Mr.Tanaka memasang raut wajah tidak senang begitu mendengar Bethany mengatakan pembangunan pabrik baru akan selesai dalam kurun waktu tiga bulan. Bethany tidak mengira hal ini akan memberatkan.“Aku punya banyak uang. Tambah saja jumlah pekerjanya agar pembangunan bisa lebih cepat,” ucap Mr.Tanaka menerangkan maksud kalimatnya.Semua anggota tim langsung mengambil napas lega mendengar hal tersebut. Mr.Tanaka memang orang yang penuh kejutan. “Baiklah, Anda hanya perlu menandatangani kontrak yang kami siapkan ini.” Bethany memberikan dokumen yang berada di dekatnya. Mr.Tanaka akhirnya menandatangani kontrak perjanjian dengan tim baru Magesty. Bethany sudah mengambil pulpen dan hendak menandatangani dokumen tersebut. Ia melupakan suatu hal. Ia tidak mempelajari tanda tangan Bella. “Biar aku saja.” Alex tiba-tiba mengambil pulpen yang sudah dipegang oleh Bethany dan menandatangani surat kontrak tersebut. Bethany tersenyum dan merasa beruntung ada Alex yang selalu menangani kondi
Alex menatap Bethany dengan tegang. Ia hampir tidak dapat mengeluarkan sepatah kata apa pun. “M-menyembunyikan apa maksudmu?” tanyanya pada Bethany dengan sedikit gagap.Bethany menatapnya dengan dalam dan terdiam sesaat. Ia tidak mampu menahannya lagi, dia harus mengatakannya sekarang. “Kau ....” Alex menengguk ludahnya sendiri menunggu kelanjutan pertanyaan dari Bethany.“Kau belum mandi kan sejak kemarin?! Kenapa kau masih memakai baju yang sama dan sangat bau sake?!” teriak Bethany yang akhirnya tidak dapat menyembunyikan rasa kesalnya. Alex membuka matanya lebih lebar dan akhirnya tertawa terbahak-bahak. Muncul ide jahil dalam dirinya. Ia menghentikan tawanya dan kembali menatap Bethany.“Jadi, kau menyadarinya? Sebenarnya ....” Alex menyentuh beberapa helai rambut Bethany dan melanjutkan kalimatnya dengan senyum misterius. “Sebenarnya aku menunggumu.”Bethany terdiam sejenak dan tersadar akan apa yang dimaksud oleh Alex. “Kau gila?! Pergi sana! Jangan sentuh aku.” Beth
Bethany menyerahkan anak laki-laki yang ia gendong kepada Vallery, ia menghampiri salah satu anak bayi yang sedang menangis di tempat tidur. Menurut Haidy tadi, dia hanya perlu mengganti popoknya. “Di mana kau menyimpan popoknya?” tanya Bethany kepada Haidy yang sedari tadi masih menenangkan anak kembar yang satunya. “Di bawah sana.” Haidy menunjuk sebuah keranjang besar di sudut ruangan, di sebelahnya terdapat sampah yang sebagian besar adalah popok bekas pakai. Bethany kemudian mengambil tisu basah dan membasuh perlahan kotoran yang ada pada makhluk kecil di depannya kini. Beruntungnya, ia pernah diajari ibu pengurus panti asuhan dalam mengganti popok bayi. “Sudah selesai. Aku akan mengelapnya dengan air hangat,” ujar Bethany setelah mengingat langkah selanjutnya. Setelah Bethany kembali dari dapur untuk mengambil sebaskom air hangat, ia memperhatikan Haidy. Haidy kini sedang menyusui bayi yang ia gendong, tapi matanya tertuju pada bayi satunya lagi yang berbaring di tem
