Bethany hampir berteriak karena gerakan yang tak terduga dari Alex. Kini Alex mencengkeram pinggulnya erat, seperti tidak akan melepaskannya. Bethany tidak berpikir ini konsekuensi yang akan dia terima akibat mencium pipi Alex sekilas. Alex makin mendekatkan dirinya dengan tubuh Bethany, suara napasnya makin jelas terdengar berat. Alex tampak ingin mengatakan sesuatu yang ia tahan sejak tadi. Bethany akhirnya mencoba melepaskan pelukan Alex pada pinggulnya. “Apa yang kau lakukan? Lepas!” protes Bethany.“Kau yang menggodaku duluan,” jawab Alex dengan tatapan misteriusnya. “Oke maaf. Aku melakukannya hanya karena ....” Bethany memikirkan kata yang tepat untuk dia ucapkan. “Karena kau sangat baik padaku.”“Oh. Jadi begitu, aku baik padamu?” Lagi-lagi Alex tampak kecewa dengan ucapan Bethany dan mulai melonggarkan cengkeramannya. “Aku harus pergi sebelum mereka kembali.” Bethany akhirnya keluar pemandian air hangat tersebut dengan perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumny
Bethany menatap Alex dengan serius, menunggu penjelasannya. Ia tidak terpikir ide apa pun bahwa Alex dengan tega melakukan itu kepada dirinya dan kepada timnya. Alex menarik napas panjang dan mencoba memberi jalan suara pada tenggorokannya agar tidak terbata-bata dalam menjelaskan. “Oke, dengar baik-baik. Kebakaran itu, ya itu jelas aku yang merencakannya. Dengan Danny.” “Danny? Dia juga terlibat dalam hal ini?” Bethany makin terkejut mendengar nama atasan barunya yang juga ikut andil dalam pembakaran pabrik tersebut. “Kau tahu, kebakaran itu. Kami sudah memastikannya dengan baik bahwa itu terjadi dengan aman. Tapi, tidak boleh ada yang tahu hal ini, Okay. Apa aku bisa mempercayaimu?” tanya Alex dengan nada yang sedikit ragu. “Itu tergantung jawabanmu,” jawab Bethany menegaskan posisinya bahwa dialah orang yang harus dibuat percaya, bukan sebaliknya. “Baiklah. Seperti yang kukatakan sebelumnya. Project ini dinamakan project buangan. Bukan hanya sekedar tidak ada yang mau
Bethany sudah kembali ke kamarnya, ia langsung memasukan dirinya sendiri ke dalam futon di lantai dan menarik selimut sampai hampir menutupi seluruh wajahnya. Ia merasa aneh dengan perasaan ini, ia tidak suka melihat Alex berpelukan dengan Wendy, atau lebih tepatnya—dengan wanita lain. Bethany menghembuskan napas beberapa kali untuk menenangkan dirinya. Bethany hampir terkecoh dengan perasaannya sendiri. Ia teringat akan Bella. Sampai saat ini belum ada petunjuk sedikit pun tentang keberadaan Bella. Dan ia bahkan belum menemukan pelaku perundungannya. Dia baru sadar bahwa dia tidak tidur sendirian di kamar, ia mengintip ke arah Betty dan Vallery yang tertidur dengan lelap. Dia berpikir sejenak, mungkin dia harus mengakui siapa dirinya kepada rekan satu timnya. Lagipula, dia sangat penasaran alasan mereka setuju untuk bergabung. ***“Untuk apa kita dikumpulkan sepagi ini?” kata David yang masih menguap dan mengucek matanya. Setelah semalaman berpikir, Bethany akhirnya membulatkan
