Alex mengantar Bethany pulang dengan mobilnya. Sepanjang jalan, mereka hanya terdiam tanpa saling mengatakan sepatah kata pun.
Sesampainya di apartemen, Alex sampai harus memposisikan Bethany duduk di kursi kayu area dapur agar mudah dikeringkan.
Alex memeriksa lemari baju dan mengambil sepasang piyama di dalamnya. Ia juga membuka laci tempat beberapa pakaian dalam.
Alex sempat ragu untuk mengambilnya. “Maaf, Bella. Ini demi kembaranmu.”
Alex mengambil sepasang pakaian dalam dan segera menuju Bethany yang masih dengan tatapan kosongnya. Bethany langsung menuruti perintah Alex untuk berganti pakaian.
“Hei! Hei!” Alex hampir saja menyaksikan Bethany telanjang di hadapannya, ia segera mengantar Bethany ke kamar mandi dan menyuruhnya berganti baju di dalam sana.
Bethany masuk ke dalam kamar mandi dan mengambil napas panjang, mencoba menenangkan diri dan memikirkan apa yang harus dikatakannya setelah ini.
Setelah berpikir hampir setengah jam, Bethany akhirnya keluar. Alex segera menghampirinya.
“Apa yang harus kulakukan?” ucap Bethany lirih dan mulai menangis dengan sesenggukan.
“Aku di sini, tenang saja,” ucap Alex sambil memeluk Bethany untuk menenangkannya.
“Ini bukan salahmu.” Seperti membaca pikiran Bethany, Alex kembali mengatakan sesuatu yang membuatnya lebih tenang.
Alex melonggarkan pelukannya ketika dia sudah tidak mendengar tangisan Bethany. “Kita harus melapor ke polisi,” kata Alex pada akhirnya.
“Sejak awal aku berniat melakukannya. Tapi, ada yang janggal. Kenapa Bella tidak melaporkannya sendiri dan malah mengambil cuti panjang di kantor?” Bethany berlari kecil menuju pajangan foto yang dibuat oleh Bella, ia mencabut beberapa foto yang ditempelkan.
“Ini Robert, dia terlihat tidak menyukai Bella, tapi sepertinya dia tidak memiliki alasan untuk merundung Bella. Bisakah kau memberitahuku dengan detail tentang keempat orang lainnya di foto ini?”
Alex mengamati foto-foto yang ditunjuk oleh Bethany, ia mengenal beberapa orang. Pertama adalah David, seorang programmer yang suka menyendiri. Dia pernah hampir dipecat karena ketahuan membobol sistem utama perusahaan tanpa seizin atasannya.
Kedua ada Vallery, sekretaris dari manajer keuangan yang dirumorkan memiliki skandal dengan Bella. Ketiga adalah Betty, staff produksi yang sering marah-marah dan dijuluki sebagai perawan tua.
Alex menjelaskan mengenai keempat orang lain di foto-foto tadi dengan tidak terlalu detail, karena dia tidak terlalu dekat dengan mereka.
“Kita harus mencari tahu apa hubungan mereka dengan kasus yang dialami oleh Bella,” ujar Alex dengan wajah serius.
Bethany memandang Alex dan perlahan bertanya, “Kenapa kau mau membantuku?”
Alex terdiam sejenak dan kemudian berkata, “Kau yakin ingin mengetahui alasannya?” Alex menengok ke arah Bethany, wajah mereka menjadi sangat dekat.
Bethany terkejut dan wajahnya mulai memerah, ia berpaling dan berusaha mengatur detak jantungnya agar kembali normal.
***
Keesokan harinya, Bethany kembali bekerja dan langsung menuju ke sebuah ruangan. “Aku ingin menerima tawaranmu kemarin,” ucap Bethany kepada Danny, pria yang bekerja di ruangan tersebut.
Danny melipat tangannya dan tersenyum tipis sambil mengatakan, “Selamat bergabung.”
Setelah sepakat untuk pindah ke divisi marketing, Bethany kembali ke meja kerja Bella untuk membereskan barang-barangnya.
Danny mengatakan bahwa dia akan memberitahu HRD secara langsung agar Bethany segera mendapatkan meja kerja baru di divisi marketing.
Danny juga memberikan sebuah persyaratan. Agar pemindahan Bethany ke divisi marketing tidak dianggap penyalahgunaan kekuasaan, Danny menyuruh Bethany agar mengambil sebuah proyek yang sering disebut sebagai proyek buangan oleh para karyawan divisi marketing.
