Memiliki teman, kerabat, sekaligus rekan bisnis yang sebaya merupakan suatu hal yang menyenangkan, apalagi jika sefrekuensi. Setidaknya itulah pertemanan yang terjadi antara Arsya dan Azkaa. Mereka memang tak bisa dibilang cukup dekat, tetapi saat bertemu biasanya mereka bisa membicarakan apa saja termasuk soal pekerjaan hingga hal personal. Mereka sering kali sepemikiran dan sepemahaman.
Hari itu Azkaa mengajak Arsya bertemu di sela jam makan siang. Sebagai sesama penyuka kopi, tentu saja mereka memilih coffee shop sebagai tempat bersua. Azkaa bermaksud membicarakan beberapa hal, termasuk soal tindakan Delisha yang menemui Arsya beberapa waktu lalu. Meski sudah meminta maaf pada Arsya lewat telepon, Azkaa ingin menjumpai temannya itu sekalian bercengkerama.
“Siang, Pak Bos,” sapa Arsya pada Azkaa yang telah duduk menunggunya.
Azkaa yang tadi menatap layar ponsel menoleh, lantas tertawa. “Sendirinya juga bos.”
Arsya balas tertawa seraya duduk di kursi
Hi, readers. Author ingin menyampaikan ralat terkait usia Arsen dan Arsya saat terjadi kecelakaan di masa kecil. Di episode lalu awalnya tertulis usia 10 dan 8, sedangkan yang benar adalah 9 dan 7. Padahal sebelum publish udah recheck, tapi ya begitulah human error, haha. Sekarang sudah berhasil diedit, kok. Kenapa author perlu menyampaikan ini? Karena nanti ada hubungannya dengan plot, jadi harus detail. Terima kasih untuk perhatiannya.
Langit cerah membiru saat pesawat kami mendarat di Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (Lombok International Airport). Hiruk pikuk kesibukan di bandara terdengar bising. Kebisingan yang biasanya dicintai oleh para penggemar travelling. Pada akhir pekan yang panjang seperti ini, tak ayal bandara akan menjadi semakin ramai oleh para pengunjung yang dahaga akan liburan. Usai mengisi perut sejenak di kawasan bandara, kami melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Teluk Nara untuk menyebrang ke pulau Gili Trawangan. Spèedboat yang membawa kami menciptakan gelombang ombak putih di birunya laut. Kecepatan perahu cukup menegangkan bagiku. Namun genggaman tangan Arsya membuatku merasa sedikit tenang. “Arsya, kamu booking dua kamar hotel, kan?” tanyaku di tengah deru mesin speedboat. "Tipe suite dengan dua kamar tidur.” Aku mengernyit. “Kenapa tidak dua superior atau deluxe room saja?” “Supaya lebih private karena ada living room sendiri. Dengan begitu saya akan lebih sering melihat kamu
"Not now," ucapku setengah berbisik seraya menahan wajah Arsya dengan jemariku. Bukan bermaksud menolak cumbunya, hanya saja aku takut akan reaksiku sendiri. Masih kuingat bagaimana bayang-bayang perselingkuhan ayah muncul di kepalaku saat Arsya pertama kali menciumku beberapa waktu lalu. Pening dan sesak yang membuatku luruh. Tak lucu rasanya kalau aku pingsan lagi kali ini dan Arsya akan menggendongku hingga ke hotel. Tanpa berkata apa pun, aku berbalik dan berjalan menjauh. Menyusuri bulir-bulir pasir yang terasa hangat di kaki. Arsya menyusulku di belakang. Matahari sudah meninggi. Arsya masih ingin mengajakku berkelana, tetapi aku menolak. Usai berbelanja cenderamata di beberapa toko, kami kembali ke hotel. Selama perjalanan, kami hanya saling berdiam diri. Setibanya di hotel, aku langsung membersihkan diri karena badanku terasa lengket oleh keringat. Melihatku masih tak bersemangat, Arsya memesan makanan dan kami menikmati hidangan makan siang di unit kamar hotel saja. Selanju
