Keesokan harinya...
Sebuah mobil mewah hitam berhenti di depan lobby hotel. Bethany turun mengenakan gaun merah dengan topeng hitam berukir.
Sesuai yang ia harapkan dari artikel di media online tentang tips menarik perhatian orang, semua mata tertuju padanya. Mungkin, dia satu-satunya yang terlihat seperti manusia, di sebuah pesta Halloween.
Kakinya perlahan mendekati meja resepsionis yang terlihat sepi. Seorang pria muda kikuk berkostum drakula menyambutnya.
"Selamat datang Nona, tolong berikan darahmu di sini."
Pria itu memberikan sebuah pena berbentuk bulu angsa dan mencelupkannya pada botol tinta merah di atas meja. Mengisyaratkan dirinya harus menuliskan nama pada buku daftar tamu.
'Sangat norak!' batin wanita itu memikirkan betapa kekanakannya orang yang membuat konsep pesta halloween ini.
Bethany bersiap meninggalkan meja resepsionis tanpa menuliskan namanya pada buku tamu. Pria drakula tadi memanggilnya, "Maaf Nona, setidaknya ... beritahu saya nama Anda.”
“Apakah harus?” tanya wanita itu.
“Ya Nona, kalau tidak. Anda tidak bisa masuk,” jawab pria drakula tadi.
"Redwig ... Bella Redwig." Bethany akhirnya terpaksa menggunakan nama Bella agar bisa masuk ke dalam pesta itu.
Bethany kemudian melangkahkan kaki ke dalam ruangan yang sudah diberi petunjuk dengan tanda busur panah.
Ia memasuki ballroom hotel yang sudah menjelma menjadi seperti club' malam dengan gemerlap lampu dan musik yang sangat keras. Ia memperhatikan satu per satu beberapa manusia berkostum hantu di dalam sana.
Ia merasa sangat bodoh karena mencari keberadaan seseorang ketika berada dalam pesta topeng.
"Kita sambut ... sang Nona Vampir ... Bella Redwig!" Seorang MC memanggil namanya, membuat seluruh hantu jadi-jadian tadi menoleh ke arahnya.
"Oh, sial! Kenapa dia menyebutkan nama itu!" kata Bethany bergumam pada dirinya sendiri.
Ia membuka tas tangannya dengan sedikit tremor, mengambil secarik kertas berisi rundown acara. Bodohnya, ia tidak memperhatikan bagian paling bawah rundown tersebut.
Tertulis catatan, 'seluruh tamu yang datang akan disambut oleh MC dengan julukan kostum hantu yang dikenakannya.’
Kini seluruh tamu tahu keberadaannya. Ia memang berencana untuk membuat seluruh tamu memandangnya, tapi bukan sebagai Bella Redwig.
Awalnya, ia hanya ingin dilihat sebagai wanita misterius yang mempesona dengan gaun merah menyala yang cukup seksi. Agar orang-orang yang diincarnya, tertarik untuk mendekatinya.
Ya, orang-orang yang fotonya Bella pajang di kamarnya. Ia memutuskan untuk menggagalkan rencananya sendiri dan berusaha mendalami peran sebagai Bella Redwig.
Hampir saja ia harus menerima tatapan seluruh tamu sepanjang malam. Untungnya, acara langsung dimulai.
Tepat beberapa detik kemudian, layar di panggung menyala dan memunculkan sebuah nama besar di dalamnya, MAGESTY— perusahaan kosmetik nomor dua di New York.
Sambutan demi sambutan oleh para pemimpin Magesty, akhirnya usai. MC mengumumkan acara selanjutnya. Peresmian produk baru palette eyeshadow bertema Halloween.
Terdapat cuplikan intens di layar proyektor di atas panggung, menampilkan video beberapa model bak seorang wanita vampir modis dengan riasan mata yang bold. "Huh! tidak masuk akal!" gumam Bethany dengan suara pelan.
"Vampir mana yang mau berdandan seribet itu, ya kan? Bethany." Terdengar suara seorang pria persis dari belakang telinganya.
