Seusai rapat, Bethany dan timnya mulai menyusun segala rancangan pembuatan produk yang ia rencanakan dengan timnya. Beberapa hari terakhir, Bethany dan timnya mulai bekerja lembur untuk mengerjakan project tersebut dengan sungguh-sungguh. Ia dan Betty juga sudah bolak-balik ke pabrik pembuatan produk baru mereka. Setelah akhirnya mereka memastikan sample dari produk tersebut sudah selesai. Bethany menyusun dokumen untuk segera disetujui oleh para petinggi perusahaan Magesty. Alex mengantar Bethany pulang ke apartemennya dan membahasnya bersama di apartemennya. “Alex, bagaimana jika project ini ditolak oleh Bob si botak itu?” tanya Bethany. Alex terdiam sejenak dan fokus dengan pemikirannya sendiri. “Kurasa aku bisa mengatasinya,” jawab Alex dengan sangat yakin. “Benarkah? Bagaimana caranya?” tanya Bethany yang belum terbiasa dengan sikap Alex yang sangat bisa diandalkan. “Aku bisa. Kau hanya perlu tunggu hasilnya,” tukas Alex yang enggan membahasnya lebih lanjut. “Kau tahu
Bethany memandang Alex dengan tatapan yang dalam. Ia merasa ada sesuatu yang salah dari semua ini.“Kenapa kau lakukan ini?” tanya Bethany.“Kenapa? Karena aku tidak mau kau salah paham dengan wanita yang memelukku tadi,” jawab Alex.“Bukan. Maksudku, kenapa kau perlu tergesa-gesa menjelaskannya? Aku bahkan belum sempat mencurigaimu. Aku melihat caramu mendorongnya saat dia memelukmu.” Bethany menjelaskan perasaan yang sejak tadi ia pendam.“Kau tidak ... cemburu?” Alex menaikan alisnya, agak terkejut dengan pernyataan Bethany barusan.“Itu bukan berarti aku tidak cemburu. Aku hanya ....” Bethany terdiam sejenak sambil memikirkan definisi yang tepat dengan apa yang ia rasakan.“Aku hanya mempercayaimu,” lanjutnya.Alex membuka matanya lebih lebar. Tidak menyangka dengan jawaban Bethany barusan. Ia makin merasa bersalah dengan ucapan itu.“Kau benar-benar mempercayaiku?” tanya Alex dengan sedikit ragu.“Kau meremehkan rasa sukaku padamu?” balas Bethany yang langsung cemberut dan membuan
Hari ini, Bethany mengunjungi pabrik pembuatan sample produk baru yang akan dikerjakannya dengan timnya. Produk itu berupa satu set produk kosmetik yang didesign seperti peti harta karun dan memiliki gembok di luarnya.“Apa ini tidak terlalu mewah?” tanya Betty yang saat itu menemaninya ke pabrik pembuatan sample produk tersebut.“Bukankah kita telah menyetujui hal ini?” Bethany sedikit protes dengan komentar rekannya tersebut.“Ya, kita memang sudah sepakat. Tapi, melihatnya secara langsung seperti ini sangat ... entahlah, aku merasa ada yang kurang cocok dengan konsep project kita.”“Bukankah ini sangat ‘Magesty’?” tanya Bethany dengan memberikan kode tanda kutip dengan jari tangannya.“Ya, ini sangat mewah seperti citra brand Magesty. Tapi, bukankah konsep kita adalah Beauty Reborn? Kita seperti memerlukan sesuatu yang sederhana tapi mengejutkan.”“Kita sudah sampai sejauh ini. Kita tidak mungkin mengubah sample produknya lagi,” kata Bethany dengan pertimbangan waktu yang sangat me
