***
Suri dan Kai berceloteh di meja makan. Tampak Dara tersenyum menatap keduanya dan menyiapkan sarapan pagi untuk keduanya.
Di sisi lain, Adam mematung di tempatnya. Melihat Dara yang biasanya sepagi ini tidak ada di rumah atau masih berjibaku dengan tidurnya jika dia pulang menjelang Subuh dan itu selalu Dara lakukan.
Ada rasa hangat menjalar di hati Adam. Dia tersenyum menatap pemandangan yang tidak biasa. Dia langsung bergegas menghampiri istri dan kedua anaknya.
“Selamat pagi, Sayang... “
Suri dan Kai langsung menatap ke arah sumber suara dan keduanya pun tersenyum lebar. “Selamat pagi, Ayah,” keduanya menjawab dengan serempak.
Adam langsung mengecup pipi kedua anaknya dan dia langsung mengecup kening Dara dengan lembut.
“Kamu tidak kerja hari ini?” tanya Adam.
“Kerja, Mas. Tapi agak siang aku ke kantornya, dan ada meeting juga. Aku meminta mereka datang ke rumah ini,&rdq
***Di dalam mobil Adam... Selama kurang lebih 10 menit, suasana tampak hening. Baik Adam maupun Sarah tidak banyak bicara. Keduanya tenggelam dalam kesibukannya masing-masing.Sarah melirik pria di sampingnya yang sibuk dengan tab di tangannya, dan sopir di depan pun sibuk memperhatikan jalanan. Tepat saat mobil Adam berhenti di lampu merah, Sarah menghela napas panjang, dia ingin mengatakan sesuatu, tapi Adam seperti tidak peduli dengan kehadirannya.Sarah melirik ke jari manis milik Adam, dia melihat ada cincin yang melingkar di jari itu. Sarah mengernyit, dia tidak tahu kalau Adam hari ini memakai cincin pernikahannya. Terlebih yang dia tahu, Adam selalu melepaskannya. Kecemburuan mendidih di hatinya. Dia benci memikirkan kalau Dara masih ada utuh di hati Adam. Seharusnya kejadian saat dia dan Adam berciuman membuat pria itu menjauh dari Dara, kan?“Sekarang Dara sepertinya punya banyak waktu ya. Bahkan dia samp
*** Dara langsung menggelengkan kepalanya. “Saat ini hubunganku dengan mama dan papa, baik-baik saja. Kamu tak perlu mengkhawatirkanku, Anna.” Anna menatap sahabatnya dengan curiga. Sejak dulu, muram di wajah Dara hanya karena kedua orang tua wanita itu. Saat Anna pindah ke komplek perumahan yang di tempati orang tua Dara, dia memang melihat ada yang berbeda. Perlakuan kedua orang tua Dara pada sahabatnya itu seperti dingin, justru kedua orang tuanya Dara hanya perhatian dan bersikap hangat pada Sarah. Dari awal Anna berpikir kalau Dara mungkin bukan anak kandung mereka, tapi anggapan itu dibantahkan kalau Dara memang adik kandung Sarah. Anna menghela napas pendek. “Sepertinya kamu butuh waktu untuk dirimu sendiri. Kamu harus mengembalikan energimu dan semangatmu,” ucapnya. “Bagaimana kalau weekend ini kita jalan-jalan?” tawarnya. Dara menggelengkan kepalanya. “Aku mau ke puncak sama anak-anak dan aku sudah berjanji pada mereka.” “Anak-anak?” tanya Anna. Lalu, dia pun menduga-du
***Adam memijit pelipisnya saat membaca pesan dari Sarah. Dia melihat arlojinya dan menghela napas pendek. Dia tahu kalau saat ini Sarah pasti sedang ketakutan, tapi pikirannya tentang Dara dan rasa bersalahnya itu membuat dia menggelengkan kepalanya.Adam: Maaf, aku sudah janji dengan Dara. Nanti aku coba hubungi Mesya untuk menemuimu,Pesan terkirim.Adam