Home / Romansa / MAWAR / Flashback : Laura

Share

Flashback : Laura

Author: Purpelo
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Selamat datang Nic, terimakasih sudah menghadiri acara ini. Bagaimana kabar mu?" Sambutnya, kami memang memiliki hubungan yang baik mengingat putrinya adalah mantan kekasihku jadi saat memanggilku dia tidak memakai nama belakang keluargaku, aku tidak mempermasalahkannya.

Aku menerima uluran tangan itu. "Baik, tentu saja," Sementara tanganku yang satunya meraih pinggang Mawar semakin mendekat, karena sejak tadi pria di samping Alex -pria paruh baya yang menyapaku sekaligus yang mempunyai acara, tidak mengalihkan tatapannya barang sedetikpun dari istriku sehingga membuatku ingin mencolok matanya supaya tidak bisa melihat lagi selamanya.

"Ini Fabio, anak saya," ucapnya memperkenalkan pria itu.

Aku mengangkat alisku, setahuku Laura tidak mempunyai saudara, dia adalah anak tunggal.

Lalu pria yang bernama Fabio itu, menjabat tanganku dan tangan istriku, aku membiarkannya untuk dalih kesopanan.

"Yang saya tahu, anda hanya mempunyai satu anak saja,"

Aku lihat dia hanya tersenyum tampak enggan untuk memberitahu lebih jelas.

"Sebenarnya dia anak adopsiku, aku menyekolahkannya di luar negeri sehingga tidak ada yang mengetahui keberadaanya, dia juga tinggal disana selama ini,"

Aku hanya mengangguk memberikan tatapan tajam saat aku melihat dia melirik istriku lagi.

"Ini istri anda?" Tanya Alex dengan senyuman hangat melihat istriku.

"Ya, perkenalkan ini istri saya, Mawar." Ucapku tidak membiarkan Mawar berbicara, karena aku tidak ingin melihat kontak fisik apapun lagi saat dia memperkenalkan dirinya.

"Nama yang cantik, seperti orangnya," tiba-tiba Fabio berceletus setelah sejak tadi hanya diam. Sialnya ucapannya itu entah kenapa membuatku tidak suka.

"Bisakah anda menjaga mata anda?" Sindirku penuh intimidasi.

"Istri anda sangat cantik, saya tidak bermaksud apa-apa hanya mengaguminya saja." Ucapnya tersenyum ramah.

Aku menarik istriku semakin mendekat, lalu membawanya kesalah satu meja setelah sebelumnya dipersilahkan untuk mencicipi hidangan oleh Alex.

"Ingat ya, jangan tergoda dengan lelaki yang ada disini, kau hanya milikku, istriku. Faham?"

Kulihat Mawar mengangguk dan mengulum senyumnya. Aku bisa bernafas lega karena dia menuruti perintahku. 

Aku tidak habis fikir bagaimana Mauren memilihkan baju dan penata rias untuk istriku, dia tampak berbeda dan sangat cantik malam ini. Aku menyukai saat dia hanya tampil cantik didepanku saja tapi tidak dengan memperlihatkan kecantikannya untuk dilihat semua orang yang ada di pesta ini, membuatku panas seketika karena banyak pasang mata yang menatap ke arahnya, sial! Mungkin ini tujuan Papa memaksaku menghadiri acara ini. 

"Setelah makan, kita langsung pulang," Mawar mendongakan wajahnya tampak keberatan. "Tidak ada penolakan, Mawar." ucapku, menghentikannnya yang akan membuka mulut.

Aku mendengar suara dengusan darinya, "yang tadi siapa?"

Aku mengerutkan alisku tidak suka. "Yang mana?" Tanyaku pura-pura tidak tahu.

"Tuan Alex dan anaknya, ada hubungan apa denganmu?"

"Ohh" aku hanya manggut-manggut dan kulihat dia mengerucutkan bibirnya. "Dia teman relasi Papa," ucapku, mataku menatapnya lekat, aku terkekeh saat dia menunduk tampak malu. "Kau terlihat cantik malam ini, jika bukan di pesta aku-"

"NICOO!'

Aku tersentak kaget mendengar namaku dipanggil dengan suara yang melengking dan benar saja semua perhatian sedang tertuju padaku. Perempuan itu menghampiriku dan langsung memelukku dengan erat sehingga membuat nafasku tercekat.

"Lepas,"

"Tidak!"

"Lepas Laura!"

"Ihh Nicooo"

"LEPAS!"