Seusai rapat, Bethany dan timnya mulai menyusun segala rancangan pembuatan produk yang ia rencanakan dengan timnya. Beberapa hari terakhir, Bethany dan timnya mulai bekerja lembur untuk mengerjakan project tersebut dengan sungguh-sungguh. Ia dan Betty juga sudah bolak-balik ke pabrik pembuatan produk baru mereka. Setelah akhirnya mereka memastikan sample dari produk tersebut sudah selesai. Bethany menyusun dokumen untuk segera disetujui oleh para petinggi perusahaan Magesty. Alex mengantar Bethany pulang ke apartemennya dan membahasnya bersama di apartemennya. “Alex, bagaimana jika project ini ditolak oleh Bob si botak itu?” tanya Bethany. Alex terdiam sejenak dan fokus dengan pemikirannya sendiri. “Kurasa aku bisa mengatasinya,” jawab Alex dengan sangat yakin. “Benarkah? Bagaimana caranya?” tanya Bethany yang belum terbiasa dengan sikap Alex yang sangat bisa diandalkan. “Aku bisa. Kau hanya perlu tunggu hasilnya,” tukas Alex yang enggan membahasnya lebih lanjut. “Kau tahu
Bethany memandang Alex dengan tatapan yang dalam. Ia merasa ada sesuatu yang salah dari semua ini.“Kenapa kau lakukan ini?” tanya Bethany.“Kenapa? Karena aku tidak mau kau salah paham dengan wanita yang memelukku tadi,” jawab Alex.“Bukan. Maksudku, kenapa kau perlu tergesa-gesa menjelaskannya? Aku bahkan belum sempat mencurigaimu. Aku melihat caramu mendorongnya saat dia memelukmu.” Bethany menjelaskan perasaan yang sejak tadi ia pendam.“Kau tidak ... cemburu?” Alex menaikan alisnya, agak terkejut dengan pernyataan Bethany barusan.“Itu bukan berarti aku tidak cemburu. Aku hanya ....” Bethany terdiam sejenak sambil memikirkan definisi yang tepat dengan apa yang ia rasakan.“Aku hanya mempercayaimu,” lanjutnya.Alex membuka matanya lebih lebar. Tidak menyangka dengan jawaban Bethany barusan. Ia makin merasa bersalah dengan ucapan itu.“Kau benar-benar mempercayaiku?” tanya Alex dengan sedikit ragu.“Kau meremehkan rasa sukaku padamu?” balas Bethany yang langsung cemberut dan membuan
Hari ini, Bethany mengunjungi pabrik pembuatan sample produk baru yang akan dikerjakannya dengan timnya. Produk itu berupa satu set produk kosmetik yang didesign seperti peti harta karun dan memiliki gembok di luarnya.“Apa ini tidak terlalu mewah?” tanya Betty yang saat itu menemaninya ke pabrik pembuatan sample produk tersebut.“Bukankah kita telah menyetujui hal ini?” Bethany sedikit protes dengan komentar rekannya tersebut.“Ya, kita memang sudah sepakat. Tapi, melihatnya secara langsung seperti ini sangat ... entahlah, aku merasa ada yang kurang cocok dengan konsep project kita.”“Bukankah ini sangat ‘Magesty’?” tanya Bethany dengan memberikan kode tanda kutip dengan jari tangannya.“Ya, ini sangat mewah seperti citra brand Magesty. Tapi, bukankah konsep kita adalah Beauty Reborn? Kita seperti memerlukan sesuatu yang sederhana tapi mengejutkan.”“Kita sudah sampai sejauh ini. Kita tidak mungkin mengubah sample produknya lagi,” kata Bethany dengan pertimbangan waktu yang sangat me
Danny memasuki ruangan dan duduk di kursi paling ujung. Bukan hanya untuk mendengar presentasi dari Betty, tapi seolah juga ingin mengamati seluruh tim baru Bethany.Danny menyilangkan tangannya di dada, melihat satu per satu seluruh wajah yang ada di ruangan tersebut. Dia menatap mereka dengan tatapan yang tidak dapat didefinisikan. Ia hanya terlihat tenggelam dalam pikirannya sendiri.Alex duduk di sebelahnya, ia berbisik sesuatu yang tidak dapat didengar oleh seisi ruangan tersebut. Danny terlihat tersenyum dengan kata-kata Alex.“Jadi, kita akan memulai ini segera. Kirim desain ini ke tim produksi dan kita akan segera memproduksinya secara masal.” Danny menutup kalimatnya dan langsung berdiri, seolah puas dengan apa yang ia lihat dan dengar.Sebelum keluar ruangan, Danny memanggil Bethany, dengan nama samarannya. “Bella, ikut ke ruanganku sekarang.” Bethany mengangkat sedikit alisnya, merasa heran dengan permintaan yang sangat tiba-tiba tersebut. Ia memandang Alex untuk menanyaka