Sontak membuatnya terkejut dan menoleh. Pria bertopeng setengah serigala menampilkan sebuah senyuman tipis padanya, menyebutkan nama aslinya. Ya, nama aslinya. Bethany.
***
Belum sempat Bethany sadar akan keterkejutannya, pria itu menarik tangannya agar menjauhi keramaian. Beberapa tamu memandangi mereka.
Namun, tidak ada yang berani mendekati dan mencegah pria itu melakukannya. Bethany diajak ke sebuah ruangan yang sangat sepi dan terkesan memiliki privasi.
Bethany membuka mulutnya dan bersiap untuk mencecer pria di hadapannya dengan berbagai pertanyaan.
“Bagaimana kau tahu?” tanya Bethany pada akhirnya setelah penyamarannya sebagai saudari kembarnya terbongkar.
Pria itu mendekati Bethany, menyingkap rambut panjang hitamnya dan menyentuh sedikit leher Bethany dengan jarinya. “Bella tidak memiliki ini.” Alex menyentuh sebuah tato bergambar ular kecil yang terdapat pada leher Bethany.
Bethany yang terkejut langsung menepis tangannya. Ia membalik tubuh pria itu agar bertukar posisi padanya dan mendorongnya ke tembok.
Pria itu tampak kaget dan tidak menyangka wanita di hadapannya akan bertindak seberani itu.
“Lalu? Kau mau membongkarnya di depan para tamu? Lakukan saja,” tantang Bethany dengan mata yang menyala.
“Hei! Aku bahkan belum mengatakan apa pun.” Pria itu merogoh saku jasnya dan mengambil sebuah kartu nama dan menyerahkannya pada Bethany.
“Kau pasti butuh partner untuk balas dendam,” ucap pria itu secara tiba-tiba.
“Kau! Bagaimana kau tahu?”
“Bella Redwig, dia telah menghilang hampir sebulan. Anehnya, tidak ada pengumuman resmi dari perusahaan yang menyatakan dia telah keluar.” Pria itu mengatakan sebuah informasi baru yang cukup penting untuk Bethany.
“Lalu, apa tidak ada seorang pun yang mengetahui keberadaannya?”
“Kau saja yang kembarannya tidak tahu, apalagi aku.”
“Jadi, apa yang kau rencanakan dengan menahanku di .... ” Bethany menghentikan ucapannya dan melihat sekeliling.
Ia baru sadar bahwa ruangan yang mereka datangi adalah sebuah kamar. Wajah Bethany memerah.
Bethany akhirnya melihat kartu nama yang diberikan padanya. Alex, Marketing Staff. Begitu tulisannya. Pria di hadapannya ini hanya karyawan biasa di Magesty tapi mencoba untuk memerasnya?
“Apa kau mau uang dariku?” tanya Bethany mencoba menebak tujuan Alex yang sesungguhnya.
“Apa aku terlihat sangat membutuhkan uang?” jawab Alex yang sedari tadi hampir tidak berhasil menyembunyikan tawanya.
“Aku hanya ingin membantumu. Seperti yang aku bilang tadi. Kau pasti ingin membalas dendam. Tentang skandal itu.”
“Skandal?” Bethany mengangkat alisnya dan menatap Alex dengan heran.
“Bella terlibat dalam skandal percintaan dengan salah satu manajer di kantor. Manajer tersebut sudah memiliki istri. Beberapa hari setelah terdengarnya rumor tesebut, Bella menghilang. Aku juga penasaran kemana dia. Karena itu aku akan membantumu.”
Bethany berjalan menuju sofa yang berada di sudut ruangan. Dia duduk dan menyilangkan kakinya. Berusaha terlihat tidak terpengaruh dengan ucapan Alex barusan.
Ia tidak akan bisa diperas oleh siapapun. Dia sangat mencurigai pria di hadapannya ini. Alex mengikutinya dan duduk di depan Bethany sambil memandang wanita di hadapannya.
Bethany masih terdiam dan terlihat berpikir keras. Alex hanya menunggunya dan menatapnya dengan serius.
Bethany akhirnya membuka suara dan mengatakan, “Dua hal di dunia ini yang tidak akan pernah aku percaya. Pertama, aku tidak akan percaya pria sepertimu. Pria yang berusaha memeras wanita di awal pertemuan.”