Laura melepaskan pelukannya, bibirnya mengerucut tampak lucu. Aku berdehem, entah kenapa dia masih terlihat menggemaskan dimataku, aku mengerjap dan langsung membuang pandangan.

Lalu tak lama Alex datang menghampiri kami dengan raut tidak enaknya.

"Tolong didik putri anda, tuan Alex. Saya sudah memiliki istri dan saya harus menjaga perasaannya, apalagi sekarang semua orang sedang memperhatikan, sungguh memalukan!" Ucapku sedikit meninggikan suara.

Kulihat wajahnya tampak pias lalu dia mendekatiku dengan rautnya menahan malu. "Maafkan Laura, Nic. Dia hanya rindu padamu. Dia tidak tahu bahwa kau sudah menikah, mengingat pernikahan kalian tidak banyak yang tahu tentang itu,"

Aku melirik Mawar, dia hanya menundukkan kepala. Rasa bersalah tiba-tiba muncul di hatiku.

Alex menatap anak perempuannya dengan bengis. "Dan kau Laura, jagalah sikapmu terhadap Nico, bersikaplah sebagai wanita terhormat bukan seperti jalang rendahan!"

Semua orang terkejut mendengar perkataan yang dilontarkan oleh seorang ayah kepada putrinya, aku pun sedikit terkejut. Hubungan mereka memang sudah tidak baik sejak dulu.

Laura hanya diam, tapi wajahnya terlihat sangat syok, aku tahu perkataan ayahnya tadi memang keterlaluan.

"Oh ini, istrimu ya?" Tanya Laura, dia berjalan mendekati Mawar. "Cantik sekali," dia tersenyum semringah lalu mengulurkan tangannya. "Hai, aku Laura," 

Kulihat Mawar mengulurkan tangannya tampak kikuk. "Mawar." ucapnya pelan.

"Aku minta maaf soal kejadian tadi, aku tidak tahu Nico sudah menikah."

Mawar hanya mengangguk, kulihat dia melarikan pandangannya padaku tampak tidak nyaman. Aku segera menarik siku Laura agar menjauh dari Mawar. "Terimakasih kasih atas undangannya, tuan Alex," Aku langsung merangkul Mawar berniat membawanya pergi.

Tuan Alex mencegahku. "Maafkan atas keributan ini Nic, semoga hubungan kita tetap baik," ucapnya dengan raut khawatir.

"Tentu saja, ini hanya masalah kecil. Beritahukan saja pada putrimu untuk tidak menggaguku atau mencariku lagi."

Tuan Alex mengangguk, lalu kulihat dia menatap tajam ke arah anak perempuannnya.

Aku tengah berada di dalam mobil bersama Mawar di sampingku dengan seorang supir yang tengah mengemudi di balik sekat penghalang antara kursi pengemudi dan penumpang. Aku sengaja menyewa supir karena fikiran ku sedang kacau sekarang, berbahaya jika aku memaksa mengemudikan mobil. Ini semua gara-gara Papa!

Sudah lama mobil melaju di jalan raya tapi hanya keheningan yang melingkupi kami, aku menoleh kearahnya tapi seakan pemandangan di seberang kaca lebih menarik daripada wajahku. Karena tidak tahan terus di abaikan aku mengulurkan tanganku, mencoba menggenggam tangannya. Setidaknya aku merasa lega kala dia tidak menolak sentuhan ku.

Sepanjang perjalanan kami hanya diam, lebih tepatnya hanya Mawar, karena beberapa kali aku mencoba memulai obrolan tapi dia menanggapinya dengan datar seolah enggan untuk mengobrol lebih lama denganku.

"Tunggu," aku memegang pergelangan tangannya, mencegahnya untuk masuk ke dalam kamar.

"Kenapa kau mendiamiku terus?" Tanyaku tidak terima.

Mawar menatapku dengan tatapan yang tidak ku mengerti. "Aku lelah,"

Aku mengerutkan keningku. "Bisakah kita selesaikan masalah ini? Apa yang membuatmu mendiamiku seperti ini ku tanya?" Tanyaku sedikit meninggikan intonasi suara.

"Entahlah, akupun tidak tahu kenapa aku marah padamu!" Ucapnya dengan suara meninggi.

Brug

Mawar menutup pintunya dengan suara dentuman di depan wajahku, membuatku ingin mendobrak pintu itu jika tidak memikirkan perasaannya saat ini. Berani sekali dia berlaku seperti itu padaku!

Aku mengacak rambutku frustasi, pusing, memikirkan apa kesalahanku. Padahal tadi aku sudah membela harga dirinya sebagai seorang istri di pesta.