Sebelum itu, Danny juga telah mengatakan bahwa Bethany dapat memilih tim nya sendiri untuk menyelesaikan proyek tersebut. Tentu saja orang pertama yang akan menjadi timnya adalah Alex.
Dia butuh seseorang yang tahu kartu As-nya. Selebihnya, entahlah. Bethany masih memikirkan siapa saja yang akan dia rekrut menjadi tim.
***
Sebelum pindah divisi. Bethany harus menyelesaikan beberapa pekerjaannya di divisi lama Bella, tidak banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya pada hari itu.
Bethany memutuskan untuk berkeliling. Mencari beberapa orang yang ada di foto-foto kemarin yang telah didiskusikan dengan Alex.
Bethany juga belum melihat Alex sejak tadi pagi. Ia terpaksa harus melakukannya sendiri. Bethany pergi ke ruangan paling ujung kantor Magesty, di mana tempat para programmer bekerja di balik layar website Magesty dan sistem perusahaan.
Sesampainya dia di depan ruangan, terdengar suara seseorang yang sedang berselisih paham. Ia mengintip sedikit dari balik celah pintu yang terbuka.
Bethany membuka ponselnya, memastikan bahwa orang yang saat ini sedang dimarahi itu adalah benar-benar programmer yang diceritakan Alex kemarin, David.
Bethany melihat kedua orang itu berhenti bertengkar, dan menyaksikan David yang akan keluar ruangan. Bethany bersembunyi agar tidak ketahuan. Ia melihat David keluar dengan raut wajah penuh amarah.
Bethany melihat itu sebagai kesempatan, ia mengikuti David dari belakang. David berhenti di area yang cukup sepi dan menonjokkan tangannya sendiri ke tembok yang ada di hadapannya.
“Apa kau ingin membalas dendam?” tanya Bethany dengan tiba-tiba hingga membuat David terkejut.
***
Di sisi lain, Alex sedang berada di sebuah cafe yang cukup sepi pengunjung. Ia sedang bersama seorang wanita.
“Jadi, apa kau mau bergabung?” kata Alex pada wanita cantik di hadapannya.
Wanita itu tersenyum dan mengatakan, “Tentu saja!”
***
Setelah berhasil membujuk David untuk menjadi timnya, Bethany kembali ke kursinya. Ia melihat Robert yang masih sangat sibuk dengan pekerjaannya.
Robert sedang fokus dengan laptopnya dan membuat sebuah presentasi yang sangat bagus dengan software yang belum pernah ia lihat.
“Wow! Bagaimana kau melakukannya?” tanya Bethany tiba-tiba.
“Hei! Kau membuatku kaget!” teriak Robert sambil membetulkan letak kacamatnya. Ia langsung menutup laptopnya dan menyuruh Bethany untuk menyingkir.
Robert baru saja akan pergi dari tempat duduknya. Bethany menahannya dan mengatakan, “Apa kau ingin menjadi timku?” Robert hanya terdiam sesaat dan kembali duduk ke kursinya.
“Apa maksudmu?” tanya Robert penasaran.
“Aku akan pindah ke divisi marketing. Danny menyuruhku untuk membentuk sebuah tim agar aku bisa segera dipindahkan ke sana.”
“Aku mau.” Tanpa diduga, Robert menyetujui tawarannya dengan sangat mudah.
***
Jam kerja telah usai, satu per satu karyawan Magesty meninggalkan ruangan. Bethany masih juga belum bertemu dengan Alex sampai saat ini.
Ia melihat sekeling dan tetap tidak menemukan Alex. Tanpa sadar, ia sedikit kecewa karena tidak bertemu dengan pria itu hari ini. Ia menarik napas panjang dan mulai membereskan meja kerjanya.
“Kau menungguku?” Bethany menengok ke belakang, Alex sudah berada di sana. Dengan tidak sabar, ia memberi tahu Alex tentang sesuatu yang baru saja ia sadari hari ini.
“Menurutku, orang-orang di foto itu bukan para perundung. Aku rasa Bella ingin aku membuat sebuah tim untuk membalaskan dendamnya. Revenge Squad.”