Alex mengangkat alisnya, terkesima dengan jawaban tak terduga wanita di hadapannya. Ia sangat menunggu kelanjutannya.
Alex menegakkan posisi tubuhnya dan melipat kedua tangannya di dada. “Hmm ... Okay,” gumam Alex.
“Kedua, aku tidak akan percaya Bella memiliki sebuah skandal. Tapi untuk sekarang, aku akan menerima tawaranmu.”
Bethany telah sepakat untuk menerima Alex menjadi partner dalam menjalankan aksi balas dendamnya. Bethany mengatakan akan mengajak Alex ke apartemen Bella untuk melihat bukti-bukti perundungan yang dialami oleh Bella.Alex menyetui hal tersebut. Alex menunjukkan jalan pintas keluar hotel agar tidak diketahui oleh para karyawan yang sedang berpesta. “Jika aku tidak datang, apa kau berencana untuk meracuni para tamu di pesta itu?” tanya Alex ketika mereka sudah berada di dalam mobilnya. “Aku tidak mungkin seceroboh itu,” jawab Bethany sambil membuka topeng berukir yang sedari tadi cukup menyiksa. “Bukankah datang ke pesta itu sebagai Bella saja sudah merupakan tindakan yang ceroboh?” Alex kembali mencecar pertanyaan yang sangat membuatnya penasaran. “Aku memang sengaja mencari pusat perhatian, tapi tidak mengira MC itu menyebutkan nama tamu yang hadir. Bukankah pakaianku hari ini sangat berbeda style dengan Bella?”
Bethany terdiam mematung setelah Alex meninggalkannya. Bethany mencoba untuk mengabaikan perkataan Alex.Bethany mulai duduk dan melihat mejanya sangat berantakan, sepertinya orang-orang mengira tempat ini sudah tidak bertuan dan menjadikannya gudang tempat pembuangan dokumen yang sudah tidak terpakai.Bethany kembali mengingat ucapan Nancy di lobby tadi, ‘Jadi, Bella mengajukan cuti, bukan menghilang?’Tiba-tiba, Bethany makin tidak mengerti apa yang menimpa kembarannya tersebut. Belum sempat Bethany menyalakan laptopnya, seseorang mendatanginya dan memberikan setumpuk dokumen dengan wajah yang terlihat sangat jengkel.“Akhirnya aku tidak perlu melakukan ini lagi sendirian.”Bethany mengenali wajah itu, dia adalah Robert, staff keuangan yang duduk persis di sebelah meja kerja Bella. Dia juga salah satu orang yang fotonya dipajang Bella di kamarnya.Kalau orang-orang itu bukan orang yang merundung Bella seperti yang diragukan oleh Alex, lalu kenapa Bella memasang foto mereka di sana?
Alex mengantar Bethany pulang dengan mobilnya. Sepanjang jalan, mereka hanya terdiam tanpa saling mengatakan sepatah kata pun.Sesampainya di apartemen, Alex sampai harus memposisikan Bethany duduk di kursi kayu area dapur agar mudah dikeringkan.Alex memeriksa lemari baju dan mengambil sepasang piyama di dalamnya. Ia juga membuka laci tempat beberapa pakaian dalam.Alex sempat ragu untuk mengambilnya. “Maaf, Bella. Ini demi kembaranmu.”Alex mengambil sepasang pakaian dalam dan segera menuju Bethany yang masih dengan tatapan kosongnya. Bethany langsung menuruti perintah Alex untuk berganti pakaian.“Hei! Hei!” Alex hampir saja menyaksikan Bethany telanjang di hadapannya, ia segera mengantar Bethany ke kamar mandi dan menyuruhnya berganti baju di dalam sana.Bethany masuk ke dalam kamar mandi dan mengambil napas panjang, mencoba menenangkan diri dan memikirkan apa yang harus dikatakannya setelah ini.Setelah berpikir hampir setengah jam, Bethany akhirnya keluar. Alex segera menghampir
