“Sayang, ada apa?”
Dara langsung membuka kedua matanya, dia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya dan ini adalah kamarnya.
Ini bukan mimpi, kan?
“Sayang, kamu mimpi buruk?”
Suara Adam membuyarkan lamunan Dara, dia langsung menatap suaminya, dan dia pun menangis, memeluk suaminya erat. “Ini bukan mimpi, kan?” tanyanya terisak.
“Kamu kecapean karena kemarin sibuk ya, Sayang?” suaranya lembut, pria itu mengecup puncak kepala Dara lembut.
“Mas Adam... kamu masih mencintaiku, kan?” Dara malah bertanya ke hal lain.
Adam semakin bingung, dia langsung menatap istrinya. Dia melihat ada kegelisahan luar biasa di mata indah itu. Air mata terus saja mengalir di kedua pipi Dara.
Adam menghela napas pendek, dia menghapus air mata itu dengan jemarinya. “Pertanyaan yang kamu juga tahu jawabannya, Sayang,” balasnya tersenyum hangat.
“Mas Adam masih menganggap aku menarik, kan?”
Adam semakin tidak mengerti, alisnya pun terangkat. “Sebentar, Mas ambilkan minum dulu buat kamu, Sayang.” Pria itu beranjak dari tempat tidur.
Tak berselang lama, Adam langsung menyerahkan segelas air mineral pada Dara dan istrinya itu langsung meminumnya habis.
Dara mengatur napasnya, dia masih saja kalut dan takut dengan mimpi buruknya tadi. Dia memeluk Adam lagi. Sungguh, Dara tidak mau kehilangan suami dan anak-anaknya. Mereka adalah surganya, dan dia akan menjaga istana ini dengan segala kekuatannya. Siapapun tidak berhak mengambil surganya itu.
Adam mengecup kening Dara. Sebenarnya dia ingin bertanya pada istrinya itu, kenapa dia mendadak menangis dan ketakutan dan juga bertanya tentang perasaannya, namun Adam mengurungkan niatnya, dia hanya ingin Dara kembali tidur karena malam masih larut.
“Sudah tenang, Sayang?” suara Adam memecahkan keheningan itu.
Dara mengangguk, lalu dia tersenyum menatap suaminya itu. “Mas Adam, maafkan aku, ya!”
“Ada apa, Sayang?”
“Aku memang bukan istri yang sempurna, dan aku juga bukan ibu yang baik untuk Suri dan Kai. Maafkan aku jika aku banyak kurangnya selama ini. Tolong katakan saja apa yang harus aku lakukan, aku tidak ingin kalian berpaling dan membuangku.”
Kedua alis Adam terangkat sempurna, dia merasa ucapan Dara malam ini terasa aneh. Kenapa istrinya itu mengatakan hal yang tidak masuk akal?
“Kamu adalah istri dan ibu yang luar biasa, Sayang. Kami sangat mencintaimu dan bangga padamu, jadi kenapa kamu harus risau?”
Dara tersenyum dan dia pun menangis lagi. Dara hanya menundukan wajahnya, dia tidak tahan menatap tatapan hangat Adam.
Adam mengangkat dagu istrinya itu. “Jangan menangis, Sayang! Jika kamu tadi bermimpi buruk, itu hanya mimpi dan tidaak akan nyata. Kami sangat mencintaimu dan sangat membutuhkanmu.” Pria itu tersenyum dan mengecup bibir Dara singkat, “Kita tidur, ya! Besok bukankah kamu harus pergi ke Singapura? Kamu bilang padaku untuk bangun lebih awal.”
Dara mengernyit, dia tidak ingat apa-apa. “Ke Singapura? Untuk apa?”
“Besok kamu memang ada peresmian gerai baru di sana, kamu lupa mau buka cabang baru di sana?”
“Cabang baru? Itu... bukankah sudah lewat?”
Adam menatap Dara tak mengerti. “Besok baru peresmiannya, Sayang. Kamu benar-benar lupa?”
“Itu tanggal 7 Maret kan?”
“Iya, besok.”
“A-apa? B-besok tanggal 7 Maret?” Dara terkejut.
Adam semakin tak mengerti karena istrinya berbicara asal. “Sayang pikir besok tanggal berapa?”
“Sekarang bulan Desember, kan?”
