Seminggu berlalu, Hidupku dan bunda terasa berbeda, ada yang aneh karena kami tidak bersama ayah, tapi keadaan rumah lebih tentram dan aman. Tidak ada pertengkaran atau pertanyaan pertanyaan tak nyaman, juga perselisihan tentang Priska dan priska lagi.Kami jalani hidup dengan sisa uang yang ada, tidak hidup mewah, tapi cukup hidup sederhana dan makan apa yang ada. Semuanya beda, tapi hati kami lebih damai."Sudah berapa hari ayah tidak menelpon bunda?""Aku tidak peduli tentang dirinya. Jika dia masih punya kepedulian dan rasa rindu dia pasti sudah menelponku. Tapi sudahlah .... Jangan pikirkan dia lagi.""Apa rencana Bunda selanjutnya?""Bikin usaha laundry di rumah kita, mungkin orang-orang akan kaget mengapa Bunda yang tadinya hidup berkecukupan dan dihormati melakukan itu, tapi bunda sudah tidak peduli dengan komentar orang lain.""Apa Bunda punya modal?""Iya. Sisa uang ayahmu kemarin.""Baik, semoga Bunda berhasil, aku harap kita bisa menjalani semua ini dengan baik.""Bunda s
Wow, aku langsung ternganga mendengar ucapannya. Aku langsung terkejut tidak terkira tapi ini sudah wajar karena mereka juga menyimpan sakit hati yang mendalam. Mungkin karena bukan karena mencintai Ayahku dia pasti sudah menjebloskan diri ini ke dalam penjara. Kalau dipikir-pikir lebih jauh, setelah aku memberinya begitu masalah selama berbulan-bulan, dia pasti sudah kapok dan ingin meninggalkan Ayahku, tapi karena keteguhan cinta dan kasih sayangnya dia masih bertahan sampai hari ini.Di bagian mana lagi aku akan memaksa mereka untuk berpisah jika jalinan dan hubungan yang mereka buat begitu kuat. Aku akan masuk dari celah yang mana saja pasti gagal.Kadang kasihan juga melihat wanita yang dulunya sangat cantik dan anggun itu kini terduduk di kursi roda dengan gamis dan jilbab yang biasa-biasa saja. Bagian kakinya bengkok karena mengalami patah tulang akibat perbuatanku. Dia harus segera menjalani operasinya, sebab kalau tidak dia tidak akan bisa berjalan seumur hidup. Dilema yang s
Kudapati Ibuku sudah rapi dan cantik sekali saat aku baru bangun dan turun untuk minum air ke dapur. Aku heran dengan perubahan dirinya yang terlihat begitu cantik dan luar biasa."Bunda mau ke mana sudah rapi begini?""Bunda akan pergi ke pengadilan untuk mengajukan gugatan cerai.""Bunda yakin, Apakah bisa mengajukan perceraian kepada pria yang sedang sakit? Pasti ayah tidak akan bisa menghadiri persidangan.""Justru karena itulah Bunda mengajukan cerai agar dia tidak perlu datang. Kalau dia tidak datang dalam dua kali persidangan maka semuanya sudah selesai. Dua minggu kemudian bunda akan langsung mendapatkan akta cerai."Aku tercengang dan tidak menyangka ketika mendengar semua perkataan itu mengingat kemarin-kemarin Bunda seperti cinta yang rela mempertaruhkan hidup demi tetap bisa bersama ayah. Bunda terlihat depresi dan sakit sekali saat dia tidak mendapatkan perhatian dari suaminya. Tapi dengan perubahannya yang terjadi hari ini, aku kehabisan kata-kata.Perhatikan langit pena
Itu pertanyaan yang terus bermain di dalam benakku, Aku penasaran Apakah Ayahku sudah benar-benar melupakan kami atau dia masih memikirkan tentang kami, hanya saja dia sungkan untuk menelpon atau datang.Kulihat Bunda mulai tegar dengan kehidupannya, dia mulai membuka diri dan mengundang teman-temannya ke rumah. perlahan-lahan rumah yang tadinya sepi dan suram kini mulai semarak lagi dengan kedatangan beberapa orang yang kadang menimbulkan canda tawa dan keramaian di dalam rumah.Bunda mulai sedikit-sedikit tidak membahas ayah, bahkan tidak sama sekali. Bunda mungkin sudah move on dan belajar berdamai dengan kenyataan.*Suatu hari kudapatkan surat panggilan sayang yang ditujukan untuk ibuku. Itu adalah agenda sidang pertama di mana seperti biasa kedua pasangan suami istri akan berusaha di mediasi oleh pihak pengadilan. Aku ingin bertanya sebenarnya bagaimana perasaan Ibuku tapi aku tidak mau mengganggu moodnya.Aku pergi ke garasi dan melihat dia yang sedang asyik menyetrika dengan s