Bethany melihat keraguan dalam tatapan Alex tentang pernyataannya. “Kau meragukanku?” “Kau berpikir mereka harus menjadi timmu daripada harus mencurigai mereka sebagai para perundung Bella, begitu?” tanya Alex memperjelas pernyataan Bella barusan. “Ya ... aku memiliki alasan.” Bethany mulai cemberut. “Kau memiliki alasan. Ah ... kedengarannya menarik. Beri tahu aku.” Alex berpindah posisi mendekat ke arah Bethany dan menatapnya dengan serius. “Pertama, aku belum menemukan motif apa pun yang menghubungkan orang-orang itu dengan Bella. Kedua, kalau benar mereka adalah para perundung Bella, bukankah lebih baik aku lebih dekat dengan mereka agar bisa mencari tahu lebih dalam?” “Ya ... pemikiranmu cukup masuk akal. Tapi, ada satu hal yang belum kau ketahui.” “Apa itu?” “Dalang dari semua ini.” Bethany membuka matanya lebih lebar, terkejut dengan pernyataan Alex yang benar-benar dia lewatkan. Dia sama sekali belum bertemu pria yang menyebabkan Bella dirundung dan menghilan
Bethany melihat siapa yang baru saja datang. Betty, orang yang baru saja ia bicarakan diam-diam dengan Alex. Wanita berusia akhir 40 tahun dengan kacamata tebal dan rambut klimis dikuncir kuda. “Silakan masuk.” Bethany memberinya ijin dan menyuruhnya untuk duduk. Betty mengambil kursi di seberang Robert. Bethany nampak cukup terkejut melihat kemiripan Betty dan Robert. Mereka terlihat seperti saudara kembar berbeda jenis kelamin. Alex menyikutnya dari samping, membuyarkan lamunannya dan memberinya kode untuk memulai rapat ini. “Sepertinya semua sudah lengkap. Sebelum kita saling memperkenalkan diri, kami akan menjelaskan lebih dulu project yang akan kita kerjakan.” Alex mengambil alih percakapan dan menyalakan layar yang berada di tengah ruang rapat tersebut. “Baiklah, seperti yang kalian sudah ketahui. Aku, Bella Redwig—yang ditugaskan oleh Danny untuk menyelesaikan sebuah project yang selama ini selalu dihindari pada staff divisi marketing. Mereka menyebutnya, project buangan.”
Mereka semua sangat terkejut melihat kejadian di hadapan mereka. Mereka bahkan tidak sanggup mengangkat barang bawaan mereka sendiri. Pabrik yang menjadi satu-satunya harapan bagi mereka, kini habis terbakar. “Apa yang kalian lakukan? Cepat bantu kami!” Seseorang tiba-tiba memberi mereka beberapa ember dan menyuruh mereka untuk membantu. Alex dengan sigap menggulung lengan bajunya dan berlari menuju sumber air. Bethany yang melihatnya kembali tersadar dan tahu apa yang harus ia lakukan. “Cepat, bantu mereka!” Bethany berteriak kepada beberapa koleganya yang masih diam mematung. “Apakah pemadam kebakaran tidak akan datang?” tanya Vallery sambil ikut berlari.“Kemungkinan mereka tidak akan secepat dan setanggap seperti di kota,” jawab Betty yang sudah melepaskan kacamatanya. Mereka akhirnya perlahan berhasil memadamkan api. Tapi, hanya sebatas itu. Tidak terlihat satu benda pun yang terselamatkan. Bethany melihat sekeliling dan matanya tertuju pada beberapa orang yang menangis di
Keesokan harinya, Bethany dan timnya sudah berkumpul untuk membahas rencana mereka selanjutnya. Ia merasa tidak enak karena telah menyeret mereka ke dalam situasi ini demi untuk menemukan kembarannya. “Jadi, Alex. Kau menjanjikan satu minggu untuk kami mengatasi situasi ini. Apa kau memiliki rencana?” tanya Bethany pada Alex yang duduk di hadapannya. “Okay, sejujurnya. Kebakaran di pabrik itu sedikit menguntungkan bagi kita.” “Apa maksudmu?” tanya Bethany terheran. “Pabrik itu, dan apa yang dibuat di dalamnya, sudah tidak memiliki harapan jika terus dilanjutkan. Jadi, ini bagus karena kita bisa mereset semuanya. Memulainya dari awal.” “Maksudmu, kita bisa dalam waktu seminggu, mendirikan pabrik baru?” tanya Robret dengan skeptis. “Tentu saja tidak. Tapi, kita bisa membuat perjanjian baru dengan para warga.” Alex memperlihatkan sebuah dokumen di laptopnya, mereka melihat ada tabel nama-nama tumbuhan yang tidak mereka kenal. “Ini adalah daftar nama tumbuhan yang hanya
