Alex mengantar Bethany pulang dengan mobilnya. Sepanjang jalan, mereka hanya terdiam tanpa saling mengatakan sepatah kata pun.
Sesampainya di apartemen, Alex sampai harus memposisikan Bethany duduk di kursi kayu area dapur agar mudah dikeringkan. Alex memeriksa lemari baju dan mengambil sepasang piyama di dalamnya. Ia juga membuka laci tempat beberapa pakaian dalam. Alex sempat ragu untuk mengambilnya. “Maaf, Bella. Ini demi kembaranmu.” Alex mengambil sepasang pakaian dalam dan segera menuju Bethany yang masih dengan tatapan kosongnya. Bethany langsung menuruti perintah Alex untuk berganti pakaian. “Hei! Hei!” Alex hampir saja menyaksikan Bethany telanjang di hadapannya, ia segera mengantar Bethany ke kamar mandi dan menyuruhnya berganti baju di dalam sana. Bethany masuk ke dalam kamar mandi dan mengambil napas panjang, mencoba menenangkan diri dan memikirkan apa yang harus dikatakannya setelah ini. Setelah berpikir hampir setengah jam, Bethany akhirnya keluar. Alex segera menghampirinya. “Apa yang harus kulakukan?” ucap Bethany lirih dan mulai menangis dengan sesenggukan. “Aku di sini, tenang saja,” ucap Alex sambil memeluk Bethany untuk menenangkannya. “Ini bukan salahmu.” Seperti membaca pikiran Bethany, Alex kembali mengatakan sesuatu yang membuatnya lebih tenang. Alex melonggarkan pelukannya ketika dia sudah tidak mendengar tangisan Bethany. “Kita harus melapor ke polisi,” kata Alex pada akhirnya. “Sejak awal aku berniat melakukannya. Tapi, ada yang janggal. Kenapa Bella tidak melaporkannya sendiri dan malah mengambil cuti panjang di kantor?” Bethany berlari kecil menuju pajangan foto yang dibuat oleh Bella, ia mencabut beberapa foto yang ditempelkan. “Ini Robert, dia terlihat tidak menyukai Bella, tapi sepertinya dia tidak memiliki alasan untuk merundung Bella. Bisakah kau memberitahuku dengan detail tentang keempat orang lainnya di foto ini?” Alex mengamati foto-foto yang ditunjuk oleh Bethany, ia mengenal beberapa orang. Pertama adalah David, seorang programmer yang suka menyendiri. Dia pernah hampir dipecat karena ketahuan membobol sistem utama perusahaan tanpa seizin atasannya. Kedua ada Vallery, sekretaris dari manajer keuangan yang dirumorkan memiliki skandal dengan Bella. Ketiga adalah Betty, staff produksi yang sering marah-marah dan dijuluki sebagai perawan tua. Alex menjelaskan mengenai keempat orang lain di foto-foto tadi dengan tidak terlalu detail, karena dia tidak terlalu dekat dengan mereka. “Kita harus mencari tahu apa hubungan mereka dengan kasus yang dialami oleh Bella,” ujar Alex dengan wajah serius. Bethany memandang Alex dan perlahan bertanya, “Kenapa kau mau membantuku?” Alex terdiam sejenak dan kemudian berkata, “Kau yakin ingin mengetahui alasannya?” Alex menengok ke arah Bethany, wajah mereka menjadi sangat dekat. Bethany terkejut dan wajahnya mulai memerah, ia berpaling dan berusaha mengatur detak jantungnya agar kembali normal. *** Keesokan harinya, Bethany kembali bekerja dan langsung menuju ke sebuah ruangan. “Aku ingin menerima tawaranmu kemarin,” ucap Bethany kepada Danny, pria yang bekerja di ruangan tersebut. Danny melipat tangannya dan tersenyum tipis sambil mengatakan, “Selamat bergabung.” Setelah sepakat untuk pindah ke divisi marketing, Bethany kembali ke meja kerja Bella untuk membereskan barang-barangnya. Danny mengatakan bahwa dia akan memberitahu HRD secara langsung agar Bethany segera mendapatkan meja