Pagar-pagar pembatas mengelilingi sebuah lokasi proyek konstruksi. Sedangkan lalu lintas di sekitarnya berjalan normal. Dua orang pria muda yang mengenakan helm pengaman memasuki lokasi proyek. Azkaa menemani Arsya yang ingin mengunjungi salah satu proyek pembangunan flyover oleh Mahawira Contractors di kawasan Jakarta Selatan. Tujuan Arsya adalah melihat secara langsung kondisi alat-alat berat proyek karena perusahaan yang dipimpinnya—PT. Vibrant Indo Manufacture—adalah pemasok bagi Mahawira Contractors. Kedatangan mereka siang itu segera disambut oleh mandor yang sedang mengawasi para pekerja di lapangan. "Alat-alat berat masih dalam kondisi yang sangat baik. Sebagian masih baru, beberapa pernah mengalami perbaikan minor. Kami memiliki rekam riwayat setiap alat, jika ada yang sudah mengalami perbaikan mayor, biasanya kami gudangkan terlebih dahulu sebelum uji kelayakan kembali. So, everything is fine so far," jelas Azkaa. Arsya merasa lega mendengarnya. "Ya
Abelia termangu menatap ke luar jendela seraya mengetuk-ngetuk ponselnya. Entah kenapa sejak tadi ia memikirkan Arsya. Perasaannya tak enak, seolah telah terjadi sesuatu pada pria itu. Berulang kali Abelia ingin menelepon, namun urung. Ia tak ingin mengganggu Arsya bekerja. Akhirnya ia hanya mengirim pesan untuk menanyakan kabar. Sungguh tak pernah terpikir oleh Abelia bahwa Arsya mampu membuatnya resah. Ingin menyangkal, tetapi ternyata ia tak bisa menepis kekhawatirannya saat kemudian Arsya membalas pesan. Arsya mengabarkan bahwa ia masuk rumah sakit akibat kecelakaan di lokasi proyek. Tak butuh waktu lama bagi Abelia untuk memutuskan mengunjungi pria itu. Setibanya di rumah sakit, Abelia menghela napas panjang sebelum memasuki ruang tempat Arsya dirawat. Jantungnya berdegup memikirkan kemungkinan bahwa ia akan bertemu dengan mama Arsya. Meski begitu, kakinya tetap melangkah. Semua orang yang berada di dalam ruangan menoleh ketika kemudian Abelia mengetuk pintu.
Berkomitmen dalam hubungan asmara adalah suatu hal yang kutakuti. Dengan trauma dan semua kekuranganku, aku ragu bisa menjalin hubungan yang baik dalam hal percintaan. Membayangkan memiliki ikatan perasaan dengan seseorang saja sudah membuat resah, apalagi harus berhadapan dengan keluarganya. Sikap mama Arsya yang dingin terhadapku saat aku ke rumah sakit beberapa hari lalu menambah keyakinanku akan hal tersebut. Ia mungkin berpikir bahwa aku benar pacar Arsya, tidak mengetahui bahwa kami memiliki sebuah perjanjian. Wajar saja jika ia ingin mengetahui banyak hal tentangku. Mereka adalah keluarga berada, tentu mama Arsya tak ingin sembarang orang menjadi kekasih putranya. Aku menghela napas untuk menghilangkan pikiran yang tak seharusnya menggangguku itu. Arsya telah keluar dari rumah sakit kemarin. Hasil CT Scan kepala dan tulang punggungnya pun baik-baik saja. Kabar yang cukup membuatku lega. Siang ini Arsya akan datang. Aku sempat melarangnya karena dia baru sembuh
Sebuah mobil sedan memasuki pekarangan luas kediaman Hadinata. Sepasang pria dan wanita muda tampak keluar dari mobil setelah diparkirkan. Abelia mengikuti Arsya yang menuntunnya memasuki rumah besar berwarna putih itu. Ini pertama kalinya Abelia datang ke rumah keluarga Arsya. Hatinya merasa tak menentu. Seorang asisten rumah tangga membukakan pintu lalu mengantar mereka dari foyer hingga ke ruang tamu. Telah ada tiga orang duduk menunggu di sana. Yunita, Derry, dan Delisha. Abelia menghentikan langkah sejenak. Keresahannya bertambah karena melihat Derry. Apakah hal yang ingin dibicarakan Yunita ada kaitannya dengan mantan bosnya itu? Arsya juga merasa heran melihat kehadiran Derry dan Delisha. Namun, ia tak mengatakan apa pun. Setelah mempersilakan Abelia duduk, ia lalu duduk tepat di samping wanita itu. Tak memedulikan Delisha yang menatap mereka cemburu. Abelia menyapa mereka satu per satu sambil mengulas senyum, meski tak berbalas. "Ada apa, Ma?" Arsya membuka percakapan. Tak