Keesokan harinya, keenam anggota Revenge Squad telah berkumpul di ruang tamu penginapan. Mereka menatap tegang sebuah kertas yang dipegang oleh Alex. “Akan aku buka sekarang,” kata Alex sambil mengelus-elus amplop putih yang ia pegang seakan akan ada jin yang keluar dari dalamnya. Suara robekan kertas terdengar seperti instrumen musik film horror bagi mereka. Begitu menegangkan dan membuat setiap jantung waspada akan adanya jumpsqare.Alex tiba-tiba memasang ekspresi sedih di wajahnya. “Tidak apa-apa, kita akan coba cara lain,” kata Bethany mencoba menebak apa hasil dari uji laboratorium terhadap sample bahan baku produk kosmetik yang akan mereka buat. Alex kemudian duduk di kursinya dan menatap timnya satu per satu. Mencoba pengertian mereka akan hasil yang telah ia terima. “Sepertinya kita gagal,” ucap Vallery yang hampir menangis. Alex kemudian membuka suaranya lagi. “Kita berhasil.”Dua kata yang membuat seisi ruangan pecah dengan keriuhan sorak bahagia mereka. Pek
Setelah peresmian hubungannya dengan Alex, Bethany malah makin merasa bersalah kepada Bella. Tidak seharusnya dia malah bersenang-senang dengan orang lain ketika saudarinya menghilang. Tapi, rasa sukanya tidak bisa ia sembunyikan lagi. Alex juga telah membuktikan bahwa dia selalu ada untuknya dan membantunya. Bethany dan Alex kembali ke dalam ruangan. Anggota timnya sudah tidak ada, Bethany mencarinya di sekeliling penginapan dan menemukan mereka tertidur di kamar penginapan masing-masing. “Biarkan saja. Mereka belum tidur nyenyak sejak kemarin.” Alex mencegah Bethany ketika akan membangunkan para rekannya. “Jadi, selagi mereka tidur. Apa sebaiknya kita ....” Alex menyentuh lengan Bethany perlahan dengan jarinya dan tersenyum jahil.“Apa?! Jangan coba macam-macam!” Bethany sedikit memundurkan badannya dan menyilangkan kedua tangannya di dada. Alex tertawa kecil dan makin menggodanya.“Apa yang kau pikirkan? Aku hanya ingin mengajakmu berkeliling.”Bethany masih cemberut dengan kel
Mr.Tanaka memasang raut wajah tidak senang begitu mendengar Bethany mengatakan pembangunan pabrik baru akan selesai dalam kurun waktu tiga bulan. Bethany tidak mengira hal ini akan memberatkan.“Aku punya banyak uang. Tambah saja jumlah pekerjanya agar pembangunan bisa lebih cepat,” ucap Mr.Tanaka menerangkan maksud kalimatnya.Semua anggota tim langsung mengambil napas lega mendengar hal tersebut. Mr.Tanaka memang orang yang penuh kejutan. “Baiklah, Anda hanya perlu menandatangani kontrak yang kami siapkan ini.” Bethany memberikan dokumen yang berada di dekatnya. Mr.Tanaka akhirnya menandatangani kontrak perjanjian dengan tim baru Magesty. Bethany sudah mengambil pulpen dan hendak menandatangani dokumen tersebut. Ia melupakan suatu hal. Ia tidak mempelajari tanda tangan Bella. “Biar aku saja.” Alex tiba-tiba mengambil pulpen yang sudah dipegang oleh Bethany dan menandatangani surat kontrak tersebut. Bethany tersenyum dan merasa beruntung ada Alex yang selalu menangani kondi
Alex menatap Bethany dengan tegang. Ia hampir tidak dapat mengeluarkan sepatah kata apa pun. “M-menyembunyikan apa maksudmu?” tanyanya pada Bethany dengan sedikit gagap.Bethany menatapnya dengan dalam dan terdiam sesaat. Ia tidak mampu menahannya lagi, dia harus mengatakannya sekarang. “Kau ....” Alex menengguk ludahnya sendiri menunggu kelanjutan pertanyaan dari Bethany.“Kau belum mandi kan sejak kemarin?! Kenapa kau masih memakai baju yang sama dan sangat bau sake?!” teriak Bethany yang akhirnya tidak dapat menyembunyikan rasa kesalnya. Alex membuka matanya lebih lebar dan akhirnya tertawa terbahak-bahak. Muncul ide jahil dalam dirinya. Ia menghentikan tawanya dan kembali menatap Bethany.“Jadi, kau menyadarinya? Sebenarnya ....” Alex menyentuh beberapa helai rambut Bethany dan melanjutkan kalimatnya dengan senyum misterius. “Sebenarnya aku menunggumu.”Bethany terdiam sejenak dan tersadar akan apa yang dimaksud oleh Alex. “Kau gila?! Pergi sana! Jangan sentuh aku.” Beth
