Keesokan harinya, keenam anggota Revenge Squad telah berkumpul di ruang tamu penginapan. Mereka menatap tegang sebuah kertas yang dipegang oleh Alex. “Akan aku buka sekarang,” kata Alex sambil mengelus-elus amplop putih yang ia pegang seakan akan ada jin yang keluar dari dalamnya. Suara robekan kertas terdengar seperti instrumen musik film horror bagi mereka. Begitu menegangkan dan membuat setiap jantung waspada akan adanya jumpsqare.Alex tiba-tiba memasang ekspresi sedih di wajahnya. “Tidak apa-apa, kita akan coba cara lain,” kata Bethany mencoba menebak apa hasil dari uji laboratorium terhadap sample bahan baku produk kosmetik yang akan mereka buat. Alex kemudian duduk di kursinya dan menatap timnya satu per satu. Mencoba pengertian mereka akan hasil yang telah ia terima. “Sepertinya kita gagal,” ucap Vallery yang hampir menangis. Alex kemudian membuka suaranya lagi. “Kita berhasil.”Dua kata yang membuat seisi ruangan pecah dengan keriuhan sorak bahagia mereka. Pek
Setelah peresmian hubungannya dengan Alex, Bethany malah makin merasa bersalah kepada Bella. Tidak seharusnya dia malah bersenang-senang dengan orang lain ketika saudarinya menghilang. Tapi, rasa sukanya tidak bisa ia sembunyikan lagi. Alex juga telah membuktikan bahwa dia selalu ada untuknya dan membantunya. Bethany dan Alex kembali ke dalam ruangan. Anggota timnya sudah tidak ada, Bethany mencarinya di sekeliling penginapan dan menemukan mereka tertidur di kamar penginapan masing-masing. “Biarkan saja. Mereka belum tidur nyenyak sejak kemarin.” Alex mencegah Bethany ketika akan membangunkan para rekannya. “Jadi, selagi mereka tidur. Apa sebaiknya kita ....” Alex menyentuh lengan Bethany perlahan dengan jarinya dan tersenyum jahil.“Apa?! Jangan coba macam-macam!” Bethany sedikit memundurkan badannya dan menyilangkan kedua tangannya di dada. Alex tertawa kecil dan makin menggodanya.“Apa yang kau pikirkan? Aku hanya ingin mengajakmu berkeliling.”Bethany masih cemberut dengan kel
Mr.Tanaka memasang raut wajah tidak senang begitu mendengar Bethany mengatakan pembangunan pabrik baru akan selesai dalam kurun waktu tiga bulan. Bethany tidak mengira hal ini akan memberatkan.“Aku punya banyak uang. Tambah saja jumlah pekerjanya agar pembangunan bisa lebih cepat,” ucap Mr.Tanaka menerangkan maksud kalimatnya.Semua anggota tim langsung mengambil napas lega mendengar hal tersebut. Mr.Tanaka memang orang yang penuh kejutan. “Baiklah, Anda hanya perlu menandatangani kontrak yang kami siapkan ini.” Bethany memberikan dokumen yang berada di dekatnya. Mr.Tanaka akhirnya menandatangani kontrak perjanjian dengan tim baru Magesty. Bethany sudah mengambil pulpen dan hendak menandatangani dokumen tersebut. Ia melupakan suatu hal. Ia tidak mempelajari tanda tangan Bella. “Biar aku saja.” Alex tiba-tiba mengambil pulpen yang sudah dipegang oleh Bethany dan menandatangani surat kontrak tersebut. Bethany tersenyum dan merasa beruntung ada Alex yang selalu menangani kondi
