Bethany terdiam mematung setelah Alex meninggalkannya. Bethany mencoba untuk mengabaikan perkataan Alex.
Bethany mulai duduk dan melihat mejanya sangat berantakan, sepertinya orang-orang mengira tempat ini sudah tidak bertuan dan menjadikannya gudang tempat pembuangan dokumen yang sudah tidak terpakai.
Bethany kembali mengingat ucapan Nancy di lobby tadi, ‘Jadi, Bella mengajukan cuti, bukan menghilang?’
Tiba-tiba, Bethany makin tidak mengerti apa yang menimpa kembarannya tersebut. Belum sempat Bethany menyalakan laptopnya, seseorang mendatanginya dan memberikan setumpuk dokumen dengan wajah yang terlihat sangat jengkel.
“Akhirnya aku tidak perlu melakukan ini lagi sendirian.”
Bethany mengenali wajah itu, dia adalah Robert, staff keuangan yang duduk persis di sebelah meja kerja Bella. Dia juga salah satu orang yang fotonya dipajang Bella di kamarnya.
Kalau orang-orang itu bukan orang yang merundung Bella seperti yang diragukan oleh Alex, lalu kenapa Bella memasang foto mereka di sana?
“Aku pasti membuatmu repot belakangan ini.” Bethany akhirnya membuka percakapan dengan sedikit waspada.
“Jangan berbicara padaku. Kerjakan itu semua hari ini, atau bos akan memarahi kita,” jawab Robbert dengan wajah kesalnya.
Bethany kemudian mengalihkan pandangannya dan terkejut dengan setumpuk dokumen yang diberikan oleh Robert.
Bethany mencoba beradaptasi dengan pekerjaan Bella. Beberapa kali ia harus membuka g****e untuk mencari cara kerja yang benar agar bisa menyelesaikan rumus akuntansi berkas-berkas yang harus dikerjakannya.
Terlalu mencurigakan jika dia menanyakan hal-hal remeh seperti ini kepada staff lainnya. Tidak terasa jam sudah menunjukan pukul dua belas siang.
Alex sudah mengiriminya pesan bahwa dia akan menghampirinya untuk mengajaknya makan siang. Ia memastikan untuk tidak datang telat seperti pagi ini, pria itu sudah nongkrong di belakangnya sejak tiga puluh menit yang lalu.
Alex sudah menunggu Bethany yang masih berusaha menyelesaikan sederet rumus formula excel yang cukup asing baginya.
“Apa kau masih lama?” tanya Alex yang sudah mulai bosan. Ia hanya berputar-putar di kursi kantor yang berada di belakang Bethany, menunggu wanita itu menyelesaikan pekerjaan saudari kembarnya.
Ia merasa Bethany bekerja terlalu keras, itu hanya akting apakah memang dia orang seperti itu? Alex memandang wanita itu dengan kagum.
“Sedikit lagi. Dan ... Yap! Akhirnya aku selesai.” Bethany meregangkan tubuhnya. Alex mendekati kayar laptopnya dan menyaksikan sebuah tabel kosong yang telah dikerjakannya.
“Kau bilang ini selesai?” Alex berusaha menahan tawanya. Ia pikir apa yang dikerjakan dengan serius sejak tadi oleh Bethany kalau hasilnya hanya berupa sebuah tabel.
“Hei! Jangan meremehkan tabel kosong ini. Aku sudah mensetting formula untuk dapat menyelesaikan setumpuk dokumen ini.” Bethany menepuk tumpukan dokumen yang ada di mejanya.
“Aku akan melanjutkannya nanti setelah makan siang. Ayo, tunjukan di mana aku bisa makan?” tanya Bethany dengan pelan agar tidak terlalu terdengar oleh karyawan lain.
Sejak tadi, mata para staff sudah memandanginya, apalagi dengan kehadiran Alex yang sedang berpura-pura menjadi pacarnya.