Alex mengajak Bethany untuk kembali ke penthousenya. Bethany merasa bahwa Alex tidak terlalu nyaman berada di apartemen yang ia tinggali. "Jangan berpikir macam-macam. Aku bukan melihat tempatnya. Aku hanya merasa kau selalu sedih ketika berada di sana." Alex mencoba menebak isi pikiran Bethany. Bethany tersenyum, Alex benar-benar memahaminya. "Ya, kau benar. Aku selalu teringat Bella ketika berada di sana. Terang saja, itu apartemen milik Bella." "Beth, sampai kapan kau berencana akan tinggal di sana?" tanya Alex sambil menyetir mobilnya. "Mungkin, sampai seseorang membawaku pergi untuk tinggal bersamanya." Alex tiba-tiba mengerem mobilnya secara mendadak. Ia kini menatap Bethany dengan serius. "Kau mengatakan itu dengan serius?" tanya Alex yang mengerti maksud dari arah pembicaraan Bethany. Bethany mengangguk untuk mengkonfirmasi. "Kau mau tinggal bersamaku? Di apartemenku?" Alex lagi-lagi masih tidak mempercayainya. Bethany tersenyum, mengerti bahwa hal itu sulit dimengert
Alex hanya mematung di tempat. Ia masih kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi. Ia baru saja membongkar semua rahasianya di depan Bethany dan dia malah mendapatkan pelukan? "Kenapa kau diam saja? Cepat pakai bajumu dan kemasi barang-barangmu. Oh aku lupa, kau tidak membawa apa pun ke sini. Bahkan tidak membawa uang juga," ucap Bethany sambil memasukan beberapa barang penting ke dalam tas kecilnya. "Apa kau tidak marah?" tanya Alex yang masih kebingungan. "Soal apa?" "Soal orang tuaku yang ingin mencelakaimu dan kembaranmu." "Aku juga mengenal orang tua yang sering bersikap kejam kepada anaknya. Jadi, aku tidak terlalu kaget kalau ada orang tua lain yang kejam seperti itu. Dan, tidak ada alasan bagiku untuk marah padamu. Kau telah menyelamatkan nyawaku dan semua itu bukan ulahmu." Bethany selesai berkemas, dia melangkahkan kakinya ke sebuah lemari tua di pojok ruangan. "Seharusnya masih ada di sini." Bethany bergumam kepada dirinya sendiri. "Apa yang kau ca
"Apa kau bilang? Dia pengkhianatnya?!" tanya Bethany setengah berteriak ketika Alex menyebutkan salah satu pengkhianat dalam timnya. "Bisa dikatakan, dia tidak berkhianat, tapi memang memiliki motif sejak awal bergabung dengan Revenge Squad." "Kenapa kau baru memberitahuku sekarang, Alex?" Bethany mulai kecewa dan sedikit kesal. "Maaf, aku juga baru mengetahuinya belakangan ini. Semenjak aku diangkat menjadi CEO, aku baru bisa memiliki akses penuh untuk membuka cyber inti dari Magesty. Termasuk meminta bantuan para Intel untuk menemukan peretas yang telah menayangkan videomu saat di peluncuran Beauty Reborn beberapa waktu lalu." "Jadi, itu benar-benar video diriku?" meskipun sudah mendengarnya dari David beberapa waktu lalu, ia tetap merasa kaget setelah Alex mengkonfirmasi hal tersebut. "Sayangnya, iya. Tapi kau tidak perlu khawatir, aku sudah meminta seluruh Intel perusahaan untuk menghapus video tersebut," jawab Alex berusaha menenangkan. Bethany mencoba merangkai