Kubiarkan Ibuku menangis melepas semua penderitaannya, kubiarkan dia menumpahkan perasaan yang selama ini dia simpan tanpa bertanya atau mencegahnya. Nama ibuku menangis sampai akhirnya dia bangkit untuk mencuci wajahnya dan masuk ke dalam rumah.Sebenarnya aku merasa sangat bersalah sekali karena atas kemarahan dan semua aksi yang kulakukan itu merenggangkan hubungan orang tua. Bunda lebih banyak tersusahkan dan harus minta maaf akibat perbuatanku. Tak jarang juga kedua orang tuaku bertengkar karena Bunda selalu membela diri ini.Ya Tuhan aku benar-benar merasa bersalah."Bunda, maafkan alana." Diam diam air mataku berderai. Sebelum pergi sekolah, aku sempat berdoa semoga bunda suatu hari menemukan lelaki yang baik.*Tiga Minggu kemudian.Tanpa banyak hambatan, bunda dan ayah segera saja bercerai, konon katanya palu diketuk setelah ketidak hadiran ayah yang ketiga kalinya. Alhamdulillah, bunda begitu lega melepas kepergian suaminya yang selama ini dia cintai."Akhirnya Bunda lepas
"Bunda, sebentar lagi ayah akan punya anak."Kuhampiri ibuku yang sedang menyetrika di garasi alunan musik pop dari artis terbaru yang sedang hits di Indonesia menemani dirinya yang sedang sibuk mengerjakan pesan pesanan customer.Saat Bunda mendengarkan ucapanku ketika saja dia menghentikan kegiatannya menggosok setrika uap di atas pakaian. Dia letakkan setrika uap itu di pinggir lalu wanita itu menatapku dengan seksama. Sedikit mengernyit dan memicingkan mata tapi dia tetap berusaha tenang."Siapa? Apa maksudmu?""Tante Priska sedang hamil."Bunda tertegun sesaat tapi kemudian dia tertawa."Terus kenapa kalau dia hamil? Apa urusannya dengan kita?""Aku hanya ..." Sesaatku hanya nafas selalu kemudian ku jatuhkan diriku di atas kursi yang tidak jauh berada dari bunda."Apakah kau masih belum rela kalau ayahmu punya anak?""Mungkin.""Sudahlah, mari kita move on dan melupakan dia karena sesungguhnya, semuanya sudah berakhir.""Hmm, iya, Tapi tetap saja itu membuatku sedih kalau dipikir
Sudah seminggu kami tinggal di rumah baru, memulai kehidupan dan membuka lembaran cerita yang penuh harapan. Berharap bahwa hari esok lebih baik daripada hari-hari kemarin dan kejadian pahit tidak terulang lagi.Ibuku mulai berbenah dan memikirkan sekiranya usaha apa yang akan dia lakukan sementara aku juga memikirkan tentang pendidikan dan sekolahku. Kuputuskan untuk pindah sekolah ke sekolah terdekat agar aksesnya lebih cepat dan hemat, sementara Bunda memutuskan untuk melanjutkan usaha laundry dan membuka warung kecil-kecilan. Kami mungkin tidak bisa membuka kedai makanan laut atau coffee shop secepatnya karena itu membutuhkan biaya besar, aku dan Bunda untuk sementara ini harus hidup prihatin dan hemat serta giat menabung agar harapan yang kami cita-citakan terlaksanakan.Hidup kami berjalan lancar dan damai, dari pagi hingga malam kami beraktivitas dan berusaha untuk saling menceriakan hati masing-masing, tidak ada lagi pembahasan tentang kesedihan atau tentang ayah. Juga memban
Saat setelah aku mengatakan kata-kata itu Ayah tiba-tiba meneteskan air mata sambil menutup matanya dengan ujung jari. Dia terdiam tapi nafasnya terdengar naik dan turun. Ada Isakan kecil yang berusaha ia sembunyikan tapi aku mendengarnya."Kenapa?" tanyaku lirih."Ayah hanya sedih saja karena kalian memutuskan untuk pergi dari kota demi menghindari ayah.""Kalau sudah tahu begitu kenapa ayah menyusul!"Pria itu mendongak menatapku dengan tatapan terbelalak. Dia memandang ibuku dengan pertanyaan dan rasa penasaran yang sama tapi Bunda hanya mengangkat bahunya tanda dia tidak mengerti dan tidak mau ikut campur. Kadang aku mengerti kalau Ayahku sedikit terkejut dengan kata-kata dan ucapan diri ini yang cukup pedas. Bahkan kedewasaan dan temperamen serta ucapanku, melebihi orang dewasa. kadang aku menyadari itu dan malu pada diri sendiri Tapi jujur saja aku tidak sengaja, saat bertemu dengan ayah selalu saja emosi dan dendam itu terkuak dari hatiku."Ayah, Ayah tahu begitu besarnya perju