa seraya mengacak rambutku. “What’s next? Paralayang, bungee jumping, atau arung jeram?”

“Saya tidak tahu, belum terbayangkan. Akhirnya berhasil mengalahkan ketakutan untuk mencoba flying fox saja, rasanya sudah begitu bahagia,” jawabku jujur.

Bagi orang lain mungkin ini adalah hal yang biasa. Hanya naik flying fox dengan pengaman dan lintasan sekian ratus meter saja. Namun bagiku yang memiliki ketakutan, hal ini luar biasa.

“Alright,” sahut Arsya. “Satu per satu kamu akan mengalahkan ketakutanmu.”

Aku menghela napas. “Semoga.”

Hari beranjak naik. Kami memutuskan untuk meninggalkan lokasi wisata dan mencari restoran untuk makan siang. Arsya menggenggam tanganku selama berjalan menuju mobilnya. Kali ini aku membiarkannya. Dan tidak seperti saat pertama kali ia menggenggam tanganku, saat ini aku tak merasakan pening dan gigil. Bayangan mengerikan itu hampir muncul, tapi aku berhasil menghalaunya.

Usai makan siang, aku mengajak Arsya untuk langsung pulang ke Jakarta. Ia menurut. Namun dalam perjalanan pulang, kemacetan panjang terjadi. Belum lagi, rintik hujan mulai turun. Tak ada yang bisa kami lakukan selain menerima keadaan. Perlahan kendaraan-kendaraan berjalan merayap. Tapi kemudian hujan menderas disertai angin yang menderu. Sampai pada satu titik jalan, seorang polisi lalu lintas mengabarkan terjadi kemacetan panjang karena ada kecelakaan kecil di depan.

Kebingungan mulai meliputi kami. Aku menoleh ke luar jendela, hujan pun seakan tak ingin berhenti. Kilat dan petir terus menyambar. Sementara hari sudah mulai gelap. Akhirnya kami memutuskan untuk singgah di hotel malam ini. Setelah melihat GPS, Arsya segera melajukan mobilnya menuju hotel terdekat. Cuaca sungguh tak bersahabat. Padahal menurut ramalan cuaca kemarin, hari ini hanya akan hujan ringan sore hari. Bagaimanapun, cuaca tak benar-benar bisa diprediksi.

Pengunjung begitu ramai begitu aku dan Arsya tiba di lobi hotel. Tampaknya mereka adalah orang-orang yang berlibur di akhir pekan dan tak bermaksud menginap, namun akhirnya menginap karena macet dan hujan. Seperti kami. Tak menghiraukan keriuhan di lobi hotel, kami bergegas ke meja resepsionis untuk memesan kamar. Resepsionis mengatakan kamar yang tersedia hanya tinggal dua kamar saja.

“Suite Room sudah habis, Pak. Hanya tinggal dua deluxe rooms. Satu kamar dengan double bed, yang satunya lagi twin bed,” jelas resepsionis pada Arsya.

“Kamu mau yang mana?” Arsya menoleh padaku,

“Kita pesan keduanya. Saya tidak mau kita satu kamar,” sungutku.

Arsya mengangguk, lalu memesan kedua kamar tersebut. Baru saja resepsionis akan memproses pesanan kami, ketika sepasang pria dan wanita datang dan memesan kamar. Mereka membawa bayi. Resepsionis segera mengonfirmasi bahwa persediaan kamar baru saja habis. Pria dan wanita yang tampaknya pasangan suami istri itu memohon agar dicarikan satu kamar lagi, namun resepsionis menegaskan bahwa sudah tidak ada kamar yang tersedia.

Melihat bayi mereka yang merengek tak nyaman dan sepertinya ingin segera beristirahat, aku merasa tak tega. Aku pun mengatakan pada Arsya untuk memberikan kamar yang kami pesan tadi pada mereka. Pasangan suami istri itu mengucapkan terima kasih pada kami dan segera mengambil deluxe room dengan double bed. Aku mengajak Arsya untuk mencari hotel lain atau langsung pulang saja ke Jakarta malam itu.

Namun, langkahku terhenti ketika melihat pemberitaan di TV lobi hotel. Berita itu menyampaikan bahwa kemacetan masih terjadi di ruas jalan utama Puncak, Bogor. Ada beberapa pohon tumbang dan di beberapa kawasan terjadi longsor. Aku bergidik. Segera aku berbalik dan menyuruh Arsya untuk kembali memesan kamar yang tadi.

