Baiklah, Diana pasti bisa. Jangan biarkan mereka yang meremehkanmu semakin menjadi," ucap Diana menyemangati dirinya sendiri. Diana bekerja dengan cekatan. Hasil kerjanya juga tidak luput dari pujian atasannya. "Diana, setelah ini temani saya makan di restoran depan," ucap pria itu, membuat Diana mengedipkan matanya berkali-kali. Ini seperti mimpi. Atasannya berlaku begitu baik, jauh berbeda dengan Yoga suaminya."Maaf Pak, sebaiknya tidak usah, takutnya nanti istri Bapak salah paham," balas Diana.Seketika pria itu tertawa kecil. "Bagaimana bisa kamu berpikir saya sudah menikah? Calon saja saya tidak punya," ucap pria itu."Maaf Pak saya tidak tahu," Diana menunduk menahan malu."Tenang saja, kamu bukan orang satu-satunya yang mengatakan demikian. Ibu-ibu jualan sayur, juga mengira saya sudah menikah. Saya sering dikatai suami takut istri, karena selalu membeli kebutuhan dapur sendiri," balas pria itu. Diana menahan tawa, mendengar cerita atasannya. "Jadi bagaimana? Apa kamu mau
Pagi harinya, suasana di perusahaan Alvin tampaknya sedikit kacau. Diana menangis dan memohon maaf kepada Alvin atas kejadian yang sangat tidak terduga ini. Diana tidak menyangka ada yang dengan sengaja membakar dokumen penting perusahaan. "Bagaimana, sudah kalian cek CCTV?" tanya Alvin kepada salah satu pegawainya."Sudah Pak. Pelakunya adalah salah satu karyawan lama di perusahaan ini," jawab pegawai itu."Siapa? Berani sekali dia melakukan keteledoran ini," tanya Alvin penasaran. "Ima Pak," jawab pegawai itu singkat.Wajah Alvin yang tadinya panik, kini berubah menjadi merah padam. Tangannya mengepal, emosinya bisa meledak saat ini juga. "Lantas apa yang mendasari Ima bisa melakukan ini semua?" ucap Alvin seraya berpikir.Diana masih saja menangis. Dirinya merasa sangat bersalah atas terbakarnya dokumen itu. Lantaran dokumen penting itu, sudah diserahkan kepadanya. Namun Diana gagal menjaga dokumen penting itu, sehingga dokumen itu dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab
Kamu tidak perlu merasa cemburu, lagian selama kita menikah, aku hanya fokus sama hubungan kita. Aku sudah tidak pernah lagi tidur dengannya," ucap Yoga terus terang. Rista masih tak bergeming, tatapannya hampa. Yoga membawa Rista dalam dekapannya. Yoga bisa melihat istri mudanya sedang tidak baik-baik saja. Rista benar-benar cemburu dengan Diana. ***Diana pulang lebih awal hari ini. Kepalanya mendadak pusing, setelah kejadian tadi pagi. Diana bergegas masuk setelah mengucap salam. Tidak ada orang di setiap ruangan yang Diana lewati. Semua sedang berada di dalam kamarnya masing-masing. Diana mendadak sakit, saat melewati kamar pengantin baru. Melihat suaminya mendekap wanita lain. Tetapi Diana memilih untuk tidak peduli. Dia melengos masuk ke kamarnya. Setelah mencuci tangan dan kakinya, Diana berganti pakaian santai untuk tidur siang. Saat sedang nyenyak-nyenyaknya tertidur, ada yang diam-diam mengendap-endap masuk ke kamarnya. Pria itu berniat jahat terhadap Diana. Rupanya pria
Alvin memasukkan Diana ke dalam mobilnya. Diana masih menangis sesenggukan. Kejadian yang mengerikan itu membuatnya trauma. Alvin memberikan minuman agar Diana lebih tenang."Sudah, jangan takut lagi! Saya akan mengantarkanmu pulang," ucap Alvin. "Terima kasih sudah menolong saya, Pak." "Maaf jika saya lancang, siapa pria yang menculikmu tadi?" tanya Alvin hati-hati. "Maaf Pak, saya sama sekali tidak mengenali pria tersebut.""Seingat saya, saya sepulang kerja, langsung pulang ke rumah. Saya tidur siang, tetapi saat saya terbangun, saya sudah di mobil bersama pria itu," ucap Diana parau. Wajahnya terlihat sedang ketakutan. Alvin mencoba menenangkan Diana. Alvin tidak lagi banyak bertanya. Ia segera melajukan mobilnya menuju ke rumah Diana.Di dalam perjalanan Diana hanya diam. Wajahnya sedikit kacau, oleh ulah pria jahat itu. Sesekali Alvin melempar pandang. "Diana di mana rumahmu? Saya akan mengantarkanmu pulang," ucap Alvin lirih. Diana memberitahukan alamat rumahnya. Alvin m