“Sebelum kita makan siang, aku akan mengenalkanmu pada seseorang. Ayo ikut aku!” kata Alex yang akhirnya bisa berdiri dari kursi malas yang sejak tadi didudukinya.
“Danny, ini Bethany. Bethany, ini Danny.” Tiba-tiba saja Alex menyebutkan nama asli Bethany pada seseorang di ruangan manajer yang kini mereka datangi.
Bethany melotot ke arah Alex dan tidak tahu harus berkata apa.
“Kita harus memiliki seseorang dengan pengaruh kuat. Danny cukup dekat dengan Bella asal kau tahu.” Alex menjelaskan alasannya membongkar identitas Bethany kepada Danny, atasannya di divisi marketing.
Bethany menarik napas panjang dan akhirnya mengulurkan tangannya untuk berjabatan tangan dengan manajer yang bernama Danny tadi. “Bethany, mungkin Alex sudah menceritakan semuanya padamu. Jadi, mohon bantuannya.”
Danny menyambut uluran tangan Bethany dan menjabatnya, ia tersenyum dan mengatakan, “Aku juga ingin tahu keberadaan Bella.”
Setelah berkenalan, Danny mengajak Bethany dan Alex makan siang di luar kantor yang cukup tidak sering dikunjungi oleh para karyawan Magesty. Mereka ingin membicarakan sesuatu tanpa di dengar atau dimata-matai oleh siapa pun.
Sesampainya mereka di resto tujuan, Bethany tidak sabar untuk menanyakan pertanyaan yang sedari tadi dipendamnya sendiri.
“Sedekat apa kau dengan Bella?” kedua pria di hadapannya saling memandang. Alex membuka suara terlebih dahulu, ia mengangkat telapak tangannya dan membisikan sesuatu seolah-olah tidak ingin orang di sebelahnya mendengar ucapannya.
“Aku juga penasaran. Apa mereka berkencan?” Danny menyikut lengan Alex dan menyanggah ucapannya.
“Aku dan Bella pernah satu project. Dia sangat potensial. Aku juga sangat tidak percaya dengan rumor skandal mengenai dirinya dan pak tua itu. Sekarang, aku ingin menawarkanmu untuk pindah divisi agar menjadi bawahanku. Agar kita bisa lebih mudah berkomunikasi dan membicarakan hal ini lebih sering.”
Bethany sangat tidak menduga tawaran tersebut. Namun, dia mengatakan akan memikirkannya terlebih dahulu.
Sembilan jam berlalu, sedikit lebih lama dari yang Bethany bayangkan. Pekerjaan rutin seperti itu ternyata tidaklah mudah.
Bagaimana Bella bisa kuat duduk lama dan menyelesaikan angka-angka sebanyak itu di dalam laptopnya? Pantas saja Bella harus memakai kacamata, matanya saja sudah hampir menyerah.
Bethany pergi ke toilet, ia merasa ada yang sedikit aneh dengan hari ini. Semua terlihat biasa saja.
Tidak ada yang menanyakan ketidakhadirannya selama ini, maupun yang menyerangnya. ‘Terlalu damai,’ batinnya.
Seluruh karyawan sudah pulang. Toilet wanita pun sudah kosong. Ia masuk ke dalam salah satu bilik toilet dan menyelesaikan urusannya.
Baru saja akan keluar dari bilik tersebut, dia sudah mendapati dirinya disiram air oleh seseorang dari bilik sebelah. Terdengar langkah kaki dibarengi suara pintu yang ditutup.
Tersadar ia harus memeriksa siapa yang melakukannya, Bethany segera keluar bilik dan menyadari sesuatu. ‘Orang itu telah kabur,’ pikir Bethany.
Bethany merasa sekujur tubuhnya lemas, ia terduduk di lantai. Ponselnya berbunyi, sebuah suara yang ia kenal menanyakan keberadaannya di sambungan telepon.
“Di mana kau sekarang?” tanya Alex yang terdengar cukup khawatir.