Alex menatap Bethany dengan tegang. Ia hampir tidak dapat mengeluarkan sepatah kata apa pun. “M-menyembunyikan apa maksudmu?” tanyanya pada Bethany dengan sedikit gagap.Bethany menatapnya dengan dalam dan terdiam sesaat. Ia tidak mampu menahannya lagi, dia harus mengatakannya sekarang. “Kau ....” Alex menengguk ludahnya sendiri menunggu kelanjutan pertanyaan dari Bethany.“Kau belum mandi kan sejak kemarin?! Kenapa kau masih memakai baju yang sama dan sangat bau sake?!” teriak Bethany yang akhirnya tidak dapat menyembunyikan rasa kesalnya. Alex membuka matanya lebih lebar dan akhirnya tertawa terbahak-bahak. Muncul ide jahil dalam dirinya. Ia menghentikan tawanya dan kembali menatap Bethany.“Jadi, kau menyadarinya? Sebenarnya ....” Alex menyentuh beberapa helai rambut Bethany dan melanjutkan kalimatnya dengan senyum misterius. “Sebenarnya aku menunggumu.”Bethany terdiam sejenak dan tersadar akan apa yang dimaksud oleh Alex. “Kau gila?! Pergi sana! Jangan sentuh aku.” Beth
Bethany menyerahkan anak laki-laki yang ia gendong kepada Vallery, ia menghampiri salah satu anak bayi yang sedang menangis di tempat tidur. Menurut Haidy tadi, dia hanya perlu mengganti popoknya. “Di mana kau menyimpan popoknya?” tanya Bethany kepada Haidy yang sedari tadi masih menenangkan anak kembar yang satunya. “Di bawah sana.” Haidy menunjuk sebuah keranjang besar di sudut ruangan, di sebelahnya terdapat sampah yang sebagian besar adalah popok bekas pakai. Bethany kemudian mengambil tisu basah dan membasuh perlahan kotoran yang ada pada makhluk kecil di depannya kini. Beruntungnya, ia pernah diajari ibu pengurus panti asuhan dalam mengganti popok bayi. “Sudah selesai. Aku akan mengelapnya dengan air hangat,” ujar Bethany setelah mengingat langkah selanjutnya. Setelah Bethany kembali dari dapur untuk mengambil sebaskom air hangat, ia memperhatikan Haidy. Haidy kini sedang menyusui bayi yang ia gendong, tapi matanya tertuju pada bayi satunya lagi yang berbaring di tem
Seusai rapat, Bethany dan timnya mulai menyusun segala rancangan pembuatan produk yang ia rencanakan dengan timnya. Beberapa hari terakhir, Bethany dan timnya mulai bekerja lembur untuk mengerjakan project tersebut dengan sungguh-sungguh. Ia dan Betty juga sudah bolak-balik ke pabrik pembuatan produk baru mereka. Setelah akhirnya mereka memastikan sample dari produk tersebut sudah selesai. Bethany menyusun dokumen untuk segera disetujui oleh para petinggi perusahaan Magesty. Alex mengantar Bethany pulang ke apartemennya dan membahasnya bersama di apartemennya. “Alex, bagaimana jika project ini ditolak oleh Bob si botak itu?” tanya Bethany. Alex terdiam sejenak dan fokus dengan pemikirannya sendiri. “Kurasa aku bisa mengatasinya,” jawab Alex dengan sangat yakin. “Benarkah? Bagaimana caranya?” tanya Bethany yang belum terbiasa dengan sikap Alex yang sangat bisa diandalkan. “Aku bisa. Kau hanya perlu tunggu hasilnya,” tukas Alex yang enggan membahasnya lebih lanjut. “Kau tahu
Bethany memandang Alex dengan tatapan yang dalam. Ia merasa ada sesuatu yang salah dari semua ini.“Kenapa kau lakukan ini?” tanya Bethany.“Kenapa? Karena aku tidak mau kau salah paham dengan wanita yang memelukku tadi,” jawab Alex.“Bukan. Maksudku, kenapa kau perlu tergesa-gesa menjelaskannya? Aku bahkan belum sempat mencurigaimu. Aku melihat caramu mendorongnya saat dia memelukmu.” Bethany menjelaskan perasaan yang sejak tadi ia pendam.“Kau tidak ... cemburu?” Alex menaikan alisnya, agak terkejut dengan pernyataan Bethany barusan.“Itu bukan berarti aku tidak cemburu. Aku hanya ....” Bethany terdiam sejenak sambil memikirkan definisi yang tepat dengan apa yang ia rasakan.“Aku hanya mempercayaimu,” lanjutnya.Alex membuka matanya lebih lebar. Tidak menyangka dengan jawaban Bethany barusan. Ia makin merasa bersalah dengan ucapan itu.“Kau benar-benar mempercayaiku?” tanya Alex dengan sedikit ragu.“Kau meremehkan rasa sukaku padamu?” balas Bethany yang langsung cemberut dan membuan