“Kamarnya tinggal satu, deluxe room dengan twin bed. Berarti kita tidur satu kamar.” Arsya mengingatkan karena tadi aku bilang aku tidak mau tidur sekamar dengannya.

Aku mendesah. “Tapi saya tidak mau kita tidur sekamar, Arsya.”

“Lalu bagaimana? Mau kembali melanjutkan perjalanan juga sangat berisiko.” Arsya menatapku.

"Saya tidak mau satu kamar!” tukasku.

“Oke, kita lanjutkan perjalanan.” Arsya menggenggam tanganku dan menuntunku berjalan.

Aku menepisnya. “Kamu enggak lihat itu pemberitaan di TV?!”

Arsya menghela napas. “Jadi mau kamu bagaimana, Abelia? Kita pesan kamar yang tadi atau melanjutkan perjalanan?” tanyanya pelan.

“Ya, pesanlah kamar itu! Mau bagaimana lagi!” bentakku kesal.

Ia memandangiku. Ada raut ketidaksukaan di wajahnya karena aku membentaknya. Namun aku tak peduli dan segera memalingkan wajah. Akhirnya Arsya mengalah dan kembali ke resepsionis untuk memesan kamar yang tadi. Setelahnya, ia menuntunku. Dalam hati aku menyesal karena sudah membentaknya. Tapi aku tetap merasa kesal karena kami harus tidur satu kamar meski dengan tempat tidur terpisah. Awas saja kalau dia berani macam-macam!

***

khairunnisastuff

Double Bed: Satu tempat tidur (king size). Twin Bed: Dua tempat tidur ukuran single.

| 1

Related chapters

  • MELODI ABELIA   13. In A Hotel Bedroom with You

    Deluxe room dengan twin bed di hotel ini terlihat cukup nyaman, meski tak terlalu mewah. Tetapi berdasarkan review di internet, ini adalah salah satu hotel terbaik di Puncak, Bogor. Aku mendesah. Tak pernah kusangka seumur hidupku aku akan berada dalam satu kamar hotel dengan seorang pria yang belum lama kukenal, meski dengan ranjang terpisah. Kupersilakan Arsya untuk mandi terlebih dahulu selama aku membereskan barang-barangku. Untung saja aku membawa baju ganti, underwear, dan handuk dalam tasku. Hal itu selalu kupersiapkan jika bepergian ke luar kota—meski tak berencana menginap—untuk mengantisipasi hal-hal tak terduga seperti ini. Aku tak suka memakai handuk yang disediakan oleh hotel, lebih suka memakai handuk yang kubawa sendiri. Seandainya membawa bed sheet tak cukup merepotkan, mungkin aku pun akan membawa bed sheet milikku sendiri. Aku menoleh sekilas pada Arsya yang sudah selesai mandi dan berganti baju, langsung merebahkan diri di salah satu ranjang. Berge

    Last Updated : 2021-07-24
  • MELODI ABELIA   14. Wanita Dewasa

    Seorang wanita muda berjalan dengan penuh percaya diri memasuki gedung kantor PT. Vibrant Indo Manufacture. Kemeja body fit dan rok span yang dikenakannya semakin menampakkan lekuk tubuhnya yang berisi. Sepasang high heels hitam di kakinya menghasilkan irama beraturan setiap kali ia menjejakkan kaki jenjangnya ke lantai.Binar di mata wanita itu menunjukkan bahwa ia sedang dalam suasana hati yang baik dan bersemangat. Ia mengulum senyum. Kalau dengan cara pendekatan personal ia tak bisa meluluhkan pria yang dikaguminya, maka ia akan menggunakan pekerjaan sebagai sarana untuk mendekati sang pujaan hati.Setelah berbicara sebentar dengan resepsionis di lobi, ia pun menaiki lift untuk mencapai lantai tempat di mana ruangan Direktur Utama berada. Saat akan memasuki ruangan tersebut, langkahnya terhenti karena sekretaris direktur memanggilnya. Wanita itu menghela napas. Sungguh ia malas untuk melakukan percakapan bertele-tele sekadar sebagai formalitas.Sementara itu