Bethany melihat keraguan dalam tatapan Alex tentang pernyataannya. “Kau meragukanku?” “Kau berpikir mereka harus menjadi timmu daripada harus mencurigai mereka sebagai para perundung Bella, begitu?” tanya Alex memperjelas pernyataan Bella barusan. “Ya ... aku memiliki alasan.” Bethany mulai cemberut. “Kau memiliki alasan. Ah ... kedengarannya menarik. Beri tahu aku.” Alex berpindah posisi mendekat ke arah Bethany dan menatapnya dengan serius. “Pertama, aku belum menemukan motif apa pun yang menghubungkan orang-orang itu dengan Bella. Kedua, kalau benar mereka adalah para perundung Bella, bukankah lebih baik aku lebih dekat dengan mereka agar bisa mencari tahu lebih dalam?” “Ya ... pemikiranmu cukup masuk akal. Tapi, ada satu hal yang belum kau ketahui.” “Apa itu?” “Dalang dari semua ini.” Bethany membuka matanya lebih lebar, terkejut dengan pernyataan Alex yang benar-benar dia lewatkan. Dia sama sekali belum bertemu pria yang menyebabkan Bella dirundung dan menghilan
Bethany melihat siapa yang baru saja datang. Betty, orang yang baru saja ia bicarakan diam-diam dengan Alex. Wanita berusia akhir 40 tahun dengan kacamata tebal dan rambut klimis dikuncir kuda. “Silakan masuk.” Bethany memberinya ijin dan menyuruhnya untuk duduk. Betty mengambil kursi di seberang Robert. Bethany nampak cukup terkejut melihat kemiripan Betty dan Robert. Mereka terlihat seperti saudara kembar berbeda jenis kelamin. Alex menyikutnya dari samping, membuyarkan lamunannya dan memberinya kode untuk memulai rapat ini. “Sepertinya semua sudah lengkap. Sebelum kita saling memperkenalkan diri, kami akan menjelaskan lebih dulu project yang akan kita kerjakan.” Alex mengambil alih percakapan dan menyalakan layar yang berada di tengah ruang rapat tersebut. “Baiklah, seperti yang kalian sudah ketahui. Aku, Bella Redwig—yang ditugaskan oleh Danny untuk menyelesaikan sebuah project yang selama ini selalu dihindari pada staff divisi marketing. Mereka menyebutnya, project buangan.”
Mereka semua sangat terkejut melihat kejadian di hadapan mereka. Mereka bahkan tidak sanggup mengangkat barang bawaan mereka sendiri. Pabrik yang menjadi satu-satunya harapan bagi mereka, kini habis terbakar. “Apa yang kalian lakukan? Cepat bantu kami!” Seseorang tiba-tiba memberi mereka beberapa ember dan menyuruh mereka untuk membantu. Alex dengan sigap menggulung lengan bajunya dan berlari menuju sumber air. Bethany yang melihatnya kembali tersadar dan tahu apa yang harus ia lakukan. “Cepat, bantu mereka!” Bethany berteriak kepada beberapa koleganya yang masih diam mematung. “Apakah pemadam kebakaran tidak akan datang?” tanya Vallery sambil ikut berlari.“Kemungkinan mereka tidak akan secepat dan setanggap seperti di kota,” jawab Betty yang sudah melepaskan kacamatanya. Mereka akhirnya perlahan berhasil memadamkan api. Tapi, hanya sebatas itu. Tidak terlihat satu benda pun yang terselamatkan. Bethany melihat sekeliling dan matanya tertuju pada beberapa orang yang menangis di
Keesokan harinya, Bethany dan timnya sudah berkumpul untuk membahas rencana mereka selanjutnya. Ia merasa tidak enak karena telah menyeret mereka ke dalam situasi ini demi untuk menemukan kembarannya. “Jadi, Alex. Kau menjanjikan satu minggu untuk kami mengatasi situasi ini. Apa kau memiliki rencana?” tanya Bethany pada Alex yang duduk di hadapannya. “Okay, sejujurnya. Kebakaran di pabrik itu sedikit menguntungkan bagi kita.” “Apa maksudmu?” tanya Bethany terheran. “Pabrik itu, dan apa yang dibuat di dalamnya, sudah tidak memiliki harapan jika terus dilanjutkan. Jadi, ini bagus karena kita bisa mereset semuanya. Memulainya dari awal.” “Maksudmu, kita bisa dalam waktu seminggu, mendirikan pabrik baru?” tanya Robret dengan skeptis. “Tentu saja tidak. Tapi, kita bisa membuat perjanjian baru dengan para warga.” Alex memperlihatkan sebuah dokumen di laptopnya, mereka melihat ada tabel nama-nama tumbuhan yang tidak mereka kenal. “Ini adalah daftar nama tumbuhan yang hanya