“Apa? Sayang... kamu kenapa sampai lupa tanggal dan bulan?” Adam menggelengkan kepalanya, lalu dia mengambil ponselnya yang ditaruh di atas nakas dan langsung menunjukkan waktu. “Lihat, kamu percaya sekarang itu masih tanggal 6 Maret?”
Dara tidak langsung menjawab. Dia melihat layar ponsel suaminya. Lalu, dia memeluk suaminya erat. Air matanya pun tumpah lagi.
Adam semakin tidak mengerti dengan kelakuan istrinya malam ini. Tapi, Adam membuarkannya, dia hanya ingin memeluk Dara agar istrinya itu bisa tenang kembali.
Dara hanya menangis dalam pelukan suaminya, dia merasa Tuhan sedang memberinya keajauban. ‘Tuhan, terima kasih atas kesempatan kedua ini. Aku tidak akan menyia-nyiakannya!’ batinnya dalam hati.
***
“Bunda!”
Dara menatap anak kembarnya yang terkejut karena melihatnya pagi ini. Wanita itu menyiapkan sarapan untuk Kai dan Suri. Dia tersenyum dan meletakkan roti tawar di atas piring keduanya.
“Ini cukup tidak untuk cokelatnya?” Dara malah bertanya balik.
Kai dan Suri tidak menjawab pertanyaan bundanya, keduanya saling menatap satu sama lainnya dengan takjub. Keduanya tidak menyangka bahwa mereka bisa melihat pemandangan yang sangat langka di pagi hari.
Bundanya ada di rumah? Menemani mereka untuk sarapan? Apa ini mimpi?
Dara tertegun menatap kedua anak kembarnya yang melamun. Dia langsung menghampiri Kai dan Suri dan mengecup pipi kedua anaknya itu. “Selamat pagi, kesayangan Bunda... “
Kai dan Suri tersentak, keduanya pun tersenyum lebar.
“Bunda, nggak kerja?” tanya Suri dengan polosnya.
“Hmm... Bunda masih kerja, Sayang.”
“Lho kok masih di sini?” Suri menatap bundanya dengan heran.
“Kenapa? Suri tidak suka kalau Bunda masih di rumah sepagi ini?”
Suri langsung menggelengkan kepalanya. Dia langsung memeluk bundanya erat. “Suri senang, Bunda. Suri kangen sekali sama Bunda,” balasnya pelan.
Deg!
Hati Dara tentu saja sakit mendengar jawaban anaknya itu, dia pun baru menyadari bahwa selama ini dia tanpa sadar mengabaikan kerinduan kedua anaknya. Dia pikir, kedua anaknya baik-baik saja, tapi ternyata kedua anaknya yang masih berusia 6 tahun ini masih butuh sosok ibu. Hatinya pun perih, sungguh dia tdak menyadarinya sama sekali.
Dara langsung tersenyum dan membelai lembut puncak kepala Suri. “Maafkan Bunda, ya! Kemarin Bunda terlalu sibuk, tapi mulai pagi ini dan seterusnya... Bunda pasti akan usahakan selalu duduk di meja makan menemani kalian.”
“Bunda janji?” tanya Suri tak percaya.
“Bunda, nggak bohong, kan?” timpal Kai.
Dara memgangguk menatap anak kembarnya itu. “Bunda pasti akan menepati janji ini!”
Suri dan Kai bersorak bahagia, keduanya memeluk bundanya dan mencium pipi Dara. “Bunda itu hebat! Kami sayang sama Bunda!”
“Ya, itu harus! Kalian hanya harus sayang sama Bunda!” tukas Dara dengan mimik wajah yang terlihat serius.
Di sisi lain, Adam menatap pemandangan yang tak biasa. Dia pun mematung melihat ketiganya berpelukan. Adam tersenyum, dia merasa terharu karena Dara akhirnya bisa menyempatkan waktu menemani anak-anak mereka untuk sarapan pagi.
“Terima kasih, Sayang,” lirih Adam tersenyum. Baru saja dia mau menghampiri ketiganya di meja makan, ponselnya berdering. Dia mengernyitkan keningnya saat tahu siapa yang menghubunginya sepagi ini.
Dengan langkah hati-hati, Adam pergi mencari tempat yang agak menjauh dari ruang makan. Dia menerima panggilan itu di dekat kolam renang.
“Iya, ada apa Sarah?”
“Ah, kamu lama sekali mengangkatnya,” balas Sarah di ujung sana. “Bagaimana? Anak-anak sudah siap? Aku jemput mereka sekarang, ya!”