Hari ini, Bethany mengunjungi pabrik pembuatan sample produk baru yang akan dikerjakannya dengan timnya. Produk itu berupa satu set produk kosmetik yang didesign seperti peti harta karun dan memiliki gembok di luarnya.“Apa ini tidak terlalu mewah?” tanya Betty yang saat itu menemaninya ke pabrik pembuatan sample produk tersebut.“Bukankah kita telah menyetujui hal ini?” Bethany sedikit protes dengan komentar rekannya tersebut.“Ya, kita memang sudah sepakat. Tapi, melihatnya secara langsung seperti ini sangat ... entahlah, aku merasa ada yang kurang cocok dengan konsep project kita.”“Bukankah ini sangat ‘Magesty’?” tanya Bethany dengan memberikan kode tanda kutip dengan jari tangannya.“Ya, ini sangat mewah seperti citra brand Magesty. Tapi, bukankah konsep kita adalah Beauty Reborn? Kita seperti memerlukan sesuatu yang sederhana tapi mengejutkan.”“Kita sudah sampai sejauh ini. Kita tidak mungkin mengubah sample produknya lagi,” kata Bethany dengan pertimbangan waktu yang sangat me
-Kembali ke masa kini- "Jenius yang sebenarnya?" tanya Alex masih tidak mengerti ucapan Bella. "Rencana yang dibuat untuk menjatuhkan Wilson itu rencananya. Kalian pikir akan sejauh apa dampak dari rencananya ini?" tanya Bella mencoba memberi teka-teki. "Tunggu. Maksudmu, kau ingin kita memikirkan apa yang akan terjadi setelah Hardvey putus dari Wilson? Bukankah tujuannya hanya untuk membuat Wilson patah hati agar merasakan sesuatu yang berharga baginya direbut? Seperti yang dia lakukan pada Robert, merebut jabatannya di kantor." Danny mulai menjelaskan sesuatu yang ia rencanakan dengan Bethany dan rekan lainnya. Bethany mendengus pelan. "Kalian terlalu menganggap remeh rencana ini." Belum sempat Danny dan Alex bertanya lebih lanjut maksud dari ucapan Bella tersebut, ponsel Danny berdering. Ia melihat nama David di layar ponselnya. Danny segera mengangkat panggilan tersebut dan membuat percakapannya dengan mode loudspeaker. Bella mencegahnya, ia melirik ke arah Alex
(Flashback ke Bab 45) -Pertemuan pertama Bethany & Bella setelah beberapa bulan kabar hilangnya Bella- "Bagaimana? Sangat melelahkan bukan?Menyamar sebagai Bella," ucap orang itu dengan sebuah senyum kepuasan. Bethany terkejut dengan suara yang sangat ia kenal. Dengan tangan bergetar ia memalingkan wajahnya dari arah cermin ke sumber suara. Seseorang yang sangat mirip dengannya kini sudah berada di hadapannya. "B-Bella?!" Bethany dengan sigap memeluk kembarannya. Tubuhnya masih gemetar seakan tidak percaya dengan apa yang sedang ia lihat sekarang. "Kau baik-baik saja, kembaranku?" tanya Bella dengan senyum dan mata yang mulai berkaca-kaca. "Pertanyaan macam apa itu?! Aku yang seharusnya bertanya padamu. Apa kau baik-baik saja?" Bethany melonggarkan pelukannya dan menatap wajah kembarannya dengan untuk meluapkan seluruh emosinya. Ia teringat sebuah foto dengan luka yang bercucuran darah pada sebuah pergelangan tangan yang ada di dalam roadmap di balik lukisan yan
