Share

Bab 4 - Adaptasi

Bethany terdiam mematung setelah Alex meninggalkannya. Bethany mencoba untuk mengabaikan perkataan Alex.

Bethany mulai duduk dan melihat mejanya sangat berantakan, sepertinya orang-orang mengira tempat ini sudah tidak bertuan dan menjadikannya gudang tempat pembuangan dokumen yang sudah tidak terpakai.

Bethany kembali mengingat ucapan Nancy di lobby tadi, ‘Jadi, Bella mengajukan cuti, bukan menghilang?

Tiba-tiba, Bethany makin tidak mengerti apa yang menimpa kembarannya tersebut. Belum sempat Bethany menyalakan laptopnya, seseorang mendatanginya dan memberikan setumpuk dokumen dengan wajah yang terlihat sangat jengkel.

“Akhirnya aku tidak perlu melakukan ini lagi sendirian.”

Bethany mengenali wajah itu, dia adalah Robert, staff keuangan yang duduk persis di sebelah meja kerja Bella. Dia juga salah satu orang yang fotonya dipajang Bella di kamarnya.

Kalau orang-orang itu bukan orang yang merundung Bella seperti yang diragukan oleh Alex, lalu kenapa Bella memasang foto mereka di sana?

“Aku pasti membuatmu repot belakangan ini.” Bethany akhirnya membuka percakapan dengan sedikit waspada.

“Jangan berbicara padaku. Kerjakan itu semua hari ini, atau bos akan memarahi kita,” jawab Robbert dengan wajah kesalnya.

Bethany kemudian mengalihkan pandangannya dan terkejut dengan setumpuk dokumen yang diberikan oleh Robert.

Bethany mencoba beradaptasi dengan pekerjaan Bella. Beberapa kali ia harus membuka g****e untuk mencari cara kerja yang benar agar bisa menyelesaikan rumus akuntansi berkas-berkas yang harus dikerjakannya.

Terlalu mencurigakan jika dia menanyakan hal-hal remeh seperti ini kepada staff lainnya. Tidak terasa jam sudah menunjukan pukul dua belas siang.

Alex sudah mengiriminya pesan bahwa dia akan menghampirinya untuk mengajaknya makan siang. Ia memastikan untuk tidak datang telat seperti pagi ini, pria itu sudah nongkrong di belakangnya sejak tiga puluh menit yang lalu.

Alex sudah menunggu Bethany yang masih berusaha menyelesaikan sederet rumus formula excel yang cukup asing baginya.

“Apa kau masih lama?” tanya Alex yang sudah mulai bosan. Ia hanya berputar-putar di kursi kantor yang berada di belakang Bethany, menunggu wanita itu menyelesaikan pekerjaan saudari kembarnya.

Ia merasa Bethany bekerja terlalu keras, itu hanya akting apakah memang dia orang seperti itu? Alex memandang wanita itu dengan kagum.

“Sedikit lagi. Dan ... Yap! Akhirnya aku selesai.” Bethany meregangkan tubuhnya. Alex mendekati kayar laptopnya dan menyaksikan sebuah tabel kosong yang telah dikerjakannya.

“Kau bilang ini selesai?” Alex berusaha menahan tawanya. Ia pikir apa yang dikerjakan dengan serius sejak tadi oleh Bethany kalau hasilnya hanya berupa sebuah tabel.

“Hei! Jangan meremehkan tabel kosong ini. Aku sudah mensetting formula untuk dapat menyelesaikan setumpuk dokumen ini.” Bethany menepuk tumpukan dokumen yang ada di mejanya.

“Aku akan melanjutkannya nanti setelah makan siang. Ayo, tunjukan di mana aku bisa makan?” tanya Bethany dengan pelan agar tidak terlalu terdengar oleh karyawan lain.

Sejak tadi, mata para staff sudah memandanginya, apalagi dengan kehadiran Alex yang sedang berpura-pura menjadi pacarnya.

“Sebelum kita makan siang, aku akan mengenalkanmu pada seseorang. Ayo ikut aku!” kata Alex yang akhirnya bisa berdiri dari kursi malas yang sejak tadi didudukinya.

“Danny, ini Bethany. Bethany, ini Danny.” Tiba-tiba saja Alex menyebutkan nama asli Bethany pada seseorang di ruangan manajer yang kini mereka datangi.

Bethany melotot ke arah Alex dan tidak tahu harus berkata apa.