Bethany hampir berteriak karena gerakan yang tak terduga dari Alex. Kini Alex mencengkeram pinggulnya erat, seperti tidak akan melepaskannya. Bethany tidak berpikir ini konsekuensi yang akan dia terima akibat mencium pipi Alex sekilas. Alex makin mendekatkan dirinya dengan tubuh Bethany, suara napasnya makin jelas terdengar berat. Alex tampak ingin mengatakan sesuatu yang ia tahan sejak tadi. Bethany akhirnya mencoba melepaskan pelukan Alex pada pinggulnya. “Apa yang kau lakukan? Lepas!” protes Bethany.“Kau yang menggodaku duluan,” jawab Alex dengan tatapan misteriusnya. “Oke maaf. Aku melakukannya hanya karena ....” Bethany memikirkan kata yang tepat untuk dia ucapkan. “Karena kau sangat baik padaku.”“Oh. Jadi begitu, aku baik padamu?” Lagi-lagi Alex tampak kecewa dengan ucapan Bethany dan mulai melonggarkan cengkeramannya. “Aku harus pergi sebelum mereka kembali.” Bethany akhirnya keluar pemandian air hangat tersebut dengan perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumny
-Kembali ke masa kini- "Jenius yang sebenarnya?" tanya Alex masih tidak mengerti ucapan Bella. "Rencana yang dibuat untuk menjatuhkan Wilson itu rencananya. Kalian pikir akan sejauh apa dampak dari rencananya ini?" tanya Bella mencoba memberi teka-teki. "Tunggu. Maksudmu, kau ingin kita memikirkan apa yang akan terjadi setelah Hardvey putus dari Wilson? Bukankah tujuannya hanya untuk membuat Wilson patah hati agar merasakan sesuatu yang berharga baginya direbut? Seperti yang dia lakukan pada Robert, merebut jabatannya di kantor." Danny mulai menjelaskan sesuatu yang ia rencanakan dengan Bethany dan rekan lainnya. Bethany mendengus pelan. "Kalian terlalu menganggap remeh rencana ini." Belum sempat Danny dan Alex bertanya lebih lanjut maksud dari ucapan Bella tersebut, ponsel Danny berdering. Ia melihat nama David di layar ponselnya. Danny segera mengangkat panggilan tersebut dan membuat percakapannya dengan mode loudspeaker. Bella mencegahnya, ia melirik ke arah Alex
(Flashback ke Bab 45) -Pertemuan pertama Bethany & Bella setelah beberapa bulan kabar hilangnya Bella- "Bagaimana? Sangat melelahkan bukan?Menyamar sebagai Bella," ucap orang itu dengan sebuah senyum kepuasan. Bethany terkejut dengan suara yang sangat ia kenal. Dengan tangan bergetar ia memalingkan wajahnya dari arah cermin ke sumber suara. Seseorang yang sangat mirip dengannya kini sudah berada di hadapannya. "B-Bella?!" Bethany dengan sigap memeluk kembarannya. Tubuhnya masih gemetar seakan tidak percaya dengan apa yang sedang ia lihat sekarang. "Kau baik-baik saja, kembaranku?" tanya Bella dengan senyum dan mata yang mulai berkaca-kaca. "Pertanyaan macam apa itu?! Aku yang seharusnya bertanya padamu. Apa kau baik-baik saja?" Bethany melonggarkan pelukannya dan menatap wajah kembarannya dengan untuk meluapkan seluruh emosinya. Ia teringat sebuah foto dengan luka yang bercucuran darah pada sebuah pergelangan tangan yang ada di dalam roadmap di balik lukisan yan