Danny dan Bella masih terus saling menautkan bibir mereka. Tanpa sadar, dari kejauhan ada seseorang yang memperhatikan mereka sejak tadi. Orang yang telah dengan geram dan menahan emosinya sendiri. Tidak puas hanya dengan menonton, orang itu akhirnya mendekati kedua kekasih yang baru saja melakukan 'reuni panas' mereka. Ia mencengkram kemeja Danny dan dengan cepat meninju wajahnya hingga tersungkur. Dengan rasa terkejut yang amat sangat dan menahan rasa sakit di wajahnya, Danny melihat siapa orang yang telah melakukan itu padanya. "Alex?! Sial. Apa yang kau lakukan?!" teriak Danny yang sangat tidak menerima pukulan tadi. Alex hanya terdiam dan malu mengungkapkan rasa cemburunya yang teramat sangat. Di sisi lain, wanita yang tadi bercumbu dengan Danny masih mematung terkejut dengan kejadian barusan. Wanita itu menghampiri Danny yang masih terduduk di atas aspal dingin basement hotel itu. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya dengan khawatir. "Hei, apa aku benar-benar semudah
Keesokan paginya, sesuai janji yang dibuat oleh Danny dan Hardvey, mereka akan bertemu di basement hotel pukul sembilan pagi. Tanpa sepengetahuan Hardvey, David sudah memasangkan kamera pengawas di beberapa titik di lokasi pertemuan rahasia tersebut. Tidak hanya Danny, seseorang yang melewatkan malam panas dengannya juga sudah berada di sana untuk mengawasi. Lebih tepatnya, seorang wanita yang harus berada di sana untuk menjadi cameo dalam drama kali ini. "Kenapa dia lama sekali?" ucap Danny merasa gelisah. Tidak hanya gelisah karena menunggu targetnya yang akan datang. Namun, dia juga gelisah karena dia tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Hatinya masih berdebar mengingat kejadian panas semalam. Tubuhnya terasa lelah namun segar. Keringat dingin mulai terlihat di wajahnya, ia mencoba menahan diri untuk fokus pada rencana mereka kali ini. "Kau harus tenang," ucap wanita di sebelahnya. "Bagaimana aku bisa tenang? Aku masih memikirkan kejadian semalam, kau tahu?
Pintu lift tertutup. Di sana, hanya ada dirinya dan Hardvey yang terlihat sangat terkejut akan tindakannya barusan. "Hei, apa yang kau-" Hardvey makin terkejut lagi melihat orang yang ada di hadapannya. "Kau, Willy kan?" tanya Hardvey begitu teringat orang yang beberapa kali tanpa sengaja bertemu dengannya. Terutama rambut perak yang sangat mencolok itu. Danny kebingungan, dia menyipitkan matanya setelah mendengar nama asing di telinganya. Beberapa saat kemudian dia tersadar bahwa orang di hadapannya menyebutkan nama samaran yang ia buat kemarin. "Ya, benar. Oh, kau Hardvey kan? Aktor yang kemarin menyeleksiku di audisi?" jawabnya. "Ya. Kau, menginap juga di sini?" tanya Hardvey mulai penasaran dan sedikit bersemangat. "Ya, aku menginap di sini." Danny mulai sedikit gugup. Firasat tidak enak kembali mulai dirasakannya. Apalagi, aktor itu kini semakin mendekatkan diri padanya. "Hei, kita tiga kali bertemu secara tidak sengaja seperti ini. Pasti ini takdir," ucap H
Setelah mengetahui letak hotel tempat Hardvey menginap, Danny dan David membooking kamar di hotel tersebut untuk melakukan rencana selanjutnya. Bethany membantu mereka di sana untuk mengawasi aksi mereka. "Kenapa dia harus menginap di hotel? Bukankah dia punya rumah pribadi yang lebih memiliki privasi?" tanya Danny. "Mungkin karena skandal itu, jadi dia terpaksa tidak tinggal di rumahnya dulu untuk sementara waktu," jawab Bethany. David yang sedang menyiapkan alat sadapnya menyahut, "Ya, benar. Jika kau melihat berita media online, skandal itu masih jadi topik pembicaraan yang panas di kalangan selebriti." "Bukankah hal seperti itu biasa di kalangan selebriti? Bahkan banyak selebriti yang terang-terangan mengaku mereka penyuka sesama jenis." Danny mulai mempertanyakan rasa penasarannya tentang skandal yang dibesar-besarkan tersebut. "Mungkin jika Hardvey adalah selebriti yang tidak laku di pasaran, berita itu akan cepat lenyap. Tapi, dia adalah salah satu selebriti ya