Tiada hari tanpa pertengkaran. Itulah yang terjadi kepada pasangan muda yang telah menikah hampir dua tahun ini. Yoga tidak memberikan hak yang seharusnya diterima oleh Diana--istrinya, sehingga perempuan itu merasa tidak dihargai sebagai seorang istri.Tidak hanya itu. Diana harus melakukan begitu banyak pekerjaan di rumah suaminya seorang diri. Padahal, penghuninya tidak hanya dirinya. Namun, dialah yang bertanggung jawab penuh. Menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga yang tiada habisnya. Belum lagi, ibu mertua dan adik ipar perempuannya, selalu minta dimasakkan setiap saat, tanpa melihat kondisinya yang telah kelelahan--seperti saat ini."Lama sekali! Apa kamu tidak bisa lihat, kami sudah kelaparan dari tadi?" teriak bu Rossa marah. Suaranya menggelegar dari arah dapur, sangat memekikkan telinga. Wanita yang sibuk menatap makanan di meja, terkesiap mendengar teriakan ibu mertuanya. "Maafkan Diana. Diana sudah berusaha memasak semuanya dengan cepat," ucap Diana pelan sambil
Diana segera keluar dari balik pintu--menahan gemetar di tubuhnya. "Semua pekerjaan sudah Diana selesaikan. Diana hanya istirahat siang sebentar Ibu," cicit Diana dengan suara bergetar."Ck!" Bu Rosa berdecak malas. "Sana! Buatkan kami makan siang yang enak. Awas kalau tidak!" Wanita itu memerintahnya dengan suara lantang.Diana terdiam. "Tapi, masakan tadi pagi masih banyak, Bu. Nanti mubazir.”"Heh! Banyak alasan kamu! Berani kamu membantah saya, Diana? Sadar diri! Kamu hanya menumpang di rumah ini. Lihat! Bahkan suamimu sudah tidak peduli lagi sama kamu. Dia bisa menceraikanmu kapan saja yang dia mau. Jangan banyak bicara lagi! Cepat masak! Saya dan Divia sudah lapar," ketus wanita itu seraya berlalu meninggalkan Diana.Mata Diana mulai memerah. Air matanya bisa luruh kapan saja. Sampai kapan dia seperti ini terus? Dia lelah.****Seharian Diana melayani ibu mertua dan adik iparnya. Ada saja yang dipinta mereka dari perempuan itu. Lama, Diana menunggu Yoga kembali--setidaknya
Di sisi lain, Yoga langsung meninggalkan Diana setelah memuaskan hasrat birahinya. Dia kini menyantap sarapan bersama sang ibu. "Yoga! Kapan kamu bawa Rista ke mari? Mama mau mengenalnya lebih dalam lagi. Mama juga ingin memastikan dia jauh lebih baik daripada istrimu yang tidak berguna itu," ucap bu Rossa sembari mengoles roti dengan selai kacang dan memberikannya kepada anak lelaki kesayangannya itu."Secepatnya, Ma. Aku sudah tidak sabar, menanti hari-hariku yang indah bersama Rista," sahutnya sambil tersenyum sumpringah."Lalu bagaimana dengan Diana? Apa kamu masih tetap mempertahankan perempuan tak tahu diri itu?" tanya bu Rossa sambil menutup wadah--tempat selai kacang."Tentu saja Ma, aku akan tetap mempertahankan dia. Memangnya Mama mau gaji pembantu naik? Kalau ada Diana, ada pekerja gratisan, Sementara Yoga tengah berbicara sengit dengan sang istri, Rista kini tengah asyik berbincang dengan mamanya. Perempuan itu tampak bahagia begitu membicarakan kekasihnya. Tak pedul
Sementara Yoga tengah berbicara sengit dengan sang istri, Rista kini tengah asyik berbincang dengan mamanya. Perempuan itu tampak bahagia begitu membicarakan kekasihnya. Tak peduli meski pria itu telah beristri."Apa kamu tidak salah pilih? Kamu tidak ingin memikirkan kembali keputusanmu yang tidak masuk akal ini? Kamu ingin menikah dengan laki-laki beristri? Apa kamu tidak pikirkan perasaan istrinya? Coba kamu bayangkan! Bagaimana perasaanmu, jika berada di posisi wanita yang suaminya kamu rebut paksa? Mama tidak setuju," ungkap bu Bianca tegas."Mama, Rista sangat mencintai mas Yoga. Lagian istri mas Yoga tidak keberatan, jika suaminya menikah lagi. Pokonya Mama harus mengizinkan kami menikah. Jika Mama tidak mau melakukannya, jangan harap Mama bisa bertemu denganku lagi di dunia ini. Lebih baik aku mati saja, daripada harus hidup tanpa mas Yoga," ucap Rista penuh penekanan dengan ekspresi wajah yang sendu. Tentu saja membuat hati mamanya rapuh. Mata Bu Bianca membesar. Terkejut