Danny dan Bella masih terus saling menautkan bibir mereka. Tanpa sadar, dari kejauhan ada seseorang yang memperhatikan mereka sejak tadi. Orang yang telah dengan geram dan menahan emosinya sendiri. Tidak puas hanya dengan menonton, orang itu akhirnya mendekati kedua kekasih yang baru saja melakukan 'reuni panas' mereka. Ia mencengkram kemeja Danny dan dengan cepat meninju wajahnya hingga tersungkur. Dengan rasa terkejut yang amat sangat dan menahan rasa sakit di wajahnya, Danny melihat siapa orang yang telah melakukan itu padanya. "Alex?! Sial. Apa yang kau lakukan?!" teriak Danny yang sangat tidak menerima pukulan tadi. Alex hanya terdiam dan malu mengungkapkan rasa cemburunya yang teramat sangat. Di sisi lain, wanita yang tadi bercumbu dengan Danny masih mematung terkejut dengan kejadian barusan. Wanita itu menghampiri Danny yang masih terduduk di atas aspal dingin basement hotel itu. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya dengan khawatir. "Hei, apa aku benar-benar semudah
Keesokan paginya, sesuai janji yang dibuat oleh Danny dan Hardvey, mereka akan bertemu di basement hotel pukul sembilan pagi. Tanpa sepengetahuan Hardvey, David sudah memasangkan kamera pengawas di beberapa titik di lokasi pertemuan rahasia tersebut. Tidak hanya Danny, seseorang yang melewatkan malam panas dengannya juga sudah berada di sana untuk mengawasi. Lebih tepatnya, seorang wanita yang harus berada di sana untuk menjadi cameo dalam drama kali ini. "Kenapa dia lama sekali?" ucap Danny merasa gelisah. Tidak hanya gelisah karena menunggu targetnya yang akan datang. Namun, dia juga gelisah karena dia tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Hatinya masih berdebar mengingat kejadian panas semalam. Tubuhnya terasa lelah namun segar. Keringat dingin mulai terlihat di wajahnya, ia mencoba menahan diri untuk fokus pada rencana mereka kali ini. "Kau harus tenang," ucap wanita di sebelahnya. "Bagaimana aku bisa tenang? Aku masih memikirkan kejadian semalam, kau tahu?
Pintu lift tertutup. Di sana, hanya ada dirinya dan Hardvey yang terlihat sangat terkejut akan tindakannya barusan. "Hei, apa yang kau-" Hardvey makin terkejut lagi melihat orang yang ada di hadapannya. "Kau, Willy kan?" tanya Hardvey begitu teringat orang yang beberapa kali tanpa sengaja bertemu dengannya. Terutama rambut perak yang sangat mencolok itu. Danny kebingungan, dia menyipitkan matanya setelah mendengar nama asing di telinganya. Beberapa saat kemudian dia tersadar bahwa orang di hadapannya menyebutkan nama samaran yang ia buat kemarin. "Ya, benar. Oh, kau Hardvey kan? Aktor yang kemarin menyeleksiku di audisi?" jawabnya. "Ya. Kau, menginap juga di sini?" tanya Hardvey mulai penasaran dan sedikit bersemangat. "Ya, aku menginap di sini." Danny mulai sedikit gugup. Firasat tidak enak kembali mulai dirasakannya. Apalagi, aktor itu kini semakin mendekatkan diri padanya. "Hei, kita tiga kali bertemu secara tidak sengaja seperti ini. Pasti ini takdir," ucap H
Setelah mengetahui letak hotel tempat Hardvey menginap, Danny dan David membooking kamar di hotel tersebut untuk melakukan rencana selanjutnya. Bethany membantu mereka di sana untuk mengawasi aksi mereka. "Kenapa dia harus menginap di hotel? Bukankah dia punya rumah pribadi yang lebih memiliki privasi?" tanya Danny. "Mungkin karena skandal itu, jadi dia terpaksa tidak tinggal di rumahnya dulu untuk sementara waktu," jawab Bethany. David yang sedang menyiapkan alat sadapnya menyahut, "Ya, benar. Jika kau melihat berita media online, skandal itu masih jadi topik pembicaraan yang panas di kalangan selebriti." "Bukankah hal seperti itu biasa di kalangan selebriti? Bahkan banyak selebriti yang terang-terangan mengaku mereka penyuka sesama jenis." Danny mulai mempertanyakan rasa penasarannya tentang skandal yang dibesar-besarkan tersebut. "Mungkin jika Hardvey adalah selebriti yang tidak laku di pasaran, berita itu akan cepat lenyap. Tapi, dia adalah salah satu selebriti ya