"Hei, Danny. Apa kau mendengarku? Sudah cukup. Jangan terbawa suasana. Cepatlah keluar!" teriak Bethany di sambungan telepon. Danny langsung berdiri dari posisinya dan bergegas keluar toilet. Di luar toilet ia segera memegang earphone yang ada di telinganya. "Hei! Kau sangat kejam! Jangan mengatakan sesuatu seolah-olah aku menikmatinya!" teriak Danny dengan frustasi. "Bukankah kau sudah kelewatan menggodanya?" tanya David. Bethany hanya cekikikan dan tampak tidak merasa bersalah. "Tenang saja. Aku tahu persis dia tergila-gila dengan saudari kembarku. Dia tidak mungkin terbawa suasana seperti itu dengan laki-laki." Beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu mobil van itu diketuk begitu kencang berkali-kali. Bethany menyadari siapa yang sebentar lagi akan masuk dan memakinya. Setelah pintu mobil van itu terbuka, terlihat raut wajah Danny yang penuh amarah. "Kurang ajar kau! Kata-katamu-" "Dia memang kelewatan. Tapi tenang dan masuklah. Kita harus bergegas perg
Beberapa jam kemudian, Danny dan Bethany sudah berada di dalam sebuah Cafe yang cukup sepi. "Hey, tidakkah warna silver ini terlalu mencolok?" kata Danny sambil menggaruk-garuk kepalanya dengan warna rambut barunya. "Tenang saja, itu hanya untuk sementara. Kita butuh menjadikan dirimu pusat perhatian aktor itu, kau tahu," jawab Bethany berusaha menenangkannya. Danny dan Bethany mencari tempat duduk yang letaknya paling sudut di Cafe tersebut. Setelah duduk, Danny melihat sekeliling dan tidak menemukan target mereka. "Kau yakin dia akan datang ke sini?" tanya Danny. Bethany cekikikan dan berniat menggodanya. "Kau menjadi tidak sabar." "Diam kau! Jangan membuatku memikirkan hal menjijikan lagi." Bethany mengangkat kedua tangannya pertanda menyerah. Dia juga sebenarnya sedikit tidak tega. "David sudah mencari tahu Cafe langganan tempat Hardvey dan manajernya biasa membahas project baru mereka. Dan ... karena hari ini adalah ulang tahun pemilik Cafe ini, dia pasti ak
"Alex?" ucap Bethany ketika hampir bersamaan dengan terbukanya pintu apartemen. "Ah, ternyata bukan," sambungnya lagi. 'Apa yang kuharapkan? Tentu saja Alex tidak akan ke sini lagi setelah bilang putus dariku,' batinnya dengan sedikit kecewa. "Kalau tidak salah, kau pengawalnya Alex yang di rumah sakit itu kan? Apa tadi kau yang mengirim pesan kepadaku menggunakan nomor telepon Alex?" tanyanya kepada pria bertubuh besar berotot di hadapannya. "Benar Nona. Perkenalkan, saya Gerard. Saya ke sini untuk mengembalikan ini." Bethany langsung membuka sebuah kotak kecil yang diberikan Gerard padanya. Ia melihat gelang yang pernah diberikan Alex di desa Woodwill. Bethany terkejut dan matanya membelalak, "Di mana kau menemukannya?! Aku benar-benar berpikir gelang ini sudah hilang." "Di kantor, Nona. Saya menemukan itu di dekat pintu masuk," jawab Gerard. Bethany mengambil gelang itu. Mengusap inisial nama BA di baliknya. Kemudian, ia mengembalikan gelang itu lagi kepada G