Danny memasuki ruangan dan duduk di kursi paling ujung. Bukan hanya untuk mendengar presentasi dari Betty, tapi seolah juga ingin mengamati seluruh tim baru Bethany.Danny menyilangkan tangannya di dada, melihat satu per satu seluruh wajah yang ada di ruangan tersebut. Dia menatap mereka dengan tatapan yang tidak dapat didefinisikan. Ia hanya terlihat tenggelam dalam pikirannya sendiri.Alex duduk di sebelahnya, ia berbisik sesuatu yang tidak dapat didengar oleh seisi ruangan tersebut. Danny terlihat tersenyum dengan kata-kata Alex.“Jadi, kita akan memulai ini segera. Kirim desain ini ke tim produksi dan kita akan segera memproduksinya secara masal.” Danny menutup kalimatnya dan langsung berdiri, seolah puas dengan apa yang ia lihat dan dengar.Sebelum keluar ruangan, Danny memanggil Bethany, dengan nama samarannya. “Bella, ikut ke ruanganku sekarang.” Bethany mengangkat sedikit alisnya, merasa heran dengan permintaan yang sangat tiba-tiba tersebut. Ia memandang Alex untuk menanyaka
Alex mengajak Bethany untuk kembali ke penthousenya. Bethany merasa bahwa Alex tidak terlalu nyaman berada di apartemen yang ia tinggali. "Jangan berpikir macam-macam. Aku bukan melihat tempatnya. Aku hanya merasa kau selalu sedih ketika berada di sana." Alex mencoba menebak isi pikiran Bethany. Bethany tersenyum, Alex benar-benar memahaminya. "Ya, kau benar. Aku selalu teringat Bella ketika berada di sana. Terang saja, itu apartemen milik Bella." "Beth, sampai kapan kau berencana akan tinggal di sana?" tanya Alex sambil menyetir mobilnya. "Mungkin, sampai seseorang membawaku pergi untuk tinggal bersamanya." Alex tiba-tiba mengerem mobilnya secara mendadak. Ia kini menatap Bethany dengan serius. "Kau mengatakan itu dengan serius?" tanya Alex yang mengerti maksud dari arah pembicaraan Bethany. Bethany mengangguk untuk mengkonfirmasi. "Kau mau tinggal bersamaku? Di apartemenku?" Alex lagi-lagi masih tidak mempercayainya. Bethany tersenyum, mengerti bahwa hal itu sulit dimengert
Bethany dan kedua rekannya yang lain sudah di sambut oleh Wendy. Wendy menyuruh mereka segera masuk ke area pabrik. "Ini benar-benar sudah bisa beroperasi?" tanya Bethany dengan takjub. "Ya, sebagian besar sudah bisa digunakan. Bagian lainnya sudah 80% dalam proses pembangunan," ujar Wendy dengan senyuman. "Ayahmu benar-benar mencurahkan uangnya untuk ini semua?" Vallery bertanya dengan rasa yang sama takjubnya dengan Bethany. Wendy terkekeh mendengar pertanyaan Vallery. "Walaupun tidak semua uangnya habis untuk ini. Ya, kurasa dia memang sangat memprioritaskan pabrik ini. Terutama karena pabrik ini menjadi salah satu mata pencaharian sebagian besar penduduk desa." "Bagaimana bantuan yang dikirim perusahaan selama para pekerja tidak bisa mencari nafkah?" tanya David penasaran. "Sesuai yang kalian janjikan sebelumnya. Bantuan itu terus menerus datang. Beberapa bahkan berasal dari seorang relawan yang tidak diketahui namanya, " jelas Wendy. "Relawan?" Bethany menyip
Bethany merasakan pelukan Alex yang membuat tubuhnya seketika menjadi rileks. Ia hanya terdiam beberapa saat, hingga akhirnya membalas pelukan Alex dengan erat. "Kita berbaikan, ya?" tanya Alex sekali lagi. Bethany tidak menjawab apapun. Ia kemudian hanya mengangguk dengan pelan mengkonfirmasi hal tersebut. Alex tersenyum dan makin mempererat pelukannya. "Tunggu sebentar lagi. Biarkan aku seperti ini." "Bagaimana kau bisa datang ke sini?" tanya Bethany pada akhirnya. "Tentu saja untuk menemui pacarku." Alex membuat keyakinan dalam suaranya. "Apa kau sudah menyelesaikan pekerjaanmu di sana?" tanya Bethany begitu mengingat pembagian tugas darinya. Alex melonggarkan pelukannya sedikit, ia menatap Bethany seolah-olah sedang merajuk. "Oh, jadi sekarang kau sedang berperan sebagai ketua tim?" Bethany terkekeh mendengar pertanyaan itu. Ia kembali mengikuti permainannya. "Oh tentu saja. Aku ketua tim dan kau hanya anggota. Seharusnya kau menyelesaikan pekerjaanmu di sana