    Last Updated : 2021-08-02
  • MELODI ABELIA   15. A Kiss Won't Hurt

    Jika cermin di depanku ini bisa bicara, aku akan bertanya padanya. Apakah aku sudah terlihat cantik? Sekali lagi aku mematut penampilanku. Dari pantulan cermin kulihat dress selutut berwarna maroon dengan kerah sabrina membalut tubuhku. Lalu riasan wajah natural dan rambut sebahuku yang kubiarkan tergerai. Mungkin bukan penampilan yang sempurna untuk sebuah kencan, tetapi setidaknya bisa membuatku merasa percaya diri. Sore tadi Arsya meneleponku. Dia bilang akan menjemputku malam ini untuk makan malam di sebuah restoran fine dining. Katanya sudah lama dia ingin mengajakku berkencan. Dan aku tak merasa perlu menolak kencan yang hanya berupa makan malam bersama. Selama Arsya masih mengajakku ke tempat umum, maka tak ada masalah. Lagi pula, sudah lama aku tidak makan di restoran mahal. Setelah mengenakan high heels, aku duduk di sofa menunggunya. Sesekali aku bersenandung untuk menghilangkan bosan. Tak berapa lama, Arsya datang menjemputku. Aku bangkit seraya mengambil tas yang kuletakk

    Last Updated : 2021-08-05
  • MELODI ABELIA   16. Suasana Kaku

    Secercah sinar masuk, memberi penglihatan di sepasang mata bening yang mulai terbuka. Dengan pandangan samar, Abelia berusaha menguasai dirinya. Tepat di atasnya, ia melihat rahang tegas pria itu. Abelia mencoba melihat ke sekeliling. Sekian detik kemudian, ia menyadari bahwa Arsya tengah menggendong tubuhnya dan mereka masih berada di atas rooftop hotel. Tampaknya ia pingsan hanya sekejap tadi.Mau ke mana Arsya membawanya? Jantung Abelia berdegup memikirkan kemungkinan bahwa pria itu akan membawanya ke salah satu kamar hotel. Ia memang pernah tidur sekamar dengan Arsya, tapi waktu itu dalam keadaan terdesak dan mereka tidur di ranjang terpisah. Kali ini bisa saja Arsya akan macam-macam padanya. Menyadari hal tersebut, Abelia pun memberontak.“Lepaskan saya, Arsya! Turunkan saya!”Arsya tersentak mendengar suara dari wanita yang digendongnya. Seulas senyum terukir di di wajah pria itu. Ia pun menghentikan langkah.“Kamu sudah sadar, Abe

    Last Updated : 2021-08-08
  • MELODI ABELIA   17. Accidentally Accident

    Memulai usaha ternyata tak semudah yang dikatakan oleh para motivator dalam sebuah seminar. Bisnis online saat ini sudah menjamur, berbagai jenis barang bisa ditemukan pada e-commerce. Kalau menjual barang yang pasaran, maka akan kalah bersaing dengan para produsen yang kerap kali menjual produk mereka dengan harga murah di marketplace. Aku harus mencari produk yang unik untuk kujual. Namun sampai sekarang aku belum menemukan ide ingin menjual apa. Saat aku tengah sibuk menjelajah internet untuk mencari inspirasi, ada pesan masuk dari Arsya mengatakan bahwa ia akan datang. Aku memperbolehkannya. Sebenarnya aku sedang tak ingin bertemu siapa pun. Namun kontrak yang mengikat di antara kami kadang membuatku tak enak untuk menolak kedatangannya. Setengah jam kemudian Arsya tiba. Seperti biasa, dia mengajakku makan bersama setelah memesan makanan secara delivery. “Abelia, Selasa nanti mama saya ulang tahun,” ujar Arsya. “Lalu?” “Bagaimana kalau hari ini ka

    Last Updated : 2021-08-10
  • MELODI ABELIA   18. Childhood Trauma

    Suara bising televisi yang menyala di ruang tengah tak mengganggu dua anak laki-laki yang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Mata Arsen tak beralih dari konsol game di tangannya, sementara Arsya masih fokus membaca komik Detective Conan sambil bersandar di sofa. Seorang asisten rumah tangga datang membersihkan remah-remah sisa camilan mereka, lalu kembali ke dapur setelah mematikan televisi. Bosan bermain game, Arsen menguap sambil meletakkan konsol game begitu saja ke atas karpet. Dengan senyum usil di bibir, ia meraih sebuah mobil-mobilan berukuran mini dan melemparkannya ke arah Arsya. Sang adik tak membalas, hanya memandang kakaknya dengan raut wajah kesal kemudian lanjut membaca. Arsen terbahak melihat kekesalan Arsya. “Arsya, main di luar, yuk.” Arsen berkata sambil mengunyah camilan yang masih tersisa di atas meja. “Main ke mana?” tanya Arsya acuh tak acuh. “Mama bilang di rumah saja. Banyak penculik di luar.” Arsen terbahak lagi. “Man