langsung beranjak dari kursinya, dia ingin datang lebih awal untuk menjemput istrinya. Sudah lama dia tidak memberi kejutan pada Dara. Istrinya itu pasti bahagia jika dia datang lebih awal.Di sisi lain, Sarah membaca pesan dengan perasaan campur aduk. Kali ini Adam menolak untuk menemuinya dan alasan pria itu adalah DARA!Kecemburuan mendidih di hati Sarah, dia benci karena pria itu semakin sulit untuk dia jangkau. Padahal rencana awalnya, Adam sudah mulai masuk dalam perangkapnya, bahkan Sarah sudah bersusah payah membuat Kai dan Suri menganggapnya sebagai ibu
Adam baru saja tiba di depan kantor Dara. Saat dia ingin menelepon istrinya, ada chat dari Dara. Pria itu mengernyitkan keningnya, menatap pesan itu dengan sedikit kecewa.Kenapa Dara harus mengutamakan pekerjaannya? Sudah lama keduanya tidak duduk bersama atau menikmati waktu hanya berdua karena dia maupun Dara sama-sama sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Hari ini, secara khusus Adam bahkan dia harus menunda meeting penting karena ingin bicara hati ke hati dengan Dara.Hati Adam patah! Sungguh Dara selalu menumbuhkan rasa kecewa di hatinya. Dia menghela napas berat, memijit kedua alisnya, dan menatap bunga mawar putih yang sudah dia belikan untuk Dara.Malam ini gagal lagi, kenapa istrinya itu selalu saja berkali-kali membuatnya kecewa?“Apa yang harus aku lakukan lagi, Dara? Aku ini suamimu, harusnya aku adalah prioritasmu, kan? Seperti aku yang selalu mengutamakan kamu di atas segalanya, bahkan kamu kutempatkan paling atas, meski ada anak-anak,” gumam Adam. Suaranya terdengar
***Adam langsung bad mood. Selama ini dia sudah sangat bersabar dengan sifat Dara yang tertutup. Pria itu tidak memaksa istrinya untuk menceritakan semua hal padanya. Adam percaya, Dara pasti akan menyandarkan semua hal padanya suatu saat nanti. Untuk itu Adam cukup bersabar menanti hari dimana Dara percaya padanya, sepenuhnya. Namun, sabar Adam ternyata ada batasnya. Dia muak kalau Dara selalu merasa baik-baik saja di depannya, bersikap seolah dirinya tidak pantas untuk jadi tempat bersandar.7 tahun ini, selama ini... apa tidak cukup untuk Dara percaya padanya? Suaminya? Memikirkan hal itu, Adam muak. Dia ingin tahu kenapa Dara menyembunyikan semua masalah darinya? Apa istrinya itu tidak benar-benar mencintainya?Adam menghela napas berat. Dia merasa suasana klub sangat ramai, dia bergegas pergi dan memutuskan untuk menyewa salah satu ruangan pribadi untuk dirinya menenangkan dirinya. Tepat saat pria itu berdiri, ada seseorang yang memanggilnya.“Adam, kamu kenapa ada di sini?”Ada
***“KAMU!”Adam menatap Sarah dengan marah. Dia bangkit dan merasa jijik setelah mengumpulkan akal sehatnya. Terlintas di hatinya rasa penyesalan luar biasa.“Adam, kamu mau kemana?” tanya Sarah. Dia meraih pergelangan tangan pria itu dan menahannya agar tidak pergi.“Aku mau pulang,” balas Adam singkat.“Kenapa pulang? Bukankah rumahmu saat ini bagai neraka kecil bagimu? Kamu mendapatkan kesenangan di sini dan kamu pun menjadi tenang, tapi kalau kamu kembali ke rumah, kamu akan merasa berantakan lagi. Kamu tidak perlu untuk membohongi apa yang ada di hatimu,” kata Sarah.Adam mengernyitkan keningnya. Dia tidak tahu kenapa Sarah begitu berani bicara seperti itu secara terang-terangan di depannya. Sarah yang selalu bersikap tenang dan dewasa berubah jadi rengekan wanita yang cemburu dan manja.