"Hei, Danny. Apa kau mendengarku? Sudah cukup. Jangan terbawa suasana. Cepatlah keluar!" teriak Bethany di sambungan telepon. Danny langsung berdiri dari posisinya dan bergegas keluar toilet. Di luar toilet ia segera memegang earphone yang ada di telinganya. "Hei! Kau sangat kejam! Jangan mengatakan sesuatu seolah-olah aku menikmatinya!" teriak Danny dengan frustasi. "Bukankah kau sudah kelewatan menggodanya?" tanya David. Bethany hanya cekikikan dan tampak tidak merasa bersalah. "Tenang saja. Aku tahu persis dia tergila-gila dengan saudari kembarku. Dia tidak mungkin terbawa suasana seperti itu dengan laki-laki." Beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu mobil van itu diketuk begitu kencang berkali-kali. Bethany menyadari siapa yang sebentar lagi akan masuk dan memakinya. Setelah pintu mobil van itu terbuka, terlihat raut wajah Danny yang penuh amarah. "Kurang ajar kau! Kata-katamu-" "Dia memang kelewatan. Tapi tenang dan masuklah. Kita harus bergegas perg
Beberapa jam kemudian, Danny dan Bethany sudah berada di dalam sebuah Cafe yang cukup sepi. "Hey, tidakkah warna silver ini terlalu mencolok?" kata Danny sambil menggaruk-garuk kepalanya dengan warna rambut barunya. "Tenang saja, itu hanya untuk sementara. Kita butuh menjadikan dirimu pusat perhatian aktor itu, kau tahu," jawab Bethany berusaha menenangkannya. Danny dan Bethany mencari tempat duduk yang letaknya paling sudut di Cafe tersebut. Setelah duduk, Danny melihat sekeliling dan tidak menemukan target mereka. "Kau yakin dia akan datang ke sini?" tanya Danny. Bethany cekikikan dan berniat menggodanya. "Kau menjadi tidak sabar." "Diam kau! Jangan membuatku memikirkan hal menjijikan lagi." Bethany mengangkat kedua tangannya pertanda menyerah. Dia juga sebenarnya sedikit tidak tega. "David sudah mencari tahu Cafe langganan tempat Hardvey dan manajernya biasa membahas project baru mereka. Dan ... karena hari ini adalah ulang tahun pemilik Cafe ini, dia pasti ak
"Alex?" ucap Bethany ketika hampir bersamaan dengan terbukanya pintu apartemen. "Ah, ternyata bukan," sambungnya lagi. 'Apa yang kuharapkan? Tentu saja Alex tidak akan ke sini lagi setelah bilang putus dariku,' batinnya dengan sedikit kecewa. "Kalau tidak salah, kau pengawalnya Alex yang di rumah sakit itu kan? Apa tadi kau yang mengirim pesan kepadaku menggunakan nomor telepon Alex?" tanyanya kepada pria bertubuh besar berotot di hadapannya. "Benar Nona. Perkenalkan, saya Gerard. Saya ke sini untuk mengembalikan ini." Bethany langsung membuka sebuah kotak kecil yang diberikan Gerard padanya. Ia melihat gelang yang pernah diberikan Alex di desa Woodwill. Bethany terkejut dan matanya membelalak, "Di mana kau menemukannya?! Aku benar-benar berpikir gelang ini sudah hilang." "Di kantor, Nona. Saya menemukan itu di dekat pintu masuk," jawab Gerard. Bethany mengambil gelang itu. Mengusap inisial nama BA di baliknya. Kemudian, ia mengembalikan gelang itu lagi kepada G