Apa seharusnya aku diam saja tadi saat Laura memelukku? 

"Baiklah, aku akan membiarkanya sendiri dulu. Dia memang membutuhkan itu."

Aku berniat keluar ingin menenangkan pikiran. Club lebih tepatnya, hanya tempat itu yang pas untuk menghilangkan penat di pikiranku sekarang.

Setelah menelpon kedua sahabatku, aku langsung memasuki club yang sudah lama tidak aku kunjungi. Tidak memperdulikan jalang yang menggodaku dan suara musik yang sangat berisik, aku melangkahkan kakiku menuju lift. 

Aku menghempaskan tubuhku disofa, di depanku terdapat sebuah tv berukuran besar, biasa dipakai untuk karaoke ria bersama para wanita pilihan.

Ruangan ini sangat hening, suara musik yang berdentum keras di lantai bawah pun tidak terdengar karena ruangan ini, ruangan khusus aku dan teman ku saat kami sedang menghabiskan waktu bersama atau sekedar berkumpul untuk bersenang-senang.

Meskipun tinggal di luar negeri, setiap setahun sekali aku akan mengunjungi indonesia. Mengunjungi Nenek dan Kakek juga melarikan diri sejenak dari dunia pekerjaan.

Telingaku mendengar suara tv di hidupkan lalu suara musik yang mengalun merdu, tak lama lagu itu berubah menjadi keras, berdentum. 

"Hai sob! Ada masalah apa kau sampai terlihat frustrasi seperti itu?!" Tanya Dion sedikit berteriak karena suara musik yang terlalu keras mengalahkan suarnya saat berbiacara.

"Kau sudah tahu," ucapku acuh.

Dion terkekeh. "Maaf karena tadi tidak sempat menyapa mu ya, itu salahmu sendiri karena langsung pergi saat sudah menciptakan keributan disana,"

Lalu tiba-tiba Dito duduk di sofa yang berhadapan denganku. "Kau kenapa, Nic?" Tanya Dito.

"Tadi dia bertemu dengan mantan kekasihnya di pesta. Wanita itu langsung memeluk Nico di depan umum." ucap Dion menjelaskan. "Kenapa kau tidak datang ke sana tadi?" Tanya Dion.

Dito mengedikkan bahunya tampak acuh. "Aku sibuk," 

Ucapannya itu mendapatkan kekehan dari Dion. "Atau kau tidak di undang?!"

"Mana mungkin ada yang berani tidak mengundangku, sialan!"

Dito mengalihkan perhatiannya kepadaku. "Lalu istrimu cemburu?" Tanyanya.

"Dia marah padaku entah karena apa," aku memijit keningku, tidak mungkin perempuan itu cemburu kan? Dia bahkan tidak tahu siapa Laura."Menurut kalian, aku harus bagaimana?" Tanyaku.

"Perempuan memang ribet kau tahu? Aku dulu perppptttpt"

"Lebih baik kau diam, ini bukan saatnya untuk mendengarkan ceritamu yang tak berguna itu," potong Dito menyumpal mulut Dion dengan tangannya, membuatku menghela nafas jengah dengan kelakuan mereka berdua.

Aku memejamkan mataku, menikmati musik disko yang berdentum di telingaku.

"Minta maaf sajalah," ucap Dito memberi saran.

Minta maaf? Aku bahkan tidak tahu kesalahanku dimana. Wanita memang ribet, jika saja dia berbicara padaku dengan berterus terang, maka ini tidak akan menjadi masalah.

"Mungkin dia harus di beri jatah dulu, kurung saja dan puaskan dia,"

Dito yang tengah minum tersedak dengan minumannya sendiri, aku membuka mataku dan melihat mereka dengan tatapan datar.

"Jangan bilang kau belum menyentuhnya sama sekali?" Tanya Dion.

"Ppttt" Mereka malah menahan tawanya, membuatku semakin kesal.

"Sepertinya aku salah mengundang kalian kesini," ucapku.

"Lebih baik kita senang-senang sajalah, aku akan memanggil beberapa wanita kesini, gadis perawan khusus untukmu," ucap Dion dengan semangat.

Terdengar sangat menggiurkan di telingaku, tapi sialnya aku sudah menikah sekarang. Meskipun aku menginginkan pelampiasan tapi darah Sadlers mengalir di dalam tubuhku, pernikahan adalah hubungan yang suci menurut prinsip keluarga Sadlers, dan aku masih cukup waras untuk tidak mengotorinya.