“Aku tahu kalau Dara tidak bisa membahagiakan kamu. Kamu selalu mengalah dan bersabar padanya, tapi dia tidak peka dengan apa yang kamu inginkan. Dara terlalu sibuk memikirkan dirinya sendiri, d
***“Sayang, kamu sudah menyiapkan semuanya?” Adam memeluk Dara dari belakang.Dara mengangguk. “Sudah, aku sudah menyiapkan semuanya dari kemarin. Kita tinggal menjemput anak-anak di rumah papa dan mama.”Adam mengencangkan pelukannya di pinggang ramping Dara dan wanita itu sedikit geli karena merasakan hembusan napas Adam di tengkuk lehernya, dan di lehernya pun basah karena ciuman Adam.“Mas, jangan nakal!” seru Dara memperingati suaminya.“Masih pingin, Sayang,” balas Adam.Dara menepuk pelan lengan suaminya itu. “Jangan sekarang! Kita harus menjemput anak-anak. Kasihan mereka sudah tidak sabar menunggu kita.”“Hanya sepuluh menit saja, ya?”“Apa? Sepuluh menit? Aku tidak percaya padamu, Mas!” balas Dara.Dara jelas tahu kalau Adam tidak pernah puas jika bermain sebentar. Mana ada seorang Adam Tanaka bisa puas dengan hasratnya dalam h
***Dara dan keluarganya sudah sampai di vila. Mereka berempat bersantai di pinggir kolam renang. Dara melihat kedua anaknya sedang berenang dan bermain air. Dan melihat Adam yang duduk sambil melihat keduanya bersantai.Dara duduk di samping Adam, dan dia menyerahkan kopi hangat untuk suaminya.“Anak-anak begitu bahagia, padahal ini hanya ke Puncak saja,” ucap Adam.Dara pun tersenyum. “Iya, Mas. Sepanjang jalan mereka bahkan tidak tidur sama sekali. Kai dan Suri sangat berisik di jalan dan banyak bicara. Mereka tidak mau melewatkan detail perjalanan dari Jakarta ke sini.”“Aku senang melihat anak-anak sangat bahagia,” kata Adam.Dara pun merasa menyesal, hatinya sedikit terluka, ya dia kecewa pada dirinya sendiri yang tidak peka dengan perasaan kedua anaknya. Dara hanya sibuk untuk mengejar dunianya, dunia yang membuat dia mengabaikan surga terbaiknya. Wajahnya pun diselimuti kesedihan yang mendalam, dia
*** Matahari terbenam di ufuk barat saat Dara, Adam, dan Kana tiba di rumah Riky. Suasana tenang, tetapi tegang, seolah-olah mendahului pertemuan yang penuh kenangan dan penyesalan. Riky membuka pintu dengan senyuman kecil. "Selamat datang." Mereka masuk ke rumah yang penuh kenangan, di mana setiap sudutnya menciptakan jejak-jejak waktu. Riky mempersilakan mereka duduk di ruang tamu yang hangat. Dara memandang sekeliling, mengenang momen-momen pahit yang pernah ada di sini. "Bagaimana keadaan Mama Zea?" tanya Adam dengan nada khawatir. Riky menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Dia tidak ingin bertemu siapa-siapa. Menutup diri sepenuhnya. Kepergian Sarah telah menghancurkannya." Kana menaruh tangannya di pundak Dara, memberikan dukungan yang dibutuhkan. Riky melanjutkan, "Aku menyesal, sangat menyesal. Tidak hanya karena Sarah, tapi juga karena semua yang terjadi pada kalian, Dara, dan kamu, Kana. Aku kehilangan begitu banyak, dan aku menyadari betapa bodohnya aku dulu.