    Last Updated : 2021-08-12
  • MELODI ABELIA   19. Curious

    Memiliki teman, kerabat, sekaligus rekan bisnis yang sebaya merupakan suatu hal yang menyenangkan, apalagi jika sefrekuensi. Setidaknya itulah pertemanan yang terjadi antara Arsya dan Azkaa. Mereka memang tak bisa dibilang cukup dekat, tetapi saat bertemu biasanya mereka bisa membicarakan apa saja termasuk soal pekerjaan hingga hal personal. Mereka sering kali sepemikiran dan sepemahaman. Hari itu Azkaa mengajak Arsya bertemu di sela jam makan siang. Sebagai sesama penyuka kopi, tentu saja mereka memilih coffee shop sebagai tempat bersua. Azkaa bermaksud membicarakan beberapa hal, termasuk soal tindakan Delisha yang menemui Arsya beberapa waktu lalu. Meski sudah meminta maaf pada Arsya lewat telepon, Azkaa ingin menjumpai temannya itu sekalian bercengkerama. “Siang, Pak Bos,” sapa Arsya pada Azkaa yang telah duduk menunggunya. Azkaa yang tadi menatap layar ponsel menoleh, lantas tertawa. “Sendirinya juga bos.” Arsya balas tertawa seraya duduk di kursi

    Last Updated : 2021-08-19
  • MELODI ABELIA   20. Trip to Gili Trawangan (Part 1)

    Langit cerah membiru saat pesawat kami mendarat di Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (Lombok International Airport). Hiruk pikuk kesibukan di bandara terdengar bising. Kebisingan yang biasanya dicintai oleh para penggemar travelling. Pada akhir pekan yang panjang seperti ini, tak ayal bandara akan menjadi semakin ramai oleh para pengunjung yang dahaga akan liburan. Usai mengisi perut sejenak di kawasan bandara, kami melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Teluk Nara untuk menyebrang ke pulau Gili Trawangan. Spèedboat yang membawa kami menciptakan gelombang ombak putih di birunya laut. Kecepatan perahu cukup menegangkan bagiku. Namun genggaman tangan Arsya membuatku merasa sedikit tenang. “Arsya, kamu booking dua kamar hotel, kan?” tanyaku di tengah deru mesin speedboat. "Tipe suite dengan dua kamar tidur.” Aku mengernyit. “Kenapa tidak dua superior atau deluxe room saja?” “Supaya lebih private karena ada living room sendiri. Dengan begitu saya akan lebih sering melihat kamu

    Last Updated : 2021-09-07

Latest chapter

  • MELODI ABELIA   From Author

    Hello, MELODI ABELIA readers! Thank you so much for reading love story of Abelia and Arsya. Hope you like it. Cerita ini memang bukan tema populer, tapi aku menyukainya. Tema novel ini memang sedikit dark dengan mengangkat isu kesehatan mental dan konflik keluarga yang pelik. Di sini hampir setiap tokohnya melakukan kesalahan, tidak ada yang sempurna. Masing-masing memiliki sisi baik dan buruk, juga memiliki keterikatan dengan masa lalu. Masing-masing tokoh juga mengalami perkembangan karakter.Terlepas dari kelebihan dan kekurangan dari novel ini, semoga kamu bisa mengambil pelajaran di dalamnya, ya. Semoga juga bisa menjadi bacaan yang menghibur dan berkesan. That's it. Thank you and see you. With Love,Author Remahan Croissant NOTE: JANGAN MENJIPLAK KARYA INI SEBAGIAN ATAUPUN SELURUHNYA. SANK

  • MELODI ABELIA   50. The Eternal Love

    Sekian tahun berlalu. Abelia terbangun di pagi hari karena sinar mentari yang mengintip dari sela tirai jendela kaca. Segera ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya, ia melihat kalender. Ia tak akan pernah lupa pada tanggal itu. Hari ulang tahun Arsya, pria yang sangat dan akan selalu ia cintai. Perlahan Abelia menghela napas. Sambil menyunggingkan senyum, ia beranjak ke kamar anaknya. Putranya yang bernama Abizhar, berumur 5 tahun. Putrinya yang bernama Aubrie, berumur 3 tahun. Abelia segera membangunkan mereka untuk mandi dan bersiap-siap. Karena mereka sulit sekali dibangunkan, Abelia menciumi pipi mereka hingga terbangun. "Ayo, bangun. Hari ini ulang tahun papa," ucap Abelia. Abizhar dan Aubrie segera bangkit dari ranjang mungil mereka masing-masing. "Oh, ya. Hari ini ulang tahun papa!" seru mereka. "Apakah kita akan menemui papa hari ini, Ma?" tanya Abizhar. "Tentu saja, Sayang. Makanya mandi, biar cepat bertemu papa." Abelia tersenyum. "Ayo, mandi, M