“Kita harus memiliki seseorang dengan pengaruh kuat. Danny cukup dekat dengan Bella asal kau tahu.” Alex menjelaskan alasannya membongkar identitas Bethany kepada Danny, atasannya di divisi marketing.

Bethany menarik napas panjang dan akhirnya mengulurkan tangannya untuk berjabatan tangan dengan manajer yang bernama Danny tadi. “Bethany, mungkin Alex sudah menceritakan semuanya padamu. Jadi, mohon bantuannya.”

Danny menyambut uluran tangan Bethany dan menjabatnya, ia tersenyum dan mengatakan, “Aku juga ingin tahu keberadaan Bella.”

Setelah berkenalan, Danny mengajak Bethany dan Alex makan siang di luar kantor yang cukup tidak sering dikunjungi oleh para karyawan Magesty. Mereka ingin membicarakan sesuatu tanpa di dengar atau dimata-matai oleh siapa pun.

Sesampainya mereka di resto tujuan, Bethany tidak sabar untuk menanyakan pertanyaan yang sedari tadi dipendamnya sendiri.

“Sedekat apa kau dengan Bella?” kedua pria di hadapannya saling memandang. Alex membuka suara terlebih dahulu, ia mengangkat telapak tangannya dan membisikan sesuatu seolah-olah tidak ingin orang di sebelahnya mendengar ucapannya.

“Aku juga penasaran. Apa mereka berkencan?” Danny menyikut lengan Alex dan menyanggah ucapannya.

“Aku dan Bella pernah satu project. Dia sangat potensial. Aku juga sangat tidak percaya dengan rumor skandal mengenai dirinya dan pak tua itu. Sekarang, aku ingin menawarkanmu untuk pindah divisi agar menjadi bawahanku. Agar kita bisa lebih mudah berkomunikasi dan membicarakan hal ini lebih sering.”

Bethany sangat tidak menduga tawaran tersebut. Namun, dia mengatakan akan memikirkannya terlebih dahulu.

Sembilan jam berlalu, sedikit lebih lama dari yang Bethany bayangkan. Pekerjaan rutin seperti itu ternyata tidaklah mudah.

Bagaimana Bella bisa kuat duduk lama dan menyelesaikan angka-angka sebanyak itu di dalam laptopnya? Pantas saja Bella harus memakai kacamata, matanya saja sudah hampir menyerah.

Bethany pergi ke toilet, ia merasa ada yang sedikit aneh dengan hari ini. Semua terlihat biasa saja.

Tidak ada yang menanyakan ketidakhadirannya selama ini, maupun yang menyerangnya. ‘Terlalu damai,’ batinnya.

Seluruh karyawan sudah pulang. Toilet wanita pun sudah kosong. Ia masuk ke dalam salah satu bilik toilet dan menyelesaikan urusannya.

Baru saja akan keluar dari bilik tersebut, dia sudah mendapati dirinya disiram air oleh seseorang dari bilik sebelah. Terdengar langkah kaki dibarengi suara pintu yang ditutup.

Tersadar ia harus memeriksa siapa yang melakukannya, Bethany segera keluar bilik dan menyadari sesuatu. ‘Orang itu telah kabur,’ pikir Bethany.

Bethany merasa sekujur tubuhnya lemas, ia terduduk di lantai. Ponselnya berbunyi, sebuah suara yang ia kenal menanyakan keberadaannya di sambungan telepon.

“Di mana kau sekarang?” tanya Alex yang terdengar cukup khawatir.

“Aku di dalam toilet.” Bethany menjawab Alex dengan suara gemetar.

Beberapa saat kemudian, Alex datang dan melihat keadaannya yang sudah terduduk lemas dengan kondisi sangat basah kuyup. Alex membuka jasnya dan menutupi tubuh Bethany.

Bethany memandang Alex sebentar kemudian kembali melihat ke arah lain dengan tatapan kosong, ia kemudian tertawa seperti orang gila.

Alex hanya melihatnya dengan kening yang berkerut. Sedetik kemudian, Bethany mulai membuka suara, “Jadi ini yang telah dialami Bella selama ini.”

Bethany menunjuk ke arah cermin di dalam toilet itu. Alex memutar wajahnya mengikuti arah jari Bethany menunjuk.

Sedetik kemudian dia tercengang melihat tulisan berwarna merah yang sangat besar pada cermin di hadapannya “MATI SAJA KAU, DASAR JAL*NG!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status