***Rumah sakit itu terasa sunyi, langit yang mendung di luar jendela, dan bau antiseptik yang khas mengisi udara. Adam duduk di kursi seberang tempat tidur Dara, tangannya bergetar ketika ia memegang tangan istrinya yang lemah. Kondisi Dara melemah lagi, ia tahu karena penawar itu tidak sepenuhnya menghilangkan racun di tubuh sang istri."Maafkan suamimu ini, Dara," ucap Adam dengan mata berkaca-kaca. "Mas tidak bisa melindungimu dengan baik."Dara tersenyum lemah, mencoba memberikan kekuatan pada suaminya. "Mas Adam tidak salah. Ini bukan salahmu, Mas."Adam menarik napas dalam-dalam. "Tapi Mas harusnya bisa mencegah semua ini. Mas tidak boleh mengizinkan orang-orang itu menyakitimu.""Sudahlah, sayang," jawab Dara. "Aku tahu Mas mencintai aku, dan itu sudah cukup. Kita akan melalui ini bersama."Adam mengangguk, tetapi tatapannya terus melayang ke wajah pucat Dara. "Mas selalu merindukanmu, Sayang. Setiap detik tanpamu adalah siksaan bagi Mas."Dara tersenyum tipis, "Dan aku merind
***Di tengah gemerlap lampu malam, Sarah dan Shinta duduk di sebuah restoran mewah yang penuh dengan aroma harum masakan lezat. Mereka bersulang, gelas anggur mereka saling bersentuhan sebagai tanda keberhasilan mereka. Sarah tersenyum lebar, dan matanya berkilat ketika dia menceritakan rencananya yang licik kepada Shinta."Shinta, kamu tak akan percaya apa yang terjadi hari ini. Akhirnya, aku berhasil membuat Adam tunduk pada keinginanku," kata Sarah sambil tertawa penuh kepuasan.Shinta memandang Sarah dengan kagum. "Benarkah? Ceritakan semuanya padaku!"Sarah menceritakan dengan penuh detail bagaimana dia meracuni Dara dan membuat Adam tunduk pada permintaannya. Shinta tak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap kecerdasan sahabatnya."Dia tak akan pernah menyangka bahwa penawar itu hanya aku berikan seperempat. Dan dalam tiga hari, Dara akan lemas lagi," ujar Sarah sambil tersenyum misterius.Shinta terkejut namun tak bisa menahan tawanya. "Kamu benar-benar genius, Sarah! Aku t
***Pengumuman Adam tentang perceraiannya dengan Adam telah mengejutkan banyak pihak. Kabar ini membahana di media, membuatnya menjadi sorotan utama. Namun, tidak semua orang bisa memahami kedalaman perasaan dan keputusan sulit yang harus diambil oleh Adam.Ketika Adam tiba di rumahnya, dia disambut dengan tatapan tajam dan hening yang mengancam dari Tiara dan Wijaya, orang tua yang mencintainya. Kedua orang tua itu segera mendatangi Adam dengan langkah yang penuh kekecewaan.“Adam, apa yang kamu lakukan? Bagaimana bisa kamu mengumumkan perceraianmu seperti itu?” tanya Tiara dengan tatapan penuh kecewa.Wijaya Menggeleng. “Kami tidak mendidikmu menjadi orang seperti ini, Adam. Apa yang kamu pikirkan”Adam menarik nafas dalam-dalam. “Maafkan aku, Ma, Pa. Aku tahu ini sulit dipahami, tetapi aku tidak punya pilihan lain.”“Tidak punya pilihan? Apa yang membuatmu sampai pada keputusan ini?” tanya Tiara dengan suara meninggi.“Ini semua untuk Dara, Ma. Sarah, dia... dia memiliki penawar ra
***Di dalam kamar rumah sakit yang hening, Dara terbaring tanpa gerakan, tubuhnya terhubung dengan berbagai alat medis. Suasana kritis yang menyelimuti ruangan membuat Adam merasa semakin tenggelam dalam keputusasaan. Dara tampak semakin rapuh, dan perlahan kehidupannya menggeliat tipis.Adam duduk di samping tempat tidur istrinya, tatapannya kosong, dan napasnya tersengal. Dia tak tega melihat Dara menderita, dan perasaan frustrasinya semakin memuncak. Dokter keluar dari ruangan perawatan dengan wajah sedih, mencoba memberi penjelasan kepada Adam."Bu Dara memerlukan penawar yang sangat langka, Pak Adam. Kita berusaha semaksimal mungkin, tapi sampai saat ini, belum ada perkembangan yang signifikan," ucap dokter dengan suara pelan.Adam menundukkan kepalanya, memejamkan mata sejenak untuk menahan emosinya. "Istriku harus sembuh, dok. Aku tidak bisa kehilangannya."Di tengah keputusasaan, pikiran Adam tertuju pada Sarah, orang yang diketahuinya sebagai