kerja baru di divisi marketing. Danny juga memberikan sebuah persyaratan. Agar pemindahan Bethany ke divisi marketing tidak dianggap penyalahgunaan kekuasaan, Danny menyuruh Bethany agar mengambil sebuah proyek yang sering disebut sebagai proyek buangan oleh para karyawan divisi marketing. Sebelum itu, Danny juga telah mengatakan bahwa Bethany dapat memilih tim nya sendiri untuk menyelesaikan proyek tersebut. Tentu saja orang pertama yang akan menjadi timnya adalah Alex. Dia butuh seseorang yang tahu kartu AS-nya. Selebihnya, entahlah. Bethany masih memikirkan siapa saja yang akan dia rekrut menjadi tim. *** Sebelum pindah divisi. Bethany harus menyelesaikan beberapa pekerjaannya di divisi lama Bella, tidak banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya pada hari itu. Bethany memutuskan untuk berkeliling. Mencari beberapa orang yang ada di foto-foto kemarin yang telah didiskusikan dengan Alex. Bethany juga belum melihat Alex sejak tadi pagi. Ia terpaksa harus melakukannya sendiri. Bethany pergi ke ruangan paling ujung kantor Magesty, di mana tempat para programmer bekerja di balik layar website Magesty dan sistem perusahaan. Sesampainya dia di depan ruangan, terdengar suara seseorang yang sedang berselisih paham. Ia mengintip sedikit dari balik celah pintu yang terbuka. Bethany membuka ponselnya, memastikan bahwa orang yang saat ini sedang dimarahi itu adalah benar-benar programmer yang diceritakan Alex kemarin, David. Bethany melihat kedua orang itu berhenti bertengkar, dan menyaksikan David yang akan keluar ruangan. Bethany bersembunyi agar tidak ketahuan. Ia melihat David keluar dengan raut wajah penuh amarah. Bethany melihat itu sebagai kesempatan, ia mengikuti David dari belakang. David berhenti di area yang cukup sepi dan menonjokkan tangannya sendiri ke tembok yang ada di hadapannya. “Apa kau ingin membalas dendam?” tanya Bethany dengan tiba-tiba hingga membuat David terkejut. *** Di sisi lain, Alex sedang berada di sebuah cafe yang cukup sepi pengunjung. Ia sedang bersama seorang wanita. “Jadi, apa kau mau bergabung?” kata Alex pada wanita cantik di hadapannya. Wanita itu tersenyum dan mengatakan, “Tentu saja!” *** Setelah berhasil membujuk David untuk menjadi timnya, Bethany kembali ke kursinya. Ia melihat Robert yang masih sangat sibuk dengan pekerjaannya. Robert sedang fokus dengan laptopnya dan membuat sebuah presentasi yang sangat bagus dengan software yang belum pernah ia lihat. “Wow! Bagaimana kau melakukannya?” tanya Bethany tiba-tiba. “Hei! Kau membuatku kaget!” teriak Robert sambil membetulkan letak kacamatnya. Ia langsung menutup laptopnya dan menyuruh Bethany untuk menyingkir. Robert baru saja akan pergi dari tempat duduknya. Bethany menahannya dan mengatakan, “Apa kau ingin menjadi timku?” Robert hanya terdiam sesaat dan kembali duduk ke kursinya. “Apa maksudmu?” tanya Robert penasaran. “Aku akan pindah ke divisi marketing. Danny menyuruhku untuk membentuk sebuah tim agar aku bisa segera dipindahkan ke sana.” “Aku mau.” Tanpa diduga, Robert menyetujui tawarannya dengan sangat mudah. *** Jam kerja telah usai, satu per satu karyawan Magesty meninggalkan ruangan. Bethany masih juga belum bertemu dengan Alex sampai saat ini. Ia melihat sekeling dan tetap tidak menemukan Alex. Tanpa sadar, ia sedikit kecewa karena tidak bertemu dengan pria itu hari ini. Ia menarik napas panjang dan mulai membereskan meja kerjanya. “Kau