Masker sudah tidak menutup wajah wanita itu. Bethany siap untuk melihat siapa yang ada di baliknya. "Bella?" Bethany berusaha mengintip wajah yang hampir tertutup rambut itu. "Kau bukan Bella." Seketika Bethany menjadi lemas, harapannya bertemu kembarannya telah sirna. Alex, Vallery dan David berlari menghampirinya. Mengkhawatirkan keadaannya. Alex memeluk Bethany, seolah sudah menduga hal ini. "Tenanglah. Kita akan menemukannya nanti," ucap Alex sambil mengelus rambut Bethany. Wanita yang dikira adalah kembaran Bethany tadi berusaha menjauhi mereka. Dia tidak mengatakan sepatah kata pun. Bahkan setelah salah dikira orang lain. "Tunggu," pinta Alex ketika wanita itu hendak pergi. Wanita itu sontak berhenti dan menoleh ke arahnya. "Ada apa?" "Siapa yang mengirimmu ke sini?" tanya Alex merasa curiga. "Tidak ada. Aku hanya relawan," jawab wanita itu masih dengan memalingkan wajahnya. "Kau pikir aku akan percaya?" tanya Alex lagi mempertegas kalimatnya. "Aku
"Alex?" ucap Bethany ketika hampir bersamaan dengan terbukanya pintu apartemen. "Ah, ternyata bukan," sambungnya lagi. 'Apa yang kuharapkan? Tentu saja Alex tidak akan ke sini lagi setelah bilang putus dariku,' batinnya dengan sedikit kecewa. "Kalau tidak salah, kau pengawalnya Alex yang di rumah sakit itu kan? Apa tadi kau yang mengirim pesan kepadaku menggunakan nomor telepon Alex?" tanyanya kepada pria bertubuh besar berotot di hadapannya. "Benar Nona. Perkenalkan, saya Gerard. Saya ke sini untuk mengembalikan ini." Bethany langsung membuka sebuah kotak kecil yang diberikan Gerard padanya. Ia melihat gelang yang pernah diberikan Alex di desa Woodwill. Bethany terkejut dan matanya membelalak, "Di mana kau menemukannya?! Aku benar-benar berpikir gelang ini sudah hilang." "Di kantor, Nona. Saya menemukan itu di dekat pintu masuk," jawab Gerard. Bethany mengambil gelang itu. Mengusap inisial nama BA di baliknya. Kemudian, ia mengembalikan gelang itu lagi kepada G
Bethany kembali ke dalam unit apartemen Bella. Rekannya yang lain telah menunggunya di sana dengan sangat penasaran. Mereka berharap kabar baik dari Bethany, seperti yang dikatakan oleh David. Suara langkah kaki makin dekat ke ruang tunggu di unit apartemen itu. Mereka melihat Bethany memasuki ruangan dengan tesenyum. Mereka sudah tahu arti senyuman itu, senyum kepuasan. Tak lama kemudian, di belakang Bethany, Danny mengikuti langkahnya untuk kembali masuk ke dalam ruangan. Ia masih terlihat sangat kesal. Namun, ada tekat yang kuat di sorot matanya. "Tidak usah banyak berbasa-basi lagi. Katakan apa yang harus kulakukan," kata Danny yang akhirnya menerima tawaran wanita yang sangat manipulatif itu. David tersenyum lebar dan matanya berbinar. Ia langsung berteriak senang karena tebakannya tidak meleset. "Yuhuuu!" Baru saja ia mau bereuforia dengan kemenangan taruhannya, Vallery menepuk punggungnya untuk menyadarkannya. "Diam kau!" Lagi, David lagi-lagi takluk denga