"Jangan ada yang berani, atau ku tendang kalian sekarang juga dari lantai ini, ke bawah," ucapku memperingati dan langsung mendapat respon tidak setuju dari Dion yang memang tidak bisa hidup tanpa wanita. Dia memiliki hiper sex, jika satu malam saja tidak tidur dengan wanita mungkin dia akan menjadi gila. Tapi dia memang sudah gila sebenarnya.

"Seriosly, Nic? Kau bercanda?! Malam tanpa wanita bagia sayur tanpa garam akan terasa hambar!" Dion protes.

"Maka pergilah kalian jangan disini, aku tidak mau ada wanita lain disini!" Aku bangkit melangkah menuju pintu yang berukuran besar dan tinggi berwarna cokelat, di baliknya terdapat sebuah kamar khusus. 

Di ruangan ini terdapat empat buah kamar dan itu milik kami, ketika kami sedang bersenang-senang maka tempat itu yang menjadi privasi. Tapi tidak ku sangka malam ini aku memasuki kamar itu bukan untuk bersenang- senang, melainkan untuk menghilangkan penat dan menenangkan pikiran.

Aku melangkah menuju jendela besar dan membukanya, lalu memperhatikan suasana kota dengan banyak mobil yang berseliweran di bawah sana. Otaku tengah berfikir apa kesalahan yang telah aku lakukan dan kenapa aku sangat uring-uringan saat Mawar mengabaikan ku.

Apa aku mencintainya?

Tidak!

Itu tidak mungkin!

Bahkan pernikahan kami baru terhitung tiga hari, karena selama dua bulan aku menghilang tanpa kabar dan dengan bodohnya kembali langsung meminta jatah.

Mataku seketika melebar sempurna, jika aku rangkai dari hari pertama sejak kami menikah banyak sekali kesalahan yang telah ku perbuat dan Mawar tidak pernah marah sama sekali denganku, puncaknya tadi saat Laura tiba-tiba memelukku kemungkinan dia marah karena salah faham padaku, mungkin dia berpikir selama dua bulan ini aku bersama dengan wanita lain.

Tapi apa benar begitu? Sial! Sial! Kepalaku menjadi semakin pusing memikirkan ini. Aku membanting jendela hingga menutup kembali lalu dengan langkah lebar aku berjalan menuju ranjang dan langsung menghempaskan tubuhku di atas ranjang itu.

Mungkin minuman akan membuatku jauh lebih baik. 

Related chapters

  • MAWAR    Flashback : Awal dari kebencian

    Aku melangkahkan kakiku dengan santai menuju lift. Lalu tiba-tiba ponsel di saku celanku berdering, aku mengambilnya dan melihat nama mertuaku yang tertera disana. Bunyi ting terdengar, pintu lift pun terbuka bertepatan saat sambungan telponku sudah dimatikan di sebrang sana, menampilkan lorong yang hanya berisi satu pintu saja, aku menekan kode apartemenku dan langsung masuk kedalam. Berjalan kearah sofa dan langsung mendudukkan diriku disana, menyandarkan tubuhku yang terasa lelah. Apakah Mawar sudah tidak marah lagi padaku? Mengingat aku tidak pulang semalam dan siang ini baru menginjakan kaki di sini. Pekerjaan hari ini sungguh menguras tenagaku, semalam aku minum terlalu banyak sehingga pada saat pagi hari badanku menjadi lemas dan kepalaku pusing, untungnya aku masih bisa pergi ke kantor dan mengikuti rapat, setelah selesai rapat dengan kolegaku aku bersyukur tidak ada pekerjaan penting yang harus aku tangani siang ini, sehingga aku memilih untu

  • MAWAR    Membuatnya menderita adalah bentuk kepuasan

    Nico tengah termenung duduk bersandar di sofa kamarnya, tatapannya kosong. Sesekali dia tersadar oleh suara petir lalu kembali melamun. Matanya terpejam dalam, keningnya mengkerut merasakan rasa sakit di hatinya. Flashback "Ayo cepat!" Teriaknya kesal, sebab wanita di belakangnya berjalan sangat lamban. Bruk "Aww... Hiks" Nico menghembuskan nafas kasar, dia turun dari golpcar dan menghampiri wanita lemah yang sedang menangis tersedu-sedu. Nico mengangkat satu alisnya ketika wanita itu mendongak, "Ck, jangan manja," ucapnya menatap Mawar dengan pandangan jijik. "Cepat berdiri atau kau ku usir dari sini," suaranya terdengar sinis dan tajam, membuat Mawar semakin mengeraskan isakan nya. "Kau sungguh ingin ku usir dari sini ya?" Mawar memejamkan mata, dia menggeleng. Kedua tangannya bergerak menghapus air mata yang terus mengalir membasahi pipinya. Keningnya mengkerut, bibirnya dia gigit supaya isak tangis nya