“Itu tidak perlu.”
“Lho, kenapa? Kamu mau mengantar mereka ke sekolah? Bukankah kamu ada meeting pagi ini?”
“Bukan aku yang mengantar anak-anak.”
“Lalu, siapa? Pak Gunardi? Kamu membiarkan anak-anak hanya dengan sopir?”
“Bukan. Anak-anak ada Dara yang mengantarnya pagi ini.”
Jawaban dari Adam membuat suasana hening sejenak. “A-pa? Dara? Dia ada di rumah sepagi ini? Bukankah dia harus pergi ke Singapura?”
Baru saja Adam mau menjawabnya, suara Dara pun langsung memanggilnya dengan mesra.
“Mas Adam, kamu di sini ternyata.” Dara tersenyum dan menghampiri suaminya yang sedang menerima telepon.
Adam tertegun, dan dengan refleks dia memutuskan panggilan selulernya. “Ada apa, Sayang?” tanyanya.
“Mas Adam sedang menelepon siapa?”
“Ini staff di kantor, dia bertanya masalah meeting pagi ini,” balas Adam. Dia terpaksa berbohong karena tidak mau nanti Dara malah salah paham.
“Oh... aku sama anak-anak mau berangkat, Mas. Mau pamit.”
Adam mengangguk, dia langsung merangkul istrinya untuk menemui anak-anak mereka yang sudah menunggu.
Namun, di sisi lain... Dara merasa aneh dengan gelagat suaminya. Apa benar yang menghubungi Adam itu adalah hanya salah satu staff di perusahaan suaminya?
***
Dara tersenyum melihat kedua anaknya yang terus saja berkicau sepanjang jalan. Dia terus saja konsentrasi dengan kemudinya. Rasanya sudah sangat lama... mungkin sangat jarang baginya untuk mengantar si kecil ke sekolah. Dara terlalu sibuk dengan bisnis kecantikannya, apalagi produk skincare-nya sangat booming sampai ke negara tetangga.Waktu untuk anak-anak pun otomatis sangat berkurang. Setiap hari hanya sibuk memikirkan peluasan bisnisnya di Asia.“Bunda, nanti sore jemput kami, kan?” tanya Kai.“Hmm... nanti Bunda lihat dulu jadwalnya ya, Nak.”“Oh, oke. Kalau Bunda sibuk nggak apa-apa, nanti Kai diantar sama Tante Sarah saja,” balas Kai.Kening Dara mengernyit saat Kai mengatakannya. “Tante Sarah? Kai dan Suri selalu pergi sama Tante Sarah, ya?”“Iya. Kemana-mana kita selalu diantar sama Tante Sarah. Kan Bunda yang bilang kalau hanya Tante Sarah yang bisa menggantikan Bunda.” Kai menjawabnya dengan polos.Deg!Jawaban Kai tadi membuat hati Dara tidak karuan, dia sampai tidak menya
***“Ternyata, dia tahu semua jadwalku,” ucap Dara. Dia membaca semua hasil laporan yang Axel berikan padanya. Wanita itu tentu saja terkejut karena tidak menyangka kakak kandungnya memata-matainya dan juga menyelidiki segala aktifitasnya.“Bukan hanya tahu tentang jadwal Bu Dara saja, bahkan jadwal Pak Adam pun, dia tahu. Dan juga... “ Axel berhenti, dia merasa tidak enak mengatakannya karena tahu kalau target dari atasannya itu adalah kakak kandung dari Dara sendiri.“Dan juga apa?”“Sepertinya kakaknya Ibu selalu muncul dimana Pak Adam sedang melakukan aktifitas, termasuk ketika suami Ibu sedang berada di luar kota,” balas Axel.“Jadi dia sengaja mencari perhatian suamiku?”“Dugaan saya seperti itu, saya melihat kalau Bu Sarah selalu menggunakan waktu kosong Pak Adam untuk menemuinya, termasuk saat Pak Adam sedang menginap di hotel waktu minggu kemarin di Bali.”