“Aku di dalam toilet.” Bethany menjawab Alex dengan suara gemetar.
Beberapa saat kemudian, Alex datang dan melihat keadaannya yang sudah terduduk lemas dengan kondisi sangat basah kuyup. Alex membuka jasnya dan menutupi tubuh Bethany.
Bethany memandang Alex sebentar kemudian kembali melihat ke arah lain dengan tatapan kosong, ia kemudian tertawa seperti orang gila.
Alex hanya melihatnya dengan kening yang berkerut. Sedetik kemudian, Bethany mulai membuka suara, “Jadi ini yang telah dialami Bella selama ini.”
Bethany menunjuk ke arah cermin di dalam toilet itu. Alex memutar wajahnya mengikuti arah jari Bethany menunjuk.
Sedetik kemudian dia tercengang melihat tulisan berwarna merah yang sangat besar pada cermin di hadapannya “MATI SAJA KAU, DASAR JAL*NG!”
Alex mengantar Bethany pulang dengan mobilnya. Sepanjang jalan, mereka hanya terdiam tanpa saling mengatakan sepatah kata pun.Sesampainya di apartemen, Alex sampai harus memposisikan Bethany duduk di kursi kayu area dapur agar mudah dikeringkan.Alex memeriksa lemari baju dan mengambil sepasang piyama di dalamnya. Ia juga membuka laci tempat beberapa pakaian dalam.Alex sempat ragu untuk mengambilnya. “Maaf, Bella. Ini demi kembaranmu.”Alex mengambil sepasang pakaian dalam dan segera menuju Bethany yang masih dengan tatapan kosongnya. Bethany langsung menuruti perintah Alex untuk berganti pakaian.“Hei! Hei!” Alex hampir saja menyaksikan Bethany telanjang di hadapannya, ia segera mengantar Bethany ke kamar mandi dan menyuruhnya berganti baju di dalam sana.Bethany masuk ke dalam kamar mandi dan mengambil napas panjang, mencoba menenangkan diri dan memikirkan apa yang harus dikatakannya setelah ini.Setelah berpikir hampir setengah jam, Bethany akhirnya keluar. Alex segera menghampir
Bethany melihat keraguan dalam tatapan Alex tentang pernyataannya. “Kau meragukanku?” “Kau berpikir mereka harus menjadi timmu daripada harus mencurigai mereka sebagai para perundung Bella, begitu?” tanya Alex memperjelas pernyataan Bella barusan. “Ya ... aku memiliki alasan.” Bethany mulai cemberut. “Kau memiliki alasan. Ah ... kedengarannya menarik. Beri tahu aku.” Alex berpindah posisi mendekat ke arah Bethany dan menatapnya dengan serius. “Pertama, aku belum menemukan motif apa pun yang menghubungkan orang-orang itu dengan Bella. Kedua, kalau benar mereka adalah para perundung Bella, bukankah lebih baik aku lebih dekat dengan mereka agar bisa mencari tahu lebih dalam?” “Ya ... pemikiranmu cukup masuk akal. Tapi, ada satu hal yang belum kau ketahui.” “Apa itu?” “Dalang dari semua ini.” Bethany membuka matanya lebih lebar, terkejut dengan pernyataan Alex yang benar-benar dia lewatkan. Dia sama sekali belum bertemu pria yang menyebabkan Bella dirundung dan menghilan
Bethany melihat siapa yang baru saja datang. Betty, orang yang baru saja ia bicarakan diam-diam dengan Alex. Wanita berusia akhir 40 tahun dengan kacamata tebal dan rambut klimis dikuncir kuda. “Silakan masuk.” Bethany memberinya ijin dan menyuruhnya untuk duduk. Betty mengambil kursi di seberang Robert. Bethany nampak cukup terkejut melihat kemiripan Betty dan Robert. Mereka terlihat seperti saudara kembar berbeda jenis kelamin. Alex menyikutnya dari samping, membuyarkan lamunannya dan memberinya kode untuk memulai rapat ini. “Sepertinya semua sudah lengkap. Sebelum kita saling memperkenalkan diri, kami akan menjelaskan lebih dulu project yang akan kita kerjakan.” Alex mengambil alih percakapan dan menyalakan layar yang berada di tengah ruang rapat tersebut. “Baiklah, seperti yang kalian sudah ketahui. Aku, Bella Redwig—yang ditugaskan oleh Danny untuk menyelesaikan sebuah project yang selama ini selalu dihindari pada staff divisi marketing. Mereka menyebutnya, project buangan.”