menungguku?” Bethany menengok ke belakang, Alex sudah berada di sana. Dengan tidak sabar, ia memberi tahu Alex tentang sesuatu yang baru saja ia sadari hari ini. “Menurutku, orang-orang di foto itu bukan para perundung. Aku rasa Bella ingin aku membuat sebuah tim untuk membalaskan dendamnya. Revenge Squad.”Bethany melihat keraguan dalam tatapan Alex tentang pernyataannya. “Kau meragukanku?” “Kau berpikir mereka harus menjadi timmu daripada harus mencurigai mereka sebagai para perundung Bella, begitu?” tanya Alex memperjelas pernyataan Bella barusan. “Ya ... aku memiliki alasan.” Bethany mulai cemberut. “Kau memiliki alasan. Ah ... kedengarannya menarik. Beri tahu aku.” Alex berpindah posisi mendekat ke arah Bethany dan menatapnya dengan serius. “Pertama, aku belum menemukan motif apa pun yang menghubungkan orang-orang itu dengan Bella. Kedua, kalau benar mereka adalah para perundung Bella, bukankah lebih baik aku lebih dekat dengan mereka agar bisa mencari tahu lebih dalam?” “Ya ... pemikiranmu cukup masuk akal. Tapi, ada satu hal yang belum kau ketahui.” “Apa itu?” “Dalang dari semua ini.” Bethany membuka matanya lebih lebar, terkejut dengan pernyataan Alex yang benar-benar dia lewatkan. Dia sama sekali belum bertemu pria yang menyebabkan Bella dirundung dan menghilang. Ale
Bethany melihat siapa yang baru saja datang. Betty, orang yang baru saja ia bicarakan diam-diam dengan Alex. Wanita berusia akhir 40 tahun dengan kacamata tebal dan rambut klimis dikuncir kuda. “Silakan masuk.” Bethany memberinya ijin dan menyuruhnya untuk duduk. Betty mengambil kursi di seberang Robert. Bethany nampak cukup terkejut melihat kemiripan Betty dan Robert. Mereka terlihat seperti saudara kembar berbeda jenis kelamin. Alex menyikutnya dari samping, membuyarkan lamunannya dan memberinya kode untuk memulai rapat ini. “Sepertinya semua sudah lengkap. Sebelum kita saling memperkenalkan diri, kami akan menjelaskan lebih dulu project yang akan kita kerjakan.” Alex mengambil alih percakapan dan menyalakan layar yang berada di tengah ruang rapat tersebut. “Baiklah, seperti yang kalian sudah ketahui. Aku, Bella Redwig—yang ditugaskan oleh Danny untuk menyelesaikan sebuah project yang selama ini selalu dihindari pada staff divisi marketing. Mereka menyebutnya, project bua
Mereka semua sangat terkejut melihat kejadian di hadapan mereka. Mereka bahkan tidak sanggup mengangkat barang bawaan mereka sendiri. Pabrik yang menjadi satu-satunya harapan bagi mereka, kini habis terbakar. “Apa yang kalian lakukan? Cepat bantu kami!” Seseorang tiba-tiba memberi mereka beberapa ember dan menyuruh mereka untuk membantu. Alex dengan sigap menggulung lengan bajunya dan berlari menuju sumber air. Bethany yang melihatnya kembali tersadar dan tahu apa yang harus ia lakukan. “Cepat, bantu mereka!” Bethany berteriak kepada beberapa koleganya yang masih diam mematung. “Apakah pemadam kebakaran tidak akan datang?” tanya Vallery sambil ikut berlari.“Kemungkinan mereka tidak akan secepat dan setanggap seperti di kota,” jawab Betty yang sudah melepaskan kacamatanya. Mereka akhirnya perlahan berhasil memadamkan api. Tapi, hanya sebatas itu. Tidak terlihat satu benda pun yang terselamatkan. Bethany melihat sekeliling dan matanya tertuju pada beberapa orang yang menangis di