  • MELODI ABELIA   49. For The Love of Abelia

    Penantian Arsya berakhir sudah. Hari bahagianya bersama Abelia yang sempat tertunda kini telah terwujud. Sebuah hari bahagia di mana ia dan sang kekasih akhirnya mengucap ikrar suci dan janji untuk saling setia dalam ikatan pernikahan. Mereka mengikuti semua prosesi pernikahan yang sakral dalam suasana syahdu. Para tamu yang hadir pun ikut terlarut. Ijab kabul dan prosesi adat telah selesai dilakukan. Sekarang saatnya mereka bersanding di pelaminan mengebakan sepasang gaun pengantin hasil rancangan desainer ternama. Arsya terlihat semakin tampan dalam balutan tuxedo berwarna putih, sedangkan Abelia mengenakan gaun panjang sederhana berwarna putih yang terlihat mewah dengan taburan payet di bagian dada. Para tamu mengagumi keelokan penampilan mereka. Ditambah dengan dekorasi pernikahan yang didominasi dengan warna putih semakin membuat suasana pesta pernikahan itu begitu agung. Arsya menoleh pada Abelia, wanita yang sudah sah menjadi istrinya. Keel

  • MELODI ABELIA   48. Penantian Arsya

    Kebekuan melingkupi Abelia dan Arsya sepanjang perjalanan. Setibanya di apartemen Abelia pun mereka masih saling berdiam diri tanpa sepatah kata terucap. Sambil menahan air mata, Abelia menatap Arsya. Mereka saling menatap dalam diam dengan pandangan yang redup. Suasana yang dingin pun tercipta. Semua kebahagiaan yang terjadi pada mereka belakangan ini seolah lenyap begitu saja. Abelia merasa dia harus kembali mengulang masa-masa sakit, tetapi kali ini lebih perih. Masa lalu yang kelam kembali datang menghampiri. Membuat luka yang sudah hampir sembuh kini menganga kembali. "Arsya," panggil Abelia pelan. "Lebih baik kita akhiri hubungan ini." Perlahan Abelia melepaskan cincin tunangan yang melekat di jari manisnya. Melihat itu, Arsya menahannya dan menggeleng. "Aku tidak mau, Abelia." "Lalu maumu bagaimana? Tetap menjalani hubungan sampai ke pernikahan setelah semua fakta itu?" cecar Abelia. Sejenak Arsya terdiam, lantas mengangguk. "Bagaimana mungkin aku bisa menikah dengan seora

  • MELODI ABELIA   47. Misery

    Suasana bahagia masih meliputi hati Abelia dan Arsya sejak hari pertunangan mereka kemarin. Mereka tak bisa menyembunyikan kelegaan akan hubungan mereka yang sudah masuk ke jenjang yang lebih serius. Kedua pihak keluarga juga sudah membicarakan persiapan pernikahan mereka yang rencananya akan dilaksanakan dalam beberapa bulan ke depan. Hanya tinggal selangkah lagi untuk benar-benar saling memiliki.Kini Abelia bisa sedikit lebih fokus pada outlet barunya yang sudah dibuka dan beroperasi. Ia sudah mempekerjakan beberapa orang karyawan yang didapatnya dari rekomendasi supplier produk jualannya. Hari-hari yang sibuk akan segera dimulai. Abelia harus membagi waktu antara mengurusi bisnis dan mempersiapkan pernikahan.Namun, Abelia tak merasakan masalah berarti karena ada Arsya yang selalu mendukungnya. Hari itu Arsya menemani Abelia mengunjungi outlet-nya yang dinamakan Abelia Mode. Selain menjual kain, Abelia juga berencana untuk memproduksi pakaian berbahan d