Bethany terbangun dari tidurnya. Cahaya matahari sudah memasuki ruangan dari sela-sela jendela kamarnya. Cahaya itu sedikit menyorot sosok yang kini masih terlelap berbaring di sebelahnya. Udara dingin dari luar sudah mulai terasa hingga menusuk kulitnya yang sedang minim pakaian. Ia menarik selimutnya lagi perlahan agar tidak membangunkan Alex dari tidurnya. Seketika ia lupa beberapa waktu yang ia lewatkan tanpa Alex di sisinya. "Rasanya seperti baru kemarin," ucap Bethany yang terdengar lebih seperti bisikan. "Kau akan melubangi wajahku jika terus menatapku seperti itu." Bethany tiba-tiba terkejut dan sedikit malu karena dirinya ketahuan sedang memperhatikan wajah Alex sejak tadi. "Kau sudah bangun? Kenapa masih berpura-pura tertidur?" tanya Bethany menahan rasa malunya. "Aku hanya memberimu waktu sedikit lama menikmati ketampananku," jawab Alex dengan sangat percaya diri. Bethany menyeringai. Namun, ia tidak menyangkalnya. Ia hanya berbalik badan membelakang
"Kau tidak akan kembali, kan?" tanya Alex dengan tatapan serius. "Maksudmu ke Magesty?" "Ya, Bella sudah kau temukan. Jadi, tidak ada alasan bagimu untuk kembali ke Magesty, kan?" tanya Alex sekali lagi. Kali ini, pertanyaannya lebih terdengar seperti permohonan. Bethany terdiam sesaat. Ia memang tidak memiliki alasan lagi untuk menemukan Bella. Tapi, rasanya seperti ada yang janggal. Alex masih tidak mengerti apa yang membuat Bethany ragu. Ia kembali memastikan hal yang ia lihat. "Apa yang kau pikirkan?" "Entahlah. Seperti semua yang kukerjakan dengan timku terasa sia-sia." "Apa maksudmu? Bukankah tujuanmu tercapai? Bella sudah ditemukan dan dia baik-baik saja sekarang." "Kemunculannya memang sangat tak terduga. Aku awalnya menduga dia sudah mati. Tapi, dia tiba-tiba muncul dengan utuh tanpa luka sedikit pun. Aku malah merasa aneh." "Aneh?" Alex mengambil tangan Bethany dan menggenggamnya. "Bethany, kau tidak perlu khawatir lagi. Bella sudah baik-baik saja da
Bethany akhirnya menuruti saran Bella untuk mundur dari misi balas dendam yang ia lakukan dengan timnya. Tanpa disadari, dia terlalu menikmati peran tersebut. Peran sebagai kembarannya. Dia kini sudah berada di kampung halamannya. Sebuah desa kecil tempat masa lalunya dengan keluarga kecilnya yang bahagia. Setidaknya sebelum kejadian itu terjadi. Sejak kecil, Bethany selalu merasa bahwa orang tuanya hanya mencintai Bella dan menganggap dirinya hanya anak malas yang tidak memiliki tekad untuk melakukan apapun. Berbeda dengan Bella dengan segudang prestasi sejak kecil, Bethany lebih suka mengerjakan apa yang ia suka dan menghindari apa yang ia benci. Pernah suatu ketika saat Bethany mendapat medali perak atas turnamen karate junior di bangku sekolah dasar, ia memamerkannya kepada orang tuanya. Namun, orang tuanya lebih membanggakan Bella yang saat itu menjadi juara umum olimpiade matematika. Di lain hari, untuk pertama kalinya Bethany berusaha dengan sungguh-sungguh dalam
Setelah Alex menerima alamat rumah lama Bethany, ia segera meninggalkan apartemen Bella tersebut dan bergegas pergi ke luar. Ia lupa bahwa ia tidak membawa mobil ke sana. Daripada memutuskan untuk kembali ke rumahnya dan harus kembali diikuti oleh para pengawalnya, ia akhirnya memutuskan untuk menaiki taxi dan bersiap untuk menempuh perjalanan panjang dari New York ke New Jersey. Sepanjang perjalanan dia hanya memikirkan apa yang akan ia katakan ketika bertemu dengan Bethany nanti. Meminta maaf padanya? Menanyakan kabarnya? "Arrggh. Sial!" Ia mengacak-acak rambutnya sendiri dan tanpa sengaja mengeluarkan racauannya. Supir taxi yang sejak tadi diam-diam menyaksikan kegelisahannya akhirnya mengeluarkan suara. "Apa Anda tidak membawa uang?" tanya supir itu merasa curiga. Alex tertegun sejenak. Ia merogoh saku celananya dan lupa bahwa ia meninggalkan dompetnya di mobil yang dikendarai oleh pengawalnya. Ia panik. Namun, mencoba bersikap seolah tidak terjadi apapun. "Saya