Keesokan harinya, Bethany dan timnya sudah berkumpul untuk membahas rencana mereka selanjutnya. Ia merasa tidak enak karena telah menyeret mereka ke dalam situasi ini demi untuk menemukan kembarannya. “Jadi, Alex. Kau menjanjikan satu minggu untuk kami mengatasi situasi ini. Apa kau memiliki rencana?” tanya Bethany pada Alex yang duduk di hadapannya. “Okay, sejujurnya. Kebakaran di pabrik itu sedikit menguntungkan bagi kita.” “Apa maksudmu?” tanya Bethany terheran. “Pabrik itu, dan apa yang dibuat di dalamnya, sudah tidak memiliki harapan jika terus dilanjutkan. Jadi, ini bagus karena kita bisa mereset semuanya. Memulainya dari awal.” “Maksudmu, kita bisa dalam waktu seminggu, mendirikan pabrik baru?” tanya Robret dengan skeptis. “Tentu saja tidak. Tapi, kita bisa membuat perjanjian baru dengan para warga.” Alex memperlihatkan sebuah dokumen di laptopnya, mereka melihat ada tabel nama-nama tumbuhan yang tidak mereka kenal. “Ini adalah daftar nama tumbuhan yang hanya
Bethany hampir berteriak karena gerakan yang tak terduga dari Alex. Kini Alex mencengkeram pinggulnya erat, seperti tidak akan melepaskannya. Bethany tidak berpikir ini konsekuensi yang akan dia terima akibat mencium pipi Alex sekilas. Alex makin mendekatkan dirinya dengan tubuh Bethany, suara napasnya makin jelas terdengar berat. Alex tampak ingin mengatakan sesuatu yang ia tahan sejak tadi. Bethany akhirnya mencoba melepaskan pelukan Alex pada pinggulnya. “Apa yang kau lakukan? Lepas!” protes Bethany. “Kau yang menggodaku duluan,” jawab Alex dengan tatapan misteriusnya. “Oke maaf. Aku melakukannya hanya karena ....” Bethany memikirkan kata yang tepat untuk dia ucapkan. “Karena kau sangat baik padaku.” “Oh. Jadi begitu, aku baik padamu?” Lagi-lagi Alex tampak kecewa dengan ucapan Bethany dan mulai melonggarkan cengkeramannya. “Aku harus pergi sebelum mereka kembali.” Bethany akhirnya keluar pemandian air hangat tersebut dengan perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebe
Bethany menatap Alex dengan serius, menunggu penjelasannya. Ia tidak terpikir ide apa pun bahwa Alex dengan tega melakukan itu kepada dirinya dan kepada timnya. Alex menarik napas panjang dan mencoba memberi jalan suara pada tenggorokannya agar tidak terbata-bata dalam menjelaskan. “Oke, dengar baik-baik. Kebakaran itu, ya itu jelas aku yang merencakannya. Dengan Danny.” “Danny? Dia juga terlibat dalam hal ini?” Bethany makin terkejut mendengar nama atasan barunya yang juga ikut andil dalam pembakaran pabrik tersebut. “Kau tahu, kebakaran itu. Kami sudah memastikannya dengan baik bahwa itu terjadi dengan aman. Tapi, tidak boleh ada yang tahu hal ini, Okay. Apa aku bisa mempercayaimu?” tanya Alex dengan nada yang sedikit ragu. “Itu tergantung jawabanmu,” jawab Bethany menegaskan posisinya bahwa dialah orang yang harus dibuat percaya, bukan sebaliknya. “Baiklah. Seperti yang kukatakan sebelumnya. Project ini dinamakan project buangan. Bukan hanya sekedar tidak ada yang mau
Bethany sudah kembali ke kamarnya, ia langsung memasukan dirinya sendiri ke dalam futon di lantai dan menarik selimut sampai hampir menutupi seluruh wajahnya. Ia merasa aneh dengan perasaan ini, ia tidak suka melihat Alex berpelukan dengan Wendy, atau lebih tepatnya—dengan wanita lain. Bethany menghembuskan napas beberapa kali untuk menenangkan dirinya. Bethany hampir terkecoh dengan perasaannya sendiri. Ia teringat akan Bella. Sampai saat ini belum ada petunjuk sedikit pun tentang keberadaan Bella. Dan ia bahkan belum menemukan pelaku perundungannya. Dia baru sadar bahwa dia tidak tidur sendirian di kamar, ia mengintip ke arah Betty dan Vallery yang tertidur dengan lelap. Dia berpikir sejenak, mungkin dia harus mengakui siapa dirinya kepada rekan satu timnya. Lagipula, dia sangat penasaran alasan mereka setuju untuk bergabung. *** “Untuk apa kita dikumpulkan sepagi ini?” kata David yang masih menguap dan mengucek matanya. Setelah semalaman berpikir, Bethany akhirnya memb