Setelah mendapatkan sebuah berita yang sangat bagus. Bethany dan timnya memutuskan untuk menjadikan hal itu sebagai bahan untuk menjatuhkan target pertamanya. Namun, sekarang yang dipikirkannya adalah cara memanfaatkan hal itu. Dia terdiam sejenak untuk memikirkan cara yang pasti berhasil dan efisien. Bethany melirik ke arah Robert. Bagaimana pun, ini misi balas dendam untuknya. Dia harus memastikan satu hal pada pria berkacamata itu. "Hei, Robert. Aku tahu bahwa kita melakukan ini semua demi menjatuhkan kaki tangan Bob si botak itu. Tapi, Wilson adalah musuhmu. Apa kau memiliki keinginan khusus?" tanya Bethany. "Keinginan khusus? Ah, maksudmu apakah aku bisa merequest hal apa yang aku ingin lihat darinya saat dijatuhkan?" ucap Robert merasa tidak yakin. "Ya, kurang lebih seperti itu. Aku sedang memikirkan cara yang efektif dan efisien. Seperti mengancamnya dengan rekaman video yang disimpan oleh David. Tapi, jika kulakukan hal itu. Kurang seru bukan? Dia telah merebut
Wilson Andrew. Nama target pertama Revenge Squad yang akan mereka hancurkan perlahan. Sebuah rencana gila sudah ada di pikiran Bethany sejak kemarin. Dia hanya sedang menunda untuk mengungkapkannya. Betty masih memandangi foto aktor bernama Hardvey yang sedang berciuman dengan Wilson Andrew di dalam mobil tersebut. Meskipun foto itu di blur dan tidak terlalu menampakan wajah mereka. Namun, warna rambut Wilson Andrew yang nyentrik terlihat sangat jelas. 'Pantas saja pria feminim itu mengubah warna rambutnya hari ini,' batin Betty yang baru menyadari hal itu. "Ngomong-ngomong, siapa yang bisa mendapatkan foto seintim ini? Kurasa, aktor ini sangat menjaga privasi, media saja sampai tidak ada yang pernah tahu asal usul keluarganya," komentarnya. "Ehem." David berpura-pura batuk hingga semua mata teralih padanya. "Kau yang mendapatkannya?!" teriak Betty antara terkejut dan sedikit kagum. Dia tidak menduga pria muda ini begitu ahli. "Aku langsung bersemangat ketika t
Setelah pergi dari apartemen yang Bethany tinggali, mereka semua berpencar untuk pulang ke rumah masing-masing. Betty memperhatikan Robert yang masih sangat pendiam sejak pengungkapan rahasianya tadi. "Pulanglah denganku. Aku akan mengantarmu," ucapnya setelah berhasil menyamakan langkah kaki mantan suaminya tersebut. Tidak seperti biasanya, kali ini Robert menuruti perkataan mantan istrinya itu. Setelah di dalam mobil, Robert akhirnya mau bersuara. "Ada yang aneh dengan dirinya hari ini. Apakah benar, gara-gara Alex sifat aslinya menjadi keluar seperti itu?" tanya Robert. "Maksudmu si Bethany? Tidak usah dipikirian. Kita juga hanya memanfaatkannya," jawab Betty sambil tetap fokus pada kemudi mobilnya. "Ya, kau benar. Kita tidak benar-benar berteman. Kita semua hanya saling memanfaatkan," ucap Robert akhirnya dapat kembali menenangkan dirinya. *** Keesokan harinya, Bethany mulai bersiap-siap untuk menjalankan misinya. Semalaman penuh dia memikirkan cara yang
Bethany melirik ke arah Danny yang sudah mulai merasa tidak nyaman dengan dirinya. Dia tahu persis bahwa Danny sangat tidak suka berada di bawah kendali orang lain. 'Apakah dia begitu mencintai Bella hingga bisa menurunkan egonya seperti ini?' batin Bethany. Bethany kembali fokus kepada tujuan awalnya mengumpulkan seluruh timnya di apartemen ini. Mencoba mengalihkan pikirannya dari Danny yang sudah mulai duduk dengan gelisah. "Baiklah. Langsung saja, aku akan memberi kalian tugas pertama untuk misi balas dendam kita. Aku menyebutnya. Misi pencarian kaki tangan." "Kau suka sekali memberi nama project dengan nama unik. Kau sepertinya berbakat menjadi seorang penulis," sindir Robert. Bethany memincingkan matanya. Tidak senang dengan komentar sarkas Robert padanya. "Kenapa? Bukankah bagus jika kita menjuluki misi ini? Kalian sepertinya butuh motivasi lebih untuk bersemangat melakukannya." "Sudahlah, cepat katakan. Apa yang harus kita lakukan," sahut Betty. Bethany te