“Bali? Jadi kakakku juga terbang ke Bali minggu kemarin? Itu dia sengaja biar bisa bertemu dengan suamiku?” tanya Dara te
***“Mas Adam?”Adam tertegun dan dia langsung mengibaskan tangannya yang dari tadi Sarah pegang. Dia berdiri dan menatap istrinya yang saat ini sedang melihatnya dengan datar.“Sayang, kamu ada di sini?” tanya Adam.Dara mengangguk kecil, sebelum menjawab dia melihat ke arah Sarah. “Iya, aku ada keperluan sebentar sebelum menjemput anak-anak ke sekolah,” balasnya. Lalu dia pun tersenyum. “Kak Sarah ternyata benar ada di sini, tadi kata Mas Adam ada kakak di sini, jadi aku sekalian saja mampir. Kita sudah lama tidak bertemu. Aku rindu dengan kamu Kak.” Dia sengaja mengatakannya di depan keduanya.Sarah tersenyum kikuk, dia tidak tahu kalau Adam ternyata memberitahukan pada Dara kalau pria itu sedang bersamanya.“Iya, Dara. Kakak juga nggak sengaja bertemu Adam, sekalian saja Kakak makan siang dengannya,” balas Sarah dengan tenang. “Nah, karena kamu sudah ada di sini, bagaimana kalau kita makan siang bersama? Sudah lama kita nggak bicara santai seperti ini. Kamu sangat sibuk dengan bis
***Adam tidak bisa konsentrasi dengan pekerjaannya. Ucapan Dara tadi siang membuatnya gelisah. Dara seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Apa Dara tahu semuanya saat kejadian di Bali? Atau Sarah diam-diam memberitahukan Dara tentang ketidaksengajaan itu?Kejadian saat di Bali, murni hanya sebuah kecelakaan dan dia pun tidak menganggap insiden itu adalah sebagai perselingkuhan.Kedua matanya menerawang, dia ingat kejadian minggu kemarin saat dia dan Sarah sedang menyelusuri Pantai Kuta.Flashback... “Sudah sangat lama, ya... ““Lama apanya?” tanya Adam. Dia dan Sarah menyelusuri bibir pantai bersama. Pria itu menemani Sarah karena wanita itu tak sengaja bertemu dengan Leon, mantan suaminya.“Kita tidak bicara sedekat ini dan juga hanya berdua,” balas Sarah.Adam masih tidak mengerti. “Memangnya maunya kamu kita bicara seperti bagaimana?”“Ya, begini. Hanya
***Pikiran Adam sangat kalut, dia masih gelisah memikirkan istrinya. Sikap Dara yang mendadak berubah. Dan juga kesalahan dirinya karena tanpa sadar telah berkhianat pada wanita itu. Maka, saat ini dia memutuskan untuk bertemu dengan sahabat karibnya, Reno. Reno lah yang paham bagaimana dirinya.Toh Dara mungkin belum kembali ke rumah malam ini karena yakin istrinya itu sibuk dengan bisnisnya. Apalagi bisnis Dara saat ini sedang sampai puncaknya. Bisnis Skincare milik istrinya pun punya banyak cabang sampai ke Asia Tenggara. Dara adalah satu satu pebisnis wanita nomor 1 di negara ini.Adam memutuskan untuk berbicara dengan Reno di salah satu cafe langganan mereka. Adam ingin meminta pendapat sahabatnya itu karena dia tahu bagaimana bijaknya Reno dan sahabatnya itu memang memiliki pemahaman agama jauh lebih baik dari semua yang dia kenal.“Reno, maaf aku agak telat,” ucap Adam. Dia langsung duduk dengan memasang wajah yang lelah.