Bethany hampir berteriak karena gerakan yang tak terduga dari Alex. Kini Alex mencengkeram pinggulnya erat, seperti tidak akan melepaskannya. Bethany tidak berpikir ini konsekuensi yang akan dia terima akibat mencium pipi Alex sekilas. Alex makin mendekatkan dirinya dengan tubuh Bethany, suara napasnya makin jelas terdengar berat. Alex tampak ingin mengatakan sesuatu yang ia tahan sejak tadi. Bethany akhirnya mencoba melepaskan pelukan Alex pada pinggulnya. “Apa yang kau lakukan? Lepas!” protes Bethany.“Kau yang menggodaku duluan,” jawab Alex dengan tatapan misteriusnya. “Oke maaf. Aku melakukannya hanya karena ....” Bethany memikirkan kata yang tepat untuk dia ucapkan. “Karena kau sangat baik padaku.”“Oh. Jadi begitu, aku baik padamu?” Lagi-lagi Alex tampak kecewa dengan ucapan Bethany dan mulai melonggarkan cengkeramannya. “Aku harus pergi sebelum mereka kembali.” Bethany akhirnya keluar pemandian air hangat tersebut dengan perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumny
Bethany menatap Alex dengan serius, menunggu penjelasannya. Ia tidak terpikir ide apa pun bahwa Alex dengan tega melakukan itu kepada dirinya dan kepada timnya. Alex menarik napas panjang dan mencoba memberi jalan suara pada tenggorokannya agar tidak terbata-bata dalam menjelaskan. “Oke, dengar baik-baik. Kebakaran itu, ya itu jelas aku yang merencakannya. Dengan Danny.” “Danny? Dia juga terlibat dalam hal ini?” Bethany makin terkejut mendengar nama atasan barunya yang juga ikut andil dalam pembakaran pabrik tersebut. “Kau tahu, kebakaran itu. Kami sudah memastikannya dengan baik bahwa itu terjadi dengan aman. Tapi, tidak boleh ada yang tahu hal ini, Okay. Apa aku bisa mempercayaimu?” tanya Alex dengan nada yang sedikit ragu. “Itu tergantung jawabanmu,” jawab Bethany menegaskan posisinya bahwa dialah orang yang harus dibuat percaya, bukan sebaliknya. “Baiklah. Seperti yang kukatakan sebelumnya. Project ini dinamakan project buangan. Bukan hanya sekedar tidak ada yang mau
Bethany sudah kembali ke kamarnya, ia langsung memasukan dirinya sendiri ke dalam futon di lantai dan menarik selimut sampai hampir menutupi seluruh wajahnya. Ia merasa aneh dengan perasaan ini, ia tidak suka melihat Alex berpelukan dengan Wendy, atau lebih tepatnya—dengan wanita lain. Bethany menghembuskan napas beberapa kali untuk menenangkan dirinya. Bethany hampir terkecoh dengan perasaannya sendiri. Ia teringat akan Bella. Sampai saat ini belum ada petunjuk sedikit pun tentang keberadaan Bella. Dan ia bahkan belum menemukan pelaku perundungannya. Dia baru sadar bahwa dia tidak tidur sendirian di kamar, ia mengintip ke arah Betty dan Vallery yang tertidur dengan lelap. Dia berpikir sejenak, mungkin dia harus mengakui siapa dirinya kepada rekan satu timnya. Lagipula, dia sangat penasaran alasan mereka setuju untuk bergabung. ***“Untuk apa kita dikumpulkan sepagi ini?” kata David yang masih menguap dan mengucek matanya. Setelah semalaman berpikir, Bethany akhirnya membulatkan
Keesokan harinya, keenam anggota Revenge Squad telah berkumpul di ruang tamu penginapan. Mereka menatap tegang sebuah kertas yang dipegang oleh Alex. “Akan aku buka sekarang,” kata Alex sambil mengelus-elus amplop putih yang ia pegang seakan akan ada jin yang keluar dari dalamnya. Suara robekan kertas terdengar seperti instrumen musik film horror bagi mereka. Begitu menegangkan dan membuat setiap jantung waspada akan adanya jumpsqare.Alex tiba-tiba memasang ekspresi sedih di wajahnya. “Tidak apa-apa, kita akan coba cara lain,” kata Bethany mencoba menebak apa hasil dari uji laboratorium terhadap sample bahan baku produk kosmetik yang akan mereka buat. Alex kemudian duduk di kursinya dan menatap timnya satu per satu. Mencoba pengertian mereka akan hasil yang telah ia terima. “Sepertinya kita gagal,” ucap Vallery yang hampir menangis. Alex kemudian membuka suaranya lagi. “Kita berhasil.”Dua kata yang membuat seisi ruangan pecah dengan keriuhan sorak bahagia mereka. Pek