  • MAWAR    Gadis di kolam renang

    Keluar dari lift kedua matanya langsung di manjakan dengan kemegahan mansion. Kedua kakinya berjalan santai lalu berbelok ke kanan menuju ruang makan yang berada di sayap kanan lantai satu. Nico selalu suka pemandangan di ruang makan, apalagi matahari bersinar cerah pagi ini, sinarnya menerobos masuk lewat jendela kaca besar menambah keindahan ruangan. Nico mengambil tempat di kursi yang biasa dia duduki. Dari kursi paling ujung, matanya bisa melihat danau dan banyaknya tanaman bunga Mawar yang memperindah pemandangannya pagi ini. Suara kicauan burung pun terdengar karena setiap pagi semua jendela kaca akan di buka, menambah udara segar yang masuk ke dalam ruang makan. Taman bunga Mawar, taman itu sengaja di buat Nico untuk Mawar, istrinya. Semenjak mengetahui Mawar pobia dengan danau, dia berin

  • MAWAR    Calista

    "Apa kau sudah ingat? Itu benar dia, ya?" Farrel mengangkat kedua alisnya meminta jawaban dari Nico. Nico membulatkan matanya, dia menggeram rendah. "Kau sendiri, bagaiaman bisa mengingatnya?!" "Kau mencintainya," ucap Farrel dengan wajah serius. Nico memalingkan wajahnya enggan menatap Farrel. Dia bergerak gelisah di tempatnya. Farrel menggelengkan kepala, sudah jelas bahwa pria itu mencintainya tapi masih saja gengsi. "Aku tidak tahu Nic, saat melihatnya aku langsung bisa mengingatnya, aneh bukan?" Nico mendengus tidak suka. "Tidak aneh untuk seorang pedofil sepertimu," tiba-tiba Nico berdehem, karena tenggorokannya terasa kering. Seorang pedofil rasanya lebih cocok untuk pria seperti dirinya. Tapi dia hanya tertarik pada gadis remaja itu saja. Lagipula kejadian itu sudah lama, bahkan dia sudah melupakan gadis itu. Tapi siapa sangka ternyata dimasa depan gadis itu menjadi istrinya. "Haha, i'am not," Nico memicingk

  • MAWAR    Mereka teman sialan

    Nico kembali ke mansion pada saat malam, memang selain di puncak, Bogor dan Bali dia mempunyai mansion di Surabaya, sengaja membelinya karena beberapa bisnis hotelnya terdapat di kota ini. Selama satu tahun menetap di indonesia, Nico sudah sukses mendirikan beberapa hotel mewah berbintang dan sedikit kewalahan karena dia juga memiliki banyak hotel dan kantor pusat yang bergerak di bidang real estat yang berada di Norwegia. Sesampainya di mansion, Nico berdecak jengah melihat ketiga temannya yang tengah bersantai seakan berada di rumah sendiri. "Jika kalian tidak ingin ku usir sekarang, bawalah pelacur itu pergi dari mansionku." Nico melanjutkan langkahnya, meninggalakan mereka. Empat wanita yang sedang memanjakan mangsanya itu mendongak dan matanya langsung melebar tampak kaget sekaligus tidak menyangka bisa bertemu dengan Nico, tuan muda dari keluarga Sadlers. "Cih! Kau ini mengganggu saja!" Farrel berdecih tidak suka saat wanita jalang itu menghenti

  • MAWAR    Pria brengsek

    Nico merasa sedikit jengkel karena sejak tadi ketiga pria itu hanya diam, mereka seperti kehilangan fungsi mulutnya untuk berbiacara. "Ekem.."Nico meninggikan suara dehemannnya dan sukses membuat ketiga pria itu mendongakan kepalanya dan menatap ke arahnya. "Nic, aku-- awshh" Farrel yang berada di sebelah Dion menendang kecil kaki Dion, sedangkan Dito melototkan mata, memberi peringatan kepada Dion agar diam, jangan mencari keributan lagi. "Apa? Aku hanya ingin meminta maaf," ucap Dion kesal dengan suara berbisik agar tidak terdengar oleh Nico. "Jangan sekarang bodoh, atau kita akan di tendang dari mansion ini," peringat Farrel. "Cih, kalian seperti orang miskin saja. Aku akan menyewa Mansion yang lebih bagus dari milik Nico ini," "Dasar bodoh! Bukan itu maksud Farrel. Jika kita di usir, jelas Nico sedang marah. Kita tahu bagaimana jika dia seda