***“Bu Dara, apa Ibu masih mendengarkan saya?”Lamunan Dara buyar saat Axel memanggilnya. Wanita itu menghela napas panjang untuk menenangkan hatinya yang kacau.“Iya, aku masih mendengarmu,” balas Dara.“Lalu, apa Ibu setuju dengan rencana saya?”“Apa rencanamu?”“Foto-foto itu saya dapatkan dari salah satu wartawan senior. Dia berencana mempublikasikan semuanya lusa dan itu pasti akan jadi hot topic dan tentu saja akan berdampak buruk bagi suami Ibu dan juga wanita itu, namun saya punya rencana yang akan membuat wanita itu disudutkan, jadi saya berencana kalau wanita itulah yang menggoda Pak Adam, dan sengaja menyebarkan foto itu agar rencananya untuk merebut Pak Adam dari Ibu itu berhasil. Nama Pak Adam akan pulih kembali dan wanita itu akan dibenci publik,” tutur Axel menjelaskan.“Tidak perlu menggunakan cara kuno untuk membalasnya,” tukas Dara.&ldqu
***Suri dan Kai berceloteh di meja makan. Tampak Dara tersenyum menatap keduanya dan menyiapkan sarapan pagi untuk keduanya.Di sisi lain, Adam mematung di tempatnya. Melihat Dara yang biasanya sepagi ini tidak ada di rumah atau masih berjibaku dengan tidurnya jika dia pulang menjelang Subuh dan itu selalu Dara lakukan.Ada rasa hangat menjalar di hati Adam. Dia tersenyum menatap pemandangan yang tidak biasa. Dia langsung bergegas menghampiri istri dan kedua anaknya.“Selamat pagi, Sayang... “Suri dan Kai langsung menatap ke arah sumber suara dan keduanya pun tersenyum lebar. “Selamat pagi, Ayah,” keduanya menjawab dengan serempak.Adam langsung mengecup pipi kedua anaknya dan dia langsung mengecup kening Dara dengan lembut.“Kamu tidak kerja hari ini?” tanya Adam.“Kerja, Mas. Tapi agak siang aku ke kantornya, dan ada meeting juga. Aku meminta mereka datang ke rumah ini,&rdq
***Di dalam mobil Adam... Selama kurang lebih 10 menit, suasana tampak hening. Baik Adam maupun Sarah tidak banyak bicara. Keduanya tenggelam dalam kesibukannya masing-masing.Sarah melirik pria di sampingnya yang sibuk dengan tab di tangannya, dan sopir di depan pun sibuk memperhatikan jalanan. Tepat saat mobil Adam berhenti di lampu merah, Sarah menghela napas panjang, dia ingin mengatakan sesuatu, tapi Adam seperti tidak peduli dengan kehadirannya.Sarah melirik ke jari manis milik Adam, dia melihat ada cincin yang melingkar di jari itu. Sarah mengernyit, dia tidak tahu kalau Adam hari ini memakai cincin pernikahannya. Terlebih yang dia tahu, Adam selalu melepaskannya. Kecemburuan mendidih di hatinya. Dia benci memikirkan kalau Dara masih ada utuh di hati Adam. Seharusnya kejadian saat dia dan Adam berciuman membuat pria itu menjauh dari Dara, kan?“Sekarang Dara sepertinya punya banyak waktu ya. Bahkan dia samp
*** Matahari terbenam di ufuk barat saat Dara, Adam, dan Kana tiba di rumah Riky. Suasana tenang, tetapi tegang, seolah-olah mendahului pertemuan yang penuh kenangan dan penyesalan. Riky membuka pintu dengan senyuman kecil. "Selamat datang." Mereka masuk ke rumah yang penuh kenangan, di mana setiap sudutnya menciptakan jejak-jejak waktu. Riky mempersilakan mereka duduk di ruang tamu yang hangat. Dara memandang sekeliling, mengenang momen-momen pahit yang pernah ada di sini. "Bagaimana keadaan Mama Zea?" tanya Adam dengan nada khawatir. Riky menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Dia tidak ingin bertemu siapa-siapa. Menutup diri sepenuhnya. Kepergian Sarah telah menghancurkannya." Kana menaruh tangannya di pundak Dara, memberikan dukungan yang dibutuhkan. Riky melanjutkan, "Aku menyesal, sangat menyesal. Tidak hanya karena Sarah, tapi juga karena semua yang terjadi pada kalian, Dara, dan kamu, Kana. Aku kehilangan begitu banyak, dan aku menyadari betapa bodohnya aku dulu.