Keesokan harinya, keenam anggota Revenge Squad telah berkumpul di ruang tamu penginapan. Mereka menatap tegang sebuah kertas yang dipegang oleh Alex. “Akan aku buka sekarang,” kata Alex sambil mengelus-elus amplop putih yang ia pegang seakan akan ada jin yang keluar dari dalamnya. Suara robekan kertas terdengar seperti instrumen musik film horror bagi mereka. Begitu menegangkan dan membuat setiap jantung waspada akan adanya jumpsqare. Alex tiba-tiba memasang ekspresi sedih di wajahnya. “Tidak apa-apa, kita akan coba cara lain,” kata Bethany mencoba menebak apa hasil dari uji laboratorium terhadap sample bahan baku produk kosmetik yang akan mereka buat. Alex kemudian duduk di kursinya dan menatap timnya satu per satu. Mencoba pengertian mereka akan hasil yang telah ia terima. “Sepertinya kita gagal,” ucap Vallery yang hampir menangis. Alex kemudian membuka suaranya lagi. “Kita berhasil!" Dua kata yang membuat seisi ruangan pecah dengan keriuhan sorak bahagia mereka
"Apa alasanmu melakukan semua ini? Betty," tanya David, salah satu orang yang memergoki Betty setelah hampir menghancurkan dokumen-dokumen penting tim mereka. Betty hanya terdiam mematung. Dirinya seperti sedang ditelanjangi. Saat ini, ia hanya ingin kabur dari sana secepatnya. Ia hampir saja melangkahkan kakinya keluar ruangan. Tiba-tiba.... "Kau pikir aku akan membiarkan kau pergi dari sini telah tahu kau adalah pelaku yang merundungku selama ini?!" ucap Bella yang juga telah tiba beberapa detik lalu dengan baju yang sama dan tidak basah sedikit pun. Betty memperhatikan hal itu dan menyadari sesuatu. Apa rencananya yang itu juga gagal? "Apa? Kau bingung kenapa aku tidak basah sama sekali setelah kau siram di toilet tadi?" tanya Bella berusaha menebak apa yang dipikirkan oleh wanita yang merundungnya itu. "Aku sudah mengetahui semua rencanamu. Tingkahmu sudah aneh sejak Bella memberitahu kita bahwa dia bukan Bethany pagi tadi. Aku membiarkan kau berdua dengan Bella tin
Wanita itu terkejut ketika seseorang memanggilnya dengan sebutan pengkhianat. Ia menengok ke belakang dan telah berdiri seseorang yang baru saja menyaksikan perbuatannya. "Sudah kuduga. Kaulah orangnya. Aku sudah curiga sejak awal saat kau menyebutkan bahwa aku pernah membobol sistem utama Magesty. Aku memang pernah hampir dipecat, tapi tidak ada yang mengetahui alasannya selain Alex dan pimpinan di divisiku," ucap David dengan geram. "Jadi, dia tahu darimana?" tanya seorang wanita di sebelahnya yang baru saja tiba. "Dia lah yang selama ini kita cari. Seseorang yang menampilkan video Bethany yang sedang berganti pakaian saat peluncuran product Beauty Reborn. Seorang hacker yang lebih handal dariku." David menghentikan sedikit pengungkapannya dan kembali melanjutkan kalimatnya. "Apa alasanmu melakukan semua ini? Betty," lanjut David. Betty hanya terdiam mematung di tempat. Dia pikir rencananya kali ini sudah sempurna. Dia bahkan sudah menyiram Bella di toilet, mengulur wa