  • MAWAR    Perempuan lain

    "Apa kalian akan terus saling menatap seperti itu?" Tanya Farrel, suaranya sedikit bergema karena sejak tadi ruangan makan yang sedang dia tempati hanya berisi keheningan saja. Dua perempuan itu menoleh kearahnya dan menatap sinis, membuat Farrel menelan ludahnya paksa. "Apa?" Tanyanya heran. Kemudiam Nico datang dengan pakaian yang biasa digunakan oleh pria itu untuk pergi ke kantor. Tanpa sadar, Farrel menghembuskan nafas leganya, bisa mati berdiri jika dia harus bertahan diantara dua macan betina yang sedang perang melalui tatapan maut mereka. "Kau punya istri lagi, Nic?" Tanya Farrel heran. "Siapa yang kau maksud?" Nico menatap Farrel heran lalu matanya memperhatikan pekerjaan pelayan yang tengah memindahkan sarapan keatas piringnya. "Biar aku saja." Dua perempuan itu kompak berbicara, lalu sama-sama berdiri mendekati Nico, mereka menatap satu sama lain dengan pandangan sinis. "Duduk saja." perintah Nico, merek

  • MAWAR    Kenapa begitu menyakitkan

    Jika saja Nico tidak kembali ke Jakarta, mungkin Calista tidak akan pernah menyambangi mansion menakjubkan ini. Sekarang dia tengah bersantai di pinggir kolam renang, tangannya bergerak mengelap seluruh tubuhnya yang basah sehabis berenang. Calista merasa risih karena sejak tadi pria di sampingnya terus memperhatikan dirinya tanpa berkedip, membuatnya jengah. "Aku tanya sekali lagi, kenapa kau terus memperhatikanku seeprti itu!" "Why not? kau cantik." Ujar Farrel dengan cengiran nya. "Pergi, jangan ganggu aku," Calista mengibaskan rambutnya hingga cipratan air yang berasal dari rambut itu mengenai wajah Farrel. "Kau sengaja menggodaku, nona?" Laura tidak acuh, dia merentangkan handuk panjang untuk menutupi tubuhnya dari pandagan mesum Farrel, lalu berbaring sambil menikmati minuman dan cemilan yang di sediakan oleh pelayan.

Latest chapter

  • MAWAR    Pria lembut

    Matahari bahkan belum menampilkan secercah sinarnya, tapi mansion yang letaknya berada di tengah hutan itu tengah di sibuk kan dengan kedatangan tamu yang membuat para penghuninya sibuk setengah mati. "Sudah, kau puas sekarang?" Mawar mendelik, "cih, kembalikan aku kepada keluargaku, Nico sialan." Semua orang yang menyaksikan pertarungan sengit itu menahan nafas, lalu mereka sontak terpekik saat nyonya mereka melemparkan sebuah panci yang berisi sup ke arah majikannya. Sup yang sudah hampir dingin itu berceceran di lantai. Mawar menelan ludah, sungguh dia tidak sengaja melakukannya, itu bukan keinginannya melainkan tangan sialan yang tidak bisa dia kontrol. Matilah kau Mawar! Suasana hening nan mencekam langsung menyelimuti ruang makan itu. Lalu tiba-tiba, para pelayan tersentak dan refleks melangkah mundur mendengar sebuah kekehan yang terasa mematikan di telinga mereka. Mawar meringis ngeri melihat ekspresi semua pelayan. "Apa kau gila Nic, kau menakuti semua orang," ucap Mawar

  • MAWAR    Bertemu dengannya, lagi

    Nico mengalihkan pandangannya ketika Laura menatap dirinya seakan memintanya untuk mematikan telepon."Urus saja olehmu," ucap Nico akhirnya pada seseorang di seberang telepon.Laura mengembangkan senyumnya ketika mendengar Nico mengakhiri panggilannya, itu tandanya pria itu sudah mulai menerima dirinya dan juga putra semata wayang mereka."Fred makan yang banyak agar kamu cepat tumbuh besar," ucap Laura, tangannya sibuk menambahkan berbagai jenis sayuran dan lauk pauk kedalam piring Fred."Aku sudah besar mommy," ucap Fred menanggapi, matanya mengikuti setiap gerakan Laura yang dengan cekatan memindahkan lauk pauk dan juga sayuran ke dalam piringnya.Laura terkekeh, "ya, maksud mommy biar kau lebih besar lagi dari dirimu yang sekarang, kau lihat..." Laura menggerakan dagunya terarah pada Nico yang ternyata masih sibuk berbicara di telepon."Ya, itu Daddy, kenapa dengan dia Mom?""Cepatlah besar agar kau bisa membantu ayahmu bekerja, tidakkah kau lihat Fred? Dia terlalu sibuk sampai m