***Rumah sakit itu terasa sunyi, langit yang mendung di luar jendela, dan bau antiseptik yang khas mengisi udara. Adam duduk di kursi seberang tempat tidur Dara, tangannya bergetar ketika ia memegang tangan istrinya yang lemah. Kondisi Dara melemah lagi, ia tahu karena penawar itu tidak sepenuhnya menghilangkan racun di tubuh sang istri."Maafkan suamimu ini, Dara," ucap Adam dengan mata berkaca-kaca. "Mas tidak bisa melindungimu dengan baik."Dara tersenyum lemah, mencoba memberikan kekuatan pada suaminya. "Mas Adam tidak salah. Ini bukan salahmu, Mas."Adam menarik napas dalam-dalam. "Tapi Mas harusnya bisa mencegah semua ini. Mas tidak boleh mengizinkan orang-orang itu menyakitimu.""Sudahlah, sayang," jawab Dara. "Aku tahu Mas mencintai aku, dan itu sudah cukup. Kita akan melalui ini bersama."Adam mengangguk, tetapi tatapannya terus melayang ke wajah pucat Dara. "Mas selalu merindukanmu, Sayang. Setiap detik tanpamu adalah siksaan bagi Mas."Dara tersenyum tipis, "Dan aku merind
***Di tengah gemerlap lampu malam, Sarah dan Shinta duduk di sebuah restoran mewah yang penuh dengan aroma harum masakan lezat. Mereka bersulang, gelas anggur mereka saling bersentuhan sebagai tanda keberhasilan mereka. Sarah tersenyum lebar, dan matanya berkilat ketika dia menceritakan rencananya yang licik kepada Shinta."Shinta, kamu tak akan percaya apa yang terjadi hari ini. Akhirnya, aku berhasil membuat Adam tunduk pada keinginanku," kata Sarah sambil tertawa penuh kepuasan.Shinta memandang Sarah dengan kagum. "Benarkah? Ceritakan semuanya padaku!"Sarah menceritakan dengan penuh detail bagaimana dia meracuni Dara dan membuat Adam tunduk pada permintaannya. Shinta tak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap kecerdasan sahabatnya."Dia tak akan pernah menyangka bahwa penawar itu hanya aku berikan seperempat. Dan dalam tiga hari, Dara akan lemas lagi," ujar Sarah sambil tersenyum misterius.Shinta terkejut namun tak bisa menahan tawanya. "Kamu benar-benar genius, Sarah! Aku t
***Pengumuman Adam tentang perceraiannya dengan Adam telah mengejutkan banyak pihak. Kabar ini membahana di media, membuatnya menjadi sorotan utama. Namun, tidak semua orang bisa memahami kedalaman perasaan dan keputusan sulit yang harus diambil oleh Adam.Ketika Adam tiba di rumahnya, dia disambut dengan tatapan tajam dan hening yang mengancam dari Tiara dan Wijaya, orang tua yang mencintainya. Kedua orang tua itu segera mendatangi Adam dengan langkah yang penuh kekecewaan.“Adam, apa yang kamu lakukan? Bagaimana bisa kamu mengumumkan perceraianmu seperti itu?” tanya Tiara dengan tatapan penuh kecewa.Wijaya Menggeleng. “Kami tidak mendidikmu menjadi orang seperti ini, Adam. Apa yang kamu pikirkan”Adam menarik nafas dalam-dalam. “Maafkan aku, Ma, Pa. Aku tahu ini sulit dipahami, tetapi aku tidak punya pilihan lain.”“Tidak punya pilihan? Apa yang membuatmu sampai pada keputusan ini?” tanya Tiara dengan suara meninggi.“Ini semua untuk Dara, Ma. Sarah, dia... dia memiliki penawar ra
***Di dalam kamar rumah sakit yang hening, Dara terbaring tanpa gerakan, tubuhnya terhubung dengan berbagai alat medis. Suasana kritis yang menyelimuti ruangan membuat Adam merasa semakin tenggelam dalam keputusasaan. Dara tampak semakin rapuh, dan perlahan kehidupannya menggeliat tipis.Adam duduk di samping tempat tidur istrinya, tatapannya kosong, dan napasnya tersengal. Dia tak tega melihat Dara menderita, dan perasaan frustrasinya semakin memuncak. Dokter keluar dari ruangan perawatan dengan wajah sedih, mencoba memberi penjelasan kepada Adam."Bu Dara memerlukan penawar yang sangat langka, Pak Adam. Kita berusaha semaksimal mungkin, tapi sampai saat ini, belum ada perkembangan yang signifikan," ucap dokter dengan suara pelan.Adam menundukkan kepalanya, memejamkan mata sejenak untuk menahan emosinya. "Istriku harus sembuh, dok. Aku tidak bisa kehilangannya."Di tengah keputusasaan, pikiran Adam tertuju pada Sarah, orang yang diketahuinya sebagai