Ketika Alex mengatakan bahwa di luar terjadi badai salju, Bethany seketika panik. Ia sangat mengkhawatirkan Bella dan berharap sinyal segera muncul di layar ponselnya. Ia menggoyang-goyangkan ponselnya. Berharap tiba-tiba sinyal akan muncul. Meskipun ia tahu bahwa hal itu akan sia-sia. *** Di kantor Magesty 10 jam kemudian. Bella yang sudah mulai beradaptasi dengan ruangan barunya, mencoba mengobrol dengan teman-teman satu timnya. Setelah pengakuan atas dirinya yang merupakan Bella yang asli, beberapa di antara mereka memilih untuk tidak bicara padanya. Terutama Vallery, gadis periang itu tiba-tiba menjauhinya. "Tenanglah. Dia hanya belum terbiasa dengan auramu yang sangat berbeda dari kembaranmu." Tiba-tiba sebuah suara yang persis di sebelahnya muncul. Betty, anggota Revenge Squad yang paling dewasa mendekatinya dan mencoba menenangkannya. "Memangnya, aku dan Bethany sangat terlihat jelas perbedaannya?" tanya Bella dengan sedikit sedih. "Bethany, dia memiliki
Alex hanya mematung di tempat. Ia masih kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi. Ia baru saja membongkar semua rahasianya di depan Bethany dan dia malah mendapatkan pelukan? "Kenapa kau diam saja? Cepat pakai bajumu dan kemasi barang-barangmu. Oh aku lupa, kau tidak membawa apa pun ke sini. Bahkan tidak membawa uang juga," ucap Bethany sambil memasukan beberapa barang penting ke dalam tas kecilnya. "Apa kau tidak marah?" tanya Alex yang masih kebingungan. "Soal apa?" "Soal orang tuaku yang ingin mencelakaimu dan kembaranmu." "Aku juga mengenal orang tua yang sering bersikap kejam kepada anaknya. Jadi, aku tidak terlalu kaget kalau ada orang tua lain yang kejam seperti itu. Dan, tidak ada alasan bagiku untuk marah padamu. Kau telah menyelamatkan nyawaku dan semua itu bukan ulahmu." Bethany selesai berkemas, dia melangkahkan kakinya ke sebuah lemari tua di pojok ruangan. "Seharusnya masih ada di sini." Bethany bergumam kepada dirinya sendiri. "Apa yang kau ca
"Apa kau bilang? Dia pengkhianatnya?!" tanya Bethany setengah berteriak ketika Alex menyebutkan salah satu pengkhianat dalam timnya. "Bisa dikatakan, dia tidak berkhianat, tapi memang memiliki motif sejak awal bergabung dengan Revenge Squad." "Kenapa kau baru memberitahuku sekarang, Alex?" Bethany mulai kecewa dan sedikit kesal. "Maaf, aku juga baru mengetahuinya belakangan ini. Semenjak aku diangkat menjadi CEO, aku baru bisa memiliki akses penuh untuk membuka cyber inti dari Magesty. Termasuk meminta bantuan para Intel untuk menemukan peretas yang telah menayangkan videomu saat di peluncuran Beauty Reborn beberapa waktu lalu." "Jadi, itu benar-benar video diriku?" meskipun sudah mendengarnya dari David beberapa waktu lalu, ia tetap merasa kaget setelah Alex mengkonfirmasi hal tersebut. "Sayangnya, iya. Tapi kau tidak perlu khawatir, aku sudah meminta seluruh Intel perusahaan untuk menghapus video tersebut," jawab Alex berusaha menenangkan. Bethany mencoba merangkai s
Bethany terbangun dari tidurnya. Cahaya matahari sudah memasuki ruangan dari sela-sela jendela kamarnya. Cahaya itu sedikit menyorot sosok yang kini masih terlelap berbaring di sebelahnya. Udara dingin dari luar sudah mulai terasa hingga menusuk kulitnya yang sedang minim pakaian. Ia menarik selimutnya lagi perlahan agar tidak membangunkan Alex dari tidurnya. Seketika ia lupa beberapa waktu yang ia lewatkan tanpa Alex di sisinya. "Rasanya seperti baru kemarin," ucap Bethany yang terdengar lebih seperti bisikan. "Kau akan melubangi wajahku jika terus menatapku seperti itu." Bethany tiba-tiba terkejut dan sedikit malu karena dirinya ketahuan sedang memperhatikan wajah Alex sejak tadi. "Kau sudah bangun? Kenapa masih berpura-pura tertidur?" tanya Bethany menahan rasa malunya. "Aku hanya memberimu waktu sedikit lama menikmati ketampananku," jawab Alex dengan sangat percaya diri. Bethany menyeringai. Namun, ia tidak menyangkalnya. Ia hanya berbalik badan membelakang