Bethany menyerahkan anak laki-laki yang ia gendong kepada Vallery, ia menghampiri salah satu anak bayi yang sedang menangis di tempat tidur. Menurut Haidy tadi, dia hanya perlu mengganti popoknya. “Di mana kau menyimpan popoknya?” tanya Bethany kepada Haidy yang sedari tadi masih menenangkan anak kembar yang satunya. “Di bawah sana.” Haidy menunjuk sebuah keranjang besar di sudut ruangan, di sebelahnya terdapat sampah yang sebagian besar adalah popok bekas pakai. Bethany kemudian mengambil tisu basah dan membasuh perlahan kotoran yang ada pada makhluk kecil di depannya kini. Beruntungnya, ia pernah diajari ibu pengurus panti asuhan dalam mengganti popok bayi. “Sudah selesai. Aku akan mengelapnya dengan air hangat,” ujar Bethany setelah mengingat langkah selanjutnya. Setelah Bethany kembali dari dapur untuk mengambil sebaskom air hangat, ia memperhatikan Haidy. Haidy kini sedang menyusui bayi yang ia gendong, tapi matanya tertuju pada bayi satunya lagi yang berbaring di tem
"Alex?" ucap Bethany ketika hampir bersamaan dengan terbukanya pintu apartemen. "Ah, ternyata bukan," sambungnya lagi. 'Apa yang kuharapkan? Tentu saja Alex tidak akan ke sini lagi setelah bilang putus dariku,' batinnya dengan sedikit kecewa. "Kalau tidak salah, kau pengawalnya Alex yang di rumah sakit itu kan? Apa tadi kau yang mengirim pesan kepadaku menggunakan nomor telepon Alex?" tanyanya kepada pria bertubuh besar berotot di hadapannya. "Benar Nona. Perkenalkan, saya Gerard. Saya ke sini untuk mengembalikan ini." Bethany langsung membuka sebuah kotak kecil yang diberikan Gerard padanya. Ia melihat gelang yang pernah diberikan Alex di desa Woodwill. Bethany terkejut dan matanya membelalak, "Di mana kau menemukannya?! Aku benar-benar berpikir gelang ini sudah hilang." "Di kantor, Nona. Saya menemukan itu di dekat pintu masuk," jawab Gerard. Bethany mengambil gelang itu. Mengusap inisial nama BA di baliknya. Kemudian, ia mengembalikan gelang itu lagi kepada G
Bethany kembali ke dalam unit apartemen Bella. Rekannya yang lain telah menunggunya di sana dengan sangat penasaran. Mereka berharap kabar baik dari Bethany, seperti yang dikatakan oleh David. Suara langkah kaki makin dekat ke ruang tunggu di unit apartemen itu. Mereka melihat Bethany memasuki ruangan dengan tesenyum. Mereka sudah tahu arti senyuman itu, senyum kepuasan. Tak lama kemudian, di belakang Bethany, Danny mengikuti langkahnya untuk kembali masuk ke dalam ruangan. Ia masih terlihat sangat kesal. Namun, ada tekat yang kuat di sorot matanya. "Tidak usah banyak berbasa-basi lagi. Katakan apa yang harus kulakukan," kata Danny yang akhirnya menerima tawaran wanita yang sangat manipulatif itu. David tersenyum lebar dan matanya berbinar. Ia langsung berteriak senang karena tebakannya tidak meleset. "Yuhuuu!" Baru saja ia mau bereuforia dengan kemenangan taruhannya, Vallery menepuk punggungnya untuk menyadarkannya. "Diam kau!" Lagi, David lagi-lagi takluk denga