-Kembali ke masa kini- "Jenius yang sebenarnya?" tanya Alex masih tidak mengerti ucapan Bella. "Rencana yang dibuat untuk menjatuhkan Wilson itu rencananya. Kalian pikir akan sejauh apa dampak dari rencananya ini?" tanya Bella mencoba memberi teka-teki. "Tunggu. Maksudmu, kau ingin kita memikirkan apa yang akan terjadi setelah Hardvey putus dari Wilson? Bukankah tujuannya hanya untuk membuat Wilson patah hati agar merasakan sesuatu yang berharga baginya direbut? Seperti yang dia lakukan pada Robert, merebut jabatannya di kantor." Danny mulai menjelaskan sesuatu yang ia rencanakan dengan Bethany dan rekan lainnya. Bethany mendengus pelan. "Kalian terlalu menganggap remeh rencana ini." Belum sempat Danny dan Alex bertanya lebih lanjut maksud dari ucapan Bella tersebut, ponsel Danny berdering. Ia melihat nama David di layar ponselnya. Danny segera mengangkat panggilan tersebut dan membuat percakapannya dengan mode loudspeaker. Bella mencegahnya, ia melirik ke arah Alex
(Flashback ke Bab 45) -Pertemuan pertama Bethany & Bella setelah beberapa bulan kabar hilangnya Bella- "Bagaimana? Sangat melelahkan bukan?Menyamar sebagai Bella," ucap orang itu dengan sebuah senyum kepuasan. Bethany terkejut dengan suara yang sangat ia kenal. Dengan tangan bergetar ia memalingkan wajahnya dari arah cermin ke sumber suara. Seseorang yang sangat mirip dengannya kini sudah berada di hadapannya. "B-Bella?!" Bethany dengan sigap memeluk kembarannya. Tubuhnya masih gemetar seakan tidak percaya dengan apa yang sedang ia lihat sekarang. "Kau baik-baik saja, kembaranku?" tanya Bella dengan senyum dan mata yang mulai berkaca-kaca. "Pertanyaan macam apa itu?! Aku yang seharusnya bertanya padamu. Apa kau baik-baik saja?" Bethany melonggarkan pelukannya dan menatap wajah kembarannya dengan untuk meluapkan seluruh emosinya. Ia teringat sebuah foto dengan luka yang bercucuran darah pada sebuah pergelangan tangan yang ada di dalam roadmap di balik lukisan yan
Danny dan Bella masih terus saling menautkan bibir mereka. Tanpa sadar, dari kejauhan ada seseorang yang memperhatikan mereka sejak tadi. Orang yang telah dengan geram dan menahan emosinya sendiri. Tidak puas hanya dengan menonton, orang itu akhirnya mendekati kedua kekasih yang baru saja melakukan 'reuni panas' mereka. Ia mencengkram kemeja Danny dan dengan cepat meninju wajahnya hingga tersungkur. Dengan rasa terkejut yang amat sangat dan menahan rasa sakit di wajahnya, Danny melihat siapa orang yang telah melakukan itu padanya. "Alex?! Sial. Apa yang kau lakukan?!" teriak Danny yang sangat tidak menerima pukulan tadi. Alex hanya terdiam dan malu mengungkapkan rasa cemburunya yang teramat sangat. Di sisi lain, wanita yang tadi bercumbu dengan Danny masih mematung terkejut dengan kejadian barusan. Wanita itu menghampiri Danny yang masih terduduk di atas aspal dingin basement hotel itu. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya dengan khawatir. "Hei, apa aku benar-benar semudah