  • MAWAR    Hidup memang harus berjalan

    Nico mengikuti arah pandang Laura, dimana Fred sedang sibuk bermain dengan pengasuhnya. Tatapan Laura sendu menatap anaknya, "Kau tidak ingin bermain dengannya, Nic?" Perasaan Laura mendadak pilu, mengingat akhir-akhir ini Nico kembali menjadi Nico yang dulu, lebih mengutamakan pekerjaannya ketimbang dirinya, kini anaknya pun mengalami hal serupa dengannya. Nico mengerutkan keningnya saat menatap Laura, lalu dia berdeham pelan, "ya, kurasa aku masih punya waktu lima menit sebelum pergi ke kantor," ucapnya sembari melirik arloji ditangannya. Laura menipiskan bibirnya, senyum kecil tercetak di sana. "Terimakasih, Nic" dengan perasaan ragu, Laura mengulurkan tangannya, ingin menyentuh lengan Nico. "Daddy!" Fred berteriak girang, tangan mungilnya melambai lalu setelah itu dia menarik jari telunjuk Nico agar Nico mengikuti langkahnya, "Daddy lihat ini," Fred menunjukkan sebuah buku warna yang sebelumnya berada di tangan pengasuhnya. Nico mengambil buku itu dan membukanya lembar demi l

  • MAWAR    Semua sudah berakhir

    "sialan!" Nico mengendurkan dasi yang terasa mencekik lehernya. "Pak tua itu..." Dia menggeram rendah, matanya memerah dan pandangan tajamnya lurus menatap kedepan.Tak lama suara tawa terdengar, lalu Nico menyingkirkan habis semua benda yang berada di atas meja kerjanya. "Dia terlalu meremehkan ku, kita lihat saja apa yang bisa pria ini lakukan!"Joan langsung mendekati Nico dan merentangkan kedua tangannya saat Nico akan membanting sebuah laptop yang biasa di pakai Nico untuk bekerja, menjadikan dirinya tameng agar Nico tidak mengancurkan laptop yang berisi data peting itu,"Kendalikan amarahmu tuan, taruh kembali laptop itu jika tidak ingin perusahaan mu hancur dalam sekejap," wajah Joan terlihat serius, nafasnya kembang kempis raut panik terlihat jelas di wajahnya.Prank!Laptop itu sudah terbelah menjadi dua bagian saat beradu dengan ubin, dia memberikan smirk dan berdecih di depan Joan. "Kau pikir aku bisa tenang di situasi seperti ini, Joan?!" Mata Nico melotot, merasa kesal men

  • MAWAR    Terasa hampa

    Mawar sejak tadi masih berdiam diri di teras mansion menunggu mobil yang di tumpangi oleh ibunya hilang dari pandangan, senyum semringah sedari tadi tak hilang dari wajah cantiknya tatkala dia mengingat kembali senyuman tulus ibunya sebelum berpamitan.Semenjak ayahnya meninggal dunia dia tidak pernah melihat senyum itu lagi, kini senyum itu telah kembali, membuatnya merasakan perasaan bahagia yang teramat.Mawar menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskan nya dengan cepat, senyum lebar terpatri di wajah cantiknya, perasaanya kini terasa lega, seperti ada beban berat yang baru saja terangkat dari pundaknya.Tapi senyum indah itu perlahan memudar lalu tiba-tiba tatapan Mawar meredup, wajahnya terlihat sedih, "Kenapa aku tiba-tiba merasa merindukan pria brengsek itu?" ucapnya dengan kepala menunduk dalam, kini yang dia lihat hanya lantai yang beralaskan keramik polos, sama dengan perasaannya yang kian hari mulai terasa hampa.Lalu kepala Mawa