"Kau tidak akan kembali, kan?" tanya Alex dengan tatapan serius. "Maksudmu ke Magesty?" "Ya, Bella sudah kau temukan. Jadi, tidak ada alasan bagimu untuk kembali ke Magesty, kan?" tanya Alex sekali lagi. Kali ini, pertanyaannya lebih terdengar seperti permohonan. Bethany terdiam sesaat. Ia memang tidak memiliki alasan lagi untuk menemukan Bella. Tapi, rasanya seperti ada yang janggal. Alex masih tidak mengerti apa yang membuat Bethany ragu. Ia kembali memastikan hal yang ia lihat. "Apa yang kau pikirkan?" "Entahlah. Seperti semua yang kukerjakan dengan timku terasa sia-sia." "Apa maksudmu? Bukankah tujuanmu tercapai? Bella sudah ditemukan dan dia baik-baik saja sekarang." "Kemunculannya memang sangat tak terduga. Aku awalnya menduga dia sudah mati. Tapi, dia tiba-tiba muncul dengan utuh tanpa luka sedikit pun. Aku malah merasa aneh." "Aneh?" Alex mengambil tangan Bethany dan menggenggamnya. "Bethany, kau tidak perlu khawatir lagi. Bella sudah baik-baik saja da
Bethany akhirnya menuruti saran Bella untuk mundur dari misi balas dendam yang ia lakukan dengan timnya. Tanpa disadari, dia terlalu menikmati peran tersebut. Peran sebagai kembarannya. Dia kini sudah berada di kampung halamannya. Sebuah desa kecil tempat masa lalunya dengan keluarga kecilnya yang bahagia. Setidaknya sebelum kejadian itu terjadi. Sejak kecil, Bethany selalu merasa bahwa orang tuanya hanya mencintai Bella dan menganggap dirinya hanya anak malas yang tidak memiliki tekad untuk melakukan apapun. Berbeda dengan Bella dengan segudang prestasi sejak kecil, Bethany lebih suka mengerjakan apa yang ia suka dan menghindari apa yang ia benci. Pernah suatu ketika saat Bethany mendapat medali perak atas turnamen karate junior di bangku sekolah dasar, ia memamerkannya kepada orang tuanya. Namun, orang tuanya lebih membanggakan Bella yang saat itu menjadi juara umum olimpiade matematika. Di lain hari, untuk pertama kalinya Bethany berusaha dengan sungguh-sungguh dalam
Setelah Alex menerima alamat rumah lama Bethany, ia segera meninggalkan apartemen Bella tersebut dan bergegas pergi ke luar. Ia lupa bahwa ia tidak membawa mobil ke sana. Daripada memutuskan untuk kembali ke rumahnya dan harus kembali diikuti oleh para pengawalnya, ia akhirnya memutuskan untuk menaiki taxi dan bersiap untuk menempuh perjalanan panjang dari New York ke New Jersey. Sepanjang perjalanan dia hanya memikirkan apa yang akan ia katakan ketika bertemu dengan Bethany nanti. Meminta maaf padanya? Menanyakan kabarnya? "Arrggh. Sial!" Ia mengacak-acak rambutnya sendiri dan tanpa sengaja mengeluarkan racauannya. Supir taxi yang sejak tadi diam-diam menyaksikan kegelisahannya akhirnya mengeluarkan suara. "Apa Anda tidak membawa uang?" tanya supir itu merasa curiga. Alex tertegun sejenak. Ia merogoh saku celananya dan lupa bahwa ia meninggalkan dompetnya di mobil yang dikendarai oleh pengawalnya. Ia panik. Namun, mencoba bersikap seolah tidak terjadi apapun. "Saya