dalang di balik segala penderita
***Hari itu, keheningan di rumah sakit dipecah oleh telepon yang tak terduga. Adam mengangkat teleponnya dan mendengarkan berita yang membuat hatinya berdegup kencang. Informasi itu mengguncangnya seperti gempa bumi, menghancurkan kedamaian yang selama ini dia bangun bersama istrinya, Dara."Dara diracun oleh Sarah? Bagaimana ini bisa terjadi?" gumam Adam dengan nada gemuruh, penuh amarah. Apalagi saat tadi a dokter rumah sakit memberitahu keadaan Dara yang masih koma karena keracunan.Adam merasa darahnya mendidih ketika dia menyadari bahwa Dara menjadi korban ulah dua orang yang tidak punya hati dan tega melakukan hal yang keji seperti itu. Dia segera mengambil ponselnya dan memanggil asistennya, David."David, ini Adam. Segera blokir bandara. Ada seseorang yang harus kita tangkap. Namanya Nichole Choi. Lakukan ini secepat mungkin," perintah Adam dengan suara yang penuh urgensi.David yang merasakan seriusnya situasi ini, langsung menjawab, "Baik, Pak Adam. Saya akan segera melakuk
***Suri duduk sendirian di pojok kamar, matanya yang kecil dan cemerlang kini dipenuhi oleh air mata. Rambut hitam kecilnya berantakan, dan wajahnya terlihat lesu. Di tangan kecilnya, dia memeluk erat boneka kelinci kesayangannya, seolah-olah mencari kenyamanan dari objek kecil itu.Di sudut ruangan, Tiara dan Wijaya saling pandang, keprihatinan tergambar di wajah mereka. Mereka menyadari betapa sulitnya bagi Suri menghadapi kenyataan bahwa ibunya, Dara, harus dirawat di rumah sakit.Tiara mendekati Suri dengan langkah lembut, duduk di sampingnya, dan memeluknya erat. "Sayangku, apa yang membuat Suri begitu sedih?" tanya wanita paruh baya itu dengan lembut.Suri menoleh ke arah Tiara, air mata masih terus mengalir. "Suri sangat merindukan bunda, Nenek. Kapan bunda pulang? Suri mau lihat bunda."Tiara memahami perasaan cucunya dan mencoba menenangkan hatinya. "Bunda sedang sakit, sayang. Dokter harus merawatnya agar segera sembuh. Tapi jangan khawa
***Riky duduk gelisah di ruang tunggu rumah sakit, tatapannya kosong menuju pintu kamar tempat istrinya, Zea, dirawat. Pikirannya bergejolak di tengah ketidakpastian tentang nasib Zea yang masih belum sadarkan diri. Seiring waktu berlalu, kekhawatiran Riky semakin membesar, terutama setelah tadi ke rumah sakit mengantar Kana untuk melihat Dara yang juga dirawat di ruang gawat darurat karena keracunan. Keduanya dirawat di rumah sakit yang sama.Dokter langsung keluar dari kamar Zea dan menghampiri pria itu yang sedang melamun. “Pak Riky, kondisi istri anda masih belum stabil. Kami masih mencoba mencari penyebab luka yang parah ini. Mohon bersabar."Riky tambah gelisah. “Terima kasih, Dokter. Bagaimana dengan putri saya, Dara? Bagaimana keadaannya?""Bu Dara sedang dalam perawatan intensif. Kami berusaha semaksimal mungkin untuk mendeteksi dan mengatasi dampak keracunan,” balas dokter itu.Riky mengangguk dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang ke masa lalu, mencari tahu bagaimana k
***Ruangan CEO PT. Shinee Serein tampak begitu elegan dengan sentuhan modern dan nuansa yang memberikan kesan kekuatan dan keberhasilan. Dara duduk di meja kerjanya yang besar, fokus pada pekerjaannya yang menumpuk. Suasana ruangan diisi dengan keheningan, hanya terdengar bisikan ringan dari mesin pencetak dokumen dan suara langkah kaki di lantai marmer.Pintu ruangan terbuka perlahan, mengungkapkan seorang asisten dengan senyum misterius di wajahnya. Dara menoleh dan terkejut melihat seorang kurir membawa sebuah paket yang cantik terbungkus rapi."Maaf mengganggu, Bu Dara. Paket ini baru saja datang untuk Anda," kata asisten sambil menyerahkan paket itu pada Dara.Dara tersenyum dan meraih paket itu dengan tanda tanya di wajahnya. Dia membaca nama pengirim di label: Adam Tanaka, suaminya. Hatinya berdebar-debar saat dia membuka paket itu dengan hati penuh harap.Di dalamnya, dia menemukan sekotak cokelat coklat gelap yang menggoda dan sebuket bun