Sepanjang perjalanan pulang menuju ke apartemenku, kami hanya saling mengunci suara. Arsya sepertinya memahami bahwa aku sedang tak ingin bicara. Pun saat kami duduk bersisian di sofa setibanya di apartemen. Entah berapa lama kami berdiam diri hingga kemudian Arsya menggenggam tanganku. Dari sudut mata kulihat ia memandangiku. "Kamu sudah tahu bagaimana keluarga saya." Aku tertawa pahit, lantas menoleh padanya. "Kamu pasti ingin menertawakan saya." Arsya menggeleng. "Tidak ada alasan bagi saya untuk menertawakanmu." Kembali aku mengalihkan pandangan dan berkata, "Kehidupan saya menggelikan. Ayah saya berselingkuh. Kakak saya membenci adiknya sendiri. Lalu saya adalah seorang pecundang yang menyimpan luka dan memendam trauma demi sebuah citra keluarga yang baik-baik saja." "Setiap keluarga pasti mempunyai masalahnya sendiri, memiliki ketidaksempurnaan yang enggan ditunjukkan pada orang-orang." Ia terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Dan mempunyai kelu
Langit sore yang cerah masih berada di atas sana. Awan berarak membentuk gumpalan putih yang kemudian terputus-putus. Semilir angin meniup daun-daun pada pepohonan yang berderet di sepanjang jalan. Aspal hitam yang panjang membentang tampak begitu mulus, tak terdapat lubang sedikit pun. Dua orang anak laki-laki tampak berjalan dengan riang. Seorang yang lebih tinggi memimpin di depan sambil bersiul. Sesekali tangannya memetik rerumputan tinggi di pinggir jalan. Sedangkan di belakang, sang adik mengikutinya dengan langkah-langkah kecil. Kadang ia berlari untuk mengimbangi kakaknya. "Senangnya bisa bermain di luar lagi!" seru Arsen gembira. "Kita mau ke mana, Kak?" Arsya bertanya penasaran. "Sudah, ikuti saja." Arsya menoleh ke kanan dan kiri. Jalanan itu sepi. Tak ada siapa pun selain mereka berdua. Kendaraan juga tak ada yang lewat. Arsya merasa asing. Seharusnya mereka masih berada di jalan raya sekitar kompleks perumahan. Namun Arsya merasa
Hello, MELODI ABELIA readers! Thank you so much for reading love story of Abelia and Arsya. Hope you like it. Cerita ini memang bukan tema populer, tapi aku menyukainya. Tema novel ini memang sedikit dark dengan mengangkat isu kesehatan mental dan konflik keluarga yang pelik. Di sini hampir setiap tokohnya melakukan kesalahan, tidak ada yang sempurna. Masing-masing memiliki sisi baik dan buruk, juga memiliki keterikatan dengan masa lalu. Masing-masing tokoh juga mengalami perkembangan karakter.Terlepas dari kelebihan dan kekurangan dari novel ini, semoga kamu bisa mengambil pelajaran di dalamnya, ya. Semoga juga bisa menjadi bacaan yang menghibur dan berkesan. That's it. Thank you and see you. With Love,Author Remahan Croissant NOTE: JANGAN MENJIPLAK KARYA INI SEBAGIAN ATAUPUN SELURUHNYA. SANK
Sekian tahun berlalu. Abelia terbangun di pagi hari karena sinar mentari yang mengintip dari sela tirai jendela kaca. Segera ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya, ia melihat kalender. Ia tak akan pernah lupa pada tanggal itu. Hari ulang tahun Arsya, pria yang sangat dan akan selalu ia cintai. Perlahan Abelia menghela napas. Sambil menyunggingkan senyum, ia beranjak ke kamar anaknya. Putranya yang bernama Abizhar, berumur 5 tahun. Putrinya yang bernama Aubrie, berumur 3 tahun. Abelia segera membangunkan mereka untuk mandi dan bersiap-siap. Karena mereka sulit sekali dibangunkan, Abelia menciumi pipi mereka hingga terbangun. "Ayo, bangun. Hari ini ulang tahun papa," ucap Abelia. Abizhar dan Aubrie segera bangkit dari ranjang mungil mereka masing-masing. "Oh, ya. Hari ini ulang tahun papa!" seru mereka. "Apakah kita akan menemui papa hari ini, Ma?" tanya Abizhar. "Tentu saja, Sayang. Makanya mandi, biar cepat bertemu papa." Abelia tersenyum. "Ayo, mandi, M