dalang di balik segala penderita
***Hari itu, keheningan di rumah sakit dipecah oleh telepon yang tak terduga. Adam mengangkat teleponnya dan mendengarkan berita yang membuat hatinya berdegup kencang. Informasi itu mengguncangnya seperti gempa bumi, menghancurkan kedamaian yang selama ini dia bangun bersama istrinya, Dara."Dara diracun oleh Sarah? Bagaimana ini bisa terjadi?" gumam Adam dengan nada gemuruh, penuh amarah. Apalagi saat tadi a dokter rumah sakit memberitahu keadaan Dara yang masih koma karena keracunan.Adam merasa darahnya mendidih ketika dia menyadari bahwa Dara menjadi korban ulah dua orang yang tidak punya hati dan tega melakukan hal yang keji seperti itu. Dia segera mengambil ponselnya dan memanggil asistennya, David."David, ini Adam. Segera blokir bandara. Ada seseorang yang harus kita tangkap. Namanya Nichole Choi. Lakukan ini secepat mungkin," perintah Adam dengan suara yang penuh urgensi.David yang merasakan seriusnya situasi ini, langsung menjawab, "Baik, Pak Adam. Saya akan segera melakuk
***Suri duduk sendirian di pojok kamar, matanya yang kecil dan cemerlang kini dipenuhi oleh air mata. Rambut hitam kecilnya berantakan, dan wajahnya terlihat lesu. Di tangan kecilnya, dia memeluk erat boneka kelinci kesayangannya, seolah-olah mencari kenyamanan dari objek kecil itu.Di sudut ruangan, Tiara dan Wijaya saling pandang, keprihatinan tergambar di wajah mereka. Mereka menyadari betapa sulitnya bagi Suri menghadapi kenyataan bahwa ibunya, Dara, harus dirawat di rumah sakit.Tiara mendekati Suri dengan langkah lembut, duduk di sampingnya, dan memeluknya erat. "Sayangku, apa yang membuat Suri begitu sedih?" tanya wanita paruh baya itu dengan lembut.Suri menoleh ke arah Tiara, air mata masih terus mengalir. "Suri sangat merindukan bunda, Nenek. Kapan bunda pulang? Suri mau lihat bunda."Tiara memahami perasaan cucunya dan mencoba menenangkan hatinya. "Bunda sedang sakit, sayang. Dokter harus merawatnya agar segera sembuh. Tapi jangan khawa
***Riky duduk gelisah di ruang tunggu rumah sakit, tatapannya kosong menuju pintu kamar tempat istrinya, Zea, dirawat. Pikirannya bergejolak di tengah ketidakpastian tentang nasib Zea yang masih belum sadarkan diri. Seiring waktu berlalu, kekhawatiran Riky semakin membesar, terutama setelah tadi ke rumah sakit mengantar Kana untuk melihat Dara yang juga dirawat di ruang gawat darurat karena keracunan. Keduanya dirawat di rumah sakit yang sama.Dokter langsung keluar dari kamar Zea dan menghampiri pria itu yang sedang melamun. “Pak Riky, kondisi istri anda masih belum stabil. Kami masih mencoba mencari penyebab luka yang parah ini. Mohon bersabar."Riky tambah gelisah. “Terima kasih, Dokter. Bagaimana dengan putri saya, Dara? Bagaimana keadaannya?""Bu Dara sedang dalam perawatan intensif. Kami berusaha semaksimal mungkin untuk mendeteksi dan mengatasi dampak keracunan,” balas dokter itu.Riky mengangguk dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang ke masa lalu, mencari tahu bagaimana k
***Ruangan CEO PT. Shinee Serein tampak begitu elegan dengan sentuhan modern dan nuansa yang memberikan kesan kekuatan dan keberhasilan. Dara duduk di meja kerjanya yang besar, fokus pada pekerjaannya yang menumpuk. Suasana ruangan diisi dengan keheningan, hanya terdengar bisikan ringan dari mesin pencetak dokumen dan suara langkah kaki di lantai marmer.Pintu ruangan terbuka perlahan, mengungkapkan seorang asisten dengan senyum misterius di wajahnya. Dara menoleh dan terkejut melihat seorang kurir membawa sebuah paket yang cantik terbungkus rapi."Maaf mengganggu, Bu Dara. Paket ini baru saja datang untuk Anda," kata asisten sambil menyerahkan paket itu pada Dara.Dara tersenyum dan meraih paket itu dengan tanda tanya di wajahnya. Dia membaca nama pengirim di label: Adam Tanaka, suaminya. Hatinya berdebar-debar saat dia membuka paket itu dengan hati penuh harap.Di dalamnya, dia menemukan sekotak cokelat coklat gelap yang menggoda dan sebuket bun