Setelah mendapatkan sebuah berita yang sangat bagus. Bethany dan timnya memutuskan untuk menjadikan hal itu sebagai bahan untuk menjatuhkan target pertamanya. Namun, sekarang yang dipikirkannya adalah cara memanfaatkan hal itu. Dia terdiam sejenak untuk memikirkan cara yang pasti berhasil dan efisien. Bethany melirik ke arah Robert. Bagaimana pun, ini misi balas dendam untuknya. Dia harus memastikan satu hal pada pria berkacamata itu. "Hei, Robert. Aku tahu bahwa kita melakukan ini semua demi menjatuhkan kaki tangan Bob si botak itu. Tapi, Wilson adalah musuhmu. Apa kau memiliki keinginan khusus?" tanya Bethany. "Keinginan khusus? Ah, maksudmu apakah aku bisa merequest hal apa yang aku ingin lihat darinya saat dijatuhkan?" ucap Robert merasa tidak yakin. "Ya, kurang lebih seperti itu. Aku sedang memikirkan cara yang efektif dan efisien. Seperti mengancamnya dengan rekaman video yang disimpan oleh David. Tapi, jika kulakukan hal itu. Kurang seru bukan? Dia telah merebut
Wilson Andrew. Nama target pertama Revenge Squad yang akan mereka hancurkan perlahan. Sebuah rencana gila sudah ada di pikiran Bethany sejak kemarin. Dia hanya sedang menunda untuk mengungkapkannya. Betty masih memandangi foto aktor bernama Hardvey yang sedang berciuman dengan Wilson Andrew di dalam mobil tersebut. Meskipun foto itu di blur dan tidak terlalu menampakan wajah mereka. Namun, warna rambut Wilson Andrew yang nyentrik terlihat sangat jelas. 'Pantas saja pria feminim itu mengubah warna rambutnya hari ini,' batin Betty yang baru menyadari hal itu. "Ngomong-ngomong, siapa yang bisa mendapatkan foto seintim ini? Kurasa, aktor ini sangat menjaga privasi, media saja sampai tidak ada yang pernah tahu asal usul keluarganya," komentarnya. "Ehem." David berpura-pura batuk hingga semua mata teralih padanya. "Kau yang mendapatkannya?!" teriak Betty antara terkejut dan sedikit kagum. Dia tidak menduga pria muda ini begitu ahli. "Aku langsung bersemangat ketika t
Setelah pergi dari apartemen yang Bethany tinggali, mereka semua berpencar untuk pulang ke rumah masing-masing. Betty memperhatikan Robert yang masih sangat pendiam sejak pengungkapan rahasianya tadi. "Pulanglah denganku. Aku akan mengantarmu," ucapnya setelah berhasil menyamakan langkah kaki mantan suaminya tersebut. Tidak seperti biasanya, kali ini Robert menuruti perkataan mantan istrinya itu. Setelah di dalam mobil, Robert akhirnya mau bersuara. "Ada yang aneh dengan dirinya hari ini. Apakah benar, gara-gara Alex sifat aslinya menjadi keluar seperti itu?" tanya Robert. "Maksudmu si Bethany? Tidak usah dipikirian. Kita juga hanya memanfaatkannya," jawab Betty sambil tetap fokus pada kemudi mobilnya. "Ya, kau benar. Kita tidak benar-benar berteman. Kita semua hanya saling memanfaatkan," ucap Robert akhirnya dapat kembali menenangkan dirinya. *** Keesokan harinya, Bethany mulai bersiap-siap untuk menjalankan misinya. Semalaman penuh dia memikirkan cara yang
Bethany melirik ke arah Danny yang sudah mulai merasa tidak nyaman dengan dirinya. Dia tahu persis bahwa Danny sangat tidak suka berada di bawah kendali orang lain. 'Apakah dia begitu mencintai Bella hingga bisa menurunkan egonya seperti ini?' batin Bethany. Bethany kembali fokus kepada tujuan awalnya mengumpulkan seluruh timnya di apartemen ini. Mencoba mengalihkan pikirannya dari Danny yang sudah mulai duduk dengan gelisah. "Baiklah. Langsung saja, aku akan memberi kalian tugas pertama untuk misi balas dendam kita. Aku menyebutnya. Misi pencarian kaki tangan." "Kau suka sekali memberi nama project dengan nama unik. Kau sepertinya berbakat menjadi seorang penulis," sindir Robert. Bethany memincingkan matanya. Tidak senang dengan komentar sarkas Robert padanya. "Kenapa? Bukankah bagus jika kita menjuluki misi ini? Kalian sepertinya butuh motivasi lebih untuk bersemangat melakukannya." "Sudahlah, cepat katakan. Apa yang harus kita lakukan," sahut Betty. Bethany te