Bethany berdiri dari kursinya. Ia berjalan menuju pigura lukisan besar yang ada di ruangan tersebut. Terpampang jelas hal yang selama ini ia sembunyikan dari timnya. "Apa itu?!" teriak Vallery dengan sangat terkejut. Bukan hanya dirinya, melainkan seluruh orang yang ada di dalam unit apartemen itu juga hampir pingsan melihat foto mereka dipajang di kamar tersebut. "Ini adalah alasanku membentuk tim ini. Kalian pikir, aku hanya secara random memilih orang untuk kujadikan tim?" tanya Bethany dengan tatapan mencurigakan. "Tapi aku benar-benar bukan orang yang telah merundung saudarimu," kata David mulai panik. Bethany tersenyum misterius mendengar pernyataan David barusan. Kemudian ia mengeluarkan tawa yang sangat keras hingga mereka smua terdiam. "Kenapa kau tertawa? Apa maksud semua ini?" tanya Betty menghentikan kegilaan Bethany. "Hah, dia tidak jauh beda denganku," ujar Danny yang juga merasa pernah melakukan hal yang serupa. Bethany melihat Danny dan merasa kes
Keesokan harinya, tidak satu pun hal yang Bethany pikirkan kecuali mencari cara agar keinginannya untuk menemukan Bella cepat tercapai. Dia merenungi apa yang sudah dia lakukan selama ini hanyalah bersenang-senang dengan timnya, apalagi dengan sosok Alex yang sempat menjadi penghalang bagi tujuan utamanya. Bethany meraih ponselnya, mengirimi beberapa pesan darurat kepada tim yang sudah ia buat sejak awal. Termasuk salah seorang yang tadinya sangat mustahil ia jadikan tim. "Pergilah ke alamat ini. Mari kita mulai melaksanakan rencana kita." Satu pesan singkat yang ia kirimkan kepada Revenge Team. "Aku akan segera menemukan Bella. Pergilah ke alamat ini." Pesan lain yang ia kirimkan pada seseorang. Beberapa jam kemudian, satu per satu timnya datang. Ke TKP di mana Bella terakhir kali tinggal. Ke tempat di mana seluruh kejadian dimulai. "Cepatlah mulai," ujar Robert dengan tidak sabar. "Tunggu," Bethany berdiri gelisah sambil memegangi dagunya. Keningnya berkeru
"Aku hanya memanfaatkanmu." Kalimat Alex yang paling tidak pernah ingin didengar oleh Bethany. Meskipun dia sudah menduganya sejak pertama kali mereka bertemu. Bethany kemudian terdiam sejenak. Alex masih menatapnya dengan penuh pertanyaan di benaknya. Kenapa wanita ini hanya diam? "Katakan sesuatu," ujar Alex yang mulai tidak sabar. Sesaat kemudian Bethany tertawa. Cukup keras hingga membuat Alex merasa tersinggung. "Apa ada hal yang lucu?" Alex mengerutkan keningnya. Tidak menyangka bahwa reaksi itu adalah yang pertama kali keluar dari Bethany. "Kau kira aku tidak pernah menduganya? Kau pikir aku wanita bodoh yang dengan mudahnya berkencan dengan seseorang yang baru saja aku kenal?" Bethany kemudian mengubah ekspresinya seketika dan mencengkram kerah baju Alex. Alex yang sedikit lengah langsung terpaku dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan Bethany barusan. Dia mengira wanita di hadapannya ini benar-benar mencintainya selama ini. "Kau dengar baik-baik. Aku