Penantian Arsya berakhir sudah. Hari bahagianya bersama Abelia yang sempat tertunda kini telah terwujud. Sebuah hari bahagia di mana ia dan sang kekasih akhirnya mengucap ikrar suci dan janji untuk saling setia dalam ikatan pernikahan. Mereka mengikuti semua prosesi pernikahan yang sakral dalam suasana syahdu. Para tamu yang hadir pun ikut terlarut. Ijab kabul dan prosesi adat telah selesai dilakukan. Sekarang saatnya mereka bersanding di pelaminan mengebakan sepasang gaun pengantin hasil rancangan desainer ternama. Arsya terlihat semakin tampan dalam balutan tuxedo berwarna putih, sedangkan Abelia mengenakan gaun panjang sederhana berwarna putih yang terlihat mewah dengan taburan payet di bagian dada. Para tamu mengagumi keelokan penampilan mereka. Ditambah dengan dekorasi pernikahan yang didominasi dengan warna putih semakin membuat suasana pesta pernikahan itu begitu agung. Arsya menoleh pada Abelia, wanita yang sudah sah menjadi istrinya. Keel
Kebekuan melingkupi Abelia dan Arsya sepanjang perjalanan. Setibanya di apartemen Abelia pun mereka masih saling berdiam diri tanpa sepatah kata terucap. Sambil menahan air mata, Abelia menatap Arsya. Mereka saling menatap dalam diam dengan pandangan yang redup. Suasana yang dingin pun tercipta. Semua kebahagiaan yang terjadi pada mereka belakangan ini seolah lenyap begitu saja. Abelia merasa dia harus kembali mengulang masa-masa sakit, tetapi kali ini lebih perih. Masa lalu yang kelam kembali datang menghampiri. Membuat luka yang sudah hampir sembuh kini menganga kembali. "Arsya," panggil Abelia pelan. "Lebih baik kita akhiri hubungan ini." Perlahan Abelia melepaskan cincin tunangan yang melekat di jari manisnya. Melihat itu, Arsya menahannya dan menggeleng. "Aku tidak mau, Abelia." "Lalu maumu bagaimana? Tetap menjalani hubungan sampai ke pernikahan setelah semua fakta itu?" cecar Abelia. Sejenak Arsya terdiam, lantas mengangguk. "Bagaimana mungkin aku bisa menikah dengan seora
Suasana bahagia masih meliputi hati Abelia dan Arsya sejak hari pertunangan mereka kemarin. Mereka tak bisa menyembunyikan kelegaan akan hubungan mereka yang sudah masuk ke jenjang yang lebih serius. Kedua pihak keluarga juga sudah membicarakan persiapan pernikahan mereka yang rencananya akan dilaksanakan dalam beberapa bulan ke depan. Hanya tinggal selangkah lagi untuk benar-benar saling memiliki.Kini Abelia bisa sedikit lebih fokus pada outlet barunya yang sudah dibuka dan beroperasi. Ia sudah mempekerjakan beberapa orang karyawan yang didapatnya dari rekomendasi supplier produk jualannya. Hari-hari yang sibuk akan segera dimulai. Abelia harus membagi waktu antara mengurusi bisnis dan mempersiapkan pernikahan.Namun, Abelia tak merasakan masalah berarti karena ada Arsya yang selalu mendukungnya. Hari itu Arsya menemani Abelia mengunjungi outlet-nya yang dinamakan Abelia Mode. Selain menjual kain, Abelia juga berencana untuk memproduksi pakaian berbahan d