  • MELODI ABELIA   46. Engagement and Something

    Hari pertunangan Abelia dan Arsya secara resmi tengah berlangsung. Mereka memilih tema garden party sebagai dekorasi. Lantunan musik romantis terdengar dari sebuah band akustik yang berada di salah satu sudut taman. Nada dan melodi yang merdu itu seakan membuat para tamu terhanyut dalam kesyahduan. Keluarga dari kedua belah pihak telah datang. Abelia datang hanya bersama keluarga intinya yang sempat menginap semalam di hotel. Sementara dari pihak keluarga Arsya tidak hanya dihadiri oleh keluarga inti, tetapi juga kerabat dekat termasuk Derry dan Delisha. Semua tamu tampak menikmati suasana pesta yang hangat itu. Arsya dan Abelia berdiri berdampingan di depan sebuah dekorasi hiasan bunga bertuliskan inisial nama keduanya. Mereka mengobrol dengan para kerabat yang sebaya. Setelah para kerabat itu berlalu, Delisha berjalan mendekati Arsya dan Abelia yang tampak sibuk bercanda satu sama lain. Melihat itu, Dikta menyusul karena merasa khawatir Delisha akan membuat

  • MELODI ABELIA   45. The Taste of Love

    Ini pertama kalinya aku berlibur ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Memang tak salah kalau Arsya ingin mengajak liburan ke sini karena begitu banyak wisata alam yang indah dan memanjakan mata. Kalau sudah mengeksplor keindahan alam biasanya kepenatan akan hilang dan tergantikan dengan ketenangan dan tentu saja munculnya ide-ide baru. Setelah semalaman berisitirahat di hotel, hari pertama kami berkunjung ke Gua Kristal dengan waktu tempuh sekitar 30 menit dari kota Kupang. Awalnya aku ragu untuk masuk karena sebelumnya aku belum pernah mengunjungi gua atau sejenisnya. Namun, setelah akhirnya turun, tak ayal aku mengagumi keindahan Gua Kristal. Di dalamya terdapat air yang berwarna biru kehijauan, sangat unik. Aku dan Arsya mengambil beberapa foto dari berbagai sisi yang memberikan efek berbeda di setiap sudut pengambilan gambar karena perbedaan cahaya. Puas menikmati keindahan Gua Kristal, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Lasiana yang tak kalah indah.

  • MELODI ABELIA   44. Quality Time

    Hari sudah gelap ketika Abelia dan Arsya tiba di kediaman Hadinata. Rumah besar itu terlihat sepi. Masih dengan perasaan cemas, Abelia mengikuti langkah Arsya masuk ke dalam rumah. Yunita sudah menunggu di ruang tamu dengan penampilannya yang elegan bak putri keraton, seperti biasa.Namun, kali ini ada senyuman di wajah wanita paruh baya itu. Tiba-tiba Abelia merasa tak enak hati karena ia dan Arsya datang dengan tangan kosong. Abelia memang sama sekali tak membawa buah tangan dari Lampung karena ia tak berpikir akan bertemu dengan Arsya kembali, apalagi bertemu Yunita."Lama tidak berjumpa, Abelia," sapa Yunita membuyarkan lamunan Abelia."Ya, Tante," sahut Abelia pelan.Walaupun Yunita bersikap ramah, Abelia masih bisa melihat kesan kaku pada sikap mama Arsya itu. Abelia berkesimpulan bahwa memang begitu watak Yunita karena pada Arsya pun begitu sikapnya. Melihat Abelia masih berdiri di tempatnya, Arsya membimbing wanita itu untu

  • MELODI ABELIA   43. Destiny

    Setahun mengurusi online shop di Lampung, begitu banyak perkembangan yang patut aku syukuri. Sejak delapan bulan lalu, aku sudah mendirikan sebuah outlet tak jauh dari rumahku. Sengaja aku membuatnya agar aku juga bisa menjual produk secara offline dan mempekerjakan penduduk setempat sebagai karyawan.Aku sudah memiliki beberapa orang karyawan untuk mengurusi usahaku secara online dan offline. Selain itu, aku juga menambah produk jualanku berupa kain tapis (kain tenun Lampung) yang bisa bernilai mahal. Kini penjualanku mulai merambah ke negara tetangga. Hal yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.Ibu sangat bahagia melihat keberhasilanku. Di sela bekerja, aku juga sering mengisi seminar yang masih berhubungan dengan UMKM. Karena banyak tawaran seminar yang berasal dari Jakarta dan akupun berniat membuka cabang outlet di sana secara serius, maka aku memutuskan untuk kembali menetap di ibu kota negara tersebut.Awalnya ibu berat melepasku kemba

DMCA.com Protection Status