“Kau yakin dia tidak ada di dalam?” tanya seorang wanita muda berambut hitam bergelombang di depan sebuah pintu unit apartemen.Raut wajahnya memancarkan kekhawatiran yang mendalam. Ia ragu untuk membuka pintu itu, takut menemukan sesuatu yang tidak ingin ia bayangkan. “Aku sudah menghubunginya selama beberapa kali dalam dua minggu terakhir. Tapi tidak pernah ada jawaban,” terang seorang wanita paruh baya di hadapannya. Bethany, wanita muda tadi—akhirnya memberanikan diri memencet kode password unit apartemen itu. “Semoga saja kodenya masih sama,” ucapnya lirih.Setelah pintu terbuka, dia memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan sambil diikuti Marion—wanita pengurus gedung apartemen itu. Ruangan sangat gelap, mereka hampir tidak dapat melihat apapun. Marion mengerti kebingungan yang Bethany tunjukkan, ia menyalakan lampu apartemen bertipe studio tersebut.Bethany dan Marion sangat terkejut dengan apa yang mereka lihat. Sebuah ruangan yang
Keesokan harinya...Sebuah mobil mewah hitam berhenti di depan lobby hotel. Bethany turun mengenakan gaun merah dengan topeng hitam berukir.Sesuai yang ia harapkan dari artikel di media online tentang tips menarik perhatian orang, semua mata tertuju padanya. Mungkin, dia satu-satunya yang terlihat seperti manusia, di sebuah pesta Halloween. Kakinya perlahan mendekati meja resepsionis yang terlihat sepi. Seorang pria muda kikuk berkostum drakula menyambutnya."Selamat datang Nona, tolong berikan darahmu di sini."Pria itu memberikan sebuah pena berbentuk bulu angsa dan mencelupkannya pada botol tinta merah di atas meja. Mengisyaratkan dirinya harus menuliskan nama pada buku daftar tamu. 'Sangat norak!' batin wanita itu memikirkan betapa kekanakannya orang yang membuat konsep pesta halloween ini. Bethany bersiap meninggalkan meja resepsionis tanpa menuliskan namanya pada buku tamu. Pria drakula tadi memanggilnya, "Maaf Nona, setidaknya ... beritahu saya nama Anda.”“Apakah harus?” t
Bethany telah sepakat untuk menerima Alex menjadi partner dalam menjalankan aksi balas dendamnya. Bethany mengatakan akan mengajak Alex ke apartemen Bella untuk melihat bukti-bukti perundungan yang dialami oleh Bella.Alex menyetui hal tersebut. Alex menunjukkan jalan pintas keluar hotel agar tidak diketahui oleh para karyawan yang sedang berpesta. “Jika aku tidak datang, apa kau berencana untuk meracuni para tamu di pesta itu?” tanya Alex ketika mereka sudah berada di dalam mobilnya. “Aku tidak mungkin seceroboh itu,” jawab Bethany sambil membuka topeng berukir yang sedari tadi cukup menyiksa. “Bukankah datang ke pesta itu sebagai Bella saja sudah merupakan tindakan yang ceroboh?” Alex kembali mencecar pertanyaan yang sangat membuatnya penasaran. “Aku memang sengaja mencari pusat perhatian, tapi tidak mengira MC itu menyebutkan nama tamu yang hadir. Bukankah pakaianku hari ini sangat berbeda style dengan Bella?”