  • MAWAR    Wanita agresif

    Nico mengetuk-ngetuk jari telunjuk dan jari tengahnya di atas meja, tatapan tajamnya lurus menatap Joan. "Dia kabur?" tanya Nico akhirnya setelah sekian lama bungkam.Joan mengusap belakang tengkuknya sebelum mengangguk dengan gerakan pelan.Nico berdecih, "apa tidak ada yang ingin kau jelaskan padaku, Joan?"Joan semakin menunduk bagai anak kucing yang tengah ketakutan. "Maaf tuan, ini kelalaian kami, " ucapnya, dia segera waspada saat melihat Nico bangkit dan mendekatinya.Bugh!Kepala Joan tertoleh ke samping saat pukulan hebat Nico mendarat tepat di sebelah pipinya dan hampir mengenai matanya jika saja dia tidak repleks menoleh."Bukan jawaban itu yang aku inginkan, Joan," Nico mengangkat satu alisnya, menatap Joan dengan sorot tajam.Joan menunduk, "ada penyusup masuk tadi malam tuan," ucap Joan dengan jujur.Joan langsung melangkah mundur saat Nico akan kembali menghajarnya.Nico terkekeh, "ah.. sudahlah, aku

  • MAWAR    Tipu muslihat

    Laura menangis di pelukan Nico, matanya menatap kaca yang menampilkan sosok Fred yang tengah di tangani oleh banyak dokter di dalam sana. "Bagaimana keadaanya?" Suara Laura terdengar sangat lirih, kedua tangannya saling meremas satu sama lain sedangkan air matanya terus mengalir, kepalanya dia tenggelamkan di dada bidang Nico karena sedari tadi pria itu tidak pernah membiarkan dirinya lepas dari dekapan hangatnya. "Aku tidak ingin kehilangannya, sungguh. Lebih baik aku mati saja," tangisan Laura semakin menjadi dikala kepalanya membayangkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada putranya. Nico menghembuskan nafasnya, lalu satu tangannya bergerak mengelus rambut Laura mencoba untuk menenangkan. Laura mendongakan kepalanya, menatap Nico dengan air mata yang bersimbah, "bagaimana jika aku kehilangannya," Nico menatap Laura untuk sesaat sebelum membuka mulutnya. "Tidak akan," ucap Nico. Laura tersenyum tulus, hanya dua kata saja yang keluar d

  • MAWAR    Obsesi

    "Ini dimana?" Mawar mengedarkan pandangannya, dia mengernyit heran sekaligus kesal pada Nico karena pria itu memaksanya ikut serta dalam kunjungan kerjanya keluar kota, pria brengsek itu juga mengancamnya akan terus mengurung Fabio di ruang bawah tanah tanpa perawatan jika dia tidak menuruti keinginannya."Rumah kita yang baru." Ucap Nico. " Mungkin lebih tepatnya, rumahmu," koreksinya sambil merangkulkan sebelah lengan kekarnya di pundak istrinya.Mawar melepas paksa tangan itu dan melotot pada Nico. "Aku tidak mau berada disini,"Nico langsung berdecak tidak suka, dia benci penolakan. "Aku tidak menerima penolakan, sayang,"Mawar menghindar saat kedua tangan Nico yang kekar dan lebih besar darinya itu akan meraih pinggangnya. "Kau!"tunjuk Mawar tepat di hidung Nico, "jangan menyentuhku!" Sembur Mawar.Nico mengangkat satu alisnya, "apa kau bercanda?" tanya Nico sembari terkekeh. "Aku bahkan sudah pernah menyentuh setiap inci kulit mulusmu ini," N

  • MAWAR    Dia sangat menggemaskan

    Mawar menelan sarapannya dengan susah payah, dia merasa risih karena terus mendapatkan tatapan dari pria keparat itu. Prank! Mawar membanting sendok, lalu dia bersedekap tangan, memberanikan diri ikut membalas tatapan pria itu dengan tatapan sinis. Nico mengulum senyumnya, lalu tak lama kekehan terdengar dari mulut pria itu. "Habiskanlah sarapanmu, aku akan mengajakmu ke suatu tempat hari ini," Mawar masih diam bergeming, masih menatap Nico dengan sinis. Nico mengangkat kedua tangannya, kedua kakinya yang tadi di silangkanpun dia turunkan. "Baiklah-baiklah... Aku akan menunggumu di luar." Nico memilih mengalah, dia bangkit dari sofa yang tak jauh dari posisi Mawar berada, sebelum keluar dia berjalan mendekati Mawar Menyempatkan untuk mengecup singkat kening Mawar. Mata Mawar mengikuti kepergian Nico sampai lelaki itu hilang di balik pintu. Setelah memastikan Nico sudah pergi, Mawar langsung meloncat turun dari kasur menghiraukan sarapa

DMCA.com Protection Status