Bethany berdiri dari kursinya. Ia berjalan menuju pigura lukisan besar yang ada di ruangan tersebut. Terpampang jelas hal yang selama ini ia sembunyikan dari timnya. "Apa itu?!" teriak Vallery dengan sangat terkejut. Bukan hanya dirinya, melainkan seluruh orang yang ada di dalam unit apartemen itu juga hampir pingsan melihat foto mereka dipajang di kamar tersebut. "Ini adalah alasanku membentuk tim ini. Kalian pikir, aku hanya secara random memilih orang untuk kujadikan tim?" tanya Bethany dengan tatapan mencurigakan. "Tapi aku benar-benar bukan orang yang telah merundung saudarimu," kata David mulai panik. Bethany tersenyum misterius mendengar pernyataan David barusan. Kemudian ia mengeluarkan tawa yang sangat keras hingga mereka smua terdiam. "Kenapa kau tertawa? Apa maksud semua ini?" tanya Betty menghentikan kegilaan Bethany. "Hah, dia tidak jauh beda denganku," ujar Danny yang juga merasa pernah melakukan hal yang serupa. Bethany melihat Danny dan merasa kes
Keesokan harinya, tidak satu pun hal yang Bethany pikirkan kecuali mencari cara agar keinginannya untuk menemukan Bella cepat tercapai. Dia merenungi apa yang sudah dia lakukan selama ini hanyalah bersenang-senang dengan timnya, apalagi dengan sosok Alex yang sempat menjadi penghalang bagi tujuan utamanya. Bethany meraih ponselnya, mengirimi beberapa pesan darurat kepada tim yang sudah ia buat sejak awal. Termasuk salah seorang yang tadinya sangat mustahil ia jadikan tim. "Pergilah ke alamat ini. Mari kita mulai melaksanakan rencana kita." Satu pesan singkat yang ia kirimkan kepada Revenge Team. "Aku akan segera menemukan Bella. Pergilah ke alamat ini." Pesan lain yang ia kirimkan pada seseorang. Beberapa jam kemudian, satu per satu timnya datang. Ke TKP di mana Bella terakhir kali tinggal. Ke tempat di mana seluruh kejadian dimulai. "Cepatlah mulai," ujar Robert dengan tidak sabar. "Tunggu," Bethany berdiri gelisah sambil memegangi dagunya. Keningnya berkeru
"Aku hanya memanfaatkanmu." Kalimat Alex yang paling tidak pernah ingin didengar oleh Bethany. Meskipun dia sudah menduganya sejak pertama kali mereka bertemu. Bethany kemudian terdiam sejenak. Alex masih menatapnya dengan penuh pertanyaan di benaknya. Kenapa wanita ini hanya diam? "Katakan sesuatu," ujar Alex yang mulai tidak sabar. Sesaat kemudian Bethany tertawa. Cukup keras hingga membuat Alex merasa tersinggung. "Apa ada hal yang lucu?" Alex mengerutkan keningnya. Tidak menyangka bahwa reaksi itu adalah yang pertama kali keluar dari Bethany. "Kau kira aku tidak pernah menduganya? Kau pikir aku wanita bodoh yang dengan mudahnya berkencan dengan seseorang yang baru saja aku kenal?" Bethany kemudian mengubah ekspresinya seketika dan mencengkram kerah baju Alex. Alex yang sedikit lengah langsung terpaku dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan Bethany barusan. Dia mengira wanita di hadapannya ini benar-benar mencintainya selama ini. "Kau dengar baik-baik. Aku