Hari pertunangan Abelia dan Arsya secara resmi tengah berlangsung. Mereka memilih tema garden party sebagai dekorasi. Lantunan musik romantis terdengar dari sebuah band akustik yang berada di salah satu sudut taman. Nada dan melodi yang merdu itu seakan membuat para tamu terhanyut dalam kesyahduan. Keluarga dari kedua belah pihak telah datang. Abelia datang hanya bersama keluarga intinya yang sempat menginap semalam di hotel. Sementara dari pihak keluarga Arsya tidak hanya dihadiri oleh keluarga inti, tetapi juga kerabat dekat termasuk Derry dan Delisha. Semua tamu tampak menikmati suasana pesta yang hangat itu. Arsya dan Abelia berdiri berdampingan di depan sebuah dekorasi hiasan bunga bertuliskan inisial nama keduanya. Mereka mengobrol dengan para kerabat yang sebaya. Setelah para kerabat itu berlalu, Delisha berjalan mendekati Arsya dan Abelia yang tampak sibuk bercanda satu sama lain. Melihat itu, Dikta menyusul karena merasa khawatir Delisha akan membuat
Ini pertama kalinya aku berlibur ke Kupang, Nusa Tenggara Timur. Memang tak salah kalau Arsya ingin mengajak liburan ke sini karena begitu banyak wisata alam yang indah dan memanjakan mata. Kalau sudah mengeksplor keindahan alam biasanya kepenatan akan hilang dan tergantikan dengan ketenangan dan tentu saja munculnya ide-ide baru. Setelah semalaman berisitirahat di hotel, hari pertama kami berkunjung ke Gua Kristal dengan waktu tempuh sekitar 30 menit dari kota Kupang. Awalnya aku ragu untuk masuk karena sebelumnya aku belum pernah mengunjungi gua atau sejenisnya. Namun, setelah akhirnya turun, tak ayal aku mengagumi keindahan Gua Kristal. Di dalamya terdapat air yang berwarna biru kehijauan, sangat unik. Aku dan Arsya mengambil beberapa foto dari berbagai sisi yang memberikan efek berbeda di setiap sudut pengambilan gambar karena perbedaan cahaya. Puas menikmati keindahan Gua Kristal, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Lasiana yang tak kalah indah.
Hari sudah gelap ketika Abelia dan Arsya tiba di kediaman Hadinata. Rumah besar itu terlihat sepi. Masih dengan perasaan cemas, Abelia mengikuti langkah Arsya masuk ke dalam rumah. Yunita sudah menunggu di ruang tamu dengan penampilannya yang elegan bak putri keraton, seperti biasa.Namun, kali ini ada senyuman di wajah wanita paruh baya itu. Tiba-tiba Abelia merasa tak enak hati karena ia dan Arsya datang dengan tangan kosong. Abelia memang sama sekali tak membawa buah tangan dari Lampung karena ia tak berpikir akan bertemu dengan Arsya kembali, apalagi bertemu Yunita."Lama tidak berjumpa, Abelia," sapa Yunita membuyarkan lamunan Abelia."Ya, Tante," sahut Abelia pelan.Walaupun Yunita bersikap ramah, Abelia masih bisa melihat kesan kaku pada sikap mama Arsya itu. Abelia berkesimpulan bahwa memang begitu watak Yunita karena pada Arsya pun begitu sikapnya. Melihat Abelia masih berdiri di tempatnya, Arsya membimbing wanita itu untu
Setahun mengurusi online shop di Lampung, begitu banyak perkembangan yang patut aku syukuri. Sejak delapan bulan lalu, aku sudah mendirikan sebuah outlet tak jauh dari rumahku. Sengaja aku membuatnya agar aku juga bisa menjual produk secara offline dan mempekerjakan penduduk setempat sebagai karyawan.Aku sudah memiliki beberapa orang karyawan untuk mengurusi usahaku secara online dan offline. Selain itu, aku juga menambah produk jualanku berupa kain tapis (kain tenun Lampung) yang bisa bernilai mahal. Kini penjualanku mulai merambah ke negara tetangga. Hal yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya.Ibu sangat bahagia melihat keberhasilanku. Di sela bekerja, aku juga sering mengisi seminar yang masih berhubungan dengan UMKM. Karena banyak tawaran seminar yang berasal dari Jakarta dan akupun berniat membuka cabang outlet di sana secara serius, maka aku memutuskan untuk kembali menetap di ibu kota negara tersebut.Awalnya ibu berat melepasku kemba